Cendana Medical Journal, Jilid 1, Nomor 1, Agustus 2013 KETERSEDIAAN JAMBAN SEHAT DI RUMAH DAN ANGKA KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS SIKUMANA ABSTRAK Rudolf N. A. A. Ceme, Koamesah S. M. J, Etty Dedy M.A Diare adalah salah satu masalah kesehatan yang utama, baik diinjau dari segi kesakitan maupun kematian. Banyak faktor risiko yang diduga menyebabkan terjadinya penyakit diare pada balita. Salah satu faktor yang diduga menyebabkan terjadinya penyakit diare antara lain faktor lingkungan khususnya sanitasi jamban Pembuangan tinja yang tidak saniter memudahkan terjadinya penyebaran penyakit tertentu yang penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare.penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran ketersediaan jamban sehat di rumah terhadap angka kejadian diare pada balita di Kelurahan Sikumana dengan masa penelitian mulai bulan Oktober sampai dengan November 2011. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dimana populasi diambil berdasarkan data dari Puskesmas Sikumana selama 3 (tiga) bulan terakhir kemudian dilakukan perhitungan menggunakan rumus Taro Yamane untuk penetapan sampel. Sampel yang diperoleh diambil secara random. Metode penelitian yang digunakan memanfaatkan data primer berupa pembagian kuesioner dan penilaian keadaan jamban menggunakan lembar observasi. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa seluruh responden yang berjumlah 86 rumah semuanya memiliki jamban dan sebagian besar responden telah memiliki jamban yang sehat tetapi masih banyak responden yang sering membuang tinja balitanya di kebun atau pekarangan rumah. Masalah lain yang ditemukan adalah masih banyaknya responden yang menggunakan jamban cemplung dan lantai yang tidak kedap air sehingga memudahkan kuman penyebab diare untuk berkembang biak. Hal tersebut diatas diduga menjadi faktor penyebab munculnya masalah diare pada balita di Kelurahan Sikumana selain masalah kebiasaan responden dalam hal sanitasi jamban. Peneliti juga menduga masih ada faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini tetapi mempunyai pengaruh yang kuat selain ketersediaan jamban sehat terhadap angka kejadian diare pada balita di Kelurahan Sikumana. Kata kunci: diare, jamban sehat, balita Diare adalah salah satu masalah kesehatan yang utama, baik diinjau dari segi kesakitan maupun kematian. Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita dan nomor 3 bagi bayi serta nomor 5 bagi semua umur. Setiap anak di Indonesia mengalami episode diare sebanyak 1,6 2 kali per tahun. Data terakhir dari depkes menunjukkan bahwa diare menjadi penyakit pembunuh kedua balita di Indonesia setelah radang paru-paru atau pneumonia. Tempat pembuangan tinja juga merupakan sarana sanitasi yang penting berkaitan dengan kejadian diare (Depkes, 2000). Menurut Irianto dkk (1996) bahwa tempat pembuangan tinja yang tidak saniter akan memperpendek rantai penularan penyakit diare. Di Kota Kupang pada tahun 2010 tercatat 7.860 penderita, adapun golongan umur balita tercatat 4396 penderita. Menurut data Dinas Kesehatan Kota Kupang pada Tahun 2010, jumlah pasien diare yang dirawat di Puskesmas Sikumana sangatlah tinggi mencapai 998 orang. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis memandang perlu untuk dilakukan penelitian untuk mengetahui dan melihat 77
