BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang mengandalkan sektor perkebunan dan industri sebagai penghasil devisa terbesar. Diantaranya adalah Perkebunan Kelapa Sawit, baik yang dikelola oleh Negara, Swasta maupun Rakyat. Sampai saat ini perkembangan produksi pertanian, khususnya di bidang perkebunan masih tetap dikembangkan oleh Pemerintah, karena merupakan sasaran penting untuk menunjang pembangunan industri dalam upaya peningkatan ekspor, disamping itu juga diarahkan kepada perluasan lapangan kerja (Loebis & Tobing, 1989). Sektor minyak kelapa sawit Indonesia mengalami perkembangan yang berarti, hal ini terlihat dari total luas areal perkebunan kelapa sawit yang terus bertambah yaitu menjadi 7,55 juta hektar pada tahun 2010 dari 7,20 juta hektar pada tahun 2009. Sedangkan produksi minyak sawit (crude palm oil) CPO terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dari 2,5 juta ton pada tahun 2009 meningkat menjadi 3,62 juta ton pada tahun 2010. Sampai saat ini Indonesia masih menempati posisi terbesar sebagai negara produsen minyak kelapa sawit (CPO) di dunia. Dari total produksi tersebut diperkirakan hanya sekitar 25% sekitar 4,8 juta ton yang dikonsumsi oleh pasar domestik. Sehingga sebagai penghasil CPO terbesar di dunia, Indonesia terus mengembangkan pasar ekspor baru untuk memasarkan produksinya (Bisnis Indonesia, 2010). Menurut Loebis & Tobing (1989) setiap pabrik pada umumnya mampu mengolah antara 30-60 ton tandan buah segar (TBS) per jam. Dalam proses pengolahan TBS menjadi minyak sawit mentah (MSM) dihasilkan sisa produksi berupa limbah padat dan cair. Untuk setiap ton minyak sawit mentah dihasilkan limbah cair sebanyak 5 ton dengan BOD (Biochemical Oxygen Demand) berkisar
antara 20.000-60.000 mg/l. Bertambahnya jumlah pabrik kelapa sawit jelas akan meningkatkan jumlah limbah yang dihasilkan baik dalam bentuk cair, padat, maupun gas. Pabrik kelapa sawit Sei Mangkei adalah salah satu unit kerja PT. Perkebunan Nusantara-III yang terletak di Sei Mangkei Kecamatan Bosar maligas Kabupaten Simalungun, Propinsi sumatera Utara sekitar ± 165 km arah Tenggara Kota Medan. Pabrik kelapa sawit Sei Mangkei dibangun pada tahun 1997 dengan kapasitas olah ± 40 ton / jam dari TBS yang diolah, diatas areal ± 12.50 Ha termasuk Areal Effluent Treatment, dimana sumber bahan baku (TBS) berasal dari Kebun seinduk dan pihak PTPN III yang berasal dari daerah simalungun sekitarnya (Profil Singkat Pabrik Kelapa Sawit Sei Mangkei) Untuk menanggulangi limbah cair pabrik kelapa sawit yang begitu banyak, pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit PTPN III Sei Mangkei telah mencoba memanfaatkan limbah tersebut ke areal perkebunan untuk pupuk pada areal seluas ± 6 ha, dimulai pada tahun 2000. Pihak perkebuanan PTPN III Sei Mangkei selain memanfaatkan limbah cair pabrik kelapa sawit sebagai pupuk, PTPN III juga menggunakan pupuk yang lain yaitu NPK dan pupuk urea. Dimana tahun tanam dari kebun yang diaplikasikan ini adalah tahun 1993, 1994 dan tahun 1995. Limbah yang diaplikasikan ini terlebih dahulu diolah secara ponding system, setelah terjadi penurunan nilai BOD sekitar 1.166 mg/l, selanjutnya limbah ini dialirkan ke lahan perkebunan (System Aplikasi Lahan) yang bertujuan untuk menambah unsur hara dalam tanah (Profil Singkat Pabrik Kelapa Sawit PTPN III Sei Mangkei) Teknik aplikasi ke areal tanaman kebun kelapa sawit berasal dari kolam-kolam distribusi dengan teknik flat beds dengan cara memompakan limbah cair dari final pond (kolam terakhir) di areal kebun melalui pipa- pipa menuju flat beds yang telah ada. Flat beds ini dibuat dengan ukuran panjang 1,5 m, lebar 2,5 m, dan dalam ± 30 cm (PTPN III, 1997). Fungsi kolam ini untuk pihak PTPN itu sendiri diantaranya adalah untuk menampung limbah, dan untuk proses mengurangi serat minyak kelapa sawit dalam limbah, karena limbah dari pabrik kelapa sawit itu mengandung serat.
