PENGARUH PENDEKATAN TAKTIS TERHADAP JUMLAH WAKTU AKTIF BELAJAR (JWAB) SISWA DALAM PEMBELAJARAN PERMAINAN FUTSAL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Satryandi Ahmad Fauzi, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Muhammad Hasbiyal Farhi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jasmani yang direncanakan secara sistematik untuk mencapai suatu tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sandy Windiana, 2014 Pengaruh Model Pendekatan Taktis Terhadap Hasil Belajar Permainan Kasti

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional,

BAB I PENDAHULUAN. Mudzakkir Faozi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. dianggap belum memenuhi tujuan utama pembelajaran. Tujuan utama pembelajaran dalam pendidikan jasmani tidak hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut. Hal itulah yang merupakan asumsi secara umum terhadap

BAB I PENDAHULUAN. wajib dilaksanakan di lingkungan persekolahan formal seperti di SD, SMP, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Muhammad Irvan Andriana, 2013

Dijelaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 dalam (Haryanto 2012) disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Royan Rizalul Fiqri, 2013

BAB I PENDAHULUAN. jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial,

BAB I PENDAHULUAN. membawa nama bangsa ke dunia internasional menjadi baik. Mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang A Wahid Hasyim, 2014 Pengaruh Pendekatan Bermain Terhadap Motivasi Siswa Dalam Aktivitas Pembelajaran Renang

BAB 1 PENDAHULUAN. Syarifuddin (1991, hlm. 5) mengatakan bahwa tujuan Penjas

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PEER TEACHING DANMODEL INKUIRI TERHADAP HASIL BELAJAR SENAM PADA SISWI DI SMP NEGERI 5 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aris Risyad Ardi, 2015

I. PENDAHULUAN. proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Donny Suhartono, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dari pendidikan, karena pendidikan memiliki peran penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. tubuh. Gerak merupakan perpindahan kedudukan terhadap benda lainnya baik

BAB 1 PENDAHULUAN. cukup digemari dan diminati serta seringkali dipertandingkan antar kelas maupun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERBANDINGAN PENDEKATAN TAKNIS DAN PENDEKATAN TEKNIS TERHADAP HASIL BELAJAR PERMAINAN BOLA BASKET

BAB I PENDAHULUAN. dan bahkan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus betul betul

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perhatian, baik pemerintah maupun masyarakat Indonesia. Olahraga ini

BAB I PENDAHULUAN. Dijelaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 dalam (Haryanto 2012) disebutkan bahwa :

I. PENDAHULUAN. Pendidikan sebagai suatu proses pembinaan manusia yang berlangsung seumur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan

dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul samping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. mutu pendidikan, karena pendidikan merupakan sarana yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. merangsang pertumbuhan dan perkembangan yang seimbang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Sidiq Nugraha, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM GAME TOURNAMENT TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN FUTSAL

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Engkos Koswara, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional No.20 Tahun 2003, disebutkan bahwa pendidikan adalah :

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Defri Mulyana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KRITIK TERHADAP PENDEKATAN TRADISIONAL

2016 IMPLEMENTASI MODEL COOPERATIVE LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PERMAINAN BOLAVOLI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran, terjadi kegiatan belajar mengajar. Sagala (2008:61)

BAB I PENDAHULUAN. lawan dan berusaha memasukan bola ke dalam jaring atau gawang lawan.

I. PENDAHULUAN. (human movement) yang dapat berupa aktivitas jasmani, permainan atau

BAB I PENDAHULUAN yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini merupakan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam usaha pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong dan menfasilitasi kegiatan belajar mereka.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2015 PENGARUH PENGGUNAAN BOLA MOD IFIKASI TERHAD AP HASIL BELAJARA PASSING D AN STOPING D ALAM PEMBELAJARAN SEPAKBOLA D I SMP NEGERI 4 BAND UNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Giri Lisyono R, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Asep Saputra, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia pendidikan di Indonesia, bukan mustahil pendidikan di Indonesia akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan keterampilan olah raga tetapi pada perkembangan si anak seutuhnya.

