BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Usahatani Menurut Adiwilaga (1982), ilmu usahatani adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan orang melakukan pertanian dan permasalahan yang ditinjau secara khusus dari kedudukan pengusahanya sendiri atau ilmu usahatani yaitu menyelidiki cara-cara seorang petani sebagai pengusaha dalam menyusun, mengatur dan menjalankan perusahaan itu. Menurut Mosher (1968) usahatani adalah suatu tempat atau sebagian dari permukaan bumi dimana pertanian diselenggarakan seorang petani tertentu, apakah ia seorang pemilik, penyakap atau manajer yang digaji dari sumbersumber alam yang terdapat pada tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas tanah itu dan sebagainya. Menurut Kadarsan (1993) dalam Kamaluddin, usahatani adalah suatu tempat dimana seseorang atau sekumpulan orang berusaha mengelola unsur-unsur produksi seperti alam, tenaga kerja, modal dan ketrampilan dengan tujuan berproduksi untuk menghasilkan sesuatu di lapangan pertanian 11. Menurut Soekartawi (1995) bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya secara efisien dan efektif pada suatu usaha pertanian agar diperoleh hasil maksimal. Sumberdaya itu adalah lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen. 11 Kamaluddin. 2010. Analisis Usaha Tani. http://kamaluddin86.blogspot.com/2010/05/analisis-usaha-tani.html ( 22 Mei 2011).
3.1.2. Definisi Usahatani Berkelanjutan Technical Advisory Committee of the CGIAR (Concultative Group on International Agricultural Research) pada tahun 1988 menjelaskan bahwa pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam. FAO (Food and Agriculture Organization) mendefinisikan pertanian berkelanjutan sebagai suatu praktek pertanian yang melibatkan pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia bersamaan dengan upaya mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan mengkonservasi sumberdaya alam. Sedangkan Gips (1986) dalam Wijaya (2002) mendefinisikan secara lebih luas dan menilai pertanian bisa dikatakan pertanian berkelanjutan jika mencakup hal-hal berikut : 1. Mantap secara ekologis, yang berarti bahwa kualitas sumberdaya alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara keseluruhan dari manusia, tanaman, dan hewan sampai organisme tanah dapat ditingkatkan. 2. Berlanjut secara ekologis, yang berarti bahwa petani bisa cukup menghasilkan output untuk pemenuhan kebutuhan dan/atau pendapatan sendiri, serta mendapatkan penghasilan yang mencukupi untuk mengembalikan tenaga dan biaya yang dikeluarkan. 3. Adil, yang berarti bahwa sumberdaya dan kekuasaan didistribusikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat terpenuhi dan hak-hak mereka dalam penggunaan lahan, modal yang memadai, bantuan teknis serta peluang pemasaran terjamin. 4. Manusiawi, yang berarti bahwa semua bentuk kehidupan (tanaman, hewan, dan manusia) dihargai. 5. Luwes, yang berarti bahwa masyarakat pedesaan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi usahatani yang berlangsung terus, misalnya pertambahan penduduk, kebijakan, dan permintaan pasar. 20
Adapun komponen pertanian berkelanjutan secara ekologi, antara lain : a. Mempertahankan sumberdaya terpenting dalam pertanian yaitu tanah dan air; b. Melindungi proses ekologi dan mempertahankan keseimbangan ekologi; c. Konservasi terhadap biodiversity. Dengan menggunakan metode yang berkelanjutan untuk tanaman pangan, para petani dan pekebun dapat menanam lebih banyak di lahan yang sempit, dengan sedikit atau tanpa pupuk dan pestisida kimia. Ini akan menghasilkan pangan yang lebih banyak dan lebih baik untuk dimakan dan dijual, biaya memproduksi bahan makanan lebih kecil, dan mengurangi pencemaran udara, air, tanah, dan tubuh. Usahatani yang berkelanjutan dapat meningkatkan kesehatan masyarakat karena: mengurangi ancaman kekeringan melalui konservasi air. mengurangi ketergantungan pada bahan kimia, menghemat uang, dan membangun kepercayaan pada kemampuan untuk mandiri. Usahatani tanpa bahan kimia mencegah terjadinya gangguan kesehatan akibat bahan kimia pada petani, pekerja di lahan pertanian, dan semua orang yang mengkonsumsi makanan yang diproduksi atau meminum air dari sumber air setempat. menurunkan jumlah pekerjaan yang diperlukan untuk menghasilkan pangan bila metode yang berkelanjutan ini digunakan. Misalnya dengan membuat pupuk hijau. 3.1.3. Unsur Unsur Pokok Usaha Tani Menurut Tjakrawiralaksana (1983) dalam usahatani atau bercocok tanam terdapat : 1. Lahan dalam luasan dan bentuk tertentu. Unsur pokok lahan dalam usahatani mempunyai fungsi sebagai tempat atau wadah penyelenggaraan sarana usaha bercocok tanam. Lahan merupakan faktor produksi yang relatif langka dibanding dengan faktor produksi lainnya dan distribusi penguasaannya di masyarakat pun tidak merata. Adapun lahan itu sendiri memiliki beberapa sifat, antara lain: luas relatif tetap atau dianggap tetap, tidak dapat dipindah-pindahkan, dan dapat dipindahtangankan. Berdasarkan hal tersebut maka lahan kemudian dianggap sebagai salah satu faktor produksi 21
