BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Susanti Halim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang dan Wilayah Menurut UU No. 26 Tahun 2007 dan PP No. 26 Tahun 2008, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Menurut istilah geografis umum, yang dimaksud dengan ruang (space) adalah seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhtumbuhan, hewan, dan manusia. Sedangkan menurut geografis regional, ruang merupakan suatu wilayah yang mempunyai batas geografis, yaitu batas menurut keadaan fisik, sosial, atau pemerintah yang terjadi dari sebagian permukaan bumi dan lapisan tanah di bawahnya serta lapisan udara di atasnya (Jayadinata 1999). Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Sistem wilayah merupakan struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah (UU No. 26 Tahun 2007 dan PP No. 26 Tahun 2008). Kemudian, suatu wilayah (region) dalam pengertian geografis merupakan kesatuan alam. Kesatuan alam yang serbasama atau homogen dan kesatuan manusia yaitu masyarakat dengan kebudayaannya yang serbasama serta mempunyai ciri yang khas. Oleh karena itu, wilayah tersebut dapat dibedakan dari wilayah yang lain. Bagian dari wilayah yang digunakan untuk suatu fungsi tertentu disebut kawasan, misalnya: wilayah pedesaan mempunyai kawasan perkampungan, kawasan pertanian, kawasan kehutanan; wilayah perkotaan terdiri dari kawasan tempat tinggal, kawasan perkantoran, kawasan industri, dan kawasan rekreasi (Jayadinata 1999). 2.2 Rencana Tata Ruang Wilayah Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Penataan ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang menghasilkan rencana tata ruang.
2 Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Pemanfaatan ruang merupakan suatu upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman serta sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Pola ruang merupakan ditribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan fungsi budidaya. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWKN) adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara (UU No. 26 Tahun 2007 dan PP No. 26 Tahun 2008). Tata ruang berarti pengaturan geografis selain dari pembuatan rencana, yang penting adalah pelaksanaan rencana tersebut oleh masyarakat. Menurut Tarigan (2005), perencanaan wilayah adalah penggunaan ruang wilayah dan perencanaan aktivitas pada ruang wilayah tersebut. Perencanaan ruang wilayah tercakup dalam kegiatan perencanaan ruang, sedangkan perencanaan aktivitas pada ruang wilayah (terutama aktivitas ekonomi) tercakup dalam kegiatan perencanaan pembangunan wilayah. Perencanaan ruang wilayah diatur oleh pemerintah untuk kepentingan bersama agar tercipta kesesuaian peruntukan ruang dengan tujuan penggunaannya. Penggunaan lahan perlu diatur terutama dalam pegelolaan kawasan lindung yang menyangga kehidupan manusia, kemudian untuk melindungi masyarakat dari penggunaan lahan yang dapat menimbulkan bencana serta adanya kebutuhan terhadap keindahan, kenyamanan, keamanan dan ketentraman pada pengaturan ruang wilayah Berdasarkan Jayadinata (1999), perencanaan wilayah meliputi: kota-kota besar dan pemusatan penduduk (aglomerasi) di perkotaan, wilayah pedesaan dalam suatu daerah, himpunan (konurbasi) kota, dan sebagainya. Perencanaan menurut wilayah yaitu terdapat perencanaan nasional, perencanaan regional, dan perencanaan lokal. Perencanaan nasional untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Perencanaan regional untuk wilayah luas (misalnya perencanaan