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan Jumlah Wakatu Aktif Belajar Saat Proses Belajar Mengajar Permainan Bola

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan psikis yanglebih baik, sekaligus membentuk pola hidup sehat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sebagai suatu proses pembinaan yang berlangsung seumur

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Pengertian penjasorkes telah didefinisikan secara bervariasi oleh beberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan jasmani merupakan suatu proses pendidikan yang dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN

prilaku hidup sehat peserta didik, dalam kehidupan sehari-hari (Suroto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. individu secara menyeluruh. Namun, perolehan keterampilan dan

YUSRA FAUZA, 2015 PENGARUH KIDS ATHLETICS TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MOTORIK KASAR SISWA SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, oleh karena itu pendidikan harus ditanamkan kepada individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia baik itu di sekolah maupun di luar sekolah selalu akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan Model Pendekatan Taktis Dan Pendekatan Tradisional Terhadap Hasil Belajar Permainan Kasti

BAB I PENDAHULUAN. Futsal adalah permainan bola yang dimainkan oleh dua tim, yang masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan filosofi yang mendasari pendidikan jasmani. Pendidikan

, 2015 PENGARUH PERMAINAN TRADISIONAL TERHADAP KEBUGARAN JASMANI SISWA KELAS X SMAN 1 SOREANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adi Maulana Sabrina, 2013

2015 PENERAPAN BOLA MODIFIKASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PASING DALAM PERMAINAN FUTSAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sangat penting bagi manusia untuk menunjang dalam

BAB I PENDAHULUAN. gerak sebagai aktivitas jasmani adalah dasar bagi manusia untuk mengenal dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hampir para ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar BelakangPenelitian

BAB I PENDAHULUAN. akan mendapatkan pengembangan dalam kepribadian maupun pengetahuan. maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

BAB I PENDAHULUAN. kurikulum pendidikan jasmani. Upaya meningkatkan keterampilan bermain

BAB III METODE PENELITIAN

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SHOTTING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan di Indonesia merupakan perwujudan manusia yang bertujuan

2016 IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PERMAINAN EFTOKTON TERHADAP JUMLAH WAKTU AKTIF BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN PERMAINAN BULUTANGKIS

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani pada hakekatnya adalah pembelajaran gerak melalui aktivitas jasmani yang membentuk watak, nilai dan sikap yang di lakukan seara sadar dan sistematis. Pendidikan jasmani merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari program pendidikan. Pendidikan jasmani biasanya ditananamkan dari semenjak usia dini dan di ajarkan dari sekolah dasar (SD) sampai menengah atas (SMA). Pendidikan jasmani pada dasarnya merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kesehatan, kebugaran jasmani, keterampilan berfikir kritis, stabilitas emosional, keterampilan sosial, penalaran dan tindakan moral melalui aktivitas jasmani dan olahraga. Pendidikan jasmani merupakan media untuk mendorong perkembangan keterampilan motorik, kemampuan fisik, pengetahuan penalaran, penghayatan nilai (sikap, mental, emosional, spiritual, sosial), dan pembiasaan hidup sehat untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan yang seimbang. Pendidikan jasmani sebagai salah satu mata pelajaran wajib yang diberikan di sekolah, tentunya memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan perkembangan peserta didik yang menyeluruh. Pelajaran pendidika jasmani di sekolah memiliki kepentingan yang relatif sama dengan mata pelajaran lainnya dalam usaha aspekaspek pembelajaran, yaitu mengembangkan aspek psikomotor, kognitif dan afektif dalam proses pembelajaran. Hanya pada aktivitas jasmani, dalam rangka membentuk peserta didik yang memiiki kesehatan, kebugaran dan keterampilan dalam berbagai aktivitas jasmani tanpa melupakan aspek kognitif dan afektif. Dalam buku kurikulum pendidikan jasmani 2004 Sekolah Menengah Atas menyatakan Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem

