KONSERVASI HUTAN MANGROVE SEBAGAI UPAYA PENGENTASAN MASALAH BANJIR ROB DAN ABRASI AIR LAUT DESA WRINGIN PUTIH BANYUWANGI Mahendra A.S. Barata 1), Firman Ashadi 1), M. Maulana Trianggono 1) 1) IKIP PGRI Jember mahendrabarata1983@gmail.com ABSTRAK Daerah pesisir merupakan daerah perbatasan antara daratan dan lautan. Daerah pesisir memiliki peran penting dalam menjaga agar air laut tidak masuk ke daratan. Kondisi pesisir yang kurang baik akan mengganggu kestabilan lingkungan di sekitar pesisir. Bencana alam seperti banjir rob dan abrasi air laut menjadi fokus perhatian bagi masyarakat pesisir, khususnya di Desa Wringin Putih, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi. Kondisi hutan mangrove di daerah pesisir tersebut dinilai kurang mampu menahan terjangan banjir rob dan abrasi oleh air laut. Kegiatan sosial diperlukan guna menyelesaikan permasalahan yang ada. Kegiatan pengabdian masyarakat ini dilakukan dengan metode penyuluhan dan kegiatan konservasi. Konservasi hutan mangrove dinilai tepat untuk mengatasi permasalahan banjir rob dan abrasi air laut. Konservasi dilakukan dengan metode tanam mangrove yang sesuai dengan panduan penanaman pohon mangrove. Konservasi hutan mangrove melibatkan santri Yayasan Minhajut Thullab beserta masyarakat sekitar pesisir dalam rangka Hari Santri Nasional. Kegiatan sosialisasi juga dilakukan kepada masyarakat guna menanamkan rasa cinta lingkungan dengan selalu melestarikan ekosistem hutan mangrove di daerah pesisir. Kata Kunci : Konservasi Hutan Mangrove, Banjir Rob, Abrasi Air Laut PENDAHULUAN Pengetahuan tentang pentingnya kelestarian lingkungan sangat perlu ditanamkan kepada masyarakat. Alam menyediakan sumber kehidupan bagi manusia. Pada saat alam mengalami kerusakan, maka akan terjadi ketidak seimbangan bagi kehidupan manusia. Alam memiliki sifat yang dinamis, jika tidak diimbangi dengan pengelolaan yang tepat, maka akan mengarah ke arah negatif. Manusia memiliki peran besar dalam kedinamisan alam. Manusia juga berperan besar dalam rusaknya alam. Kerusakan alam yang terjadi diakibatkan oleh manusia yang kurang bertanggung jawab pada kondisi alam. Kerusakan alam juga diakibatkan oleh pembiaran terhadap kerusakan kecil yang terjadi di alam. Daerah pesisir pantai Desa Wringin Putih, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi memiliki kondisi alam pesisir yang kurang baik. Kondisi ini dipengaruhi oleh aktivitas perusahaan tambak di sekitar pesisir yang kurang memperhatikan lingkungan pesisir. Daerah pesisir menjadi daerah yang diabaikan. Kondisi tersebut memicu 30
Konservasi Hutan Mangrove (Barata, Ashadi, Trianggono ) timbulnya ketidakseimbangan lingkungan pesisir. Semakin lama diabaikan, maka semakin parah pula ketidakseimbangan yang terjadi. Ketidakseimbangan yang semakin parah mengakibatkan timbulnya bencana alam. Bencana alam yang terjadi di daerah pesisir Desa Wringin Putih, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi berupa bencana alam banjir rob dan abrasi air laut. Banjir rob merupakan istilah banjir yang diakibatkan oleh kondisi pasang air laut. Akibat tidak adanya penahan yang cukup, maka banjir pasang air laut (rob) dapat mencapai daratan hingga masuk ke pemukiman warga. Kondisi ini diperparah dengan rusaknya tanah pesisir akibat pengikisan yang terjadi oleh air laut (abrasi air laut). Menurut Hakim (2012), abrasi air laut adalah suatu proses pengikisan yang terjadi pada daratan wilayah pantai yang menyebabkan sedimen bergerak di sepanjang arah gelombang datang, sehingga mempengaruhi perubahan garis pantai. Abrasi dapat mengakibatkan kemunduran garis pantai yang dapat membahayakan bagi masyarakat di sekitar garis pantai (daerah pesisir). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di sepanjang garis pantai Desa Wringin Putih, terlihat bahwa pesisir sudah mengalami abrasi. Kondisi tersebut diakibatkan kurangnya vegetasi hutan mangrove di sepanjang garis pantai. Permasalahan banjir rob dan abrasi air laut jika tidak segera ditangani dengan pendekatan yang tepat akan menjadi bencana alam yang lebih besar. Salah satu alternatif solusi yang diberikan kepada masyarakat sekitar pesisir adalah dengan konservasi hutan mangrove. Konservasi hutan mangrove merupakan upaya pelestarian hutan mangrove dengan cara penanaman dan pengaturan pohon mangrove di sepanjang garis pantai. Pohon mangrove merupakan varietas tanaman pohon yang hidup di daerah pesisir. Menurut Macnae (1968), mangrove berasal dari kata mangu dan grove yang memiliki makna spesies tumbuhan yang berada di daerah jangkauan pasang-surut. Daerah jangkauan pasang surut yang dimaksud adalah daerah pesisir pantai. Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa mangrove merupakan komunitas tumbuhan yang hidup di daerah pesisir pantai. Hutan mangrove merupakan kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai subtropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob. Pohon mangrove hidup di lahan pantai dengan reaksi tanah anaerob, sehingga pohon mangrove memiliki akar yang muncul ke permukaan tanah. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang-surut terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai yang tergenang pasang dan bebas dari genangan saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Pohon mangrove memiliki banyak manfaat antara lain; sebagai penahan ombak, 31
Volume 1, Nomor 1, Maret 2017 pencegah abrasi air laut, habitat bagi makhluk hidup pesisir; pemanfaatan buah pohon mangrove, dan manfaat lainnya. Hutan mangrove memiliki banyak manfaat bagi lingkungan pesisir dan masyarakat sekitar pesisir. Kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian hutan mangrove di daerah pesisir perlu ditanamkan kepada masyarakat. Bersamaan dengan momentum peringatan Hari Santri Nasional, pelaksana kegiatan pengabdian beserta santri SMP dan SMA yang berada dalam naungan Yayasan Minhajut Thullab melakukan kegiatan sosialisasi dan konservasi hutan mangrove di daerah pesisir Desa Wringin Putih, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi. Kegiatan ini diharapkan agar kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan, khususnya hutan mangrove, meningkat, serta dapat menormalisasi fungsi hutan mangrove sebagaimana mestinya. METODE Kegiatan kepada masyarakat ini dilaksanakan di Desa Wringin Putih, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi. Kegiatan ini dilaksanakan pada peringatan Hari Santri Nasional, hari Jumat, 21 Oktober 2016. Pelaksanaan pengabdian masyarakat diharapkan dapat berjalan lancar dan baik, sehingga perlu suatu sistematika pengelompokan khalayak sasaran dengan kriteria dan ciri-ciri yang jelas. Khalayak sasaran dalam pengabdian masyarakat adalah: Santri SMP dan SMA di bawah Yayasan Minhajut Thullab dan masyarakat sekitar pesisir Kegiatan konservasi hutan mangrove dilakukan dengan metode penyuluhan dan metode pelaksanaan. Metode penyuluhan adalah cara mengadakan pertemuan secara langsung dengan Santri dan masyarakat sekitar pesisir untuk memberikan penyuluhan tentang konservasi hutan mangrove serta pelaksanaan konservasi. Metode penyuluhan yang dilaksanakan meliputi pengukuran daya para santri dan masyarakat dengan cara mengajukan pertanyaan dan observasi langsung, serta pengidentifikasian faktor penunjang permasalahan. Metode pelaksanaan adalah cara memberikan alternatif solusi secara langsung terhadap suatu permasalahan yang dikaji. Metode pelaksanaan yang dilaksanakan meliputi penanaman pohon mangrove dan usaha pelestariannya. Sistem penanaman pohon mangrove mengikuti kaidah penanaman yang diinformasikan oleh pihak Perhutani. Pelaksanaan konservasi dilakukan oleh tim pelaksana bersama-sama dengan masyarakat. HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Lapang dan Bibit Mangrove Pelaksanaan konservasi diawali dengan mempersiapkan lokasi dan bibit mangrove. Masyarakat dikenalkan terlebih dahulu mengenai cara menanam dan titik-titik yang harus ditanami bibit pohon mangrove. Bibit pohon mangrove yang digunakan adalah jenis pohon bakau (seperti pada Gambar 1). 32
