Lex Crimen Vol. VI/No. 4/Jun/2017

dokumen-dokumen yang mirip
Lex et Societatis, Vol. IV/No. 5/Mei/2016. TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA TERHADAP KONSUMEN 1 Oleh : Suatan C.

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

No. 42 Tahun 1999, TLN No. 3821, ps. 6 huruf a. Perlindungan hukum..., Dea Melina Nugraheni, FHUI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN. A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan uraian-uraian pada bagian pembahasan, maka dapat

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

BAB III PENUTUP. permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP

PERLINDUNGAN KONSUMEN. Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA JASA LAUNDRY DI KELURAHAN KADIPIRO KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK)

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis

PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA TERHADAP MIRAS TIDAK BERLABEL DI LIHAT DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

PENGATURAN UPAYA HUKUM DAN EKSEKUSI PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK)

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Peran Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

BAB II PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENURUT UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999

TESIS KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) DENGAN PELANGGAN

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak.

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa PT.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN JASA PENGIRIMAN BARANG MELALUI LAUT. Andriyanto Adhi Nugroho ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017. PERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH PRODUSEN TERHADAP MAKANAN DALUWARSA 1 Oleh: Yunia Mamarama 2

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ATAS INFORMASI SUATU PRODUK MELALUI IKLAN YANG MENGELABUI KONSUMEN

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) HAERANI. Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam

BAB III PENUTUP. miras masih sangat lemah, ini disebabkan oleh pelaku usaha yang masih menjual

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM PENGANGKUTAN DI DARAT

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DI INDONESIA

DAFTAR PUSTAKA. Abdullah, Imam Baehaqi, dkk, 1990, Menggugat Hak: Panduan. Konsumen bila dirugikan, YLKI Jakarta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA LAYANAN JASA SPEEDY PADA PT TELKOM, Tbk CABANG PADANG SKRIPSI

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA FIDUSIA (Analisis Putusan MA Nomor 589 K/Pdt.

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua

A. Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen. Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (PELAKU USAHA) DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen.

Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen

Jl. Jend. Ahmad Yani No.30 KARAWANG Telp. (0267) Fax. (0267) P U T U S A N

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA MELALUI MEDIASI DI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA DENPASAR

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017

KEKUATAN HUKUM PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SEBAGAI LEMBAGA SMALL CLAIM COURT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENYAMPAIAN INFORMASI KEPADA KONSUMEN MELALUI IKLAN

BAB II ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN KEGIATAN ASURANSI. Usaha perasuransian pada mulanya masuk ke Indonesia pada waktu

BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KERUGIAN BAGI PENGGUNA JASA POS EXPRESS DI PT. POS INDONESIA (PERSERO) MEDAN

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

Lex Administratum, Vol. V/No. 3/Mei/2017

Lex et Societatis, Vol. III/No. 7/Ags/2015

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN AKIBAT WANPRESTASI DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK

Lex Privatum Vol. V/No. 7/Sep/2017

TANGGUNGJAWAB PERUSAHAAN PENYEDIA JASA AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH PEKERJA OUTSOURCING

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015

Perlindungan Hukum Bagi Konsumen terhadap Tegangan Tinggi Listrik di Bandar Lampung

Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WISATAWAN BERKAITAN DENGAN USAHA JASA RESTORAN DI DESA PADANG BAI KARANGASEM

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Transkripsi:

