STUDI PENGELOLAAN OBAT PSIKOTROPIKA DI APOTEK KOTA GORONTALO

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

PROFIL PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS PEMBANTU WATES PINGGIRREJO MAGELANG JULI 2013

KEBIJAKAN PEMESANAN OBAT, PENCATATAN OBAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas menurut Permenkes No. 75 tahun 2014 adalah fasilitas

PERESEPAN, PEMESANAN DAN PENGELOLAAN OBAT

PHARMACY, Vol.13 No. 01 Juli 2016 ISSN SISTEM PENGELOLAAN OBAT DI PUSKEMAS DI KECAMATAN RAMBAH SAMO KABUPATEN ROKAN HULU - RIAU

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING. Artikel yang berjudul Studi Pengelolaan Obat yang Mengandung Prekursor pada Apotek di Kabupaten Buol.

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

EVALUASI PENYIMPANAN DAN PENDISTRIBUSIAN OBAT DI GUDANG FARMASI PSUP PROF. DR. R.D. KANDOU MANADO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serta memiliki satu Instalasi gudang farmasi kota (Dinkes Kota Solok, 2014).

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. secara ekonomi. Instalasi farmasi rumah sakit adalah satu-satunya unit di rumah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan bagian dari pembangunan nasional dengan tujuan

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif melalui observasi dan wawancara mengenai penyimpanan

Sri Hariati Dongge,S.Farm,Apt,MPH Dinas Kesehatan Kab. Konawe Sulawesi Tenggara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data hasil wawancara mengenai perencanaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato HASIL WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan oleh pemerintah dan / atau masyarakat (UU No.36, 2009).

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG NOMOR : / / / SK / I / TENTANG PELAYANAN OBAT KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG,

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK PENANGGUNG JAWAB FARMAKMIN INSTRUMEN PENELITIAN MANAJEMEN PENYIMPANAN OBAT DI PUSKESMAS KECAMATAN JAGAKARSA TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :

Permenkes Nomor 3 tahun 2015 PEREDARAN, PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELAPORAN

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya5.

Peresepan,Pemesanan dan pengelolaan Obat SPO Nomor : Terbit ke : 1 No.Revisi : 0 Tgl.Diberlaku : Halaman : 1-3

ANALISIS MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS WENANG KOTA MANADO Fikri Kobandaha, Febi K. Kolibu*, Ardiansa A. T. Tucunan*

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengambilan data ini di lakukan mulai tanggal 6 Januari 2012 sampai 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T

ANALISIS MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS WENANG KOTA MANADO Fikri Kobandaha*, Febi K. Kolibu*, Ardiansa A. T. Tucunan*

GAMBARAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS PANIKI BAWAH KOTA MANADO TAHUN 2016 Sera S. Hiborang*, Franckie. R. R. Maramis*, Grace D.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Resep. Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal. Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

EVALUASI STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KOTA SALATIGA TAHUN 2011 SESUAI PERUNDANGAN YANG BERLAKU NASKAH PUBLIKASI

Farmaka Volume 15 Nomor 4 1

Drs Martin Suhendri.M.Farm Apt

BAB 4 ANALISA PROSES BISNIS AWAL

Dian Rahayu Muliani D3 Farmasi Politeknik Medica Farma Husada Mataram ABSTRAK

EVALUASI PENYIMPANAN DAN DISTRIBUSI OBAT PSIKOTROPIKA DI RUMAH SAKIT JIWA PROF. DR. V. L. RATUMBUYSANG MANADO

5. Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) memberikan bekal kepada calon apoteker sebelum terjun langsung ke masyarakat, agar kelak dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obatadalah sediaan atau paduan yang siap digunakan untuk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2012 di Apotek RSUD Toto

pelayanan non resep, serta pengalaman dalam memberikan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) kepada pasien. 5. Apoteker tidak hanya memiliki

Tirta Farma meliputi pemilik sarana apotek, apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. 5. Kegiatan promosi kesehatan kepada masyarakat perlu

BAB II TINJAUAN UMUM APOTEK. 2.1 Apotek dan Peran Apoteker Pengelola Apotek. Apotek adalah suatu tempat tertentu dilakukan pekerjaan kefarmasian dan

PHARMACY, Vol.08 No. 03 Desember 2011 ISSN

The Analysis of Jamkesmas Drug Planning Using Combination Methods ABC and VEN in Pharmacy Installation of RSUD Dr. M. M. Dunda Gorontalo 2013

PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT

Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat Mengandung Prekursor Farmasi. Pelatihan Napza Prekursor - IAI Kota Surabaya Oleh BBPOM Surabaya, 09-April-17

PUSKESMAS KECAMATAN KEBON JERUK

STUDI PENGELOLAAN OBAT SEBELUM DAN SESUDAH JKN DI PUSKESMAS JETIS KOTA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat

Lampiran 1. Daftar Tilik Mutu Pelayanan Kefarmasian DAFTAR TILIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seperti contohnya pada puskesmas, dimana pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas

Disampaikan oleh. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Yogyakarta Jl Tompeyan I Tegalrejo Yogyakarta Telp (0274) , Fax (0274) ,

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. 1 Rumah sakit Permata Medika adalah rumah sakit tipe C di

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI

UPT. PUSKESMAS KLUNGKUNG I

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berupa data primer yang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara bulan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental bersifat deskriptif.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI

PHARMACY, Vol.07 No. 03 Desember 2010 ISSN Agus Priyanto, Moeslich Hasanmihardja, Didik Setiawan

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas

PENERAPAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KOTA MAGELANG

TINGKAT KEPATUHAN DOKTER DALAM MENULISKAN RESEP PASIEN RAWAT JALAN BERDASARKAN FORMULARIUM DI RUMAH SAKIT BIOMEDIKA PERIODE JANUARI-MARET TAHUN 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengelolaan Sediaan Farmasi di Rumah Sakit. seleksi (selection), perencanaan dan pengadaan (procurement), distribusi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

KEPALA DINAS KESEHATAN KOTA PADANG dr. FERIMULYANI, M. Biomed

EVALUASI IMPLEMENTASI KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 35/MENKES/SK/2014 TENTANG PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SLEMAN

SOP PEMESANAN OBAT. Prosedur SOP Penerimaan Barang Dari PBF

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

5. PKPA di Apotek memberikan pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan praktis bagi calon apoteker mengenai sistem managerial obat (pengadaan,

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

EVALUASI PELAYANAN APOTEK BERDASARKAN INDIKATOR PELAYANAN PRIMA DI KOTA MAGELANG PERIODE 2016

MAKALAH. Dosen Pembimbing : Yuni Retnaningtyas, S.Si., M.Si., Apt. Oleh: Kelompok 6

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

WORK PLAN PKP PUSKESMAS Kateg ori 7 LO Aspek Managerial Pengadaan Perbekalan Kefarmasian

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

Evaluasi Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kabupaten Magelang Berdasarkan Permenkes RI No.74 tahun 2016

EVALUASI PENYIMPANAN DAN PENDISTRIBUSIAN OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT SILOAM MANADO

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INTISARI. Rahminati ¹; Noor Aisyah, S.Farm., Apt ²; Galih Kurnianto, S.Farm., Apt³

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI KOMUNITAS APOTEK KITA FARMA BINJAI

Komponen Tujuan Aktivitas Learning Outcomes

Transkripsi:

STUDI PENGELOLAAN OBAT PSIKOTROPIKA DI APOTEK KOTA GORONTALO Windarti Yalida, Rama Hiola, Madania *) Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo Email : yalidawindarti@gmail.com ABSTRAK Windarti Yalida. 2015. Studi Pengelolaan Obat Psikotropika di Apotek Kota Gorontalo. Skripsi, Program Studi S1, Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I Dr. Rama Hiola, M.Kes dan Pembimbing II Madania, S.Farm., M.Sc., Apt Pengelolaan obat psikotropika bertujuan untuk menjamin ketersediaan obat psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan serta mencegah terjadinya penyalahgunaan. Dalam pengelolaan obat psikotropika, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu dari pengadaan, penyimpanan, dan pelaporan psikotropika untuk menghindari terjadinya kemungkinan penyalahgunaan obat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi pengelolaan obat psikotropika (meliputi pengadaan, penyimpanan, pelaporan) di apotek Kota Gorontalo, sampel penelitian berjumlah 12 apotek yang dipilih berdasarkan teknik purposive sampling dari 64 apotek yang ada di kota Gorontalo. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional dan instrument penelitian berupa cheklist pengelolaan obat psikotropika yang dihitung dalam bentuk persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pengadaan obat psikotropika adalah 94,16% (termasuk dalam kriteria baik), kegiatan penyimpanan obat psikotropika 94,4% (telah terlaksana dengan baik) dan kegiatan pelaporan obat psikotropika adalah 96,6% dengan kriteria baik. Kata Kunci: Pengadaan, Penyimpanan, Pelaporan, Psikotropika. *) DR. Rama Hiola, M.Kes, Madania, S.Farm, M.Sc, Apt

