VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

dokumen-dokumen yang mirip
VII ANALISIS PENDAPATAN

VIII ANALISIS HUBUNGAN EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN

IV METODE PENELITIAN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Mengenai Usahatani

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV GAMBARAN UMUM Gambaran Umum Karakter Demografi Petani Kedelai. mencakup jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan.

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik petani yang menjadi responden bagi peneliti adalah usia,

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani

VI. HASIL dan PEMBAHASAN

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 1 Maret 2012 KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

TINGKAT ADOPSI INOVASI SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO DI KELOMPOK TANI SEDYO MUKTI DESA PENDOWOHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

Gambar 10. Sebaran Usia Petani Responden

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang

METODE PENELITIAN. merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi

METODE PENELITIAN. status suatu gejala yang ada. Data dikumpulkan disusun, dijelaskan dan kemudian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODELOGI PENELITIAN. sistematis, faktual dan akuran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

2. TINJAUAN PUSTAKA. Keterangan : KV = risiko produksi padi σ y. = standar deviasi = rata rata produksi

HUBUNGAN PERANAN WANITA TANI DALAM BUDIDAYA PADI SAWAH DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT)

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU. Umumnya petani ubi kayu Desa Pasirlaja menggunakan seluruh lahan

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

ANALISIS PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PADI DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG

BUDIDAYA PADI RATUN. Marhaenis Budi Santoso

III. METODELOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Cibodas merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan pengalaman dalam usahatani.

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

II. TINJAUAN PUSTAKA

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh dari wawancara yang dilakukan kepada 64 petani maka dapat diketahui

BAB IV METODE PENELITIAN

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG

KUISIONER RESPONDEN. 1. Pendidikan Terakhir (Berikan tanda ( ) pada jawaban) Berapa lama pengalaman yang Bapak/Ibu miliki dalam budidaya padi?

IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA. Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENCATATAN USAHATANI PADI

I. METODE PENELITIAN. dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis. Tujuannya

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. METODE PENELITIAN. dianalisis. Menurut Supardi (2005) penelitian deskripsi secara garis besar

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

Transkripsi:

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Analisis efisiensi teknis yang digunakan adalah pendekatan Data Envelopment Analysis. Data yang digunakan adalah data berdasarkan musim kering tahun 2011. Variabel keluaran (output) yang digunakan adalah hasil panen berupa gabah kering giling (Y). Variabel masukan (input) yang digunakan adalah pupuk (X1), bibit (X2), tenaga kerja luar keluarga (X3), tenaga kerja dalam keluarga (X4), tenaga kerja mesin (X5), dan luasan lahan (X6). Nilai variabel X1 didapatkan dari kalkulasi seluruh penggunaan pupuk selama masa tanam. Hal ini dikarenakan decision making unit menggunakan kombinasi pupuk yang beragam sehingga nilai pupuk yang digunakan adalah akumulasinya. Akumulasi dilakukan untuk menghindari adanya nilai nol pada salah satu jenis pupuk yang menyebabkan data tidak dapat diolah. Variabel lain seperti usia decision making unit, usia usahatani, lama menempuh pendidikan formal, jenis kelamin, status kepemilikan lahan, biaya sewa lahan, struktur biaya usahatani, dan besaran pendapatan perhektar tidak digunakan dalam model. Variabel yang tidak digunakan dalam analisis efisiensi digunakan sebagai penjelas dari hasil olahan efisiens teknis. Terdapat salah satu variabel yang merupakan salah satu faktor produksi yaitu pestisida yang diduga mempengaruhi hasil usahatani akan tetapi tidak dimasukan ke dalam analisis efisiensi teknis oleh penulis. Hal ini disebabkan empat faktor. Pertama, pada saat pengumpulan data, penulis tidak dapat memperoleh data kuantitas penggunaan pestisida dari seluruh decision making unit. Kedua, decision making unit lebih mengingat nominal yang dikeluarkan untuk setiap kegiatan pengaplikasian pestisida. Ketiga, pada kasus beberapa decision making unit yang dapat mengingat kuantitas penggunaan pestisida yang digunakan, data yang diperoleh sangat beragam. Keempat, berdasarkan data yang dikumpulkan dari decision making unit, jenis pestisida yang digunakan sangat beragam baik jenisnya maupun satuan pengukurannya. Misalnya terdapat decision making unit yang menggunakan pupuk cair dengan satuan liter, pupuk padat dengan satuan kilogram, dan lain sebagainya. 53

Berdasarkan hasil pengumpulan data, data yang paling lengkap yang diperoleh adalah data harga dari pestisida yang digunakan. Penulis memutuskan untuk tidak memasukan variabel harga pestisida karena dikahawatirkan hal tersebut akan membiaskan hasil pengamatan. Efisiensi teknis hanya berfokus pada penggunaan masukan (input) sedangkan pada variabel harga pestida, terdapat banyak faktor lain yang mempengaruhi. Karena itu, pestisida tidak dimasukkan kedalam variabel pada data envelopment analysis, akan tetapi tetap diperhitungkan sebagai variabel biaya pada analisis pendapatan. Penelitian ini menganalisis efisiensi teknis seluruh decision making unit dan efisiensi teknis berdasarkan varietas benih yang digunakan oleh decision making unit. Analisis efisiensi teknis berdasarkan varietas benih yang digunakan oleh decision making unit hanya dilakukan pada varietas Ciherang, Denok, dan Mekongga. Hal ini dikarenakan Kintani 1 dan SMC hanya digunakan oleh satu decision making unit sehingga tidak dapat dibandingkan. 6.1. Analisis Efisiensi Teknis 6.1.1. Analisis Efisiensi Teknis Seluruh Varietas Analisis ini dilakukan pada 77 decision making unit dengan menggunakan data seperti pada lampiran 1. Data pada lampiran 1 yang digunakan hanya data hasil panen sebagai keluaran (output) (Y), dan variabel masukan (input) yang digunakan adalah pupuk (X1), bibit (X2), tenaga kerja luar keluarga (X3), tenaga kerja dalam keluarga (X4), tenaga kerja mesin (X5), dan luasan lahan (X6). Data lain yang terdapat pada lampiran 1 digunakan dalam memberikan penjelasan hasil keluaran dari nilai efisiensi teknis usahataninya. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan data keseluruhan decision making unit dengan seluruh varietas yang dibudidayakan. Varietas adalah salah satu faktor yang memiliki dampak terhadap produksi dan setiap varietas memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan varietas dapat menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat efisiensi yang dapat dicapai. Penilaian efisiensi terhadap keseluruhan varietas dilakukan dangan mengasumsikan variabel lain seperti karakteristik lahan, cuaca, dan masukan (input) lain yang digunakan dapat 54