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN YANG MENGALAMI KERUGIAN AKIBAT PENGIRIMAN BARANG OLEH PERUSAHAAN EKPEDISI MENURUT UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 Oleh: Chikie Nangin 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab perusahaan ekspedisi terhadap barang pengiriman dan bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen yang mengalami kerugian akibat pengiriman barang oleh perusahaan ekspedisi. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Tanggung jawab pengangkut ini di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang diatur dalam Pasal 468. Selain dalam KUHD, tanggung jawab perusahaan pengangkutan atau perusahaan ekspedisi mempunyai tiga (3) bentuk tanggung jawab yakni: Pertama, bertanggung jawab atas barang yang hilang atau dicuri dan memberikan ganti kerugian yang diderita pemilik barang. Pemberian kompensasi/ganti rugi dengan standar yang sebanding dengan kerugian yang dialami konsumen akibat pengiriman barang yang cacat, musnah atau hilang. Pemberian ganti rugi ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1366 KUHPdt dan ditegaskan kembali dalam Pasal 188 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, juga diatur dalam Pasal 19 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999. Kedua, bertanggung jawab terhadap Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan pekerjanya (Employment Tort). Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1367 KUHPdt dan Pasal 191 UU No. 22 Tahun 2009. Ketiga, bertanggung jawab sesuai dengan tanggung jawab yang terdapat dalam Izin usahanya, sebagaimana diatur dalam Kepmenhub No. 10 Tahun 1988. 2. Setiap konsumen yang merasa dirugikan dan hakhaknya telah dilanggar dapat menyelesaikan sengketanya melalui pengadilan atau diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Engelien R. Palandeng, SH, MH; Dr. Jemmy Sondakh, SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 13071101404 tentang Perlindungan Konsumen. Selain itu jalan yang dapat dilakukan adalah melakukan upaya hukum terhadap perusahaan ekspedisi tersebut sebagai berikut: Melakukan gugatan keperdataan atas perbuatan melawan hukum atau wanprestasi; Pelaporan pidana atas tindakan penggelapan atas dasar Pasal 374 KUHPidana; Melaporkan ke Dinas Perhubungan terkait dengan Pelanggaran Kewajiban; dan Melaporkan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau LSM Penyelesaian Sengketa Konsumen. Upaya hukum ini adalah sebagai bentuk perlindungan hukum bagi konsumen. Kata kunci: Perlindungan hukum, konsumen yang mengalami kerugian, pengiriman barang, perusahaan ekspedisi PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara material maupun formal makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. 3 Indonesia telah memiliki beberapa peraturan perundang-undangan yang melindungi konsumen. Peraturan perundangundangan yang melindungi konsumen antara lain UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa: Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini mengacu pada filosofi pembangunan yang pada dasarnya termasuk pembangunan hukum yang memberikan perlindungan terhadap konsumen dalam rangka membangun manusia seutuhnya 3 Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, RajaGrafindo Persda, Jakarta, 2013, hlm. 1. 4 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 1. 62

yang berlandaskan pada filosofi kenegaraan Republik Indonesia, yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu, dalam Burgerlijk Wetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga terdapat ketentuan yang bertendensi melindungi konsumen, seperti dalam beberapa Pasal Buku III, Bab IV, Bagian II yang dimulai dari Pasal 1365. 5 Melihat pada apa yang diatur oleh UUPK No. 8 Tahun 1999 tentang hak-hak dari konsumen dan hak dan kewajiban pelaku usaha di atas, diharapkan bahwa masyarakat pengguna jasa pengiriman barang sebagai konsumen mendapatkan perlindungan yang baik, karena masayarakat pengguna jasa pengiriman barang sebagai konsumen dan Perusahaan Ekspedisi sebagai pelaku usaha harus memberikan pelayanan yang terbaik bagi para konsumen. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana tanggung jawab perusahaan ekspedisi terhadap barang pengiriman? 2. Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen yang mengalami kerugian akibat pengiriman barang oleh perusahaan ekspedisi? C. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Adapun metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif, artinya pembahasan terhadap masalah yang ada, peneliti akan melihat pada ketentuan peraturan perundangundangan yang ada kaitannya dengan judul skripsi yaitu UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, KUHPerdata, KUHDagang dan KUHPidana. PEMBAHASAN A. Tanggung Jawab Perusahaan Ekspedisi Terhadap Barang Pengiriman Di dalam peraturan perundang-undangan sudah di atur beberapa kewajiban yang harus ditaati oleh perusahaan pengangkutan dalam menjalankan usahanya, demikian juga halnya dengan perusahaan ekspedisi dimana ketentuan ini berlaku juga. Namun ternyata jika 5 Liza fauzia, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayaha Sumatera Utara, Medan, 2008, hlm. 10. dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau juga terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan pengangkutan atau perusahaan ekspedisi maka perusahaan harus bertanggung jawab. Tanggung jawab sepenuhnya adalah dari pihak perusahaan pengangkutan atau perusahaan ekspedisi. Berikut ini beberapa tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh perusahaan pengangkutan atau perusahaan ekspedisi jika terjadi sesuatu dengan barang pengirimannya yaitu: 1. Bertanggung jawab atas barang yang hilang atau dicuri dan memberikan ganti kerugian yang diderita pemilik barang. 6 Jika barang yang diangkut hilang/dicuri atau mengalami kerusakan yang disebabkan oleh keslaahan atau kteledoran perusahaan pengangkut, maka ia haras bertanggung jawab atas hal tersebut. Tindakan bertanggung jawab dari perusahaan pengangkut datau perusahaan ekspedisi sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1366 KUHPdt yang berbunyi: Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk ekrugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatiannya. 7 Tanggung jawab mengganti kerugian ini diperjelas kembali dalam Pasal 188 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Linta dan Angkutan Jalan yang berbunyi: Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang, karena barang musnah, hilang atau rusak akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti bahwa musnah, hilang atau rusaknya barang disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau kesalahan pengirim. 8 6 Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengangkutan Dalam Pengangkutan Barang di Darat Dalam Hal Terjadinya Hilang/Dicurinya Barang, diakses darai www.gultomlawconsultants.com pada tanggal 12 7 Niniek Suparni, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hlm. 338. 8 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angutan Jalan. 63

UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga mewajibkan perusahaan pengangkutan atau perusahaan eksedisi untuk mengganti kerugian atas kerusakan dari barang pengirimannya. Hal ini diatur dalam Pasal 19 ayat (1) yang berbunyi: Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. 9 2. Bertanggung jawab terhadap Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan pekerjanya (Employment Tort) 10 Atas apa yang dilakukan oleh pekerjanya seperti sopir, perusahaan pengangkutan harus bertanggung jawab. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1367 KUHPdt yang berbunyi: Seseorang tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menajdi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. 11 Selanjutnya dalam Pasal 1367 KUHPdt ini disebutkan bahwa: Majikan dan orang yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusan mereka, bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh pelayan atau bawahan mereka dalam melakaukan pekerjaan yang ditugaskan kepada orang-orang itu. Pertanggungjawaban perusahaan pengangkutan atau perusahaan ekspedisi terhadap perbuatan yang dilakukan oleh pekerjanya juga diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 di dalam Pasal 191 yang berbunyi: 9 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 10 Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengangkutan Dalam Pengangkutan Barang di Darat Dalam Hal Terjadinya Hilang/Dicurinya Barang, diakses darai www.gultomlawconsultants.com pada tanggal 12 Niniek Suparni, Op-Cit. Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan. 12 Dari pengaturan kedua undang-undang ini yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt) dan UU Lalu Lintas UU No. 22 Tahun 2009 tentang pertanggungjawaban perusahaan angkutan atau perusahaan ekspedisi terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pekerjanya, muncul 2 (dua) bentuk pertanggungjawaban, yaitu: a. Tanggung jawab terhadap perbuatan orang lain Dalam paragraf pertama Pasal 1367 KUHPdt, tanggung jawab ini secara jelas disebutkan, dimana ditentukan bahwa suatu tanggung jawab tercipta ketika seorang yang menjadi tanggungannya melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan kerugian pada pihak yang lain. b. Tanggung jawab majikan (perusahaan) terhadap pekerjanya Paragraf ketiga dalam Pasal 1367 KUHPdt menyebutkan bahwa pada dasarnya majikan atau suatu perusahaan dibebankan suatu pertanggungjawaban atas kerugian yang disebabkan oleh perbuatan pekerjanya yang berkaitan dengan pekerjaaannya atau tugas mereka.. 3. Tanggung Jawab yang terdapat dalam Izin usahanya. 13 Tanggung jawab ini terdiri dari: a. Bertanggung jawab atas apa yang diperjanjikannya dan menyelesaikan segala tuntutan yang sah; Dalam Kepmenhub No. 10 Tahun 1988 disebutkan bahwa pada dasarnya suatu perusahaan pengangkutan harus bertanggung jawab pada semua hal yang telah 12 UU No, 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 13 Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengangkutan Dalam Pengangkutan Barang di Darat Dalam Hal Terjadinya Hilang/Dicurinya Barang, diakses darai www.gultomlawconsultants.com pada tanggal 12 64

