BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa menurut American Psychiatric Association (Townsend,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

BAB I 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa ditemukan disemua lapisan masyarakat, dari mulai

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain apa adanya dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. terpisah. Rentang sehat-sakit berasal dari sudut pandang medis. Rentang

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat

BAB I PENDAHULUAN. paling banyak terjadi pada wanita (Kemenkes, 2012). seluruh penyebab kematian (Riskesdas, 2013). Estimasi Globocan,

BAB V PENUTUP. orang lain, memiliki otonomi, dapat menguasai lingkungan, memiliki. tujuan dalam hidup serta memiliki pertumbuhan pribadi.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang

BAB 5 Simpulan, Diskusi, Saran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

tuntutan orang tua. Hal ini dapat menyebabkan anak mulai mengalami pengurangan minat dalam aktivitas sosial dan meningkatnya kesulitan dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. penutup dalam rentang hidup seseorang yaitu suatu periode dimana seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang Undang No. 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa, mampu memberikan kontribusi pada komunitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan seseorang hidup secara produktif dan harmonis.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh gangguan jiwa. Skizofrenia adalah penyakit yang menyebabkan. yang mengakibatkan perilaku psikotik, gangguan dalam memproses

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis multi dimensi yang melanda masyarakat saat. ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembuluh darah yang pecah atau terhalang oleh gumpalan darah sehingga

BAB I PENDAHULUAN. adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku dimana. individu tidak mampu mencapai tujuan, putus asa, gelisah,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

BAB I PENDAHULUAN. orang tua. Anak bisa menjadi pengikat cinta kasih yang kuat bagi kedua orang

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

BAB I PENDAHULUAN. berpikir abstrak) serta kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari (Keliat

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan. perubahan fisik seperti meningkatnya tekanan darah.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006). pasien mulai mengalami skizofenia pada usia tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. B. Definisi Operasional

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMANDIRIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS HARIAN PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa menurut American Psychiatric Association (Townsend, 2009) merupakan respon maladaptif terhadap stressor dari dalam dan luar lingkungan yang berhubungan dengan perasaan dan perilaku yang tidak sejalan dengan budaya/kebiasaan/norma setempat dan mempengaruhi interaksi sosial individu, kegiatan dan fungsi tubuh. Seseorang dikatakan mengalami gangguan jiwa apabila individu tersebut tidak mampu beradaptasi dengan perubahan di dalam maupun luar dirinya, tidak mampu mengelola dirinya saat menghadapi permasalahan, serta tidak mampu mempertahankan hidup yang produktif. World Health Organization (Kemkes, 2016) memperkirakan 450 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental. Penderita dengan gangguan mental tersebut diperkirakan terdiri dari 35 juta orang mengalami depresi, 60 juta orang mengalami bipolar, 21 juta mengalami skizofrenia, serta 47,5 juta mengalami demensia. Dari data tersebut sekitar 10% penderita gangguan jiwa adalah orang dewasa. Gangguan jiwa kemungkinan akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030. Prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia menurut Riskesdas tahun 2013 mencapai 1,7 per 1000 populasi penduduk, sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat di Sumatera Barat yaitu 0.19% atau 1,9 1

2 dari jumlah penduduk, angka tersebut masih di atas angka nasional yaitu 0.17% atau 1,7 per 1000 populasi penduduk. Salah satu bentuk gangguan jiwa berat yang terdapat di seluruh dunia adalah skizofrenia. Stuart dan Laraia (2009), mengatakan di Amerika Serikat 1% atau satu dari 100 orang menderita skizofrenia, dengan tidak membedakan ras, kelompok etnis atau gender. World Health Organization (2010) memperkirakan bahwa sekitar 29 juta orang secara global menderita skizofrenia. Gangguan terjadi mulai usia rata-rata 17-25 tahun, laki-laki rata-rata mulai usia 15-25 tahun, perempuan rata-rata 25-35 tahun. Menurut Riskesdas tahun 2013 angka skizofrenia di Indonesia mencapai 400 ribu jiwa lebih penduduk dan dari keseluruhan gangguan jiwa berat yang teridentifikasi di Indonesia 90% di antaranya adalah dengan diagnosa skizofrenia. Angka tersebut akan semakin meningkat apabila tidak dilakukan upaya pencegahan terhadap skizofrenia serta upaya pengobatan dan perawatan penderita skizofrenia dengan baik dan sesuai. Skizofrenia berasal dari kata schizein (pecah belah) dan phren (otak). Bleuler (dalam Nevid & Rathus, 2003) menyebutkan istilah skizofrenia yang secara tepat menunjukkan gejala utama dari gangguan ini, yaitu otak yang terpecah belah. Artinya, ada keretakan atau pemisahan antara proses pikir, responrespon perasaan atau afektif dan perilaku. Skizofrenia adalah gangguan psikotik menetap dimana orang yang menderita gangguan tersebut memiliki ciri-ciri seperti kekacauan dalam berpikir, emosi, persepsi, dan perilaku, dimana episode akut dari skizofrenia ditandai dengan waham, halusinasi, pikiran yang tidak logis,