terstandardisasi. Hal lain yang mendukung pengukuran efisiensi teknis dengan menggunakan varietas yang berbeda adalah berdasarkan keterangan dari decision making unit yang mengatakan varietas-varietas yang digunakan oleh decision making unit yang diamati tidak memiliki rentang perbedaan yang besar dari sisi penggunaan masukan (input) maupun keluaran yang dihasilkan. Hasil efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas terlihat pada gambar 2. Berdasarkan olahan menggunakan software DEAP 2.1, terdapat 12 decision making unit yang mencapai efisiensi teknis di Desa Kertawinangun pada musim kering tahun 2011. Terdapat variasi varietas yang digunakan oleh decision making unit. Varietas yang masuk ke dalam usahatani yang efisien adalah varietas Denok, Kintani 1, SMC, dan Mekongga. Gambar 2. Efisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah Desa Kertawinangun, Kabupaten Indramayu Tahun 2011 Berdasarkan gambar 2, terdapat decision making unit yang membudidayakan varietas Ciherang, namun tidak ada yang mencapai efisiensi teknis. Hal ini sesuai dengan pendapat para decision making unit yang mengatakan bahwa varietas Ciherang sebenarnya kurang sesuai untuk dibudidayakan di daerah tersebut. Sebelum tahun 2011 hampir seluruh decision 55

making unit membudidayakan varietas Ciherang. Akan tetapi pada tahun 2009-2010, hampir seluruh decision making unit yang membudidayakan varietas Ciherang mengalami gagal panen. Karena itu, pada musim kering tahun 2011 sebagian besar decision making unit mencoba benih varietas lain seperti Denok, Mekongga, Kintani, dan SMC. Alasan masih ada decision making unit yang membudidayakan varietas Ciherang adalah varietas tersebut yang dianjurkan pemerintah dan adanya bantuan benih varietas Ciherang. Meskipun terdapat pembagian benih dari pemerintah, hanya sedikit decision making unit yang mau menggunakan benih tersebut dengan alasan trauma menggunakan varietas Ciherang. Diduga hal yang menyebabkan terdapat beberapa varietas yang mencapai efisiensi teknis adalah karakteristik varietas-varietas tersebut yang tidak jauh berbeda. Berdasarkan wawancara dengan decision making unit, decision making unit mengatakan produktivitas dari varietas Denok dan Mekongga tidak jauh berbeda, begitu juga dengan kebutuhan masukan (input). Sedangkan untuk varietas SMC dan Kintani 1, berdasarkan wawancara dengan decision making unit yang menggunakan varietas tersebut, decision making unit ini baru pertama kali menggunakan varietas tersebut dan menyamaratakan pemberian masukan (input) baik untuk varietas SMC, Kintani 1, maupun untuk varietas lain yang dibudiadayakan. Hasil efisiensi teknis dari decision making unit di Desa Kertawinangun terlihat merata. Hal ini dikarenakan terdapat banyak masukan (input) yang sudah standar kuantitasnya digunakan oleh decision making unit sehingga hasil akhir yang diperoleh tidak terlalu berbeda jauh. Terdapat kemungkinan hanya terdapat beberapa penggunaan variabel masukan (input) yang memiliki sebaran yang luas. Diduga variabel yang memiliki sebaran yang luas adalah penggunaan pupuk. Sedangkan variabel yang memiliki masukan (input) yang cukup terstandardisasi adalah tenaga kerja. Variabel pupuk diduga memiliki sebaran yang lebar sehingga tidak terstandardisasi. Hal ini disebabkan secara umum, terdapat tiga jenis pupuk yang digunakan oleh decision making unit, yaitu pupuk Urea, TSP, dan Posca. Seluruh 56

decision making unit menggunakan pupuk Urea dengan kuantitas yang sangat bervariasi untuk setiap hektarnya. Sedangkan untuk kedua pupuk lain, tidak semua decision making unit menggunakan pupuk tersebut. Seluruh decision making unit menggunakan minimal dua jenis pupuk, yaitu kombinasi antara Urea dengan salah satu dari TSP atau Posca. Terdapat juga beberapa decision making unit yang menggunakan ketiga pupuk tersebut. Perbedaan penggunaan pupuk dan kuantitas yang digunakan diduga mempengaruhi hasil yang diperoleh dan menjadikan variabel pupuk sebagai salah satu variabel yang tersebar sehingga mempengaruhi nilai efisiensi teknis yang dicapai. Variabel yang menjadi masukan (input) dengan kuantitas standar diantaranya penggunaan tenaga kerja mesin traktor untuk mengolah lahan. Karena menggunakan mesin dan hanya ada sedikit traktor untuk mengolah lahan, maka waktu pengerjaan dan biaya menjadi standar bagi decision making unit di daerah tersebut. Selain itu karena tenaga penggerak utama berupa mesin, sehingga produktivitas dari mesin itu sendiri dapat lebih terstandardisasi. Variabel masukan (input) lain yang memiliki standar adalah penggunaan tenaga kerja untuk penanaman. Seluruh decision making unit menggunakan sistem borongan untuk tenaga kerja yang mengerjakan penanaman. Sebenarnya decision making unit tidak terlalu memperhatikan kuantitas tenaga kerja yang digunakan karena berapapun tenaga kerja yang bekerja, decision making unit hanya membayar sejumlah tertentu sesuai dengan perjanjian. Akan tetapi variabel ini menjadi standar karena pada kenyataannya hanya ada beberapa kelompok buruh tanam. Setiap kelompok memiliki jumlah anggota tertentu yang akan bekerja untuk menanam padi. Jumlah anggota kelompok buruh tani untuk pekerjaan penanaman berkisar antara 15 hingga 25 orang. Karena itu, meskipun penggarap lahan tidak membatasi standar penggunaan tenaga kerja penanaman, akan tetapi kelompok buruh tani penanam padi telah membuat standar jumlah kelompok tersendiri sehingga pada akhirnya penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan penanaman menjadi lebih terstandar. Usahatani yang membutuhkan lebih banyak buruh tani adalah usahatani yang menggunakan sistem tanam jajar legowo. Hal ini dikarenakan menurut buruh tani, sistem tanam jajar legowo lebih 57