Ketersediaan Jamban Sehat gambaran faktor lingkungan khususnya sanitasi jamban terhadap angka kejadian diare di Kelurahan Sikumana, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang Tujuan Penelitian Untuk mengetahui gambaran faktor lingkungan dengan angka kejadian diare pada balita di Kelurahan Sikumana, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang. Metode Penelitian Jenis Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan menggunakan metode survei deskriptif analitik dengan tujuan mengamati gambaran ketersediaan jamban yang sehat di rumah dengan angka kejadian diare di Kelurahan Sikumana Kecamatan Maulafa Kota Kupang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita yang terkena diare di Kelurahan Sikumana, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang selama 3 bulan terakhir yaitu sebanyak 110 sampel. Sampel penelitian ditentukan dengan menggunakan rumus Taro Yamane (Imron et al, 2010). Rumus Keterangan: n = jumlah sampel N = jumlah populasi d 2 = Tingkat kesalahan yang ditetapkan (5 %) Penelitian ini menggunakan tingkat kesalahan 5%, sehingga jumlah sampel yang ditarik adalah: n = 86,2745 dibulatkan menjadi 86 orang Pengambilan sampel ini akan dilakukan secara acak dengan cara melakukan pengundian sampai didapatkan sampel yang diinginkan. Cendana Medical Journal, Jilid 1, Nomor 1, Agustus 2013 Cara Pengambilan Data Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. 1. Data primer Data primer diperoleh melalui metode kuesioner dan observasi terhadap responden. 2. Data sekunder Sumber data sekunder diperoleh melalui metode dokumentasi. Metode dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui dan mendapatkan data tentang jumlah balita. Selain itu data sekunder juga dapat diperoleh melalui hasil penelitian lain yang tersusun dalam bentuk buku dan Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran antara ketersediaan jamban sehat di rumah dengan angka kejadian diare pada balita di kelurahan Sikumana. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisa deskriptif menggunakan SPSS 16 terhadap ketersediaan jamban sehat di rumah pada warga Kelurahan Sikumana dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut Karateristik Responden. a. Usia responden Pada penelitian ini umur responden dibagi menjadi 3 yaitu umur 21-30 tahun sebanyak 34 responden ( 39,5 % ), responden yang berumur 31-40 tahun memiliki jumlah yang paling banyak yaitu 50 orang ( 58,1 % ) dan responden yang berumur 41-50 tahun sebanyak 2 orang ( 2,3 % ). Hasil selengkapnya disajikan dalam tabel dan grafik 1 78
Cendana Medical Journal, Jilid 1, Nomor 1, Agustus 2013 Tabel 1. Kareteristik usia responden Usia orang tua balita 21-30 Tahun 34 39,5 31-40 Tahun 50 58,1 41-50 Tahun 2 2,3 Sumber : Data primer peneliti tahun 2011 Grafik 1. Grafik karateristik usia responden Tingkat pendidikan Rendah 24 27,9 Sedang 13 15,1 Tinggi 49 57 Sumber : data primer peneliti tahun 2011 Grafik 2. Karateristik tingkat pendidikan responden b. Pendidikan responden Pada penelitian ini pendidikan responden dibagi dalam 3 kategori yaitu rendah (tidak sekolah/ tidak tamat SD dan tamat SD) sebanyak 24 respnden ( 27,9 % ), sedang (tamat SMP dan tamat SMA) sebanyak 13 responden (15,1 %), dan sebagian besar responden adalah berpendidikan tinggi (Perguruan Tinggi/Akademi) sebanyak 49 responden ( 57 % ). dan grafik 4.2 Tabel 2. Karateristik tingkat pendidikan responden c. Pekerjaan responden Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pekerjaan responden yang paling banyak adalah pegawai negeri yaitu sebanyak 49 responden ( 57 % ), 9 responden ( 10,5 % ) bekerja sebagai pedagang, 7 responden ( 8,1 % ) bekerja di bidang pengangkutan/transportasi, 7 responden ( 8,1 % ) bekerja sebagai buruh bangunan, 8 responden ( 9,3 % ) bekerja sebagai petani, dan 6 responden ( 7,0 % ) bekerja wiraswasta. dan grafik 3. Tabel 3. Karateristik Pekerjaan responden 79