Dengan adanya kegiatan pemanfaatan limbah cair ke areal kebun sebagai pupuk akan berpengaruh terhadap fauna tanah, terutama pada cacing tanah Wallwork (1970) menyatakan bahwa keberadaan dan kepadatan cacing tanah sangat ditentukan oleh faktor abiotik dan biotik. Disamping itu faktor lingkungan lain dan sumber bahan makanan, cara pengolahan tanah, seperti di daerah perkebunan dan pertanian juga turut mempengaruhi keberadaan cacing tanah tersebut. Menurut Wallwork (1970) dalam Russel (1988) cacing tanah dan organisme tanah lainnya merupakan variabel biotis penyusun suatu komunitas yang memiliki beberapa peranan, diantaranya adalah sebagai pengurai dalam rantai makanan, jembatan transfer energi kepada organisme yang memiliki tingkatan tropik yang lebih tinggi, membantu kegiatan metabolisme tumbuhan dengan menguraikan serasah daundaunan dan ranting. Disamping itu cacing tanah dapat juga digunakan untuk mengestimasikan kondisi ekologis suatu ekosistem tanah. Selanjutnya Suin (1994) menjelaskan bahwa cacing tanah disamping membantu mendekomposisi sampah organik (vermikomposing) secara langsung maupun secara tidak langsung, juga ada jenis cacing tanah yang dapat digunakan untuk membantu mempercepat proses reklamasi tanah, serta sebagai alat untuk memonitor pencemaran di tanah. Hanafiah (2005) menjelaskan bahwa secara umum peranan cacing tanah seperti bioamelioran (jasad hayati penyubur dan penyehat) tanah terutama melalui kemampuannya dalam memperbaiki sifat-sifat tanah, seperti ketersediaan hara, dekomposisi bahan organik, pelapukan mineral, dan lain-lain, sehingga mampu meningkatkan produktivitas tanah. Sehubungan dengan hal tersebut maka dilakukanlah penelitian tentang Komposisi Komunitas Cacing Tanah Pada Areal Kebun Kelapa Sawit PTPN III Sei Mangkei Yang Diberi Pupuk Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun.
1.2 Permasalahan Adanya upaya pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit sebagai pupuk yang dilakukan oleh pihak perkebunan PTPN III ke areal kebun kelapa sawit akan memberikan pengaruh terhadap keberadaan cacing tanah, namun demikian sampai saat ini belum diketahui bagaimanakah pengaruhnya terhadap kepadatan dan keanekaragaman cacing tanah 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh percobaan pemupukan dengan limbah cair pabrik kelapa sawit ke areal kebun terhadap: a. Sifat fisik kimia tanah seperti : temperatur, kelembaban, ph, kadar air, dan kandungan bahan organik yang sangat menentukan kehidupan cacing tanah b. Keberadaan jenis dan jumlah individu masing-masing jenis cacing tanah dapat digunakan untuk mengetahui komposisi komunitas cacing tanah, serta hubungannya dengan faktor fisik kimia tanah di areal kebun kelapa sawit yang dialiri limbah cair pabrik kelapa sawit dengan yang tidak dialiri limbah cair pabrik kelapa sawit sebagai pupuk 1.4 Hipotesis Berdasarkan uraian-uraian diatas maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: a. Terdapat perbedaan komposisi komunitas cacing tanah pada areal kebun kelapa sawit yang diberi dan yang tidak diberi perlakuan pemupukan dengan limbah cair pabrik kelapa sawit b. Perlakuan pemupukan limbah pabrik kelapa sawit ke areal kebun berkorelasi terhadap sifat fisik kimia tanah seperti (Temperatur, Kelembaban, Kadar air, Kandungan Bahan Organik, dan ph)
1.5 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan teknologi, yang meliputi: a. Dari penelitian diharapkan dapat diketahui komposisi komunitas cacing tanah di perkebunan kelapa sawit b. Dari penelitian diharapkan dapat diketahui pemanfataan limbah cair terhadap areal kebun kelapa sawit