sulit diterapkan sehingga membutuhkan tenaga kerja lebih banyak. Terdapat kurang dari sepuluh decision making unit yang menggunakan sistem jajar legowo. Penggunaan tenaga kerja panen juga menjadi variabel masukan (input) yang memiliki standar tersendiri. Meskipun tidak ada aturan untuk menyamakan penggunaan tenaga kerja, akan tetapi hanya terdapat tiga sistem panen di daerah tersebut, sistem pertama adalah sistem grabag. Sistem ini banyak digunakan oleh decision making unit dengan alasan biaya yang murah. Sistem ini lebih hemat baik dari segi penggunaan tenaga kerja maupun upah tenaga kerja panen dibandingkan dengan sistem gebod. Sistem kedua adalah sistem gebod. Sistem gebod lebih padat tenaga kerja dibandingkan dengan sisten grabag. Hal ini dikarenakan pada sistem gebod, seluruh kegiatan sejak memotong batang padi hingga merontokkan biji padi dilakukan secara manual sehingga sangat padat tenaga kerja. Sedangkan pada sistem grabag, tenaga kerja manusia yang digunakan hanya untuk memotong batang padi dan perapihan hasil panennya, sedangkan yang merontokkan biji padi dilakukan oleh mesin grabag. Berdasarkan sebaran nilai efisiensi teknis yang diperoleh seluruh decision making unit seperti pada tabel 10, sekitar 50 persen decision making unit memiliki capaian efisiensi teknis dibawah 0,75. Hal ini berarti masih banyak decision making unit yang perlu mengevaluasi usahataninya dan mencari penyebab tinggginya inefisiensi. Hal ini juga dapat menjadi referensi dan menunjukan masih terdapat kemungkinan untuk meningkatkan produksi maupun memperbaiki kombinasi penggunaan masukan (input) oleh decision making unit sehingga dapat mencapai efisiensi teknis. Diharapkan decision making unit yang belum mencapai efisiensi teknis dapat belajar dari decision making unit yang telah mencapai efisiensi teknis untuk dapat membantu usahataninya agar dapat mencapai tingkat efisiensi teknis. Hasil dari efisiensi teknis usahatani padi sawah ini memiliki rataan 0,712. Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Brazdik (2006) yang menganalisis efisiensi teknis di Jawa Barat maka dapat disimpulkan nilai efisinsi teknis relatif yang diperoleh berada pada kisaran yang sama. Terdapat banyak perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Brazdik (2006). Brazdik 58

(2006) menggunakan data panel selama enam musim tanam berupa data sekunder dari Kementerian Pertanian. Hal yang menarik pada Brazdik (2006) adalah penulis menetapkan decision making unit yang tersebar. Karakteristik decision making unit yang menjadi bahan pengamatan heterogen, baik ketinggian, sarana dan prasarana, dan sebagainya. Brazdik (2006) juga melakukan eliminasi terhadap beberapa data yang dianggap menjadi pencilan sehingga dapat menyebabkan kesalahan pada hasilnya. Penelitian yang dilakukan oleh penulis lebih mendekati nilai efisiensi relatif di daerah yang diamati karena penulis menggunakan berbagai variabel seperti karakteristik lahan, pengairan, dan lokasi yang berada di tempat yang sama sehingga lebih tepat untuk dibandingkan. Selain itu data yang digunakan berupa data primer sehingga lebih rinci dan akurat karena bersumber langsung dari decision making unit yang melakukan usahataninya. Tidak ada pengeliminasian data pencilan pada perhitungan efisiensi teknis dalam penelitian ini. Tabel 10. Sebaran Decision Making Unit Berdasarkan Tingkat Pencapaian Efisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah di Desa Kertawinangun Tahun 2011 Nilai Efisiensi Jumlah Decision Making Unit (Orang) Persentase (%) 0 < x 0,1 2 2,6 0,1 < x 0,2 0 0,0 0, 2 < x 0,3 1 1,3 0, 3 < x 0,4 2 2,6 0, 4 < x 0,5 3 3,9 0, 5 < x 0,6 11 14,3 0, 6 < x 0,7 19 24,7 0, 7 < x 0,8 15 19,5 0, 8 < x 0,9 5 6,5 0, 9 < x 1 19 24,7 Jumlah 77 100 59

Dibandingkan dengan penelitian lain yang menganalisis efisiensi teknis padi di negara lain, hasil efisiensi teknis relatif di Desa Kertawinangun yang dilakukan penulis berada pada nilai rata-rata yang relatif sama. Penelitian efisiensi teknis padi yang dilakukan di negara lain yang dibandingkan dalam hal ini adalah penelitian Krasachat (2004) yang menganalisis efisiensi teknis padi sawah di Thailand sebesar 0,77, dan Dhungana et al. (2004) yang menganalisis efisiensi teknis padi di Nepal dengan nilai rata-rata efisiensi 0,76. Penelitian yang dilakukan penulis memiliki beberapa kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Krasachat (2004) dan Dhungana et al. (2004). Seluruh penelitian ini berusaha mengamati usahatani yang memiliki karakteristik yang homogen. Karakteristik yang diperhatikan adalah kesamaan karakteristik lahan seperti topografi, curah hujan, dan tipe lahan. Pengambilan decision making unit dengan karakteristik yang sama dilakukan dengan tujuan agar nilai efisiensi teknis yang dihasilkan dapat mendekati kenyataan dilapangan. Hal lain yang dilakukan untuk menghasilkan nilai efisiensi yang baik juga digunakan data primer dengan harapan adanya kesalahan data karena penggunaan data sekunder dapat diminimalisasi. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian efisiensi teknis padi pada Dhungana et al. (2004) dan Krasachat (2004) adalah kedua penelitian tersebut tidak menggunakan perbandingan pada varietas yang sama. Kedua penelitian tersebut lebih mengutamakan persamaan faktor produksi seperti karakertistik petani dan karakteristik lahan. Kedua penelitian tersebut mengabaikan kemungkinan adanya pengaruh perbedaan varietas yang digunakan terhadap capaian efisiensi. Karena itu, dapat dikatakan penelitian ini memiliki kelebihan memperhatikan adanya kemungkinan varietas mempengaruhi nilai efisiensi sehingga melakukan analisis efisiensi pada setiap varietasnya. Perbedaan lain antara penelitian ini dibandingkan dengan Dhungana et al. (2004) dan Krasachat (2004) adalah penelitian ini tidak memasukan variabel pestisida seperti yang telah dijelaskan pada awal bab ini. Akan tetapi penulis berpikiran bahwa penulis lebih tepat untuk tidak menggunakan variabel pestisida dibandingkan dengan memasukan variabel pestisida sebagai nilai dari perkalian 60

