BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Semua pasti sudah menyadari bahwa pendidikan itu penting, bahkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. seorang guru, bukan hanya sekadar mengajar (teaching) tetapi lebih ditekankan

BAB I PENDAHUUAN. aspek organisasi atau pribadi (Djamarah, 2006). menyertai perubahan tersebut Ilmu kimia merupakan salah satu ilmu

BAB I PENDAHULUAN. dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Pada

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan terutama pendidikan IPA di Indonesia dan negara-negara maju.

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pendidikan tidak hanya dipengaruhi oleh siswa namun guru juga

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pembelajaran adalah suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembelajaran adalah suatu proses yang tidak hanya sekedar menyerap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum di Sekolah Dasar (SD) yang digunakan saat ini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN PEMAHAMAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN HEURISTIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka. Keberhasilan pendidikan dipengaruhi oleh perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar siswa aktif dalam upaya mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

P N E D N A D H A U H L U U L A U N

I. PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif. luas kedepan untuk mencapai suatu cita-cita yang diharapkan dan mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk sumber daya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Neni Trisiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

percaya diri siswa terhadap kemampuan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. tertentu sehingga siswa memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. guru menempati titik sentral pendidikan. Peranan guru yang sangat penting adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (KTSP) tahun 2006 lalu, pendidik tidak bisa lagi menggunakan paradigma lama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses interaksi atau hubungan timbal

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah di daerahnya

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sangat banyak. Tuntutan tersebut diantaranya adalah anak membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) memiliki peran yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip dasar pembelajaran IPA antara lain adalah prinsip keterlibatan, prinsip

BAB I PENDAHULUAN. sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kemajuan perkembangan zaman yang begitu cepat dan pesat terutama

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor terpenting yang menentukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran matematika di tingkat SD adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang mementingkan bagaimana mendapatkan nilai bagus dan lulus ujian tanpa

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sikap serta tingkah laku. Di dalam pendidikan terdapat proses belajar,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembelajaran yang terencana diarahkan untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan dapat dicapai dengan

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. lambang yang formal, sebab matematika bersangkut paut dengan sifat-sifat struktural

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang ada pada manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. yang telah di persiapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan. Dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam suatu pendidikan tentu tidak terlepas dengan pembelajaran di

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu cara yang ditempuh manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Suardi, 2012:71). bangsa. Hal ini sebagaiman tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENERAPAN STRATEGI SCAFFOLDING

BAB I PENDAHULUAN. penemuan. Trianto (2011:136) mengatakan bahwa Ilmu Pengetahuan. Alam merupakan suatu kumpulan teori yang sistematis.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa ditentukan oleh kreativitas pendidikan bangsa itu sendiri.kompleksnya

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menjadikan manusia memiliki kualitas yang lebih baik.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku siswa. Perubahan tingkah laku siswa pada saat proses

BAB I PENDAHULUAN. Abad XXI dikenal sebagai abad globalisasi dan abad teknologi informasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran tematik sangat menuntut kreatifitas guru dalam memilih dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keberhasilan proses pembelajaran di sekolah, merupakan faktor yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mencapai tujuan belejar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi. Kesemua unsur-unsur pembelajaran tersebut sangat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Belajar merupakan proses yang kompleks yang terjadi pada setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. tentang apa yang telah kita kerjakan. Energi didefinisikan oleh ilmuwan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi

2015 PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA

BAB I PENDAHULUAN. rendah, gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang terjadi