PENDAHULUAN Pengelolaan obat merupakan hal yang sangat penting dilakukan di apotek, karena peran apotek sebagai penyimpan obat-obatan dan melayani kebutuhan pasien akan obat. Adapun, tujuan pengelolaan obat adalah untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan obat yang efisien, efektif, dan rasional (Latifah dkk, 2013). Menurut UU No. 5 tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun sintetis, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Dalam pengelolaan obat psikotropika, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu pengadaan, penyimpanan, dan pelaporan psikotropika untuk menghindari terjadinya kemungkinan penyalahgunaan obat tersebut. Pengadaan psikotropika dilakukan dengan menggunakan surat pesanan psikotropika rangkap empat, ditandatangani APA, dan dilengkapi dengan nomor SIK/SP. Penyimpanan obat harus diperhatikan dan harus memenuhi standar penyimpanan yang baik. Untuk mewujudkan tercapainya ketepatan jumlah dan ketersediaan obat ketika dibutuhkan untuk pengobatan yang efisien dan efektif (Mangindara, 2012). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo (2014), apotek yang terdapat di kota Gorontalo adalah berjumlah 64 apotek, dimana pengelolaan obat adalah suatu hal yang sangat mendasar dalam pelayanan di apotek. Karena dengan pengelolaan obat yang baik maka akan menghasilkan pelayanan kefarmasian yang baik pula kepada pasien di apotek. Oleh karena itu, perlu ada penelitianpenelitian terkait agar dapat mengetahui seberapa besar tingkat keberhasilan pengelolaan obat yang telah dilakukan di apotek kota Gorontalo. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kegiatan pengadaan, penyimpanan, pelaporan obat psikotropika yang dilakukan di apotek Kota Gorontalo METODE PENELITIAN Desain penelitian Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah 12 apotek di kota Gorontalo yang dipilih secara purposive sampling. Data yang diambil berupa data retrospektif dari kegiatan pengadaan, penyimpanan dan pelaporan obat psikotropika di Apotek Kota Gorontalo. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah check list dan wawancara. Metode yang digunakan dalam analisis data adalah metode analisis kuantitatif-kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Pada tahap ini data akan dianalisis dan dideskripsikan dalam bentuk narasi untuk menjelaskan hasil yang diperoleh. Data tersebut meliputi: pengadaan, penyimpanan dan pelaporan. Tahap menganalisis data dari checklist yaitu dilakukan sebagai berikut: 1. Mengkuantitatifkan hasil checking sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan dengan memberi tanda checklist ( ) pada kolom Ya atau Tidak untuk masing-masing persyaratan. Untuk kolom Ya 1

nilainya 1 dan untuk kolom Tidak nilainya 0 2. Membuat tabulasi data 3. Menghitung persentase dari tiap-tiap aspek dengan rumus (Latifah, 2013): P(S) = S/N x 100% Keterangan : P(S)= persentase tiap kegiatan S = jumlah skor tiap kegiatan N = jumlah skor maksimum 4. Dari persentase yang telah diperoleh tersebut kemudian disajikan ke dalam bentuk diagram dan dibahas secara narasi. Berdasarkan perhitungan diatas, maka range persentase dan kriteria kualitatif dapat ditetapkan sebagaimana dalam Tabel 1. Tabel 1. Range persentase dan kriteria kualitatif No Interval Kriteria 1. 76% skor 100% Baik 2. 51% skor 75% Cukup Baik 3. 26% skor 50% Kurang Baik 4. 0% skor 25% Tidak Baik HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian Berikut hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan pengelolaan obat di 12 apotek di Kota bahwa kegiatan pengadaan obat Gorontalo yang secara khusus dibagi psikotropika di apotek Kota Gorontalo menjadi 3 bagian yaitu bagian (pada diagram 1) sudah baik secara pengadaan, bagian penyimpanan, dan keseluruhan dan hanya ada 1 apotek bagian pelaporan obat psikotropika yang kriteria pengelolaannya masih yang disesuaikan dengan Permenkes RI No. 35 tahun 2014 tentang standar cukup serta sesuai dengan persyaratan yang disyaratkan dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian di apotek, UU pengadaan obat psikotropika yang RI No.5 tahun 1997 tentang ditulis oleh Bogadenta, (2012). psikotropika. a. Pengadaan Obat Psikotropika Pengadaan obat psikotropika Adapun persyaratan dalam hal kegiatan pengadaan obat psikotropika yaitu harus memiliki buku catatan adalah kegiatan pemesanan obat penerimaan dan pengeluaran obat psikotropika yang dilakukan oleh psikotropika, menggunakan surat apotek sesuai perencanaan (kebutuhan) pesanan (SP) untuk pemesanan obat untuk memperoleh jenis dan jumlah psikotropika, kelengkapan dari SP obat yang dibutuhkan di PBF khusus. (seperti tandatangan Apoteker Pengelola Apotek (APA) dengan nama 100% jelasnya, ada cap apotek, ada nomor 80% SIK dan SIA), pemesanan hanya 60% melalui PBF khusus, periode 40% penerimaan obat psikotropika 20% ditentukan, pencatatan kartu stok, 0% pemeriksaan mutu obat dan kesesuaian A B C D E F G H I J K L jenis obat dengan SP ketika penerimaan Apotek obat psikotropika. Gambar 1. Diagram pengadaan obat Dari persentasi pelaksanaan psikotropika kegiatan pengadaan obat psikotropika, Persen % 2