antara nominal harga dengan kuantitas pestisida. Penelitian Dhungana et al. (2004) dan Krasachat (2004) menggunakan variabel harga dari pestisida yang digunakan usaatani sebagai salah satu variabel masukan (input). 6.1.2. Analisis Efisiensi Teknis Varietas Ciherang Analisis efisiensi teknis padi sawah varietas Ciherang dilakukan pada 16 decision making unit. Data yang diolah terdapat pada lampiran 1. Data pada lampiran 1 yang digunakan hanya data hasil panen sebagai keluaran (output) (Y), dan variabel masukan (input) yang digunakan adalah pupuk (X1), bibit (X2), tenaga kerja luar keluarga (X3), tenaga kerja dalam keluarga (X4), tenaga kerja mesin (X5) dan luasan lahan (X6) pada decision making unit yang menggunakan varietas Ciherang. Data lain yang terdapat pada lampiran 1 digunakan dalam memberikan penjelasan hasil keluaran dari nilai efisiensi teknis usahataninya. Penilaian terhadap efisiensi teknis berdasarkan varietas dilakukan berdasarkan asumsi setiap varietas memiliki karakteristik tersendiri, seperti kebutuhan masukan (input) yang diberikan, kerentanan terhadap hama dan penyakit, produktivitas, dan lain sebagainya. Penilaian efisiensi pervarietas dilakukan dengan tujuan mendapatkan keterangan nilai efisiensi teknis dari decision making unit yang menggunakan variabel-variabel yang semakin terstandardisasi. Penilaian ini juga dilakukan untuk menguji hipotesis terdapat kemungkinan ada decision making unit yang tidak mencapai efisiensi teknis ketika dibandingkan seluruh varietas namun masih mencapai efisiensi teknis ketika dibandingkan dengan decision making unit lain dengan varietas yang sama. Hasil olahan efisiensi teknis usahatani padi sawah varietas Ciherang terdapat pada gambar 3. Berdasarkan hasil olahan software DEAP 2.1, diperoleh 7 dari 16 decision making unit mencapai efisiensi teknis varietas Ciherang. Meskipun tidak ada decision making unit yang mencapai efisiensi pada perbandingan seluruh varietas, terlihat bahwa apabila dibandingkan antarvarietas Ciherang, rataan efisiensi yang dicapai justru lebih besar dari rataan perbandingan efisiensi seluruh varietas. Nilai rataan dari efisiensi teknis varietas Ciherang adalah 0,877, dengan capaian efisiensi terendah 0,6. Berdasarkan karakteristik decision making unit, 61

tidak terlihat terdapat suatu pola tertentu pada decision making unit yang mencapai efisiensi teknis perbandingan varietas Ciherang. Dilihat baik dari karakteristik usia, pengalaman bertani, pendidikan, maupun status kepemilikan lahan, decision making unit yang mencapai efisiensi teknis pada varietas ini tersebar, mulai dari yang berusia muda dengan pengalaman bertani sepuluh tahun hingga decision making unit yang menghabiskan setengah dari hidupnya untuk bertani. Berdasarkan tingkat pendidikan, tidak ada pola decision making unit yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan memiliki efisiensi teknis yang lebih tinggi. Gambar 3. Efisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah Varietas Ciherang Desa Kertawinangun, Kabupaten Indramayu Tahun 2011 Terdapat hipotesis nilai efisiensi teknis yang dicapai decision making unit juga dipengaruhi oleh karakteristik petani. Karena itu, pembahasan selanjutnya mencoba memaparkan mengenai nilai efisiensi dan karakteristik decision making unit. Karakteristik decision making unit yang mencapai efisiensi teknis pada perbandingan varietas Ciherang dapat dilihat pada tabel 11. Berdasarkan tabel 1, decision making unit pertama yang mencapai efisiensi teknis pada perbandingan varietas Ciherang berusia diatas 40 tahun dengan 62

pengalaman bertani lebih dari 20 tahun. Efisiensi teknis mampu dicapai decision making unit ini meskipun tidak menempuh pendidikan formal. Diduga decision making unit ini dapat mencapai efisiensi teknis pada perbandingan varietas Ciherang karena produktivitas decision making unit ini diatas rata-rata produktivitas varietas Ciherang. Selain itu, dilihat dari penggunaan masukan (input), decision making unit ini menggunakan variabel pupuk, tenaga kerja dalam keluarga, tenaga kerja luar keluarga, dan tenaga kerja mesin dibawah rataan penggunaan masukan (input) seluruh decision making unit yang membudidayakan varietas Ciherang. Hanya variabel masukan (input) bibit yang digunakan decision making unit ini yang penggunaannya diatas rataan penggunaan masukan (input) dalam varietas Ciherang. Tabel 11. Karakteristik Decision Making Unit yang Mencapai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Ciherang di Desa Kertawinangun Tahun 2011 Efisiensi Jenis Usia Pengalaman Lama Pendidikan No DMU Seluruh Kelamin (Tahun) Bertani (Tahun) Formal (Tahun) Varietas 1 2 1 45 20 0 0,74 2 34 1 85 70 0 0,981 3 37 0 40 20 3 0,695 4 46 0 50 5 16 0,941 5 54 1 32 4 14 0,764 6 73 1 28 10 6 0,972 7 74 1 55 42 0 0,773 Keterangan: 1= Laki-laki; 0= Perempuan Meskipun berusia diatas 80 tahun dengan pengalaman bertani lebih dari 50 tahun, decision making unit kedua dapat mencapai efisiensi teknis. Seperti decision making unit pertama, decision making unit ini tidak menempuh pendidikan formal. Produktivitas dari hasil decision making unit ini diatas ratarata dibandingkan dengan decision making unit lain yang membudidayakan varietas Ciherang. Hal ini dapat menjadi faktor yang mengakibatkan decision 63

making unit ini mencapai efisiensi teknis pada varietas Ciherang. Dilihat dari penggunaan masukan (input), decision making unit ini menggunakan tenaga kerja baik dalam keluarga maupun luar keluarga lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata decision making unit varietas Ciherang. tidak turun langsung untuk mengerjakan berbagai pekerjaan yang biasanya juga dikerjakan oleh penggarap lahan menyebabkan decision making unit ini menggunakan tenaga kerja dalam keluarga yang lebih sedikit dibandingkan dengan decision making unit lain. Hal ini disebabkan usia decision making unit yang diatas 80 tahun sehingga decision making unit lebih mempercayakan kegiatan usahataninya untuk dilakukan oleh tenaga kerja luar keluarga. Berdasarkan penggunaan tenaga kerja luar keluarga, decision making unit ini menggunakan tenaga kerja luar keluarga dibawah ratarata varietas Ciherang disebabkan beberapa hal, diantaranya decision making unit ini menggunakan herbisida sehingga decision making unit ini tidak melakukan kegiatan pengendalian gulma secara manual. Meskipun menggunakan tenaga kerja lebih sedikit, diduga usahatani decision making unit ini memiliki produktivitas yang tinggi dikarenakan tingginya intensitas pemberian pestisida sehingga tetap menjaga tanamannya dari serangan hama dan penyakit. Berdasarkan tabel 1, decision making unit ketiga yang mencapai efisiensi teknis perbandingan varietas Ciherang berusia 40 tahun, dengan pengalaman bertani 20 tahun. Dilihat dari produktivitas, decision making unit ini produktivitasnya berada dibawah rata-rata decision making unit yang membudidayakan varietas Ciherang. Diduga decision making unit ini mampu mencapai efisiensi teknis perbandingan varietas dikarenakan penggunaan tenaga kerja baik dalam keluarga maupun luar keluarga yang rendah. Pengaplikasian pestisida dari decision making unit ini lebih rendah dibandingkan dengan decision making unit kedua. Rendahnya penggunaan tenaga kerja dan pemberian pestisida diduga mengakibatkan produktivitas dari usahataninya dibawah rata-rata. Pembudidaya yang berusia 50 tahun dengan pengalaman bertani selama lima tahun menjadi decision making unit keempat yang mencapai efisiensi teknis. Bagi decision making unit ini bertani bukanlah pekerjaan utama, dan pekerjaan bertani baru dijalankan setelah menikah dengan seorang petani. Karena itu 64

