II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan dan Penggunaan Lahan

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN PERMUKIMAN (Studi Kasus Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

III. BAHAN DAN METODE

JENIS CITRA

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

ISTILAH DI NEGARA LAIN

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996).

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

Gambar 1. Satelit Landsat

BAB 4. METODE PENELITIAN

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+ METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN) Oleh Dwi Nowo Martono

Pengertian Sistem Informasi Geografis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruang, Tata Ruang dan Penataan Ruang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

III. BAHAN DAN METODE

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing).

TINJAUAN PUSTAKA. wilayah yang jelas, sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang. Kota

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Dasar Penginderaan Jauh

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB III BAHAN DAN METODE

Penggunaan data informasi penginderaan jauh terutama

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 5 HASIL-HASIL PENGINDERAAN JAUH. Pemahaman Peta Citra

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

DAFTAR TABEL. No. Tabel Judul Tabel No. Hal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

I. PENDAHULUAN. masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di kuasai pepohonan dan mempunyai kondisi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

SATUN ACARA PERKULIAHAN(SAP)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV PENGOLAHAN DATA

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan dan Penggunaan Lahan Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi atau relief, hidrologi dan bahkan keadaan vegetasi alami yang secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Lahan mempunyai sifat keruangan, unsur estetis dan merupakan lokasi aktivitas ekonomi manusia. Keberadaannya sangat terbatas, oleh karena itu diperlukan pertimbangan dalam pemanfaatannya agar memberikan hasil yang optimal bagi perikehidupan. Lahan yang berkualitas dapat dimanfaatkan untuk banyak kegiatan dan banyak jenis tanaman (Mather, 1986 dalam Ishak, 2008). Menurut Lillesand dan Kiefer (1997), penggunaan lahan merupakan perwujudan fisik objek-objek yang menutupi lahan dan berhubungan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tersebut, sedangkan menurut R.P. Sitorus (1992) penggunaan lahan (land use) adalah penggunaan utama atau penggunaan utama dan kedua (apabila merupakan penggunaan berganda) dari sebidang lahan seperti lahan pertanian, lahan hutan, padang rumput, dan sebagainya. Jadi lebih merupakan tingkat pemanfaatan oleh masyarakat. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan atas tegalan, sawah, kebun, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung dan sebagainya, sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian dibedakan kedalam penggunaan kota atau desa (permukiman), industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad, 2000). Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor fisik lahan, ekonomi, dan kelembagaan (Barlowe, 1986). Menurut Mather (1986) dalam Ishak (2008), terdapat dua pendekatan dalam penentuan tata guna lahan. Pendekatan pertama adalah berdasarkan asumsi bahwa tata guna lahan ditentukan oleh kondisi fisik lahan, sedangkan pendekatan kedua berdasarkan asumsi bahwa tata guna lahan ditentukan oleh kekuatan ekonomi. Tidak dapat dipungkiri, bahwa keduanya mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pemanfaatan lahan, namun akhirnya semua kembali kepada pengguna lahan. Selain itu pemanfaatan