diperjanjikannya dengan berbagai pohak dan wajib menyelesaikan segala tuntutan yang sah. Sanksi terahdap pengabaian tanggung jawab ini adalah pencaabutan Izin usaha perusahaan pengangkutan tersebut. b. Bertanggung jawab atas segala akibat yang ditimbulkan dari pengiriman barang yang menggunakan dokumendokumen yang diterbitkannya; Peusahaan pengangkutan harus bertanggungjawab atas segala akibat yang ditimbulkan dari pengiriman barang yang mneggunakan dokumendokumen yang diterbitkannya. Tanggungjawab ini merupakan tanggungjawab yang tercantum dalam setiap izin usaha jasa pengangkutan pada umumnya. Sanksi terhadap pelanggaran tanggung jawab ini adalah pencabutan izin usaha. c. Bertanggung jawab menyerahkan barang-barang yang diurusnya dan menutup asuransi terhadapnya; Perusahaan jasa pngangkutan harus bertanggung jawab atas penyerahan barang-barang yang duurusny sesuai syarat-syarat umum yang berlaku bagi perusahaan jasa pengurusan Transportasi dan harus menutup asuransi usaha jasa pengurusan transportasi yang memadai. Sanksi terhadap pelanggaran tanggung jawab ini adalah pencabutan izin usaha. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 193 disebutkan bahwa sanksi bagi perusahaan angkutan yang menimbulkan kerugian bagi konsumennya harus mempertanggungjawabkannya. Hal ini lebih dipertegas lagi dalam Pasal 19 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menentukan bahwa: (1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. (2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan Pasal 19 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ini jelas sekali menegaskan bahwa apa saja yang terjadi yang menimbulkan kerugian pada konsumen menjadi tanggung jawab dari pelaku usaha dalam hal ini adalah Perusahaan Ekspedisi. Halhal yang menimbulkan kerugian bagi konsumen pengguna perusahaan ekspedisi sebagai contoh adalah barang yang dikirim mengalami cacat, musnah ataupun hilang. B. Perlindungan hukum Terhadap Konsumen Yang Mengalami Kerugian Akibat Pengiriman Barang Oleh Perusahaan Ekspedisi Berdasar pada UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlidungan Konsumen, maka perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna perusahaan ekspedisi dapat dilihat pada penerapan Pasal 4, Pasal 6 dan Pasal 7. Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur tentang hak-hak dari konsumen. Pasal 4 huruf a menegaskan bahwa konsumen memiliki hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Barang pengiriman yang cacat atau bahkan hilang tentunya sangat mengganggu kenyamanan dan merugikan masyarakat konsumen pengguna perusahaan ekspedisi. Pasal 4 huruf c menegaskan bahwa konsumen berhak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur, 14 berkaitan dengan barang pengiriman yang cacat atau hilang, konsumen kadang tidak mendapatkan info yang benar bahkan kadang tidak ada pemberitahuan sama sekali dari Perusahaan Ekspedisi. Demikian juga kondisi tidak nyaman dirasakan oleh konsumen apabila akan melaporkan barang pengiriman yang cacat/rusak ataupun hilang. Perusahaan Ekspedisi lambat dalam pelayanan keluhan konsumen. Jelas tindakan yang demikian tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 huruf d UU No. 8 Tahun 1999 yang menentukan bahwa konsumen berhak 14 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op-Cit, hlm. 38. 65

untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang dipergunakan. 15 Pasal 4 huruf e menentukan bahwa konsumen berhak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Pasal 4 huruf h menegaskan bahwa konsumen berhak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, 16 namun hak ini tidak diketahui oleh sebagian besar pelanggan. Menurut Pasal 6 huruf a Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha wajib menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan jasa yang diperdagangkan. 17 Sebaliknya, pelaku usaha wajib menjamin mutu barang dan jasa yang diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan jasa yang berlaku. 18 Sementara itu konsumen berhak untuk memilih barang dan jasa serta mendapatkan barang dan jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. 19 Hak dan kewajiban ini harus dijalankan secara seimbang. Dapat kita lihat hak Perusahaan Ekspedisi yaitu untuk mendapatkan pembayaran atas barang yang dikirimnya sesuai dengan perjanjian yang dilakukan dengan pihak pengirim barang. Adapun kewajiban Perusahaan Ekspedisi berupa: Pasal 7 huruf b UU No. 8 Tahun 1999 menegaskan bahwa pelaku usaha wajib memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. 20 Pasal 7 huruf f berkaitan dengan Pasal 4 huruf e. Pada hakekatnya sistem kompensasi ini telah ada, bahwa konsumen berhak untuk memperoleh atau menerima kompensasi bila ternyata barang pengiriman mengalami cacat atau hilang. Dalam Pasal 2 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, disebutkan tentang Azas dari perlindungan konsumen, yaitu perlindungan konsumen berasaskan manfaat, 15 UU No. 8 Tahun 1999, Pasal 4. 16 Ahmadi Miru, Op-Cit. 17 Pasal 6 huruf a, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 18 Pasal 7 huruf d, Ibid 19 Pasal 4 huruf b, Ibid 20 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op-Cit, hlm. 51. keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum 21. Azas-azas perlindungan konsumen ini pada dasarnya adalah untuk melindungi konsumen dan memberikan kepastian bahwa konsumen benar-benar menerima hak-haknya sebagaimana sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen membahas tentang tujuan perlindungan konsumen sebagai berikut: 22 a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri. b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negative pemakaian barang atau jasa c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen. d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi. e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga menumbuhkan sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha. f. Meningkatkan kualitas barang dan jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. Dari asas-asas dan tujuan dari Perlindungan Konsumen sebagaimana yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999 maka jika terjadi pelanggaran hukum yang tidak mustahil bisa terjadi dan dilakukan oleh Perusahaan Ekspedisi maka terhadap hak-hak konsumen harus dilindungi. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa pelanggaran hak konsumen itu antara lain berupa: 23 1. Pelanggaran hak konsumen atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan jasa. 2. Pelanggaran atas hak konsumen untuk memilih barang dan jasa serta mendapatkan barang dan jasa tersebut sesuai dengan nilai 21 Pasal 2, Undang-Undang No. 8 tahun 1999 22 Pasal 3, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 23 Ibid. 66

tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan 3. Pelanggaran atas hak konsumen untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan. 4. Pelanggaran atas kewajiban pelaku usaha untuk menjamin mutu barang dan jasa yang diproduksi dan diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan jasa yang berlaku. Apabila terjadi pelanggaran oleh Perusahaan Ekspedisi maka tentunya itu tidak sesuai lagi dengan tujuan dari perlindungan terhadap konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU No. 8 Tahun 1999. Selain melanggar beberapa pasal dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga telah melanggar UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan pengangkutan atau perusahaan ekspedisi dapat diselesaikan melalui pengadilan atau diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Sehubungan dengan perlindungan hukum yang menjadi hak dan harus diberikan kepada konsumen maka, menurut Pasal 45 ayat 2 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen apabila terjadi sengketa maka penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan dengan dua (2) cara, yaitu: 24 1. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan a. Penyelesaian sengketa secara damai oleh para pihak yang bersengketa. Dari penjelasan Pasal 45 ayat 2 UUNo. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dapat kita ketahui bahwa UU No. 8 Tahun 1999 menghendaki agar penyelesaian damai, merupakan upaya hukum yang justru terlebih dahulu diusahakan oleh para pihak yang bersengketa, sebelum para pihak memilih untuk menyelesaikan sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau badan peradilan. 25 b. Penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Setiap konsumen yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha dapat mengadukan masalahnya kepada BPSK, baik secara langsung, diawali kuasanya maupun oleh ahli warisnya. Dalam Pasal 47 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dinyatakan bahwa penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan, dalam hal ini adalah BPSK, diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi seseorang mengenai tindakan tertentu menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang lagi kembali kerugian yang diderita konsumen. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan suatu lembaga khusus yang di bentuk oleh tiap-tiap Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan. Uraian mengenai kelembagaan dan keanggotaan, tugas dan wewenang, serta penyelesaian sengketa oleh BPSK dapat ditemukan secara khusus dalam Bab XI Undang- Undang tentang Perlindungan Konsumen, yang dimulai dari Pasal 49 sampai Pasal 58. Menurut Pasal 52, BPSK mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut: 26 1) Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau koalisi; 2) Memberikan konsultasi 3) Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku; 4) Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini; 5) Menerima pengaduan, baik tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap 24 Pasal 45 ayat 2, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 25 Susanti Adi Nugroho, Loc.cit, hlm. 99 26 Pasal 52, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen 67

6) Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa 7) Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap 8) Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang- Undang ini; 9) Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagai mana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen; 10) Mendapatkan, meneliti, dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan; 11) Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen; 12) Memberitahukan putusan pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap 13) Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang- Undang ini. Adapun metode yang digunakan dalam menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan adalah konsiliasi, mediasi atau arbitrase berdasarkan pilihan dari para pihak yang bersengketa, konsiliasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa diantara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dan tidak memihak. 27 Sementara itu mediasi adalah proses negosiasi penyelesaian sengketa atau pemecahan masalah dimana pihak ketiga yang tidak memihak bekerjasama dengan para pihak yang bersengketa untuk 27 Susanti Adi Nugroho, 2008, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Jakarta, KencanaPrenada Media Group, hlm. 106 membantu memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan. 28 Adapun pengertian arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar pengadilan, yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. 2. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan Dalam Pasal 48 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dinyatakan bahwa penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam pasal 45 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 29 Dalam proses penyelesaian sengketa yang terjadi antara perusahaan pengangkutan atau perusahaan ekspedisi, UU Perlindungan Konsumen (UUPK) telah memberikan jangka waktu yang pasti bagi penyelesaian perselisihan konsumen yang timbul, yakni 21 (dua puluh satu) hari untuk proses pada tingkat pengadilan negeri, dan 30 (tiga puluh) hari untuk diselesaikan oleh Mahkamah Agung, dengan jeda masing-masing 14 (empat belas) hari untuk mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri maupun kasasi ke Mahkamah Agung. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Tanggung jawab pengangkut ini di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang diatur dalam Pasal 468. Selain dalam KUHD, tanggung jawab perusahaan pengangkutan atau perusahaan ekspedisi mempunyai tiga (3) bentuk tanggung jawab yakni: Pertama, bertanggung jawab atas barang yang hilang atau dicuri dan memberikan ganti kerugian yang diderita pemilik barang. Pemberian kompensasi/ganti rugi dengan standar yang sebanding dengan kerugian yang dialami konsumen akibat pengiriman barang yang cacat, musnah atau hilang. Pemberian ganti rugi ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1366 KUHPdt dan ditegaskan kembali dalam Pasal 188 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas 28 Ibid, hlm. 109 29 Pasal 48, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 68