decision making unit ini hanya memiliki pengalaman bertani selama lima tahun. pekerjaan lain yang dimiliki decision making unit ini menyebabkan decision making unit tidak turun langsung untuk menjalankan usahataninya. Hal yang dilakukan decision making unit ini sebagai petani penggarap hanyalah mengatur buruh tani untuk mengolah lahan garapannya. Produktivitas dari usahatani decision making unit keempat yang mencapai efisiensi teknis berada dibawah produktivitas rata-rata varietas Ciherang. Meskipun begitu, decision making unit ini menggunakan bibit, pupuk, dan tenaga kerja dalam keluarga yang lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata decision making unit varietas Ciherang. Berdasarkan hasil wawancara, decision making unit ini memutuskan untuk menggunakan pupuk dibawah rata-rata adalah karena pengetahuan decision making unit yang luas. Diduga decision making unit ini memiliki pengetahuan yang lebih luas dikarenakan lama pendidikan formal yang ditempuh dan pekerjaan decision making unit mempengaruhi sikap decision making unit dalam mengambil keputusan. Pupuk adalah salah satu variabel yang banyak digunakan secara berlebihan oleh decision making unit lain dengan alasan agar hasil yang diperoleh lebih tinggi, sedangkan bibit digunakan berlebih dengan alasan agar tidak kekurangan saat penyiangan. Meskipun decision making unit lain berpikiran demikian, decision making unit ini mengatakan bahwa penggunaan pupuk secara berlebihan tidak baik bagi usahataninya dan tidak berdampak signifikan sehingga decision making unit tersebut menggunakan dosis yang rendah. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga jelas lebih rendah karena decision making unit banyak tidak turun langsung membantu kegiatan usahataninya. Petani berusia 32 tahun dengan pengalaman bertani empat tahun menjadi decision making unit kelima yang mencapai efisiensi teknis varietas Ciherang. Produktivitas dari decision making unit ini berada diatas rata-rata produktivitas varietas Ciherang. Produktivitas yang tinggi dengan menggunakan masukan (input) seperti pupuk, bibit, dan tenaga kerja mesin dibawah rata-rata decision making unit lain yang membudidayakan varietas Ciherang membuat decision making unit ini mampu mencapai efisiensi teknis. Diduga decision making unit 65

ini memiliki produktivitas yang tinggi meskipun penggunaan masukan (input) rendah karena tingginya intensitas penggunaan tenaga kerja manusia. Meskipun penggunaan masukan (input) seperti bibit dan pupuk rendah, akan tetapi dengan perawatan oleh manusia maka dapat mengahasilkan produksi yang tinggi. Kecilnya luasan lahan yang diusahakan dapat menjadi faktor yang menyebabkan dapat intensifnya perawatan yang dilakukan oleh petani penggarap sehingga produksinya dapat tinggi. Pembudidaya berusia 28 tahun dengan pengalaman bertani 10 tahun menjadi decision making unit keenam yang mencapai efisiensi teknis varietas Ciherang. Produktivitas decision making unit ini tertinggi dibandingkan decision making unit pembudidaya varietas Ciherang. Penggunaan tenaga kerja manusia dibawah rata-rata penggunaan decision making unit lain menunjang decision making unit ini mencapai efisiensi teknis. Diduga hal ini yang mempengaruhi decision making unit ini dapat mencapai efisiensi teknis. Petani berusia 55 tahun, dengan pengalaman bertani 40 tahun menjadi responden terakhir yang mencapai efisiensi teknis varietas Ciherang di Desa Kertawinangun. Berdasarkan produktivitas, decision making unit ini produktivitasnya berada sedikit diatas produktivitas rata-rata decision making unit varietas Ciherang. Penggunaan seluruh variabel kecuali tenaga kerja mesin dibawah rata-rata decision making unit lain diduga mempengaruhi decision making unit mencapai efisiensi teknis. 6.1.3. Analisis Efisiensi Teknis Varietas Denok Analisis efisiensi teknis padi sawah varietas Denok dilakukan dengan 39 decision making unit. Data yang diolah seperti pada lampiran 1. Data pada lampiran 1 yang digunakan hanya data hasil panen sebagai keluaran (output) (Y), dan variabel masukan (input) yang digunakan adalah pupuk (X1), bibit (X2), tenaga kerja luar keluarga (X3), tenaga kerja dalam keluarga (X4), tenaga kerja mesin (X5) dan luasan lahan (X6) pada decision making unit yang menggunakan varietas Denok. Data lain yang terdapat pada lampiran 1 digunakan dalam memberikan penjelasan hasil keluaran dari nilai efisiensi tekn is usahataninya. 66

Hasil olahan efisiensi teknis pada varietas Denok terlihat pada gambar 4. Berdasarkan gambar tersebut terlihat 10 dari 39 decision making unit mencapai efisiensi teknis. Decision making unit yang mencapai efisiensi teknis memiliki karakteristik yang beragam, baik dilihat dari segi usia, pengalaman bertani, maupun pendidikan. Gambar 4. Efisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah Varietas Denok Desa Kertawinangun, Kabupaten Indramayu Tahun 2011 Terdapat hipotesis nilai efisiensi teknis yang dicapai Decision Making Unit juga dipengaruhi oleh karakteristik petani. Karena itu, pembahasan selanjutnya mencoba memaparkan mengenai nilai efisiensi dan decision making unit. Karakteristik decision making unit yang mencapai efisiensi teknis pada perbandingan varietas Denok dapat dilihat pada tabel 12. Pembudidaya pertama yang mencapai efisiensi teknis berusia 34 tahun dengan pengalaman bertani tiga tahun. Pendidikan formal selama 12 tahun. Hasil panen decision making unit ini berada diatas rata-rata hasil panen decision making unit yang membudidayakan varietas Denok. Selain tingginya hasil panen, decision making unit ini juga didukung dengan penggunaan masukan (input) bibit dibawah rata-rata penggunaan masukan (input) oleh decision making unit lain yang membudidayakan varietas Denok. Hal ini diduga menjadi faktor yang 67