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi memiliki peranan penting dalam memberikan pemahaman mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semua pasti sudah menyadari bahwa pendidikan itu penting, bahkan sangat penting. Oleh karena itu, para pakar pendidikan berupaya menciptakan cara belajar dan mengajar yang efektif dan efisien untuk diterapkan. Tentu saja tujuannya untuk memajukan nasib bangsa. Telah banyak inovasi yang diterapkan, mulai dari belajar di ruang kelas yang nyaman sampai belajar di alam terbuka. Tapi, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak terimbas ke guru-guru, khususnya guru di daerah. Pendidikan diartikan sebagai usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Di dalam pendidikan terdapat suatu proses belajar mengajar yang merupakan inti dari proses pendidikan di sekolah. Dalam belajar mengajar ada interaksi atau pelajaran yang diajarkan oleh guru. Guru mengajar dengan merangsang, membimbing siswa dan mengarahkan siswa mempelajari bahan pelajaran sesuai dengan tujuan. Tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisasi atau pribadi (Djamarah, 2006). Dalam kehidupan sehari-hari akan muncul banyak permasalahan. Masalah setiap orang akan berbeda, begitu pula cara mengatasinya. Suatu situasi dikatakan masalah bagi seseorang jika ia menyadari keberadaan situasi tersebut, mengakui 1

2 bahwa situasi tersebut memerlukan tindakan dan tidak dengan segera dapat menemukan pemecahannya. Sehingga suatu masalah merupakan kesenjangan antara keadaan sekarang dengan tujuan yang ingin dicapai, sementara guru tidak mengetahui apa yang harus dikerjakan untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian, masalah dapat diartikan sebagai pertanyaan yang harus dijawab pada saat itu, sedangkan guru tidak mempunyai rencana solusi yang jelas. Selain itu, pola pembelajaran yang dilakukan selama ini masih berpusat pada guru sehingga siswa kurang diberi kesempatan untuk mengembangkan kreativitasnya dan terlibat secara maksimal dalam proses pembelajaran. Siswa selanjutnya cenderung pasif menerima begitu saja materi yang disampaikan oleh guru sehingga pembelajaran menjadi membosankan, tidak bermakna dan mudah dilupakan. (Muslimah, 2012) Dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran IPA di SD tidaklah cukup hanya diberikan sejumlah besar pengetahuan kepada para siswa saja, akan tetapi para siswa perlu memiliki keterampilan untuk membuat pilihan-pilihan dan menyelesaikan berbagai masalah dengan menggunakan penalaran yang logis dalam pembelajaran IPA. Oleh karena itu, setiap guru khususnya guru SD yang mengelola pembelajaran IPA perlu memahami maksud dari memecahkan masalah IPA. Selain itu setiap guru juga harus melatih keterampilannya dalam membantu siswa belajar memecahkan masalah IPA. Melalui model pemecahan masalah, siswa dapat memiliki keterampilan memecahkan masalah (problem solving). Keterampilan menyelesaikan masalah tersebut akan dicapai siswa jika dalam pembelajaran guru mengkondisikan siswa untuk dapat mengkontruksi pengetahuannya dan memfasilitasi siswa untuk

3 melakukan aktivitas belajar yang melibatkan pemecahan masalah dalam pembelajaran IPA. Untuk mengatasi masalah dalam pembelajaran IPA siswa harus belajar bagaimana mengelola masalah yang dihadapinya. Dalam mengelola masalah dibutuhkan kemampuan berpikir secara kritis, sistematis, logis, dan kreatif. Pada pembelajaran IPA di SDN 060856 Medan Perjuangan ditemukan masalah yang sama dijumpai pada siswa yakni lemahnya siswa dalam menyelesaikan pemecahan masalah dalam proses pembelajaran IPA sehingga hal ini memberikan dampak akan rendahnya hasil belajar siswa dengan nilai rata-rata 65 yang tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yakni 70. Oleh karena itu penting adanya model pemecahan masalah dalam pembelajaran IPA. Anderson (2011), mengemukakan bahwa pembelajaran dengan menekankan pendekatan pemecahan masalah dapat memberikan keberhasilan bagi para siswa dalam menguji pengetahuan yang dimiliki dengan mempromosikan kemampuan setiap siswa untuk mengenali dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah mereka dalam pembelajaran IPA, dengan pendekatan pemecahan masalah dalam konteksnya siswa dapat menghormati pentingnya konten konsep pengetahuan dan aplikasinya ke keterampilan karir yang akan dibutuhkan siswa itu sendiri. Hasil penelitian Williamson (2002), juga mengemukakan bahwa hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan pemecahan masalah dalam kelompok lebih baik dibandingkan dengan metode ceramah (konvensional). Menurut Trianto (2011), pembelajaran pemecahan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Salah