(pada diagram 1) bahwa sebagian besar apotek tersebut sudah melaksanakan pengadaan obat psikotropika yang baik, yaitu dengan hasil rata-rata kegiatan pengadaan obat psikotropika adalah 94,16%. Faktor yang mendukung pelaksanaan kegiatan pengadaan obat psikotropika yang baik ini adalah karena adanya standar pelayanan kefarmasian. Menurut Desselle ( 2014) menyatakan bahwaa standar dari tingkah laku untuk farmasis dan untuk operasional dari apotek diturunkan dari undang-undang dan nilai atau standar profesional dan standar tersebut penting untuk difahami dan digunakan. Dari persentase tersebut masih ada beberapa persen yang tidak sesuai dengan persyaratan dalam pengadaan obat psikotropika seperti tidak ditentukannya periode penerimaan obat psikotropika. Hal yang menjadi penyebab dari periode pengadaan obat yang tidak ditentukan karena hal ini disesuaikan dengan kebutuhan dan pola penyakit yang ada. Hal inii sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mangindara dkk (2012) bahwa dalam pengadaan obat yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan pola penyakit. b. Penyimpanan Obat Psikotropika Penyimpanan obat psikotropika adalah kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat psikotropika yang telah diterima pada tempat yang aman di apotek Kota Gorontalo. Berikut ini diagram hasil penelitian terkait penyimpanan obat psikotropika di apotek Kota Gorontalo 100% 80% 60% Persen % 40% 20% 0% A B C D E F G H I J K L Apotek Gambar 2. Diagram penyimpanan obat psikotropika Kegiatan pengelolaan kedua yang diteliti oleh peneliti yaitu kegiatan penyimpanan obat psikotropika. Pada gambar 2 menunjukkan bahwa dari 12 apotek hasil rata-rata presentasinya yaitu 94.4%, yang berarti kriterianya baik dan sisanya sekitar 5.6% adalah termasuk kriteria cukup baik karena di apotek tersebut sistem penyimpanannya belum menggunakan sistem FIFO, FEFO ataupun alfabet. Dari hasil pengamatan di apotek-apotek tersebut, penyimpanan obat disimpan dilemari khusus yang dipisahkan dari penyimpanan obat-obat jenis lainnya dan wadah penyimpanannya selalu tertutup rapat dan bebas dari kontak dengan benda- (2012) benda tajam. Menurut Bogadenta bahwa obat-obat golongan psikotropika harus disimpan dalam rak tersendiri atau lemari khusus. Untuk sistem penyimpanan obat yang digunakan adalah secara FEFO (First Expired First Out), FIFO (First In First Out) dan secara alfabetis. Menurut Darmawansyah (2011) penyusunan obat menggunakan metode FIFO dan FEFO serta alfabet memudahkan dalam mencari obat yang dibutuhkan. Dari dataa yang ada, jumlah obat psikotropika yang tersedia ditiap apotek hanyalah sedikit. 3