mendukung decision making unit ini dapat mencapai efisiensi teknis varietas Denok. Petani kedua yang mencapai efisiensi teknis berusia 28 tahun dengan lama bertani empat tahun. Lama pendidikan formal yang ditempuh decision making unit ini adalah 12 tahun. Seperti decision making unit pertama, hasil panen decision making unit ini diatas rata-rata hasil panen decision making unit pembudidaya veriates Denok. Perbedaannya adalah decision making unit ini menggunakan pupuk, bibit, dan tenaga kerja dalam keluarga dibawah rata-rata pembudidaya Denok. Tabel 12. Karakteristik Decision Making Unit yang Mencapai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Denok di Desa Kertawinangun Tahun 2011 Lama Efisiensi Jenis Usia Pengalaman No DMU Pendidikan Seluruh Kelamin (Tahun) Bertani (Tahun) Formal (Tahun) Varietas 1 1 1 40 20 0 1 2 3 1 35 15 9 1 3 7 1 42 25 0 1 4 12 1 60 9 1 1 5 14 1 60 50 0 1 6 15 1 39 20 5 0,980 7 21 1 34 3 12 0,919 8 22 1 28 4 12 1 9 62 1 50 30 6 1 10 72 0 32 15 6 0,966 Keterangan: 1= Laki-laki; 0= Perempuan 6.1.4. Analisis Efisiensi Teknis Varietas Mekongga Analisis efisiensi teknis padi sawah varietas Mekongga dilakukan pada 20 decision making unit. Data yang diolah terdapat pada lampiran 1. Data pada lampiran 1 yang digunakan hanya data hasil panen sebagai keluaran (output) (Y), dan variabel masukan (input) yang digunakan adalah pupuk (X1), bibit (X2), tenaga kerja luar keluarga (X3), tenaga kerja dalam keluarga (X4), tenaga kerja 68

mesin (X5) dan luasan lahan (X6) pada decision making unit yang menggunakan varietas Mekongga. Data lain yang terdapat pada lampiran 1 digunakan dalam memberikan penjelasan hasil keluaran dari nilai efisiensi teknis usahataninya. Hasil olahan efisiensi teknis pengolahan efisiensi teknis pada varietas Mekongga terlihat pada gambar 5. Berdasarkan gambar tersebut terlihat empat dari 20 decision making unit mencapai efisiensi teknis. Seluruh decision making unit yang mencapai efisiensi teknis pada varietas Mekongga berusia diatas 40 tahun dengan pengalaman bertani diatas 20 tahun. Decision making unit yang mencapai efisiensi teknis varietas Mekongga menempuh pendidikan formal paling lama sembilan tahun. Terdapat tiga decision making unit yang mencapai efisiensi teknis baik keseluruhan varietas maupun dalam varietas Mekongga. Berdasarkan keseluruhan perbandingan pervarietas, dapat disimpulkan bahwa decision making unit yang mencapai efisiensi teknis pada perbandingan seluruh varietas akan mencapai efisiensi teknis pada perbandingan pervarietasnya. Decision making unit pertama yang mencapai efisiensi teknis varietas Mekongga adalah decision making unit yang berusia 55 tahun dengan pengalaman bertani 40 tahun. Diantara decision making unit yang mencapai efisiensi varietas Mekongga, decision making unit ini adalah satu-satunya decision making unit yang tidak menempuh pendidikan formal. Decision making unit ini masih belum mencapai efisiensi teknis pada perbandingan seluruh varietas. Produktivitas decision making unit ini berada dibawah rata-rata produktivitas pembudidaya varietas Mekongga. Besarnya luasan lahan yang digarap dapat menjadi faktor yang menyebabkan decision making unit ini dapat mencapai efisiensi teknis. Selain itu, penggunaan pupuk, tenaga kerja dalam keluarga, dan tenaga kerja mesin yang lebih rendah dibandingkan dengan decision making unit yang membudidayakan varietas Mekongga dapat semakin menunjang decision making unit ini untuk dapat mencapai efisiensi teknis varietas Mekongga. Decision making unit ini dapat mencapai penggunaan tenaga kerja manusia yang lebih rendah karena luasan lahan yang digarap lebih besar dari lima hektar. Hal ini 69

menyebabkan ketika dirata-rata perhektar, maka penggunaan tenaga kerja manusia bisa lebih rendah. Gambar 5. Efisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah Varietas Mekongga Desa Kertawinangun, Kabupaten Indramayu Tahun 2011 Terdapat hipotesis nilai efisiensi teknis yang dicapai Decision Making Unit juga dipengaruhi oleh karakteristik petani. Karena itu, pembahasan selanjutnya mencoba memaparkan mengenai nilai efisiensi dan decision making unit. Karakteristik decision making unit yang mencapai efisiensi teknis pada perbandingan varietas Mekongga dapat dilihat pada tabel 13. Tabel 13. Karakteristik Decision Making Unit yang Mencapai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Mekongga di Desa Kertawinangun Tahun 2011 No DMU Jenis Kelamin Usia (Tahun) Pengalaman Bertani (Tahun) Lama Pendidikan Formal (Tahun) Efisiensi Seluruh Varietas 1 59 1 63 51 6 1 2 64 0 40 25 2 1 3 69 1 55 40 0 0,815 4 75 1 47 23 9 1 Keterangan: 1= Laki-laki; 0= Perempuan 70

Decision making unit pertama yang mencapai efisiensi teknis adalah decision making unit dengan usia 63 tahun dengan pengalaman bertani 23 tahun. Decision making unit ini menempuh pendidikan formal hingga tamat sekolah dasar atau pendidikan lain yang sederajat. Produktivitas dari usahatani decision making unit ini paling tinggi dibandingkan dengan decision making unit lain yang mencapai efisiensi tertinggi. Decision making unit ini juga ditunjang dengan penggunaan tenaga kerja yang lebih hemat dibandingkan dengan rata-rata pembudidaya Mekongga, baik tenaga kerja dalam keluarga, luar keluarga, maupun tenaga kerja mesin. Hal yang menyebabkan decision making unit ini dapat menggunakan tenaga kerja lebih sedikit adalah penggunaan herbisida yang mengurangi penggunaan tenaga manusia untuk pengendalian gulma serta panen yang menggunakan sistem grabag yang menghemat tenaga kerja manusia. Decision making unit kedua yang mencapai efisiensi teknis adalah decision making unit berusia 40 tahun dengan pengalaman bertani lebih dari 20 tahun. Pendidikan formal ditempuh decision making unit selama dua tahun. Produktivitas usahataninya berada diatas rata-rata pembudidayas varietas Mekongga. Hanya variabel bibit sebagai masukan (input) yang digunakan oleh decision making unit dan berada dibawah rata-rata decision making unit pembudidaya Mekongga. Faktor yang menyebabkan decision making unit ini menggunakan tenaga kerja manusia diatas rataan penggunaan decision making unit dengan varietas Mekongga adalah decision making unit ini melakukan pengendalian gulma secara manual dengan tenaga kerja manusia. Selain itu, decision making unit mengaplikasikan pestisida msepuluh kali sehingga membutuhkan tenaga kerja lebih banyak. Decision making unit ketiga yang mencapai efisiensi teknis adalah decision making unit berusia 55 tahun dengan pengalaman bertani lebih dari 20 tahun. Pendidikan formal tidak ditempuh decision making unit ini. Produktivitas usahataninya berada diatas rata-rata pembudidayas varietas Mekongga. Hanya variabel bibit sebagai masukan (input) yang digunakan oleh decision making unit dan berada dibawah rata-rata decision making unit pembudidaya Mekongga. Faktor yang menyebabkan decision making unit ini menggunakan tenaga kerja 71