Konservasi Hutan Mangrove (Barata, Ashadi, Trianggono ) mangrove dan kemudian diberikan arahan tentang cara menanam bibit pohon mangrove. Gambar 1. Bibit pohon Mangrove (sumber: dokumentasi pelaksana) Tim pelaksana beserta dengan petugas perhutani setempat memberikan komando dan arahan kepada masyarakat untuk berbaris rapi agar semua titik yang harus ditanami dapat tercapai (seperti pada Gambar 2). Pelaksanaan Konservasi Pelaksanaan konservasi hutan mangrove dilakukan pada saat air laut mengalami kondisi surut. Kondisi ini memungkinkan untuk menanam bibit mangrove secara maksimal. Pada saat kondisi surut, penanaman bibit pohon mangrove akan lebih mudah. Pengaturan jarak antar pohon mangrove juga akan lebih mudah ditentukan pada saat kondisi surut.lebihdariitu, bagian akar akan bias ditanam lebih dalam tanpa terganggu kondisi ombak yang dating dan dapat mengganggu proses penanaman. Gambar 2. Persiapan pelaksanaan konservasi hutan mangrove (Sumber: dokumentasi pelaksana) Peserta tanam pohon mangrove diatur berbaris rapi di sepanjang garis pantai. Pengaturan baris ini dilakukan agar semua daerah tanam tercapai dan teratur, sehingga proses penanaman dan pertumbuhan dapat terjadi secara optimal. Bibit kemudian dibagikan kepada seluruh peserta kegiatan konservasi hutan Gambar 3. Pengaturan jarak penanaman bibit pohon mangrove (sumber: dokumentasi pelaksana) Pengaturan jarak antar pohon mangrove (pada Gambar 3) juga harus diperhatikan agar pohon dapat tumbuh secara optimal dan tidak mengganggu 33
Volume 1, Nomor 1, Maret 2017 pohon mangrove di sekitarnya. Pengaturan jarak antar pohon bertujuan agar daerah jangkauan resapan mangrove lebih optimal. Pengaturan jarak antar pohon mangrove secara jangka panjang juga dimaksudkan untuk ekowisata. Menurut Mawardi (2006), ekowisata dapat didefinisikan sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan untuk mendukung upaya pelestarian lingkungan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat dan pemerintah setempat. Lewis dan Marshall (1997), terdapat lima tahap penting untuk kesuksesan restorasi mangrove: 1. Memahami autekologi (sifat ekologi) masing-masing spesies mangrove, khususnya, pola reproduksi, distribusi bibit dan keberhasilan pembentukan bibit. Penanaman mangrove yang tepat guna akan membuat proses pertumbuhan dan adaptasi pohon mangrove di ekosistem yang baru dapat terjadi secara optimal. 2. Memahami pola hidrologi normal yang mengatur distribusi dan keberhasilan pembentukan serta pertumbuhan sepesies mangrove yang ditargetkan. 3. Memperkirakan perubahan lingkungan mangrove asli yang menghalangi pertumbuhan alami mangrove baru. Pemberian jarak optimal antara mangrove alami dengan mangrove baru dapat membantu proses adaptasi ekosistem yang baru. 4. Desain program restorasi untuk memperbaiki hidrologi yang layak dan jika memungkinkan menggunakan benih alami mangrove untuk melakukan penanaman. 5. Hanya melakukan penanaman bibit, memungut atau mengolah biji setelah mengetahui langkah alami di atas (langkah a d) tidak menghasilkan anakan, tingkat stabilitas, atau tingkat pertumbuhan sebagaimana yang diharapkan. Konservasi hutan mangrove yang telah dilakukan diharapkan menjadi langkah awal penanganan bencana dan pelestarian ekosistem pesisir.pohon mangrove yang telah ditanam dijaga agar dapat beradaptasi dengan baik dengan ekosistem yang baru.adaptasi tumbuhan mangrove dapat terjadi secara fisik maupun secara fisiologis. Secara fisik vegetasi mangrove dapat menumbuhkan organ khas untuk beradaptasi, misalnya dapat membentuk akar tunjang (stilt root), akar lutut (knee root), dan akar napas (pneumatophore) dan kelenjar garam yang terdapat di daunnya. Selain itu, secara fisiologis, untuk mengatasi salinitas yang tinggi, tumbuhan mangrove mampu mengeluarkan kelebihan garam melalui kelenjar yang berada di bawah daunnya. Sedangkan untuk mengurangi evaporasi, tumbuhan mangrove mampu mengatur membuka dan menutup stomata yang sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar. Penanaman mangrove pada dasarnya tidak hanya sebagai penanganan untuk bencana banjir rob dan abrasi air laut, namun juga untuk pemanfaatan 34