4 lahan juga dipengaruhi oleh lokasi, ketersediaan modal dan distribusinya, ketersediaan dan biaya tenaga kerja, ketersediaan sarana transportasi serta iklim sosial dan politik di lokasi tersebut. 2.2. Perubahan Penggunaan Lahan Perubahan penggunaan lahan adalah perubahan penggunaan atau aktivitas terhadap suatu lahan yang berbeda dari aktivitas sebelumnya, baik untuk tujuan komersial maupun untuk industry (Kazaz, 2001 dalam Arifiyanto, 2005). Perubahan penggunaan lahan dari lahan non pertanian (permukiman) bersifat tidak dapat balik, karena untuk mengembalikannya membutuhkan modal yang sangat besar. Perubahan penggunaan lahan umumnya dapat diamati dengan menggunakan data-data spasial dari peta penggunaan lahan dari titik tahun yang berbeda. Data-data penginderaan jauh (remote sensing data) seperti citra satelit, radar dan foto udara sangat berguna dalam pengamatan perubahan penutupan atau penggunaan lahan (Arifiyanto, 2005). 2.3. Permukiman Permukiman merupakan kawasan permukiman baik perkotaan, pedesaan, pelabuhan, bandara, industri, dan lain-lain yang memperlihatkan pola alur jalan yang rapat (Anonim, 2006). Menurut Syartinilia (2001), permukiman merupakan suatu sumber informasi tentang manusia dan aktivitasnya dalam suatu habitat. Permukiman memiliki dua arti yaitu suatu proses dimana manusia menetap pada suatu area dan hasil dari proses tersebut. Permukiman tidak hanya sebagai tempat tinggal dan tempat bekerja manusia melainkan juga untuk memenuhi fasilitas jasa, komunikasi, pendidikan dan rekreasi. Permukiman idealnya harus memuat dua syarat utama yaitu: (1) fisik lingkungan harus mencerminkan pola kehidupan dan pola budaya setempat, (2) lingkungan pemukiman harus didukung oleh fasilitas pelayanan dan utilitas umum yang sebanding dengan ukuran atau luasnya lingkungan dan banyaknya penduduk. Luasan dan perkembangan areal permukiman dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan luas fasilitas yang dikembangkan, jarak dari jalan utama, akses

5 jalan, seperti jalan arteri dan ketersediaan sarana dan prasarana yaitu pasar dan terminal (Patria, 1997). menurut Suhadak (1995), perkembangan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jarak terhadap jalan utama, jarak dari pusat aktivitas, kenaikan harga lahan dan jumlah penduduk. 2.4. Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem berdasar komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografis yang mencakup pemasukan, manajemen data (peyimpanan data dan pemanggilan data), manipulasi dan analisis dan pengembangan produk serta pencetakan (Aronoff, 1989). Dengan kata lain, suatu SIG adalah suatu sistem database dengan kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja. Sistem Informasi Geografis berdasarkan operasinya, dapat dibagi kedalam (1) cara manual, yang beroperasi memanfaatkan peta cetak (kertas/transparan), bersifat data analog, dan (2) cara terkomputer atau lebih sering disebut cara otomatis, yang prinsip kerjanya sudah dengan menggunakan komputer sehingga datanya merupakan data digital. SIG manual biasanya terdiri dari beberapa unsur data termasuk peta-peta, lembar material transparansi untuk tumpang tindih, foto udara dan foto lapangan, laporan-laporan statistik dan laporan-laporan survai lapangan. Saat ini prosedur analisis manual masih banyak dilakukan, akan tetapi dengan berjalannya waktu mungkin akan berangsur-angsur hilang. Pada kondisi di negara kita saat ini beberapa aplikasinya SIG secara manual masih sesuai, bahkan dari segi efisiensi lebih sesuai disebabkan masih banyaknya kendala pada sumberdaya manusia, peralatan, terutama biaya menggunakan sistem terkomputerkan. Disamping itu, SIG otomatis selain membutuhkan peralatanperalatan khusus, membutuhkan keterampilan yang khusus pula, biayanya cukup mahal, terutama pada tahap awal pembentukannya. Keuntungan SIG otomatis akan terasakan pada tahap analisis dan penggunaan data yang berulang-ulang, terutama bila melakukan analisis yang kompleks dan menggunakan data yang sangat besar jumlahnya. Untuk memahami SIG otomatis, sebaiknya dilakukan