Menurut Latifah (2013) yang menyatakan bahwa penyusunan obat sudah cukup baik, meskipun sedikitnya jumlah obat namun obat telah disusun secara FIFO (First In First Out), FEFO (First Expired First Out) dan berdasarkan bentuk sediaan. Dalam hal pengecekan mutu obat psikotropika dilakukan setiap bulan untuk sebagian besar apotek dan ada beberapa apotek yang melakukan pengecekan mutu setiap pengambilan obat psikotropika. Menurut Depkes RI (2010) pengecekan mutu obat psikotropika dilakukan untuk menjamin kualitas dari obat psikotropika dengan memperhatikan beberapa faktor, yaitu kerusakan fisik dan pengotoran serta kontaminasi dari bakteri. Pengecekan ini bertujuan untuk mengetahui obat psikotropika yang disimpan masih dalam keadaan yang baik atau tidak serta obat psikotropika yang telah kadaluarsa, namun selama kegiatan pengelolaann obat psikotropika di apotek-apotek tersebut belum ada yang ditemukan obat yang telah kadaluarsa dan rusak. Karena stok sediaan obat psikotropika yang disediakan hanya dalam jumlah sedikit dan pada saat sudah mendekati habis (tersisa 1 strip), maka dilakukan pemesanan. Untuk pencatatan stok sediaan obat psikotropika dilakukan dikartu stok dan dicatat setiap pengeluaran obat psikotropika dan pemasukan obat psikotropika. Menurut Bachtiar (2011) pencatatan stok merupakan kegiatan dalam rangka penatalaksanaan obatbaik yang diterima obatan secara tertib, maupun pengeluaran obat psikotropika. Berdasarkan data penelitian, pencatatan stok obat psikotropika dilakukan per hari dan per bulan. Menurut Mangindara (2012) pencatatan stok yang dilakukan perhari yaitu untuk mencatat obat yang dikeluarkan kepadaa pasien dalam pelayanan tiap harinya dari resep yang masuk dan untuk pencatatan perbulan digunakan untuk pelaporan obat psikotropika. c. Pelaporan Obat Psikotropika Pelaporan obat psikotropika adalah kegiatan pelaporan pemakaian obat psikotropika meliputi nama bahan sediaan, satuan dan persediaan obat untuk awal bulan serta kegiatan ini dilakukan tiap bulan berjalan dan dilaporkan setiap bulan ke Dinas Kesehatan dan BPOM. 100% 80% Persen % 60% 40% 20% 0% A B C D E F G H I J K L Apotek Gambar 3. Diagram pelaporan obat psikotropika Kegiatan pengelolaan yang terakhir yang diteliti oleh peneliti yaitu kegiatan pelaporan obat psikotropika. Pada tabel 4.3 dapat dilihat rata-rata persentase pengelolaan kegiatan pelaporan yaitu 96.6% (kriteria baik). Menurut Latifah (2013) pelaporan obat psikotropika bertujuan agar tersedianya data mengenai jenis dan jumlah penerimaan, pengeluaran/penggunaan dan 4

persediaan obat pada kurun waktu tertentu. Selanjutnya menurut Bogadenta (2012) menyatakan bahwa pengeluaran obat psikotropika wajib dilaporkan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pelaporan obat psikotropika diseluruh apotek telah menggunakan sistem komputerisasi untuk pelaporan dan melakukan pencatatan stok obat secara manual. Pencatatan secara manual ditujukan untuk adanya data yang dapat digunakan dan dilihat setiap kali jika dibutuhkan dan dapat memudahkan operasional apotek. Menurut Mangindara (2012), penggunaan sistem komputerisasi bertujuan untuk mempermudah dalam pengelolaan data, namun terkadang juga masih ada yang dilakukan secara manual (seperti dalam pencatatan obat psikotropika pada kartu stok). Untuk pencatatan pemakaian obat dilakukan setiap hari pada saat pengeluaran obat psikotropika serta untuk setiap penerimaan dan pengeluaran obat psikotropika (laporan pemakaian obat psikotropika) akan dijumlahkan tiap akhir bulan. Kemudian penggunaan obat psikotropika tersebut dilaporkan setiap bulan (paling lambat tanggal 10 tiap bulan berjalan). Laporan penggunaan obat psikotropika dilaporkan ke Dinas Kesehatan dan BPOM melalui website yang telah disediakan oleh system SIPNAP. Pada Januari 2015, website untuk pelaporan penggunaan obat psikotropika telah diperbaharui. Hal ini dilakukan karena sebelum itu pelaporan obat psikotropika sering terlambat dan tidak sesuai waktu pelaporan. Kendalanya adalah sering bermasalah pada system website yang digunakan tersebut, contohnya seperti data laporan yang dikirim sering gagal terkirim dan jaringan internet yang kurang memadai. Setelah diperbaharui Januari tersebut, pelaporan penggunaan obat psikotropika sudah berjalan dengan lancar dan dipantau langsung oleh pihak Dinas Kesehatan dan BPOM. Untuk laporan bulanan penggunaan obat psikotropika yang dilaporkan harus berisi nomor urut, nama sediaan jadi (paten), satuan obat, jumlah obat awal bulan, pemasukan obat, pengeluaran obat psikotropika dan stok persediaan akhir bulan serta keterangan. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Kegiatan pengadaan obat psikotropika di apotek Kota Gorontalo telah terlaksana dengan baik yaitu dengan rata-rata persentase pengelolaannya adalah 94.16% dan ada 1 apotek yang kriteria pelaksanaannya masih cukup dengan persentase 70%. 2. Kegiatan peyimpanan obat di apotek Kota Gorontalo telah terlaksana dengan baik yaitu dengan rata-rata persentase pengelolaannya adalah 94.4% dan ada 1 apotek yang kriteria pelaksanaannya cukup dengan persentase 71.4%. 3. Kegiatan pelaporan obat psikotropika di apotek Kota Gorontalo telah terlaksana dengan baik yaitu dengan rata-rata persentase pengelolaannya adalah 96.6%. 5