4 satu keunnggulan dari model pembelajaran pemecahan masalah adalah kemampuannya dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Nurhadi (2011) menyatakan bahwa model pemecahan masalah dapat memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar berpikir tentang masalah kehidupan riil. Model ini juga menyediakan kondisi untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis maupun analisis, serta memecahkan masalah kompleks dalam kehidupan nyata. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran merupakan upaya untuk membelajarkan anak agar dapat berkembang secara optimal. Pengembangan yang diorientasikan dalam pembelajaran adalah kemampuan berpikir, bernalar dan termasuk juga bagaimana anak tersebut dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran pada masa sekarang ini lebih berorientasi kepada siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran sehingga mereka akan mendapatkan pengalaman yang dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya. Oleh sebab itu, siswa dituntut untuk berfikir kritis, kreatif dan agar mampu menyelesaikan masalah. Menjadikan anak berpikir kritis, kreatif dan mampu menyelesaikan masalah itu tidak mudah. Berpikir kritis berarti berpikir secara cepat dan rasional sebagai bentuk tanggapan terhadap lingkungan sekitar sehingga dapat memecahkan masalah dengan baik dan membawa manfaat. Menjadikan anak berpikir kritis yaitu dengan jalan pendidikan dan pembelajaran yang mengeksplorasi kemampuan siswa yang dimiliki. Untuk menjadikan anak berpikir

5 kritis dan kreatif maka pembelajaran yang dilakukan bukan hanya memberikan pengetahuan dan kemampuan yang dibutuhkan tetapi juga diperlukan pengajaran sifat, sikap, nilai dan berkarakter. Pembelajaran Sistem Pencernaan Makanan pada Manusia di sekolah selamai ini belum maksimal. Dibuktikan dari hasil wawancara dengan siswa dan guru SDN 060856 di Medan Perjuangan bahwa kegiatan pembelajaran untuk materi sistem pencernaan makanan menggunakan metode diskusi dan presentasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa guru mengajarkan materi tersebut hanya dari segi teoritisnya saja. Kondisi lainnya yang ditemukan di lapangan adalah alat dan bahan praktikum di sekolah masih belum tersedia. Menurut (Silirawati, 2010) ilmu IPA tidak hanya membahas tentang pembelajaran secara teoritis, tetapi juga mencoba membahas secara empiris. Dalam pembejaran IPA sangat memerlukan kegiatan penunjang berupa praktikum. Hal ini dikarenakan metode praktikum adalah salah satu bentuk pendekatan keterampialan proses. Bagi peserta didik diadakannya praktikum selain dapat melatih bagaimana penggunaan alat dan bahan secara tepat, juga membantu pemahaman mereka terhadap materi IPA yang diajarkan di kelas. Selain itu, bagi peserta didik yang memiliki rasa ingin tahu tinggi, maka melalui praktikum mereka dapat memperoleh jawaban rasa ingin tahunya secara nyata. Kegiatan praktikum juga dapat memberikan kesempatan pada anak untuk melatih daya nalar, kemampuan berpikir rasional, menerapkan sikap dan metode ilmiah dalam mencari kebenaran dari apa yang dipelajarinya (Jahro, 2009).