2 pendidikan secara keseluruhan. Hal ini bertujuan pendidikan jasmani harus berpedoman pada tujuan pendidikan nasional. Permainan futsal sebenarnya sudah muncul pertama kali pada tahun 1930 bersamaan dengan penyelenggaraan piala dunia pertama di Uruguay. Namun perkembangan futsal tidak secepat perkembangan sepakbola. Dan di Indonesia sendiri futsal masuk pada sekitar tahun 1998-1999. Futsal mulai dikenal di masyarakat sekitar tahun 2000-an. Pada saat itulah mulai berkembang sampai dengan sekolah-sekolah. Futsal merupakan olahraga permainan yang dilakukan pada waktu luang. Kegiatan olahraga futsal ini berawal dari hobi atau kegemaran seseorang dalam bermain bola di dalam ruangan. Mengenai hal ini, Irawan (2009;4) menyatakan bahwa : permainan futsal merupakan olahraga permainan yang hamper sama dengan sepakbola tetapi dilakukan di dalam ruangan dengan tujuan dapat memasukan bola ke gawang lawan dan mempertahankan gawang dari kemasukan bola. Bermain futsal tidak jauh berbeda dengan bermain sepakbola pada umumnya, butuh kekuatan, stamina, mental dan strategi. Ada sedikit perbedaan mendasar dalam hal pola permainan dan pengaturan serangan. Pola permainan dalam futsal banyak didominasi permainan kaki ke kaki, maksudnya pengaturan dalam bertahan, maupun menyerang lebih banyak dilakukan dengan umpanumpan pendek, mengingat ukuran lapangan yang lebih kecil dibanding lapangan sepakbola. Dengan pola seperti ini skill dan kekompakan tim terutama dalam mengolah mengolah bola, mengumpan, menjaga pertahan dan menyerang ke daerah lawan sangat diperlukan, dengan semakin berkembangnya olahraga futsal maka permainan ini pun telah banyak masuk ke sekolah-sekolah. Dalam pelaksanan proses belajar guru harus memegang prinsip yaitu partisipasi siswa secara maksimal sebagai tujuan dari kependidikan jasmani di sekolah yang berkaitan dengan kepentingan siswa. Kegiatan belajar mengajar pendidikan jasmani dan kesehatan selama ini adalah para guru pada umumnya

3 kurang memanfaatkan ruang dan waktu, membaca referensi dan membuat media pembelajaran untunk kelangsungan proses belajar mengajar. Padahal tugas sebenarnya guru, selain mengajar adalah harus mampu merancang program pengajaran yang akan disampaikan, termasuk memilih materi, bahan atau media pembelajaran. Seharusnya guru memberi inisiatif dalam memilih model pembelajaran, sehingga kurang mampu menciptakan, alternatif-alternatif terbaik dalam mencapai tujuan pendidikan olahraga disekolah, maka dalam proses mengajar harus menciptakan sesuatu yang menyenagkan bagi siswa yang dapat membuat siswa dapat bergerak, dengan menggunakan pendekatan taktis siswa diharapkan dapat memunculkan aktivitas yang terkandung di dalam diri siswa, karena dalam pendekatan taktis siswa ditempatkan pada situasi bermain, lebih lanjut (Sucipto (2008:12) Menyebutkan bahwa: Tujuan pembelajarn dengan mengguanakan pendekatan taktis adalah: Meningkatkan kemampuan bermain melalui pemahaman terhadap keterkaitan antara taktik permainan dan perkembangan keterampilan, memberikan kesenangan dalam proses pembelajaran dan berusaha belajar memecahkan masalah dalam membuat keputusan selama bermain Penerapan pendekatan taktis dalam pembelajaran permainan bertujuan agar siswa menyadari tentang konsep bermain melalu penerapan teknik. Hal iini sesuai dengan yang disampaikan Subroto (2001:5) Tujuan pendekatan taktis dalam pembelajaran permainan adalah untuk meningkatkan kesadaran siswa tentang konsep bermain melalui penerapan teknik yang tepat sesuai engan masalah atau situasi dalam permainan. Selanjutnya di jelaskan pula bahwa dalam pendekatan taktis, pembelajaran keterampilan teknik tidak diajarkan secara khusus dalam bagian-bagian teknik dengan permainan yang sesungguhnya yang disampaikan Subroto (2001:10). Dengan demikian bahwa dalam proses pembelajaran melalui pendekatan takti tidak sepenuhnya bermain hinga akhir pelajaran melainkan ada selang waktu