3 pembicaraan yang tidak koheren, dan perilaku yang aneh (Nevid, 2005). Fontaine (2009), mengatakan bahwa skizofrenia adalah kombinasi dari gangguan pikir, gangguan persepsi, perilaku abnormal, gangguan afektif dan ketidakmampuan dalam bersosialisasi. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa penderita dengan skizofrenia mengalami perubahan pada perasaan, pikiran dan sikap serta perilaku yang menjadi maladaptif. Skizofrenia secara umum terdiri dari dua kategori gejala, yaitu gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif menggambarkan fungsi normal yang berlebihan dan khas, meliputi waham, halusinasi, disorganisasi pembicaraan dan disorganisasi perilaku seperti katatonia atau kegelisahan. Simtom negatif apabila ditemukan adanya penurunan fungsi normal pada penderita skizofrenia seperti afek tumpul, penarikan emosi dalam berkomunikasi, hubungan yang buruk dengan lingkungan sekitarnya, bersikap menjadi lebih pasif dan menarik diri dari hubungan sosial (Stuart & Laraia, 2009). Penderita skizofrenia menunjukkan durasi penyakit yang panjang, gejala yang terus menerus, sering kambuh dan menyebabkan ketidakmampuan. Ketidakmampuan dan keterbatasan dari penderita skizofrenia tersebut, menyebabkan mereka membutuhkan caregiver. Sebagian besar penderita dengan skizofrenia saat ini dirawat di masyarakat oleh caregiver mereka. Studi menunjukkan bahwa di negara-negara Barat, sekitar 25%-50% penderita dengan skizofrenia tinggal dengan caregiver mereka setelah keluar dari rumah sakit dan bergantung pada bantuan dan keterlibatan caregiver. Di negara-negara Asia, 70% penderita dengan skizofrenia hidup dengan caregiver, mereka bergantung pada

4 caregiver untuk perawatan. Caregiver adalah penyambung sistem kesehatan mental penderita (Chan dan Yu, 2004). Secara global caregiver akan terus memainkan peran yang penting dalam layanan kesehatan dan sistem sosial penderita dengan skizofrenia (WHO, 2010). Caregiver didefinisikan secara formal oleh Pearlin dan Folkman (dalam Taylor, 2003) yang berasal dari kata to care yang berarti merawat, dimana mengindikasikan adanya suatu komitmen sikap dan perilaku, mengacu kepada siapapun yang memberi perhatian terhadap orang yang sakit terkait hubungan kekeluargaan. Lubkin dan Larsen (2006), menyatakan bahwa caregiver adalah seseorang baik keluarga, teman, atau hubungan lain yang memberi perawatan dan dukungan fisik, praktis dan emosi kepada penderita. Berdasarkan beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli sebelumnya dapat disimpulkan bahwa caregiver merupakan seseorang yang merawat anggota keluarga lainnya yang sedang sakit, dalam hal ini skizofrenia dan memberi dukungan serta bantuan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Caregiver yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah primary caregiver. Primary caregiver adalah orang yang termasuk dalam sistem dukungan informal penderita skizofrenia yang merawat dan bertanggung jawab terhadap penderita dan mengalokasikan sebagian besar waktunya untuk menjalankan tugas perawatan tersebut tanpa mendapatkan imbalan ekonomis (Caqueo, 2009). Caregiver yang merawat penderita dengan skizofrenia mempunyai pengalaman tekanan psikologis yang kuat dan perasaan khawatir dalam proses