6 bertahap melalui pemahaman SIG manual, karena sebagian besar prosedur kerjanya masih relevan (Barus dan Wiradisastra, 1996). 2.5. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai objek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik. Biasanya teknik ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan diinterpretasi guna membuahkan data yang bermanfaat untuk aplikasi di bidang pertanian, arkeologi, kehutanan, geografis, geologi, perencanaan dan bidang-bidang lainnya. Tujuan utama penginderaan jauh ialah mengumpulkan data sumberdaya alam dan lingkungan. Informasi tentang objek disampaikan ke pengamat melalui energi elektromagnetik, yang merupakan pembawa informasi dan sebagai penghubung komunikasi. Oleh karena itu kita dapat menganggap bahwa data penginderaan jauh pada dasarnya merupakan informasi intensitas panjang gelombang yang perlu diberikan kodenya sebelum informasi tersebut dapat dipahami secara penuh. Proses pengkodean ini setara dengan interpretasi citra penginderaan jauh yang sangat sesuai dengan pengetahuan kita mengenai sifat-sifat radiasi elektromagnetik (Lo, 1996). 2.6. Pendekatan pada Interpretasi Citra dengan Bantuan Komputer Pendekatan manual dalam interpretasi citra kurang baik dalam hal ketidakmampuannya untuk menangani dengan cepat jumlah data citra yang besar. Kelemahan ini jelas terlihat, khususnya bila menganalisis citra penyiam multisperktral atau foto multisaluran. Rujukan silang nilai rona daerah demi daerah atau kenampakan demi kenampakan sangat sulit untuk menanganinya secara manual. Instrument analog seperti pengamat aditif atau metode penajaman citra seperti perincian rona (density slicing) dapat membantu memudahkan interpretasi pada tingkat tertentu, namun kecepatannya masih belum cukup cepat untuk mengimbangi tingkat masukan data penginderaan jauh setiap harinya dari wahana ruang angkasa luar. Komputer elektronik merupakan satu-satunya pemecahan masalah itu. Karena interpretasi citra pada dasarnya merupakan proses

7 klasifikasi, maka identifikasi dan pengenalan dapat dilakukan secara matematik, apabila tersedia data citra dalam bentuk digital. Pendekatan dengan bantuan komputer meliputi sejumlah langkah. Pertama data citra analog harus dikonversikan dulu ke dalam bentuk digital. Hal ini dilakukan dengan cara penyiam TV untuk digitasi atau mikrodensitometer. Untuk data citra yang dikirim dari satelit yang dulu, tingkat sinyal pantulan atau emisi energi telah diterima dalam bentuk digital. Langkah kedua adalah pemrosesan data, yang merupakan suatu kelompok prosedur untuk merapikan data masukan mentah, seperti koreksi geometrik dan distorsi radiometrik. Kemudian dilanjutkan dengan penyadapan kenampakan. Tipe-tipe kenampakan atau pengukuran yang penting untuk mengklasifikasi data citra, diseleksi pada tingkat ini. Kenampakan yang mungkin digunakan ialah kenampakan spasial, spektral, dan temporal. Bagi klasifikasi tersedia (supervised classification), dipilih daerah contoh dari data citra guna pengujian yang lebih rinci. Kelompok data contoh kemudian dikompilasi. Kelompok data ini merupakan subsampel dari citra yang identifikasinya sudah dikenal dengan baik. Kelompok contoh ini lalu diperlakukan sebagai stereotipe kelas khusus data, yang dapat digunakan sebagai perbandingan bagi daerah yang belum dikenal. Parameter statistik seperti rata-rata dan deviasi standar untuk kelompok contoh dihitung dengan komputer, yang dikerjakann untuk mengklasifikasi daerah lain yang belum diketahui. Metode statistik pada umumnya dilakukan bagi klasifikasi tersedia yang merupakan analisis diskriminan yang menentukan suatu rangkaian fungsi diskriminan untuk membagi ruang kenampakan atau pengukuran ke dalam wilayah-wilayah yang tepat. Tiap wilayah secara idealnya harus mengandung titik-titik hanya dari satu kelas. 2.7. Landsat 2.7.1. Sifat Khas Satelit Landsat Setelah keberhasilan misi satelit berawak, NASA dan Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat mengembangkan seri satelit sumberdaya bumi. Seri satelit ini adalah satelit Landsat-1, Landsat-2, dan Landsat-3. Satelit ini merupakan hasil modifikasi satelit cuaca Nimbus. Sensornya ada dua jenis, yaitu sistem penyiaman multispektral dengan empat saluran dan tiga kamera Return Beam Vidicon (Sutanto, 1987).