manusia diatas rataan penggunaan decision making unit dengan varietas Mekongga adalah decision making unit ini melakukan pengendalian gulma secara manual dengan tenaga kerja manusia. Selain itu, decision making unit mengaplikasikan pestisida msepuluh kali sehingga membutuhkan tenaga kerja lebih banyak. Decision making unit keempat yang mencapai efisiensi teknis adalah decision making unit yang berusia 47 tahun dengan pengalaman bertani selama 23 tahun. Decision making unit ini adalah satu-satunya decision making unit yang bertempat tinggal di luar Desa Kertawinangun. Lama pendidikan formal yang ditempuh oleh decision making unit ini paling lama dibandingkan dengan decision making unit lain yang mencapai efisiensi teknis varietas Mekongga. Karena itu, meskipun pengalaman bertani decision making unit ini paling rendah dibanding decision making unit lain yang mencapai efisiensi teknis, decision making unit ini tetap dapat mencapai skala efisien. Produktivitas usahataninya diatas rata-rata decision making unit yang mencapai efisensi teknis varietas Mekongga. Selain tingginya produksi, usahataninya juga ditunjang dengan penggunaan bibit, tenaga kerja luar keluarga, dan tenaga kerja mesin dibawah rata-rata penggunaan decision making unit lain yang mencapai efisiensi teknis pada varietas Mekongga. Alasan utama decision making unit ini menggunakan bibit dibawah rata-rata adalah petani lain yang bertani disekitar lahan decision making unit memiliki kecenderungan menggunakan bibit secara berlebih sehingga akhirnya banyak bibit yang terbuang. Decision making unit ini memanfaatkan kelebihan bibit dari petani lain sehingga dapat menekan biaya bibit yang seharusnya dikeluarkan. 6.2. Analisis Hubungan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Setiap Varietas Analisis hubungan antara nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan pervarietas dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara nilai efisiensi yang dicapai decision making unit ketika dibandingkan dengan seluruh varietas dan perbandingan antarvarietasnya. Analisis ini dilakukan atas temuan adanya decision making unit 72

yang tidak mencapai efisiensi teknis pada perbandingan seluruh varietas namun ketika dibandingkan dengan decision making unit lain yang mengusahakan varietas yang sama decision making unit tersebut mencapai efisiensi teknis. Pengujian adanya hubungan antara nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi decision making unit tersebut saat dibandingkan dengan varietasnya dilakukan menggunakan uji Rank Spearman. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui keeratan hubungan, arah hubungan yang terjadi, dan signifikansi dari hubungan antara kedua variabel yang dibandingkan. Pengujian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara (a) nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan varietas Ciherang, (b) nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan varietas Denok, dan (c) nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan varietas Mekongga. Hasil pengujian Rank Spearman ditampilkan pada tabel 14. Tabel 14. Hasil Analisis Hubungan antara Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan pervarietas Padi Sawah menggunakan Rank Spearman di Desa Kertawinangun Musim Kering Tahun 2011 Hubungan Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Korelasi Rank Signifikansi Spearman Arah Korelasi Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi Perbandingan Varietas Ciherang Perbandingan Varietas Denok Perbandingan Varietas Mekongga 0,88 0 0,92 3 0,93 2 Korelasi Sangat Erat Korelasi Sangat Erat Korelasi Sangat Erat Positif 0,000 Signifikan Positif 0,000 Signifikan Positif 0,000 Signifikan Berdasarkan tabel 11, terlihat bahwa nilai korelasi Rank Spearman dari ketiga perbandingan lebih besar dari 0,800. Hal ini menunjukan bahwa hubungan antara nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan pervarietas memiliki keeratan yang sangat kuat. Arah 73

korelasi yang positif menunjukan bahwa terdapat hubungan berbanding lurus antara nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan pervarietas. Nilai signifikansi dari ketiga pengujian yang bernilai 0,000 menunjukan bahwa hubungan antara nilai efisiensi teknis perbandingan selurh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan pervarietas signifikan. Hasil pengujian signifikansi dari hubungan antara nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan pervarietas yang signifikan menjadi dasar dilakukannya analisis lebih lanjut terhadap tren yang ada pada masing-masing perbandingan. Analisis tren dilakukan untuk mengetahui pemetaan masing-masing decision making unit pada gambar hubungan antara efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan pervarietas. 6.2.1. Analisis Hubungan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Ciherang Hubungan tren antara nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi dengan perbandingan varietas Ciherang terlihat pada gambar 6. berdasarkan gambar 6, terlihat bahwa nilai efisiensi teknis yang diperoleh pada perbandingan varietas Ciherang tersebar pada selang efisiensi 0,6-1,0. Tren hubungan antara nilai efisiensi teknis pada perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis pada perbandingan pervarietas meningkat seperti terlihat pada gambar 6. Hal ini sesuai dengan hasil dari pengujian Rank Spearman yang dilakukan. Dapat disimpulkan bahwa decision making unit yang mencapai efisiensi teknis pada perbandingan seluruh varietas akan mencapai efisiensi teknis juga pada perbandingan pervarietas. Selain itu, terlihat bahwa ada decision making unit yang tidak mencapai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas akan tetapi mencapai efisiensi teknis ketika dibandingkan dalam varietas yang sama. 74

Gambar 6. Gambar Hubungan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Ciherang di Desa Kertawinangun 2011 6.2.2. Analisis Hubungan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Denok Hubungan antara nilai efisiensi teknis seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis varietas Denok terlihat pada gambar 7. Tren hubungan antara nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan varietas Denok berbanding lurus. Hal ini sesuai dengan hubungan hasil pengujian menggunakan Rank Spearman. Terdapat satu decision making unit yang menjadi pencilan pada varietas Denok. Decision making unit tersebut berada pada kuartil bawah baik pada perbandingan seluruh varietas maupun perbandingan varietas Denok. Berdasarkan gambar 7 terlihat bahwa terdapat decision making unit yang tidak mencapai efisiensi teknis pada perbandingan seluruh varietas dapat mencapai efisiensi teknis pada perbandingan varietas. Pola ini sama seperti yang terlihat pada varietas Ciherang. 75