5 merawat penderita. pengalaman tersebut di antaranya situasi yang penuh emosional dan stres psikologis, permasalahan dalam interaksi sosial dan ketegangan dalam berhubungan dengan penderita (Lam & Tori, 2013). Selain itu, caregiver juga merasa malu memiliki anggota keluaga dengan skizofrenia, sedangkan mereka mempunyai kewajiban untuk memberi perawatan. Dengan demikian, caregiver mengalami ketegangan dan kesusahan atas kewajiban mereka dalam merawat penderita dengan skizofrenia (Mak & Cheng, 2011). Menurut Ryff dan Strine (Manderscheid, 2006) secara umum masalah yang dihadapi caregiver penderita skizofrenia dapat digolongkan menjadi tiga jenis yaitu masalah emosional, masalah finansial dan masalah kesehatan fisik. Masalah emosional di antaranya ketidakberdayaan, kecemasan, frustasi, merasa terisolasi, kekhawatiran, hidup penuh stres dan tekanan, merasa sendiri dan tidak ada dukungan sosial. Masalah finansial di antaranya gangguan rutinitas pekerjaan, penurunan produktivitas, masalah keuangan rumah tangga dan tingginya biaya perawatan dalam jangka waktu yang memanjang. Masalah kesehatan fisik meliputi kelelahan, sakit kepala, masalah fisik akibat kekerasan dari penderita skizofrenia, serta masalah fisik lain yang disebabkan oleh tekanan psikologis serta kurangnya perhatian terhadap kondisi kesehatan diri caregiver sendiri. Ketidaksiapan caregiver dalam menghadapi masalah perannya tersebut seringkali berimbas pada menurunnya kesehatan mental, di antaranya ditandai dengan menurunnya kualitas hidup (Foldemo, dkk, 2005). Caregiver harus mengeluarkan tenaga yang tidak ternilai untuk memberikan perawatan dan membantu penderita dengan skizofrenia. Banyak dari caregiver yang tidak

6 mampu mengatasi masalah tersebut dan berdampak terhadap kondisi psikologis, kesehatan mental dan kualitas hidup mereka (Lam & Tori, 2013). Secara khusus, salah satu permasalahan psikologis yang dialami oleh caregiver penderita skizofrenia adalah masalah pada psychological well being. Psychological well being merupakan konsep yang berkaitan dengan kriteria kesehatan mental yang positif. Menurut Ryff (1995), kesejahteraan psikologis (psychological well being) adalah kondisi seseorang yang bukan hanya bebas dari tekanan atau masalah-masalah mental saja, tetapi lebih dari itu, yaitu kemampuan seseorang menerima diri sendiri maupun kehidupannya di masa lalu (self acceptance), melakukan pengembangan diri atau pertumbuhan diri (personal growth), memiliki keyakinan bahwa hidupnya bermakna dan memiliki tujuan (purpose in life), memiliki kualitas hubungan positif dengan orang lain (positive relationship with others), memiliki kapasitas untuk mengatur kehidupannya dan lingkungannya secara efektif (environmental mastery) dan kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri (autonomy). Adanya permasalahan psychological well being pada caregiver penderita skizofrenia telah dibuktikan melalui penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Pasili dan Canning, salah satu bagian penting dari well-being adalah kualitas dari hubungan sosial antara individu. Hal tersebut juga dikuatkan oleh Hoyer dan Roding yang menyatakan bahwa well-being (kesejahteraan) lebih dikaitkan dengan hubungan personal, interaksi sosial dan kepuasan hidup yang positif (dalam Nainggolan & Hidayat, 2013).. Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh

7 Nainggolan dan Hidajat (2013) sendiri, didapatkan gambaran bahwa psychological well being caregiver tidak tercapai secara optimal Hal ini ditandai dengan aspek penting dari psychological well being yaitu penerimaan diri (self acceptance) dan kemampuan membina hubungan positif dengan orang lain (positive relationship with others) mengalami hambatan. Sedangkan well-being (kesejahteraan), berkaitan dengan hubungan personal, interaksi sosial dan kepuasan hidup. Namun, terdapat pendapat lain dari Young (dalam Widianingtyas, 2010) yang menyatakan bahwa penelitian mengenai kedua variabel ini perlu dilakukan lebih lanjut karena penelitian sebelumnya menunjukkan ketidak konsistenan mengenai model teori yang dapat menjelaskan interaksi antara keduanya. Untuk lebih menjelaskan adanya permasalahan pada psychological well being, peneliti telah melakukan survei pada caregiver penderita skizofrenia. Hasil survei tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nainggolan dan Hidajat (2013). Survei dilakukan pada tanggal 19-22 April 2017 melalui wawancara kepada 15 caregiver skizofrenia. Dari hasil survei, didapatkan beberapa permasalahan yang dialami caregiver skizofrenia. Permasalahan tersebut di antaranya adalah sebagian besar dari caregiver mengalami permasalahan dalam interaksi sosial dengan orang-orang sekitarnya. Permasalahan ini berkaitan dengan aspek psychological well being memiliki kualitas hubungan positif dengan orang lain (positive relationship with others). Selain itu, caregiver juga banyak mendapatkan tekanan sosial dari lingkungan. Tekanan yang didapatkan berasal dari stigma masyarakat tentang