Ketersediaan Jamban Sehat Pekerjaan Pegawai negeri 49 57 Pedagang 9 10,5 Pengangkutan/ transportasi 7 8,1 Buruh bangunan 7 8,1 Petani 8 9,3 Wiraswasta 6 7,0 Sumber : data primer peneliti tahun 2011 Cendana Medical Journal, Jilid 1, Nomor 1, Agustus 2013 Tabel 4. Distribusi karateristik jenis kelamin balita Jenis balita kelamin Laki-laki 51 59,3 Perempuan 35 40,7 Sumber : data primer peneliti tahun 2011 Grafik 4. Distribusi karateristik jenis kelamin balita Grafik 3. Karateristik Pekerjaan responden Karateristik Jenis kelamin balita Berdasarkan hasil penelitian terhadap 86 sampel didapatkan sebanyak 51 balita( 59,3 % ) berjenis kelamin laki-laki dan 35 balita berjenis kelamin perempuan ( 40,7 % ). dan grafik 4. Tersedianya Jamban di rumah Distribusi responden mengenai tersedianya jamban di rumah Hasil penelitian mengenai tersedianya jamban di rumah diperoleh dari hasil kuisioner. Dari hasil penelitian terhadap 86 sampel seluruhnya mempunyai jamban di rumah. Tabel 5. Distribusi responden mengenai tersedianya jamban di rumah Grafik 5. Grafik tersedianya jamban di rumah Ya 86 100 Tidak 0 0 80
Cendana Medical Journal, Jilid 1, Nomor 1, Agustus 2013 Dari tabel dan grafik diatas dapat dilihat bahwa seluruh rumah yang balitanya terkena diare semuanya memiliki jamban. Penyakit diare ditularkan melalui jalur fekal Oral. Itulah sebabnya, ketersediaan jamban di rumah dapat mengurangi resiko terjadinya diare khususnya pada balita. Distribusi jawaban responden mengenai jenis tempat pembuangan tinja Pada penelitian ini jenis tempat pembuangan tinja dibedakan menjadi dua yaitu jamban yang memiliki tangki septik atau lebih dikenal dengan jamban leher angsa dan jenis jamban tanpa tangki septik atau jamban cemplung. Hasil penelitian mengenai jenis tempat pembuangan tinja diperoleh dari hasil kuisioner. Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 6. Distribusi responden mengenai jenis tempat pembuangan tinja tabel dan grafik 6. Jenis tempat pembuangan tinja Jamban leher angsa 57 66,3 Jamban cemplung 29 33,7 Grafik 6. Grafik jenis tempat pembuangan tinja memenuhi syarat kesehatan. Jamban ini berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air, yang berfungsi sebagai sumbat sehingga bau dari jamban tidak tercium dan mencegah masuknya lalat ke dalam lubang. Jamban leher angsa menurut Sukarni (2002), memiliki keuntungan antara lain aman untuk anak-anak dan dapat dibuat di dalam rumah karena tidak menimbulkan bau. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sudah banyak jamban yang dimiliki di rumah merupakan jamban leher angsa yaitu sebanyak 57 responden ( 66,3 % ). Jenis jamban tanpa tangki septik atau jamban cemplung termasuk jenis tempat pembuangan tinja yang tidak saniter. Jenis tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat kesehatan, akan berdampak pada banyaknya lalat yang merupakan vektor atau penyebar penyakit diare. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 29 responden (33,7 %) masih menggunakan jamban tanpa tangki septik atau jamban cemplung yang memudahkan lalat untuk berkembang biak dan menyebarkan penyakit diare. Distribusi jawaban responden mengenai jenis sumber air Pada penelitian ini jenis sumber air dibedakan menjadi dua yaitu sumber air yang berasal dari PDAM dan sumber air yang berasal dari sumur. Hasil penelitian mengenai jenis sumber air diperoleh dari hasil kuisioner. dan grafik 7. Tabel 7. Distribusi jawaban responden mengenai jenis sumber air Jenis sumber air Jamban yang memiliki tangki septik atau lebih dikenal dengan jamban leher angsa merupakan jenis jamban yang memenuhi syarat kesehatan. Menurut Entjang (2000), jamban leher angsa (angsa latrine) merupakan jenis jamban yang PDAM 30 34,9 Sumur 56 65,1 81