8 2.7.2. Penerimaan Data Landsat, Pengolahan, dan Distribusinya Ketika sebuah satelit Landsat berada di dalam jangkauan suatu stasiun penerima data di bumi, data MSS (Multispectral Scanner) dan RBV (Return Beam Vidicon) secara langsung dikirimkan dan direkan pada saat itu juga (real time) pada pita magnetik yang terletak di stasiun bumi tersebut. Pada saat satelit diorbitkan jauh dari jangkauan stasiun bumi, perekam pita pada wahana digunakan untuk menyimpan data, masing-masing 30 menit. Data yang terekam dikirimkan ke bumi bila satelit lewat lagi diatas suatu stasiun bumi. Data RBV dikirimkan ke bumi dalam bentuk data analog. Data MSS diubah menjadi bentuk angka dengan suatu pengubah sinyal A ke D di dalam satelit dan dikirimkan dalam bentuk data digital (Lillesand dan Kiefer, 1997). 2.7.3. Interpretasi Citra Landsat Terapan interpretasi citra Landsat telah dilakukan di dalam berbagai disiplin ilmu seperti pertanian, botani, kartografi, teknik sipil, pantauan lingkungan, kehutanan, geografi, geologi, geofisika, analisis sumberdaya lahan, perencanaan tataguna lahan, oseanografi, dan analisis sumberdaya air. Skala citra dan luas daerah liputan per kerangka citra sangat berbeda antara citra Landsat dan foto udara konvensional. Sebagai contoh, untuk meliput suatu citra Landsat diperlukan lebih dari 1600 foto udara berskala 1:20.000 dengan tanpa adanya tampalan. Oleh karena adanya perbedaan skala dan resolusi, citra Landsat harus dianggap sebagai alat interpretasi pelengkap dan bukan sebagai pengganti foto udara berskala besar (Lillesand dan Kiefer, 1997). Analisis Digital Data MSS Landsat Analisis data Landsat dengan komputer dapat dikelompokkan atas: 1. Pemulihan Citra (Image restoration) Pengandaran ini bertindak untuk memulihkan data citra yang mengalami distorsi kearah gambaran yang lebih sesuai dengan scene aslinya. Langkahnya meliputi koreksi berbagai distorsi radiometrik dan geometrik yang mungkin ada pada data citra asli. 2. Penajaman Citra (Image enhancement)

9 Sebelum menayangkan data citra untuk analisis visual teknik penajaman dapat diterapkan untuk menguatkan tampak kontras di antara kenampakan di dalam scene. Pada berbagai terapan, langkah ini banyak meningkatkan jumlah informasi yang dapat diinterpretasi secara visual dari data citra. Baik pemulihan maupun penajaman citra keduanya termasuk di dalam tahap pengandaran pengolahan awal (preprocessing operation). Artinya langkah tersebut dilakukan sebelum interpretasi data secara aktual. Pengandaran ini mengalih ragam nilai citra ke dalam bentuk yang lebih sesuai untuk interpretasi, tetapi tidak secara langsung meliputi interpretasi data. 3. Klasifikasi Citra (Image classification) Teknik kuantitatif dapat diterapkan untuk interpretasi secara otomatik data citra digital. Pada proses ini maka tiap pengamatan pixel dievaluasi dan ditetapkan pada satu kelompok informasi, jadi mengganti arsip data citra dengan suatu matrik jenis kategori (Lillesand dan Kiefer, 1997). Keunggulan dan Keterbatasan Citra Landsat Sabins Jr. (1978) dalam Sutanto (1987) mengutarakan Sembilan keunggulan citra Landsat, yaitu: 1. Liputannya luas, menyeluruh, dengan penyinaran seragam sehingga memudahkan pengenalan obyeknya. Sifat demikian juga menguntungkan di dalam pembuatan mosaik yang baik. 2. Di samping citra Landsat tersedia pula data digital yang sangat menguntungkan karena pemrosesannya dapat dilakukan dengan menggunakan komputer. 3. Distorsi citranya kecil. 4. Frekuensi perekaman ulangnya memungkinkan penyediaan citra Landsat di dalam berbagai musim dan berbagai kondisi. 5. Penyinaran matahari yang bersudut kecil mempertajam wujud geologi yang kurang jelas karena ukurannya yang kecil. 6. Ketersediaan citra bebas awan meliputi sebagian besar permukaan bumi tanpa ada pembatasan oleh masalah politik dan keamanan. 7. Ketersediaan citra berwarna semu cukup banyak. 8. Harganya murah.