8 anggota keluarga yang mengalami gangguan kejiwaan. Permasalahan lainnya yaitu caregiver yang belum bisa menerima keadaan anggota keluarga dengan skizofrenia. Permasalahan ini berkaitan dengan aspek psychological well being kemampuan menerima keadaan diri sendiri (self acceptance). Permasalahan yang terjadi pada psychological well being caregiver skizofrenia, dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi psychological well being pada caregiver tersebut di antaranya bertambahnya usia, khususnya beranjak dari masa dewasa muda menuju dewasa tengah, hal ini dapat mempengaruhi penguasaan lingkungan dan otonomi dari individu tersebut. Kemudian, perbedaan jenis kelamin. Ditemukan bahwa perempuan lebih cenderung memiliki skor tinggi dalam membina hubungan positif dengan orang lain dan pengembangan pribadi dibandingkan dengan laki-laki. Faktor lain yang dapat mempengaruhi adalah status sosial ekonomi. Status sosial ekonomi diantaranya dapat dilihat dari tingkat pendidikan individu tersebut. Kesejahteraan yang tinggi dapat ditemukan pada individu yang mempunyai status pekerjaan yang tinggi (Ryff, dalam Tanujaya, 2014). Selain faktor- faktor yang telah disebutkan di atas, salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi psychological well being adalah dukungan sosial (Ryff, 1989). Menurut Cutrona (1987) dukungan sosial merupakan suatu proses hubungan yang terbentuk dari individu yang dengan persepsi bahwa seseorang dicintai dan dihargai, disayangi, untuk memberikan bantuan kepada individu yang mengalami tekanan-tekanan dalam hidupnya. Dukungan sosial

9 dapat diterima dari orang tua, anak, anggota keluarga lain, teman dan masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Dukungan sosial yang diberikan sangat beragam dan tergantung pada keadaan individu yang bersangkutan. Dukungan emosional dapat diberikan pada individu yang sedang mengalami kesulitan. Dapat dikatakan bahwa jika individu mampu membangun hubungan yang baik dengan orang lain, maka memiliki hubungan yang baik dengan orang lain, maka salah satu aspek dari psychological well being individu tersebut tercapai. Sedangkan dukungan penghargaan dapat dijadikan semangat untuk tetap maju dan mengembangkan diri, serta memiliki penerimaan diri agar tidak menyesali keadaannya. Dukungan informasi membuat caregiver merasa mendapatkan nasihat, petunjuk atau umpan balik agar dapat memecahkan masalahnya. Jika individu mendapatkan dukungan informasi dari sekitarnya maka individu tersebut akan lebih mudah dalam menghadapi setiap permasalahan yang ia miliki selama merawat penderita. (Smet, dalam Widyastutik, dkk, 2011). Hal tersebut merupakan tanda bahwa caregiver memerlukan dukungan sosial dalam menuju kondisi psychological well being. Dari bentuk-bentuk dukungan sosial di atas, dapat diketahui bahwa dukungan sosial memiliki peran penting dalam psychological well being caregiver. Dukungan sosial menjadi salah satu penguat bagi caregiver saat menghadapi berbagai kesulitan (Tampi, Kumaat & Masi, 2013). Hal tersebut juga dibahas oleh Vania dan Dewi (2014) dalam penelitiannya tentang hubungan antara dukungan sosial dengan psychological well being caregiver penderita