Ketersediaan Jamban Sehat Grafik 7. Grafik jenis sumber air Cendana Medical Journal, Jilid 1, Nomor 1, Agustus 2013 Tabel 8. Distribusi jawaban responden mengenai ketesediaan air di jamban Ketersediaan air Cukup 86 100 Kurang 0 0 Dari hasil penelitian didapatkan hampir sebagian besar rumah menggunakan sumur sebagai sumber air yaitu sebanyak 56 responden ( 65,1 % ). Menurut Sukarni (2002), sumber air minum tidak terlindung seperti sumur, harus memenuhi syarat kesehatan sebagai air bagi rumah tangga, maka air harus dilindungi dari pencemaran. Sumur yang baik harus memenuhi syarat kesehatan. Jarak sumur dengan tempat pembuangan tinja lebih baik 10 meter atau lebih. Hal ini bertujuan agar air dalam sumur tidak terkontaminasi dari bakteribakteri penyebab diare yang berasal dari tempat pembuangan tinja. Selain menggunakan sumur sebanyak 30 responden ( 34,9 % ) menggunakan PDAM sebagai sumber air. Dalam menggunakan PDAM sabagai sumber air di rumah harus diperhatikan pipa atau selang yang menyalurkan air tidak bocor, sehingga air yang mengalir tetap terjaga kebersihannya dan tidak terkontaminasi bakteri atau kuman-kuman penyebab diare. Distribusi jawaban responden mengenai ketersediaan air di jamban Dari hasil penelitian menggunakan kuesioner mengenai ketersediaan air dalam jamban didapatkan bahwa semua responden yang berjumlah 86 menjawab memiliki air yang cukup dalam jamban. Hasil selengkapnya disajikan di tabel dan grafik 8. Grafik 8. Grafik ketersediaan air di jamban Ketersediaan air yang cukup dalam jamban sangat mempengaruhi sehat dan tidak sehatnya sebuah jamban. Menurut Sucipto (2003), penyebab diare pada anak balita di Puskesmas Sinokidul adalah ketersediaan air dalam jamban. Dari hasil penelitian terhadap 86 responden seluruhnya menjawab air yang tersedia dalam jamban selalu cukup. Distribusi hasil responden mengenai tempat pembuangan tinja balita Pada penelitian ini tempat pembuangan tinja balita dibagi menjadi dua yaitu jamban dan kebun/ pekarangan. dan grafik 9. Tabel 9. Distribusi hasil responden mengenai tempat pembuangan tinja balita 82
Cendana Medical Journal, Jilid 1, Nomor 1, Agustus 2013 Tempat pembuangan tinja balita Jamban 64 74,4 Kebun / 22 25,6 Pekarangan Grafik 9. Grafik tempat pembuangan tinja balita Dari hasil penelitian didapatkan sebanyak 22 responden ( 25,6 % ) membuang jamban balita ke kebun atau pekarangan dan sebanyak 64 responden ( 74,4 % ) membuang tinja balita ke jamban. Distribusi hasil observasi mengenai lantai jamban Lantai jamban dibagi menjadi dua kategori yaitu lantai jamban yang kedap air dan lantai jamban yang tidak kedap air. dan grafik 10. Tabel 10. Distribusi hasil observasi terhadap lantai jamban yang kedap air Berdasarkan hasil penelitian diketahui masih ada sebagian responden masih ada sebagian orang tua balita yang tidak membuang tinja balita dengan benar, mereka membuang tinja balita ke kebun atau pekarangan. Mereka beranggapan bahwa tinja balita tidak berbahaya. Padahal menurut Depkes (2000), tinja balita juga berbahaya karena mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Tinja balita juga dapat menularkan penyakit pada balita itu sendiri dan juga pada orang tuanya. Selain itu tinja binatang dapat pula menyebabkan infeksi pada manusia. Tinja yang dibuang di tempat terbuka dapat digunakan oleh lalat untuk bertelur dan berkembang biak. Lalat berperan dalam penularan penyakit melalui tinja (faecal borne disease), lalat senang menempatkan telurnya pada kotoran manusia yang terbuka, kemudian lalat tersebut hinggap di kotoran manusia dan hinggap pada makanan manusia (Soeparman dan Suparmin, 2003). Lantai jamban Jumlah Persen ( % ) Kedap air 49 57 Tidak kedap 37 43 air Grafik 10. Grafik lantai jamban yang kedap air Lantai jamban Kedap air 49 57 Tidak kedap 37 43 air 83