Gambar 7. Gambar Hubungan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Denok di Desa Kertawinangun Tahun 2011 6.2.3. Analisis Hubungan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Mekongga Hubungan antara nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan varietas Mekongga terlihat pada gambar 8. Terdapat kesamaan hubungan antara efisiensi perbandingan seluruh varietas dengan efisiensi teknis perbandingan antara varietas pada perbandingan varietas Ciherang, Denok, dan Mekongga. Tren hubungan antara efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan perbandingan antarvarietas berbanding lurus. Hal ini sesuai dengan tren berdasarkan pengujian Rank Spearman. Arti dari tren ini adalah decision making unit yang memperoleh nilai efisiensi teknis yang tinggi pada perbandingan seluruh varietas maka ketika dibandingkan kedalam varietas, maka nilai efisiensi teknisnya akan tinggi pula. Decision making unit yang mencapai efisiensi teknis pada perbandingan selurh varietas akan mencapai efisiensi teknis pada perbandingan antarvarietas. Selain itu, terdapat decision making unit yang tidak mencapai efisiensi teknis pada 76

perbandingan seluruh varietas akan tetapi mampu mencapai efisiensi teknis ketika dibandingkan dalam varietasnya. Gambar 8. Gambar Hubungan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Mekongga di Desa Kertawinangun 2011 6.3. Analisis Hubungan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan pervarietas dengan Karakteristik Decision making unit Analisis hubungan antara nilai efisinsi teknis perbandingan masing-masing varietas dengan karakteristik decision making unit dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pola tertetu pada decision making unit berdasarkan karakteristiknya. Manfaat dari mengetahui adanya pola tertentu pada hubungan antara nilai efisiensi teknis dengan karaktersitik decision making unit adalah sebagai referensi dalam menentukan saran bagi pengembangan kebijakan agribisnis padi sawah dimasa yang akan datang. Karakteristik decision making unit menjadi faktor yang perlu diperhatikan karena sifat-sifat tertentu dari petani akan mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan saat menjalankan usahataninya. 77

Karakteristik decision making unit yang dianalisis adalah lama pendidikan formal, usia, pengalaman bertani, dan status kepemilikan lahan. Dasar digunakannya karakteristik lama pendidikan formal yang ditempuh decision making unit adalah adanya dugaan bahwa lama pendidikan formal yang ditempuh memiliki hubungan dengan nilai efisiensi yang dicapai. Diduga latar belakang pendidikan mempengaruhi keputusan petani dalam menjalankan usahatani sehingga decision making unit yang menempuh pendidikan formal lebih tinggi akan mencapai nilai efisiensi teknis yang tinggi. Hal ini disebabkan banyaknya pendidikan formal akan membuka wawasan decision making unit untuk menjalankan usahanya lebih baik dibandingkan dengan decision making unit yang menempuh pendidikan formal yang lebih singkat. Diduga variabel usia decision making unit akan memiliki hubungan dengan nilai efisiensi teknis. Faktor usia diperkirakan memiliki hubungan dengan pengalaman usahatani. Hal ini didasari sebagian besar decision making unit mengusahakan usahatani padi sawah sejak menginjak usia belasan tahun. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan decision making unit yang berusia lebih tua memiliki pengalaman bertani lebih banyak. Pengalaman bertani menjadi penting karena akan berpengaruh terhadap sikap petani. Keputusan yang dapat dipengaruhi oleh sikap petani diantaranya keputusan untuk menggunakan faktor produksi tertentu baik kuantitas maupun kualitas. Penggunaan faktor produksi pada akhirnya akan mempengaruhi nilai efisiensi yang dicapai. Karena itu, diduga variabel usia memiliki hubungan dengan nilai efisiensi teknis yang dicapai. Faktor pengalaman bertani diduga memiliki hubungan dengan nilai efisiensi teknis yang dicapai. Pengalaman bertani membantu petani dalam menjalankan usahataninya. Petani dengan pengalaman bertani yang baik akan memiliki pengetahuan yang lebih baik jika dihadapkan dengan situasi yang sulit pada usahataninya dibandingkan dengan petani yang belum berpengalaman. Pengetahuan yang dimiliki dapat membantu petani untuk lebih stabil dalam mencapai efisiensi teknis. Karena itu, diduga variabel pengalaman bertani memiliki hubungan dengan nilai efisiensi teknis yang dicapai. 78

Faktor status kepemilikan lahan diduga memiliki hubungan dengan nilai efisiensi teknis yang dicapai. Terdapat kemungkinan decision making unit yang menggunakan lahan sewa lebih termotivasi untuk mencapai efisiensi dan mendapatkan keuntungan dikarenakan adanya beban untuk membayar sewa lahan. Nilai efisiensi teknis yang digunakan untuk diuji hubungan dengan variabel karakteristik decision making unit adalah nilai efisiensi teknis perbandingan setiap varietas. Hal ini didasarkan pada asumsi setiap varietas memiliki karakteristik tersendiri sehingga terdapat kemungkinan decision making unit memiliki preferensi tersendiri terkait varietas yang digunakan. Selain itu, ruang lingkup yang lebih sempit pada perbandingan pervarietas diharapkan dapat menunjukan hubungan yang lebih mendekati kenyataan dilapangan. Variabel karakteristik decision making unit yang diduga memiliki hubungan dengan nilai efisiensi yang dicapai kemudian diuji dengan Rank Spearman. Pengujian ini bertujuan mengetahui adanya hubungan, tingkat keeratan, arah hubungan, dan signifikansi kedua variabel. Terdapat satu variabel yang tidak diuji dengan Rank Spearman, yaitu variabel status kepemilikan lahan. Hal ini disebabkan status kepemilikan lahan tidak mencapai skala ordinal sehingga tidak dilakukan pengujian Rank Spearman. Hasil pengujian hubungan nilai efisiensi teknis perbandingan varietas dengan karakteristik decision making unit disajikan pada tabel 15. Berdasarkan pengujian Rank Spearman, terlihat hubungan keeratan antara nilai efisiensi teknis perbandingan varietas dengan karakteristik decision making unit tergolong lemah. Hal ini terlihat dari nilai koefisien korelasi Rank Spearman yang lebih rendah dari 0,400. Selain itu, berdasarkan nilai signifikansi, tidak ada perbandingan yang signifikan diantara seluruh variabel yang dibandingkan. Diduga terdapat beberapa faktor yang menyebabkan tidak ada hubungan antara pendidikan formal yang ditempuh dengan nilai efisiensi teknis yang dicapai. Faktor yang diduga menyebabkan tidak adanya hubungan antara efisiensei teknis dengan pendidikan formal yang ditempuh adalah tidak ada atau sangat sedikit bagian dari pendidikan formal yang memuat pelajaran mengenai bertani. Hal ini mengakibatkan pada akhirnya pengetahuan mengenai bertani 79