10 gangguan skizofrenia. Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara dukungan sosial yang dirasakan dengan psychological well being pada caregiver penderita gangguan skizofrenia. Adapun aspek dukungan jaringan sosial merupakan tipe dukungan sosial yang memberikan pengaruh paling signifikan terhadap psychological well being pada caregiver penderita dengan skizofrenia. Penelitian mengenai hubungan antara dukungan sosial dengan psychological well being oleh Ekasofia (2009) pada wanita yang mengalami perceraian di kota Salatiga juga menyimpulkan bahwa adanya korelasi positif yang signifikan antara dukungan sosial dengan psychological well being. Hal ini berarti bila seseorang mendapatkan dukungan sosial yang cukup, maka akan meningkatkan psychological well being individu tersebut. Berdasarkan kajian dan penelitian yang telah dipaparkan di atas, dapat dilihat bahwa permasalahan yang dihadapi caregiver skizofrenia dapat mempengaruhi psychological well being (kesejahteraan psikologis) caregiver itu sendiri. Caregiver akan mengalami kesulitan dalam merawat serta menjaga penderita. Namun, ketika caregiver mendapatkan dukungan sosial dari orang sekitarnya, hal ini bisa menjadi salah satu kekuatan dalam menghadapi masalah tersebut. Masih sedikitnya penelitian yang fokus pada kesejahteraan psikologis dan dukungan sosial pada caregiver skizofrenia mendasari peneliti untuk melakukan penelitian ini. selain itu, belum ada penelitian yang meneliti langsung ke caregiver skizofrenia. Oleh karena itu, peneliti menganggap penting untuk

11 melakukan penelitian tentang Pengaruh dukungan sosial terhadap psychological well being pada caregiver skizofrenia. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu Apakah terdapat pengaruh dukungan sosial terhadap psychological well being pada caregiver skizofrenia? 1.3 Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui pengaruh dukungan sosial terhadap psychological well being pada caregiver skizofrenia. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, yaitu: 1.4.1 Manfaat Teoritis Secara teoritis peelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memperluas ilmu pengetahuan dalam bidang psikologi yang berhubungan dengan pengaruh dukungan sosial terhadap psychological well being, khususnya pada caregiver skizofrenia. 1.4.2 Manfaat Praktis Secara praktis, pengaruh dukungan sosial tehadap psychological well being yang diteliti memiliki banyak banyak manfaat bagi berbagai pihak. Pengaruh dukungan sosial tehadap psychological well being bermanfaat bagi

12 anggota keluarga yang berperan menjadi caregiver, maupun bagi pihak-pihak yang ikut serta berperan dalam kesembuhan penderita. 1. Bagi anggota keluarga yang berperan menjadi caregiver. Caregiver dapat mengetahui bahwa dukungan sosial sangat diperlukan dalam mencapai psychological well being caregiver itu sendiri. 2. Bagi pihak-pihak yang ikut berperan a. Rumah sakit Pihak rumah sakit dapat mengetahui bahwa caregiver skizofrenia juga memerlukan dukungan dari orang-orang disekitarnya. Hal ini bertujuan agar proses penyembuhan yang dilakukan dapat terlaksana secara optimal. b. Masyarakat lingkungan sekitar Masyarakat juga mengambil peran penting bagi caregiver skizofrenia. Dengan adanya pemberian dukungan dan semangat, caegiver pun akan lebih mudah dalam menjalankan tugasnya merawat penderita. 1.5 Sistematika Penulisan Bab I : Pendahuluan Pendahuluan berisikan uraian singkat mengenai latar belakang, permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

13 Bab II : Tinjauan pustaka Bab ini menguraikan tentang tinjauan pustaka teoritis dan penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan fokus penelitian. Adapun yang dibahas dalam bab ini adalah tentang dukungan sosial dan psychological well being yang terdiri dari definisi, dimensi dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Selanjutnya juga dibahas mengenai primary caregiver dan gangguan skizofrenia yang terdiri dari definisi, tipe dan kriteria dari skizofrenia. Bab III : Metode penelitian Dalam bab ini dijelaskan alasan digunakannya pendekatan kuantitatif, responden penelitian, teknik pengambilan responden, teknik pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data, kredibilitas, prosedur penelitian dan interpretasi data. Bab IV: Analisis Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini dijelaskan Analisis Hasil dan Pembahasan yang berisikan uraian singkat hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian. Bab V: Kesimpulan dan Saran Dalam bab ini dijelaskan tentang kesimpulan dan saran dari penelitian ang telah dilakukan oleh peneliti. Pada bagian saran terdiri atas dua yaitu saran metodologis dan saran praktis.