4 untuk menyampaikan teknik yang relevan untuk dilakukan. Oleh karena itu, strategi dalam pendekatan taktis disebut dengan game-drill-game. Dengan Model Pendekatan Taktis diharapkan dapat membantu pemikiran guru tentang konsep bermain dalam pembelajaran pendidikan jasmani dengan tujuan agar siswa dapat memecahkan masalah-masalah taktikal yang terjadi selama proses pembelajaran. Model mengajar ini memungkinkan siswa untuk menyadari keterkaitan antara bermain dan peningkatan penampilan bermain mereka. Keunggulan dari model pendekatan taktis ini adalah memberikan pemahaman siswa bahwa aktivitas jasmani menyediakan kesempatan untuk mengekpresikan diri dalam setiap bentuk kegiatan aktivitas gerak, memberikan kesempatan memahami setiap konsep permainan termasuk taktik dan strategi, mengembangkan kreativitas dan penalaran siswa, meningkatkan komunikasi, interaksi dan kerjasama antar sesama siswa dalam satu kelompok, serta membudayakan siswa untuk selalu berpartisipasi aktif dalam permbelajaran. Adapun kekurangan dalam model pendekatan taktis ini adalah siswa yang memiliki kemampuan rendah dalam membaca permainan akan mengalami kesulitan dalam proses memecahkan setiap masalah-masalah taktikal yang terjadi selama pembelajaran, siswa yang memiliki keterampilan bermain baik cenderung akan bermain sendiri tanpa mementingkan kerjasama tim, dan apabila siswa tidak memiliki rasa percaya diri dalam bermain kecenderungan siswa tersebut akan pasif dalam setiap kegiatan yang dilakukannya. Dengan adanya proses yang terencana secara sistematis dan pola kegiatan yang terstruktur secara bertahap, diharapkan dengan model pendekatan taktis ini jumlah waktu aktif belajar siswa bisa ditingkatkan melalui pemecahan masalahmasalah taktikal dalam pembelajaran permainan futsal. Model pembelajaran tradisional masih menjadi idola bagi pendidik yang berada di daerah pedesaan atau daera terpencil. Pendidik melakukan hal tersebut di karenakan minimnya fasilitas yang dapat digunakan dan minimnya informasi teknologi yang di peroleh dari sekolah letaknya yang terpencil. Meskipun