Konservasi Hutan Mangrove (Barata, Ashadi, Trianggono ) berlanjut bagi masyarakat sekitar pesisir. Hutan mangrove dapat dimanfaatkan juga untuk keperluan manusia, misalnya; masyarakat menggunakan mangrove sabagai kayu bakar dan arang. Masyarakat juga memanfaatkan kayu mangrove untuk diekspor (untuk tanin). Pohon mangrove memiliki banyak varian, salah satu yang digunakan dalam konservasi mangrove ini adalah jenis pohon bakau. Salah satu manfaat tanaman bakau yang jarang dikembangkan adalah pemanfaatan buah bakau sebagai bahan pangan dan bahan baku kopi bakau. Pemanfaatan buah bakau sebagai bahan pangan dan bahan baku kopi bakau memiliki nilai ekonomis yang tinggi jika dikembangkan dengan baik. Habitat mangrove yang terjaga juga dapat menjadi peluang ekonomi bagi masyarakat sekitar pesisir untuk mengelola bisnis perikanan dan ekowisata. Hutan mangrove merupakan tempat hidup yang nyaman bagi makhluk hidup pesisir seperti ikan, kepiting, kerang, lobster, udang, dan makhluk hidup pesisir lainnya. Ekosistem pesisir yang terjaga akan melestarikan keanekaragaman hayati daerah pesisir. Pemanfaatan hutan mangrove sebagai ekowisata akan menjadi daya tarik pariwisata bagi daerah pesisir Desa Wringin Putih, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi. Dalam pemanfaatan hutan mangrove diperlukan adanya suatu pengendalian. Pengendalian dapat berupa aturan yang membatasi eksploitasi hutan mangrove secara berlebihan. Eksploitasi yang berlebihan terhadap hutan mangrove akan merusak ekosistem pesisir yang telah dibangun. Kesadaran masyarakat akan peranan hutan mangrove sangat penting dalam menjaga kelestarian ekosistem pesisir. Hasil Observasi Pelaksanaan Data hasil kegiatan kepada masyarakat ini berupa data deskriptif yaitu data berupa gambaran secara tertulis yang dapat diamati. Data tersebut menggunakan metode observasi untuk mengetahui efektivitas aspek proses yang diperoleh dari penyuluhan dan wawancara terbuka untuk mengetahui efektifitas aspek perolehan hasilnya. Data yang telah diperoleh dianalisis dan disajikan dalam bentuk narasi. Berdasarkan wawancara, tanya jawab dan pengamatan langsung selama kegiatan berlangsung, kegiatan pengabdian pada masyarakat ini memberikan hasil sebagai berikut: Hasil Observasi 1. Meningkatnya pengetahuan dan pemahaman santri dan masyarakat sekitar pesisir Desa Wringin Putih, Kec. Muncar, Kab. Banyuwangi tentang pentingnya melestarikan hutan mangrove di daerah pesisir pantai. 2. Sebagian besar khlayak sasaran mengikuti keseluruhan rangkaian kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dengan penuh antusiasme. Indikasinya: mereka sangat aktif selama berlangsungnya proses dialog (mengajukan pertanyaan; mengajukan pendapat, member tanggapan baik terhadap sesama 35
Volume 1, Nomor 1, Maret 2017 peserta maupun pada penyaji materi) dan mengikuti kegiatan konservasi hutan mangrove (tanam mangrove) di daerah pesisir pantai. Hasil wawancara 1. Sebagian besar khalayak sasaran mengaku sangat puas mengikuti keseluruhan rangkaian kegiatan penyuluhan dan rangkaian kegiatan tentang konservasi hutan mangrove di daerah pesisir pantai. 2. Setelah mengikuti keseluruhan rangkaian kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini, sebagian besar khalayak sasaran mengaku banyak memperoleh informasi dan wawasan mengenai pelestarian hutan mangrove di daerah pesisir. 3. Sebagian besar khalayak sasaran mengaku sekarang ini mereka akan semakin menjaga kelestarian hutan mangrove di daerah pesisir KESIMPULAN Kegiatan konservasi hutan mangrove di Desa Wringin Putih, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pelestarian lingkungan pesisir dan penanganan permasalahan banjir rob dan abrasi air laut. Berdasarkan hasil observasi kegiatan didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Penanaman bibit pohon mangrove berjalan dengan sistematika yang baik dan lancar; 2. Masyarakat memahami tentang cara menanam pohon mangrove; 3. Tumbuh kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga lingkungan dan melestarikan hutan mangrove di daerahpesisir. REFERENSI Hakim, B. A. (2012). Efektivitas Penanggulangan Abrasi Menggunakan Bangunan Pantai Pesisir Kota Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro Macnae. (1968). A General Account of the Fauna of the Mangrove Swamps of Inhaca Island, Mocambique. J. Ecol. Mawardi, Ikhwanuddin. (2006). Pengembangan Ekowisata Sebagai Strategi Pelestarian Hutan Mangrove. Jurnal Teknik Lingkungan Vol.7 No.3, hal. 234-242 Lewis, R. R. dan Marshall, M. J. (1997). Principles of successful restoration of shrimp aquaculture ponds back to mangrove forests. Programa/resumes de Marcuba 97, September 15/20, Palacio de Convenciones de La Habana, Cuba. 126.Milano, G. R. (1999). Restoration of coastal wetlands in southeastern Florida. Wetland Journal 36