Ketersediaan Jamban Sehat Jenis lantai tidak kedap air yaitu jenis lantai jamban yang masih dari tanah dan jenis lantai jamban yang kedap air yaitu jenis lantai yang terbuat dari semen dan ubin atau porselen. Hasil penelitian mengenai lantai jamban yang kedap air diperoleh dari hasil observasi terhadap jamban yang tersedia di rumah. Dari hasil observasi lantai jamban yang kedap air sebanyak 49 responden ( 57 % ) dan lantai jamban yang tidak kedap air sebanyak 37 responden ( 43 % ). Dengan banyaknya responden yang memiliki lantai jamban yang masih tidak kedap air sangat memungkinkan lantai menjadi sarang kuman, debu yang dapat menjadi pencetus terjadinya diare pada balita. Lantai tidak kedap air yang berupa lantai tanah akan menyebabkan ruangan jamban kotor dan menjadi sarang mikroorganisme serta mudah menyerap air yang mungkin air tersebut juga mengandung mikroorganisme. Distribusi hasil observasi mengenai jarak jamban dengan sumber air. Hasil penelitian mengenai jarak jamban dengan sumber air diperoleh dari hasil observasi terhadap jarak jamban yang tersedia di rumah dengan sumber air yang tersedia. Dalam hal ini yang diukur adalah jarak jamban dengan sumber air yang menggunakan sumur yaitu sebanyak 56 responden. Jarak jamban dengan sumber air ini dibagi menjadi menjadi dua yaitu > 10 meter ( jarak yang sesuai dengan aturan kementerian kesehatan ) dan < 10 meter ( jarak yang tidak sesuai dengan aturan jamban sehat kementerian kesehatan ). Dari hasil observasi jarak jamban dengan sumber air yang > 10 meter sebanyak 21 responden ( 37,5 % ) dan jarak jamban dengan sumber air yang < 10 meter sebanyak 35 responden ( 62,5 % ). dan grafik 11. Tabel 11. Distribusi hasil observasi jarak jamban dengan sumber air Cendana Medical Journal, Jilid 1, Nomor 1, Agustus 2013 Jarak jamban dengan sumber air >10 meter 21 37,5 <10 meter 35 62,5 Total 56 100 Grafik 11. Grafik jarak jamban dengan sumber air Menurut Sukarni (2002), sumber air minum tidak terlindung seperti sumur, harus memenuhi syarat kesehatan sebagai air bagi rumah tangga, maka air harus dilindungi dari pencemaran. Sumur yang baik harus memenuhi syarat kesehatan. Jarak sumur dengan tempat pembuangan tinja lebih baik 10 meter atau lebih. Hal ini bertujuan agar air dalam sumur tidak terkontaminasi dari bakteri-bakteri penyebab diare yang berasal dari tempat pembuangan tinja. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa masih banyak yang jarak sumber air minumnya dengan tinja masih kurang dari 10 meter sehingga memudahkan kuman penyebar penyakit diare untuk berkembang biak di sumber air. Kategori jamban yang tersedia di rumah Jenis tempat pembuangan tinja yang tidak saniter akan memperpendek rantai penularan penyakit diare. Kategori pembagian jamban dibuat berdasarkan hasil penilaian keadaan jamban dengan melakukan observasi langsung. Keadaan jamban dibagi dalam lima kategori yaitu 84
Cendana Medical Journal, Jilid 1, Nomor 1, Agustus 2013 jamban sangat tidak sehat, jamban tidak sehat, jamban kurang sehat, jamban sehat, dan jamban sangat sehat. Dari hasil observasi jamban sangat tidak sehat sebanyak 1,2 %, jamban tidak sehat 1,2 %, jamban kurang sehat sebanyak 45,3 %, jamban sehat sebanyak 50 %, dan jamban sangat sehat sebanyak 2,3 %. dan grafik 12. Tabel 12. Kategori jamban yang tersedia di rumah Kategori jamban Sangat 1 1,2 tidak sehat Tidak sehat 1 1,2 Kurang 39 45,3 sehat Sehat 43 50 Sangat 2 2,3 sehat Grafik 12. Kategori jamban yang tersedia di rumah Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak saniter menurut aturan memudahkan terjadinya penyebaran penyakit diare (Depkes RI, 2000). Tempat pembuangan tinja yang kurang sehat akan meningkatkan risiko terjadinya diare pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang pada jamban yang sehat (Wibowo, 2004). KESIMPULAN Dari hasil penelitian masih banyak yang belum memiliki tempat pembuangan tinja yang sehat sehingga memudahkan rantai penularan penyakit diare. 