6 Manusia pada hakikatnya dapat belajar melaui enam tingkatan, yaitu 10% dari apa yang dibaca, 20% dari apa yang didengar, 30% dari apa yang dilihat, 50% dari apa yang dilihat dan didengar, 70% dari apa yang dikatakan dan dilakukan. (Magnesen dikutip Aqib, 2013:48). Untuk mencapai 90% tersebut perlu adanya penggunaan metode eksperimen. Proses belajar mengajar dengan metode eksperimen memberikan kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu objek, keadaan, atau proses sesuatu (Djamarah, 2010). Terhambatnya pelaksanaan pratikum di sekolah berdampak pada proses pembelajaran menjadi tidak optimal, kendala yang dialami guru IPA dalam pelaksanaan praktikum antara lain tidak adanya laboratorium, tidak bahan, dan tidak adanya alat praktikum dan keterbatasan waktu, khususnya waktu belajar di kelas. Materi pelajaran IPA seperti sistem pencernaan makanan pada manusia adalah materi yang sangat penting dipahami dalam pembelajaran IPA dan banyak guru beranggapan materi ini sulit untuk dipraktikumkan, hal ini sangat berpengaruh pada siswa dalam upaya mereka menguasai materi ini. Pada penelitian yang relevan dilakukan oleh Rosmalinda, dkk (2013), menunjukkan bahwa petunjuk praktikum yang terdapat dalam bahan ajar IPA SD kelas V yang dikaji memiliki karakteristik bahan yang digunakan mudah diperoleh namun alat yang digunakan sulit diperoleh serta komponen petunjuk praktikum tidak lengkap. Berdasarkan hasil uji keterlaksanaan, respons siswa, dan penilaian guru, kualitas petunjuk praktikum pada topik Energi dan perubahannya

7 yang dikembangkan termasuk kategori sangat baik, Penuntun praktikum model berbasis proyek tidak lebih efektif daripada model penemuan. Salah satu penyebabnya yaitu masih asingnya model berbasis pada praktikum di sekolah sehingga kreatifitas siswa dalam menerapkan model berbasis proyek belum maksimal. Guru harus berusaha menanamkan dan menumbuhkan kreativitas anak didik. Setiap orang memiliki kreativitas dan kreativitas itu dapat dikembangkan. Menurut Sipayung (2011), siswa yang memilki kreativitas tinggi dalam belajar maka hasil belajar juga tinggi, karena itu kreativitas menjadi bagian penting dalam wacana peningkatan mutu pembelajaran. Hingga kini kreativitas telah diterima baik sebagai kompetisi yang melekat pada proses dan hasil belajar. Torrance dalam Munandar (2009), menyatakan kreativitas adalah proses yang mengandung kepekaan terhadap masalah-masalah dan kesenjangan-kesenjangan (gaps) di bidang tertentu, kemudian membentuk beberapa pikiran atau hipotesis ini dan menyampaikan hasilnya kepada orang lain. Jika seorang guru harus memberikan bimbingan secara individu kepada semua anak tentunya hal tersebut tidaklah mungkin. Menurut Masaaki (2012), siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berkomunikasi dangan anggota lain. Seorang siswa bertukar pendapat mengenai permasalahannya dengan orang lain untuk menyelesaikan suatu permasalahan sehingga mereka akan menghargai keberadaan satu sama lain secara terorganisir melaksanakan suatu kegiatan dengan memadukan pikiran yang tadinya terasa asing bagi dirinya. Istarani (2012), mengemukan bahwa proses belajar secara kolaborasi bukan sekedar

8 bekerja sama dalam suatu proses pembelajaran yang melibatkan proses komunikasi secara utuh dan adil di dalam kelas. Dari hasil pengamatan ketika proses pembelajaran IPA berlangsung di SDN 060856 Medan Perjuangan juga ditemukan bahwa masih kurangnya kreativits siswa dalam menerapkan konsepkonsep IPA pada kejadian atau fakta-fakta yang nyata yang dapat dituangkan siswa ketika bertanya ataupun menyampaikan ide-ide dalam penerapan konsep IPA tersebut. Untuk mencapai tujuan pembelajaran dan kreativitas maka guru melakukan inovasi pembelajaran untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas. Salah satu pendekatan dalam pembelajaran untuk dapat mewujudkan siswa dapat berpikir kreatif yaitu dengan model pembelajaran pemecahan masalah. Model pemecahan masalah merupakan sebagai proses pendekatan pembelajaran yang menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah, dimana problem yang harus diselesaikan tersebut bisa dibuat-buat sendiri oleh guru, dapat pula masalah yang sudah dialami siswa dan ada kalanya fakta nyata yang ada di lingkungan kemudian dipecahkan dalam pembelajaran di kelas, dengan berbagai cara teknik. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Model Pemecahan Masalah Dan Kreativitas Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Materi Sistem Pencernaan Makanan Manusia di SDN 060856 Medan