dan Angkutan Jalan, juga diatur dalam Pasal 19 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999. Kedua, bertanggung jawab terhadap Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan pekerjanya (Employment Tort). Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1367 KUHPdt dan Pasal 191 UU No. 22 Tahun 2009. Ketiga, bertanggung jawab sesuai dengan tanggung jawab yang terdapat dalam Izin usahanya, sebagaimana diatur dalam Kepmenhub No. 10 Tahun 1988. 2. Setiap konsumen yang merasa dirugikan dan hak-haknya telah dilanggar dapat menyelesaikan sengketanya melalui pengadilan atau diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Selain itu jalan yang dapat dilakukan adalah melakukan upaya hukum terhadap perusahaan ekspedisi tersebut sebagai berikut: Melakukan gugatan keperdataan atas perbuatan melawan hukum atau wanprestasi; Pelaporan pidana atas tindakan penggelapan atas dasar Pasal 374 KUHPidana; Melaporkan ke Dinas Perhubungan terkait dengan Pelanggaran Kewajiban; dan Melaporkan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau LSM Penyelesaian Sengketa Konsumen. Upaya hukum ini adalah sebagai bentuk perlindungan hukum bagi konsumen. B. Saran 1. Tanggung jawab Perusahaan Pengangkutan atau Perusahaan ekspedisi terhadap konsumen harus benar-benar diterapkan dan dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang telah diatur. Sehingga konsumen tidak akan dirugikan. 2. Apabila perusahaan pengangkutan tidak dapat melaksanakan kewajibannya terhadap konsumen berupa pemberian kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa maka perusahaan pengangkutan atau perusahaan ekspedisi tersebut harus digugat ke pengadilan. DAFTAR PUSTAKA Echols, John. M. dan Hasan Shadily, 2000, Kamus Inggris-Indonesia, Gramedia, Jakarta. Fuady Munir, 2008, PengantarHukumBisnis, MenataBisnisModern di EraGlobal, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Fauzia, Liza., Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayaha Sumatera Utara, Medan, 2008 Hadjon. Philips. M, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, PT.Bina Ilmu, Surabaya. Hamzah. Achmad, 2012, Undang-Undang No 8 Tahun 1999, Sinar Grafika, Jakarta. Kristiyanti, Celina Tri Siwi., 2011, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta Miru, Achmadi., Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, RajaGrafindo Persda, Jakarta, 2013..., dan Sutarmanyodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Mertokusumo. Sudikno, 1985, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta. Muhammad, Abdul Kadir., 2008, Hukum Pengangkutan Niaga,, cetakan ke 4, Citra Aditya Bakti, Bandung,..., 1998, Hukum Pengangkutan, Jakarta, 1998. Nugroho. Susanti. Adi, 2008, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau DariHukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Kencana, Prenada Media Group, Jakarta. Poerwadarminta. W.J.S, 1986, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cetakan IX, Balai Pustaka, Jakarta. Poerwosutjipto, HMN., 2000, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, cetakan ke 5, Djambatan, Jakarta. Raharjo. Satjipto, 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Suriaatmadja, Toto.T., 2005, Pengangkutan Kargo Udara: Tanggungjawab Pengangkut Dalam Dimensi Hukum Udara Nasional dan Internasional, Pustaka Bani Quraisy, Bandung. Shidarta,2006, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grafindo, Jakarta. 69

Subekti, 2002, Hukum Perjanjian,Intermasa, Jakarta. Sugandhi, R., 1981, KUHP dan Penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya. Suparni, Niniek. 2013, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Sinar Grafika, Jakarta. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. SUMBER LAIN UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, diakses pada tanggal 10 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999. UU No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang- Undang Hukum Pidana. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hukum Pengangkutan, diakses dari putratok.wordpress.com pada tanggal 11 Asas Dalam Hukum Pengangkutan, diakses dari vanyugo.wordpress.com pada tanggal 11 Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Hukum Pengangkutan, diakses dari aishkhuw.blogspot.co.id pada tanggal 11 Tanggung Jawab Pengangkutan, diakses dari legalscrawl.wordpress.com pada tanggal 12 Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengangkutan Dalam Pengangkutan Barang di Darat Dalam Hal Terjadinya Hilang/Dicurinya Barang, diakses dari www.gultomlawconsultants.com pada tanggal 12 Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan Konsumen Terkait Hilangnya Barang Dalam Usaha Pengangkutan, diakses dari www.gultomlawconsultants.com pada tanggal 12 70