10 9. Meskipun tidak luas, ada tampalan samping yang memungkinkan untuk pengamatan secara stereoskopik. Keterbatasan citra Landsat terletak pada resolusi spasialnya yang kasar, yaitu 79m untuk citra MSS dan sekitar 30m pada citra RBV Landsat 3, karena resolusinya kasar maka citra landsat cocok untuk perolehan data secara umum bagi daerah luas. Perolehan data rinci sulit diharapkan daripadanya. Hal ini harus diperhatikan benar oleh para penggunanya. 2.8. Metode Regresi Logistik Model Logit adalah model non-linear, baik dalam parameter maupun dalam variabel (Nachrowi dan Usman, 2002 dalam Andriyani, 2007). Pada prinsipnya variabel respon pada regresi logistik bersifat kategorikal, sedangkan variabel bebas dapat berupa variabel kategorik maupun variabel interval (bersifat kuantitatif maupun kualitatif). Metode regresi logistik (logistic regression) baik binomial logit maupun multinomial logit adalah suatu metode analisis statistika yang mendeskripsikan hubungan ketergantungan suatu variabel respon atau tujuan (dependent variable) dengan satu atau lebih variabel bebas atau penjelas (explanatory variable). Secara umum fungsi hubungan tersebut dituliskan dalam rumus matematika sederhana yaitu: Yi = f (X1,..., Xp) dimana : Yi = variabel respon X1- Xp = variabel-variabel bebas Fungsi hubungan tersebut sama dengan regresi linear yang mendasari model regresi logistik. Persamaan umum regresi linear ditulis sebagai berikut: Yi = α + β Xi + ε i Dimana : Yi α dan β Xi ε i = variabel respon = parameter regresi = variabel bebas = galat (error) perbedaan utama antara model regresi linear dan regresi logistik adalah bahwa variabel respon pada regresi logistik adalah variabel binary, sedangkan

11 variabel bebas dapat berupa variabel kategorik maupun variabel interval (bersifat kuantitatif maupun kualitatif). Apabila data hasil pengamatan mempunyai variabel bebas yang ditunjukkan oleh X dan variabel respon Y, dimana Y mempunyai dua kemungkinan nilai yaitu nilai 0 dan 1. Nilai Y = 1 menyatakan bahwa respon memiliki criteria yang ditentukan (present) dan sebaliknya jika Y = 0 respon tidak memiliki kriteria (absent). Adapun persamaan umum logit model adalah sebagai berikut (Hashimoto, et al., 2005 dalam Andriyani, 2007): P i/r = Keterangan P i/r Β 0r Β jr X = peluang lahan ke-i berubah menjadi penggunaan lahan jenis ke-r = parameter intersept untuk perubahan menjadi penggunaan jenis ke-r = parameter koefisien variabel ke-j untuk perubahan menjadi penggunaan jenis ke-r r = 1, 2, 3, R-1 j = 1, 2, 3, q X n j = variabel bebas