5 demikian, model pembelajaran tradisional memiliki beberapa ciri khas. Pembelajaran tradisional cendreung menjadikan peserta didik sebagai penerima informasi. Gaya belajar siswa juga individual bukan bersifat kelompok karena siswa diposisikan sebagai penerima informasi. Metode pembelajaran tradisional hanya cocok terhadap pembelajaran yang bersifat teoritis dan tidak cocok untuk yang bersifat praktis. Keuntungan dari model pembelajaran tradisional ini siswa jadi lebih mandiri dalam mengerjakan sesuatu yang bersifat teoritis cotohnya mengerjakan soal di kelas. Dari setiap model terdapat kekurangan dan kelebihannya. Disini model pembelajaran tradisional terdapat kekurangan dalam penerapannya dalam pembelajaran olahraga karena metode ini tidak cocok diterapkan pada kegiatn pembelajaran yang bersifat praktis. Contoh siswa tidak bisa bekerjasama dalam kelompoknya saat memecahkan tugas yag di beri oleh pendidik/guru dalam pembelajaran olahraga yang bersifat praktik. Berdasarkan model pendekatan taktis dan model pembelajaran tradisional terlihat perbedaan. Oleh karena itu model pembelajaran taktis lebih cocok diterapkan dalam pembelajaran olahraga. Dalam suatu pembelajaran, peran waktu sangatlah penting. Waktu menjadi acuan bagi seorang guru dalam menjalakan program-programnya yang disesuaikan berdasarkan jumlah waktu pembelajaran. Dalam pembelajaran terdapat ragam kegiatan seperti pemanasan, instruksi, demonstrasi, siswa belajar keterampilan, guru mengoreksi gerakan siswa, mengetes dan evaluasi. Sepintas kegiatan cukup banyak menyita waktu. Namun pada kenyataannya tidak demikian, guru melaksanakan efektif dan efesien dalam melaksanakan kegiatan tersebut dapat melaksanakan tugasnya dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama. Efektivitas pengajaran berkaitan langsung dengan karakteristik interaksi antara guru dengan siswa. Hal itu berkaitan dengan kualitas intruksi, sikap, kemampuan, ketekunan, dan kesempatan melaksanakan tugas ajar. Kualitas

6 intruksi atau pengajaran adalah sejauh mana pengajaran itu dapat disesuaikan dengan kemampuan siswa. Kemampuan siswa adalah kemampuan potensial masing-masing siswa pada setiap tugas belajar yang terungkap dari setiap prilaku belajar siswa. Semua ini mengarah efektivitas jumlah waktu aktif belajar (JWAB). (Suherman, 1998; Lutan 1998) mengemukakan jumlah waktu aktif belajar (JWAB) adalah total waktu aktif dari setiap kegiatan pembelajaran yang menjadi fokusnya adalah kegiatan pembelajaran. Indikator-indikator yang menjadi bahan observasi dalam menentukan efektivitas jumlah waktu aktif belajar (JWAB) adalah: a) Waktu Aktif (A) yaitu mayoritas siswa (lebih dari 50%) melakukan aktivitas tugas gerak sebagaimana instruksi guru yang sesuai dengan tujuan pada saat itu. b) Waktu Instruksi (I) yaitu tindakan guru penjas pada saat memberikan instruksi, baik instruksi informasi maupun instruksi demonstrasi, mendemonstrasikan gerakan, bertanya kepada siswa. Atau waktu yang dihabiskan oleh siswa (lebih dari 50%) mendengarkan atau melihat instruksi dan demonstrasi dari guru. c) Waktu pengelolaan manajemen (M) adalaha serangkainan tindakan yang berkaitan dengan pengelolaan kelas seperti menyiapkan alat olahraga, presensi dan penentuan formasi. Atau waktu yang dihabiskan oleh siswa (lebih dari 50%) untuk urusan-urusan pengelolaan misalnya ganti pakaian, mengambil peralatan, peringatan, teguran. d) Waktu lain-lain (L) atau waktu tunggu (W) adalah aktivitas yang dilakukan siswa (lebih dari 50%) yang tidak termasuk tiga kategori diatas, misalnya menunggu giliran, mengobrol, dan sebagainya. Banyak para ahli yang memberikan pendapat tentang arti dari waktu aktif belajar, jumlah waktu aktif belajar (JWAB) menurut Lutan dan Suherman (2000:45-46) adalah: Jumlah waktu aktif belajar siswa merupakan ciri pembelajaran yang efektif. Perencanaan jumlah waktu aktif belajar akan terkait langsung dengan waktu yang di perlukan untuk aspek lain, misal: pemanasan, penjelasan, demonstrasi, termasuk strategi atau gaya yang di gunakan. Oleh karena itu akan lebih baik apabila dari sejak awal guru merencanakan pemanfaatan waktu untuk masing-masing aspek dengan curahan waktu terbanyak ditekankan pada waktu aktif belajar.