Saran Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disarankan beberapa hal berikut ini: 1. Bagi peneliti selanjutnya, agar dapat mengambil penelitian terkait kefeektifan pelaporan obat psikotropika secara manual dan online system. 2. Bagi apotek, agar dapat meningkatkan kualitas kegiatan pengelolaan obat psikotropika, khususnya pada penyimpanan obat agar dapat menggunakan sistem FIFO, FEFO atau secara alfabet. DAFTAR PUSTAKA Bachtiar, 2011. Analisis Pengelolaan Obat di Rumah Sakit Umum daerah Kota Makassar. Program Pasca Sarjana Bogadenta, A. 2012. Manajemen Pengelolaan Apotek. D- Medika. Jogjakarta Depkes. 2006. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Direktorat Bina Farmasi dan Komunitas, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta. Depkes. 2008. Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta Depkes R.I., 2010. Pedoman Pengelolaan Obat Program Kesehatan Direktorat Jendral Pelayananan Kefarmasiaan dan Alat Kesehatan. Depertemen Kesehatan RI, Jakarta Departemen Pelayanan Kesehatan Arizona, 2014. Psychotropic Medication: Prescribing and Monitoring. Arizona Department of Health Services Division of Behavioral Health Services. USA Desselle, S, dkk. 2014. Manajemen Farmasi Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta Ganiswara.S. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta Jas, A., 2007. Perihal Resep & Dosis serta Latihan Menulis Resep. Ed. 1. Universitas Sumatera Utara Press. Medan. Latifah, E., Utomo, R.D. 2013. Profil Pengelolaan Obat di Puskesmas Pembantu Wates Pinggirrejo Magelang Juli 2013. Jurnal. Universitas Muhammadiyah Magelang. Magelang Lindsey, P. 2009. Psychotropic Medication Use among Older Adults: What All Nurses Need to Know. Jurnal.. Illinois State University. Illinois Mangindara, Darmawansyah, Nurhayani, Balqis. 2012. Analisis Pengelolaan Obat di Puskesmas Kampala Kecamatan Sinjai Timur 6

Kabupaten Sinjai Tahun 2011. Jurnal. Universitas Hasanuddin. Makassar Media Komputindo Kelompok Kompas-Gramedia. Jakarta Menkes. 2004. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1072/menkes/sk/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta Nair, A. Srivastata, M. 2013. Prescription Errors in Psychiatri. Jurnal. Institute of Medical Sciences. India PP No.51. 2009. Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 Tentang Pekerjaan kefarmasian. Presiden RI. Jakarta Ruseffendi, E.T. 2005. Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Tarsito: Bandung Sheina, B, Umam, MR, Solikha. 2010. Penyimpanan Obat di Gudang Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1. Jurnal. Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta Sukandar. 2008. ISO Farmakoterapi. PT. ISFI Penerbitan. Jakarta Syamsuni, H. 2005. Farmasetika Dasar dan Perhitungan Farmasi. EGC. Jakarta Tjay H.T, Rahardja K. 2007. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek sampingnya. PT Alex 7

Jurnal yang berjudul Studi Pengelolaan Obat Psikotropika di Apotek Kota Gorontalo