9 1.2. Identifikasi Masalah Dari uraian latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan beberapa masalah yang berhubungan dengan hasil belajar IPA siswa SD dalam kaitannya dengan model pembelajaran, antara lain: 1. Rendahnya hasil belajar siswa pada mata pembelajaran IPA kelas V SDN 060856 Medan Perjuangan. 2. Pemilihan model pembelajaran yang kurang tepat dan kurang bervariasi terhadap materi yang disampaikan dan guru cenderung menggunakan metode ceramah dalam setiap materi pelajaran. 3. Guru masih belum dapat mengkondisikan siswa untuk dapat mengkontruksi pengetahuannya dan memfasilitasi siswa untuk melakukan aktivitas belajar yang melibatkan pemecahan masalah dalam pembelajaran IPA. 4. Alat dan bahan praktikum di sekolah masih belum tersedia. 5. Kreativitas siswa dalam proses pembelajaran IPA yang masih rendah. 1.3. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, dapat diketahui banyaknya masalah/ faktor yang berkaitan dengan hasil belajar IPA siswa SD, namun dalam penelitian ini dibatasi pada model pemecahan masalah pembelajaran IPA, dengan materi sistem pencernaan makanan pada manusia di SDN 060856 Medan Perjuangan Tahun Pembelajaran 2016/2017.

10 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah model pembelajaran pemecahan masalah dapat mempengaruhi hasil belajar IPA lebih baik daripada model pembelajaran langsung pada materi sistem pencernaan makanan pada manusia di SDN 060856 Medan Perjuangan? 2. Apakah tingkat kreativitas tinggi dapat mempengaruhi hasil belajar IPA siswa lebih baik dibanding kreativitas rendah di SDN 060856 Medan Perjuangan? 3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran pemecahan masalah dan pembelajaran langsung dengan tingkat kreativitas siswa dalam memperoleh hasil belajar IPA pada materi sistem pencernaan makanan pada manusia di SDN 060856 Medan Perjuangan? 1.5. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Menganalisis hasil belajar IPA siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran pemecahan masalah dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran langsung di SDN 060856 Medan Perjuangan. 2. Menganalisis hasil belajar IPA siswa dengan tingkat kreativitas di SDN 060856 Medan Perjuangan. 3. Menganalisis interaksi antara model pembelajaran pemecahan masalah dengan kreativitas dalam mempengaruhi hasil belajar IPA siswa di SDN 060856 Medan Perjuangan.

11 1.6 Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, khususnya pada mata pelajaran IPA terutama dalam penggunaan model pembelajaran pemecahan masalah, kreativitas dan hasil belajar siswa. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Manfaat Teoritis 1. Bagi bidang pendidikan bermanfaat untuk memberikan inspirasi dalam mengembangkan model-model pembelajaran kreatif dan inovatif untuk meningkatkan kreativitas bagi siswa. 2. Bagi bidang psikologi bermanfaat untuk meningkatkan inspirasi peserta didik dalam hal kreativitas pada setiap proses pembelajaran. b. Manfaat Praktis 1. Untuk guru, sebagai informasi untuk menambah wawasan untuk dapat menerapkan model pembelajaran pemecahan masalah. 2. Untuk siswa, sebagai sarana untuk terus dapat meningkatkan kemampuan dalam kreativitas pada proses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar IPA. 3. Untuk sekolah, sebagai informasi untuk menerapkan model pembelajaran yang lebih kreatif dan menyenangkan.