7 Aktif dimaksudkan dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan dan mengemukakan gagasan. Belajar seharusnya merupakan proses aktif dari pemelajar dalam membangun pengetahuannya sendiri, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramh guru tentang pengetahuan. Jika pembelajaran tidak memeberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Dalam hal ini guru harus menciptakan lingkungan belajar yang kondusif sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditentukan sebelumnya dapat tercapai dan juga dapat di ketahui pula waktu yang di gunakan selama proses belajar mengajar. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dimaksudkan untuk menghindari terbentuknya kondisi lingkungan belajar yang kurang mendukung terhadap pelaksanaan proses belajar mengajar. Untuk itu usaha untuk menciptakan lingkungan belajar yag kondusif sangat perlu di lakukan untuk pencapaian tujuan proses belajar mengajar. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan berbagai strategi untuk meningkatkan waktu aktif belajar siswa harus di kuasai oleh guru untuk memungkinkan siswa dapat kembali aktif dalam proses belajarnya. Menurut K. Yamamoto (1969) menjelaskan, kadar keaktifan siswa itu dari segi intensionalitas atau kesengajaan terencana dari peran serta kegiatan kedua pihak siswa dan guru dalam proses belajar mengajar. Dari pemaparan diatas, penulis ingin menerapkan model pembelajaran taktis terhadap jumlah waktu aktif belajar siswa dalam aktifitas pembelajaran permainan futsal. Adapun alasan mengapa model ini menjadi pilihan untuk dikaji oleh penulis, karena penulis ingin mencoba apakah ada perbedaan dalam hal jumlah waktu aktif belajar dari penerapan model pembelajaran tersebut. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis tertarik untuk meneliti dengan mengambil judul, Pengaruh Pendekatan Taktis Terhadap Jumlah Waktu Aktif Belajar (JWAB) Siswa Dalam Pembelajaran Permainan Futsal

8 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah yaitu pembelajaran yang kurang efektif, banyak waktu aktif terbuang, pembelajaran terkesan monoton dikarenakan masih menggunakan model pembelajaran yang konvensional dan pendekatan taktis sebagai solusi. C. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulisan rumusan masalah yang penulis ajukan adalah Apakah penerapan model pendekatan taktis berpengaruh terhadap jumlah waktu aktif belajar siswa dalam pembelajaran permainan futsal D. Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini tujuan yang ingin dicapai penulis adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh model pendekatan taktis terhadap jumlah waktu aktif belajar dalam pembelajaran permainan futsal E. Manfaat Penelitian Jika tujuan penelitian ini tercapai, maka manfaat yang didapat dari penelitian ini diantaranya : 1. Secara Teoritis, penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran untuk bahan pengajaran dan pembelajaran permainan futsal di SMA Negeri 4 Bandung, bahwa melalui penerapan model pendekatan taktis ini dapat meningkatkan jumlah waktu aktif belajar siswa dalam pembelajaran permainan futsal.

9 2. Secara Praktis, penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam proses pembelajaran atau pemberian materi pembelajaran permainan futsal agar dapat tercapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. F. Struktur Organisasi Skripsi Berikut merupakan struktur organisasi sistematika penelitian ini : Struktur penulisan skripsi ini terdari dari BAB I pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penilitian, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat/signifikasi penelitian dan struktur organisasi skripsi. BAB II Kajian pustaka, kerangka pemikiran. BAB III Metode penelitian yang terdiri dari populasi dan sampel penelitian, dan teknik analisis data. BAB IV Hasil penelitian dan pembahasan yang memaparkan hasil penelitian serta pembahasan. BAB V kesimpulan dan rekomendasi.