usahatani meskipun di bagian lain dapat juga berfungsi sebagai faktor atau unsur pokok dari modal usahatani. 2. Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan faktor produksi kedua selain lahan, modal, dan manajemen. Terdapat tiga jenis tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani yaitu manusia, ternak, dan mekanik. Tenaga kerja manusia dapat diperoleh dari dalam keluarga itu sendiri atau dari luar keluarga. Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat kemampuannya. Tenaga kerja ternak digunakan untuk pengolahan tanah dan untuk pengangkutan. Sedangkan tenaga kerja mekanik bersifat substitusi pengganti ternak dan atau manusia. Jika kekurangan tenaga kerja, petani dapat memperkerjakan tenaga kerja dari luar keluarga dengan memberi balas jasa berupa upah. 3. Modal Menurut Hernanto (1991), modal adalah barang atau uang yang bersamasama dengan faktor produksi lain yang digunakan untuk menghasilkan barangbarang baru, yaitu produk pertanian. Diantara empat faktor produksi yang terdapat dalam usahatani, modal merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap kegiatan usahatani, terutama modal operasional. Hal ini karena modal operasional terkait langsung dengan aktivitas yang terjadi dalam kegiatan usahatani. Adapun yang dimaksud dengan modal operasional adalah modal dalam bentuk tunai yang dapat ditukarkan dengan barang modal lain seperti sarana produksi dan tenaga kerja, bahkan untuk membiayai pengelolaan (manajemen). 4. Pengelolaan (manajemen). Pengelolaan atau manajemen usahatani adalah kemampuan petani menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya sebaik mungkin serta mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya. 22
3.1.4. Konsep Produksi dan Biaya Salvatore (2001), Samuelson dan Nordhaus (1992) serta Schileer (1989) menjelaskan bahwa fungsi produksi menyatakan hubungan antara jumlah output maksimum yang bisa diproduksi dan input yang diperlukan guna menghasilkan out put tersebut, dengan tingkat pengetahuan teknik tertentu. Fungsi produksi menggambarkan apa yang layak secara teknis (technically feasible) bila perusahaan berusaha secara efisien. Asumsi dasar untuk menjelaskan fungsi produksi ini adalah berlakunya The Law of Diminishing Return yang menyatakan bahwa apabila suatu input ditambahkan dan input-input lain tetap, maka tambahan output dari setiap tambahan satu input yang ditambahkan mula-mula menaik, tapi pada suatu tingkat tertentu akan menurun jika input tersebut terus ditambahkan (Gambar 1). Gambar 1. Kurva Produksi Sumber : Iswardono SP,1990 Kurva biaya adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara jumlah ongkos produksi dengan tingkat output yang dihasilkan. Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dilakukan oleh petani untuk memperoleh faktor-faktor produksi guna memproduksi output. Macam-macam biaya yang dimaksud yaitu sebagai berikut : 23
1. Total Fixed Cost (Biaya Tetap Total) adalah jumlah biaya yang tetap yang tidak dipengaruhi oleh tingkat produksi. Contoh : penyusutan, sewa lahan, dan sebagainya. 2. Total Variable Cost (Biaya Variabel Total) adalah jumlah biaya-biaya yang dibayarkan yang besarnya berubah menurut tingkat yang dihasilkan. Contoh : biaya bahan mentah, tenaga kerja, dan sebagainya. 3. Total Cost (Biaya Total) adalah penjumlahan antara biaya total tetap dengan biaya total variabel. Gambar 2. Kurva Biaya Total Sumber : Iswardono SP,1990 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Pertanian di Indonesia saat ini sudah mulai berkembang mengikuti isu-isu lingkungan yang ada. Organik merupakan salah satu metode yang mulai digunakan dalam menyikapi isu tersebut. Akan tetapi, produksi dari pertanian organik yang sedang dilakukan saat ini tidak mampu mencukupi seluruh kebutuhan pangan masyarakat di negara berkembang ini. Kemudian muncul metode menanam padi SRI yang dikatakan memiliki produktivitas lebih tinggi 24
dibandingkan dengan bertanam padi dengan metode konvensional. Desa Ringgit merupakan salah satu desa di kabupaten Purworejo, Jawa Tengah yang telah menerapkan pertanian organik sejak tahun 1997. Pada tahun 2003 di desa ini diperkenalkan metode bertanam padi dengan metode SRI. Hingga saat ini terdapat petani yang membudidayakan padi konvensional dan SRI organik. Adapun kerangka pemikiran operasional penelitiannya, yaitu dengan cara membandingkan keragaan usahatani antara metode konvensional dan SRI organik yang akan dijelaskan secara deskriptif. Perbandingan keragaan usahatani akan dilihat dari input yang digunakan serta cara budidaya yang dilakukan. Selain keragaan usahatani, terdapat tiga variabel yang akan dibandingkan antara metode konvensional dan SRI organik yaitu produktivitas, pendapatan, serta efisiensi. Ketiga variabel tersebut didapatkan dari perhitungan usahatani yang dilakukan pada 60 responden, kemudian data yang diperoleh dari hasil perhitungan usahatani akan digunakan dalam perhitungan uji beda t. Untuk lebih jelasnya mengenai gambaran dari penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada Gambar 3. 25
Kesejahteraan petani padi umumnya rendah Isu lingkungan (global warming) Pertanian organik dengan metode konvensional menghasilkan produksi yang rendah khususnya pada awal penanaman Analisis usahatani Desa Ringgit menjadi desa pertama yang menerapkan metode SRI organik di kabupaten Purworejo Keragaan usahatani Perbandingan pendapatan, produktivitas, dan efisiensi Analisis deskriptif Uji beda T Masukan bagi petani daerah setempat Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Usahatani Padi Konvensional dan Padi System of Rice Intensification (SRI) Organik (Studi Kasus di Desa Ringgit, Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah) 26