1. Karateristik responden paling banyak berusia 31-40 tahun yaitu sebanyak 58,1 %. Sudah banyak responden yang tingkat pendidikannya tinggi yaitu sebanyak 57 % dan hampir sebagian besar responden bekerja sebagai pegawai negeri yaitu sebanyak 57 %. 2. Sebagian besar responden memiliki jamban sehat di rumah dan menggunakan sumur sebagai sumber air. Walaupun memiliki jamban sehat tetapi tingkat prevalensi penyakit Diare di Kelurahan Sikumana masih tinggi. Hal ini kemungkinan tejadi karena adanya faktor lain yang tidak diteliti yang menjadi sumber penyakit. Untuk jarak sumur ke septik tank kurang dari 10 m, berdasarkan standar Departemen Kesehatan, hal ini termasuk kategori tidak sehat karena dapat menjadi sumber kuman penyebab diare. 3. Ketersediaan air dalam jamban selalu cukup di seluruh rumah yang diteliti tetapi masih ada orang tua balita yang membuang tinja anaknya di kebun atau pekarangan. Kebiasaan seperti ini bisa menjadi salah satu penyebab munculnya penyakit Diare. 4. Masih banyak rumah yang menggunakan lantai jamban tidak kedap air yaitu sehingga memudahkan mikroorganisme penyebab diare berkembang dalam jamban. DAFTAR PUSTAKA 1. Adisasmito Wiku. 2007. Faktor Risiko Diare Pada Bayi Dan Balita Di 85
Ketersediaan Jamban Sehat Indonesia: Systematic Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat. Makara, Kesehatan, Vol. 11, No. 1, Juni 2007: 1-10 2. Atmojo SM, Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare anak balita di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, Laboratorium penelitian kesehatan dan gizi masyarakat FK UGM, Yogyakarta,1998 3. Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Survey Kesehatan Nasional 2001, Laporan SKRT 2001 : Studi Morbiditas dan Disabilitas, Jakarta,2002 4. Behrman et al, Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 2 Edisi 15, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1987 5. Katzung G. Bertram. 2004. Farmakologi dasar dan klinik, buku 3, edisi 8. Salemba medika 6. Musran. 2009. Hubungan Perilaku Masyarakat Dengan Kasus Diare di Kecamatan Celala Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2008 (Tesis) Sekolah Pascasarjana Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan. Universitas Sumatera Utara. Medan. Cendana Medical Journal, Jilid 1, Nomor 1, Agustus 2013 10. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1985. Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Percetakan Info Medika. 11. Suharyono. 2008. Diare akut Klinik dan laboratorik. Jakarta: Rineka Cipta 12. Suradi R dkk, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi ke-2, Dalam : Sastroasmoro S, Ismael S (Penyunting), Sagung Seto, Jakarta, 2002, 13. Website Resmi Pemerintah Kota Kupang Tahun 2007. 14. WHO. 1992. Readings of Diarrhoea: Student s Manual. 15. Wulandari, P. Anjar. 2009. Hubungan Antara Faktor Lingkungan Dan Faktor Sosiodemografi Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Blimbing Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Tahun 2009. (Skripsi) Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Surakarta. 16. Tim Teknis Pembangunan Sanitasi. 2010. Tujuh Syarat Membuat Jamban Sehat. http://www.sanitasi.or.id 7. Mansjoer Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta kedokteran, Edisi No.3, Jilid 2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Media Aesculapius 8. Schwartz M. Wiliam. 2005. Pedoman Klinis Pediatri, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran 9. Setyorogo, sudijono, Peranan air bersih dan Sanitasi dalampemberantasan Penyakit Menular, Sanitas Vol. II No. 2, YLKI, Jakarta,1991, 81-84. 86