3 wilayah provinsi dan wilayah kabupaten/kotamadya). Perencanaan lokal untuk wilayah yang lebih kecil. Sedangkan perencanaan menurut waktu, terdapat perencanaan jangka panjang (25-30 tahun), perencanaan jangka menengah (misalnya Rencana Pembangunan Lima Tahun yang disesuaikan dengan pergantian pemerintah berkala dengan diadakannya pemilihan umum dan sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat), dan perencanaan jangka pendek (satu atau beberapa tahun). Perencanaan penggunaan tanah di Indonesia ditangani oleh Direktorat Tata Guna Tanah, Badan Pertahanan Nasional (BPN) yang mempunyai cabang di daerah baik provinsi maupun di kabupaten dan kotamadya. Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten mengacu pada: (1) RTRWKN dan rencana tata ruang wilayah provinsi, (2) pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang, dan (3) rencana pembangunan jangka panjang daerah (UU No. 26 Tahun 2007 dan PP No. 26 Tahun 2008). 2.3 Kawasan Lindung Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan (UU No. 26 Tahun 2007 dan PP No. 26 Tahun 2008). Berdasarkan RTRW Kabupaten Cianjur (2005), rencana pola pemanfaatan ruang kawasan lindung bertujuan untuk mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup, meningkatkan daya dukung lingkungan, dan menjaga keseimbangan ekosistem antar wilayah guna mendukung proses pembangunan berkelanjutan. Secara fisik kawasan lindung di wilayah Kabupaten Cianjur dibagi menjadi kawasan hutan dan kawasan non hutan. Kawasan hutan terdiri dari: hutan lindung, kawasan cagar alam, taman nasional, taman wisata alam, dan kawasan hutan lainnya yang diberi fungsi lindung termasuk hutan produksi atau hutan tanaman. Kawasan non hutan terdiri dari: kawasan konservasi dan resapan air, sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan
4 sekitar mata air, kawasan RTH dan hutan kota, kawasan rawan bencana, kawasan perlindungan plasma nutfah, dan kawasan pantai berhutan bakau (RTRW Kabupaten Cianjur 2005). 2.4 Evaluasi Kesesuaian Lahan Pemantauan perubahan tata guna lahan merupakan kegiatan mengevaluasi peruntukan suatu penutupan lahan yang dilakukan pada waktu tertentu secara berkesinambungan. Informasi mengenai perubahan tata guna lahan dapat diperoleh dari foto udara. Perubahan yang terjadi menunjukkan kecenderungan yang dapat digunakan untuk menduga tata guna lahan yang akan datang dengan atau tanpa bermacam-macam pembatasan perencanaan atau penetapan zona. Perubahan luas penutupan lahan suatu daerah, mungkin tidak akan sama pada waktu yang akan datang karena adanya rencana tata ruang yang terus direvisi setiap periode tertentu. Dalam evaluasi perencanaan wilayah menurut Simonds (1978) diacu dalam Jayadinata (1999), dapat diadakan empat tes yang sederhana yaitu sebagai berikut: 1. Apakah yang direncanakan itu serasi? Harus ada keyakinan bahwa tanah dan air digunakan untuk maksud yang paling bermanfaat; 2. Apakah hal yang direncanakan itu dapat dibangun tanpa melewati batas daya dukung (carrying capacity) dari tanah? Harus diperhatikan: sistem ekologi alam, persediaan air serta kualitasnya, kualitas udara, polusi udara, erosi, banjir, peninggalan historis, keadaan bentang alam, flora dan fauna, dan integritas dari ruang terbuka; 3. Apakah yang direncanakan itu akan membawa pengaruh yang baik terhadap sekitarnya? Yang tampak terhadap alam apakah pengaruh baik atau buruk, mengurangi atau menambah pemasukan pajak, melestarikan atau merusak kekhususan suatu wilayah (alam dan kebudayaan). Suatu proyek yang baik akan meningkatkan keadaan lingkungan dan tidak akan merusak; 4. Apakah pelayanan umum yang layak dapat disediakan? Harus dapat disediakan lalu lintas yang lancar, sistem penyediaan air dan energi, sekolah, tempat rekreasi, dan pencegahan kebakaran.
5 Menurut Jayadinata (1999), tindakan pemantauan adalah pengawasan terhadap kemajuan strategi yang dilakukan dalam waktu tertentu, dan mencatat serta memberi peringatan jika rencana menyimpang dari garis yang ditentukan, sehingga yang harus diperhatikan adalah: (1) memantau atau memonitor perkembangan di wilayah yang belum menetapkan kebijaksanaan tetapi telah terdapat persoalan yang mungkin menjadi masalah di kemudian hari, (2) memantau kemajuan yang dicapai dari hal yang telah diputuskan, dan menelaah pengaruh dari kebijaksanaan dan program tersebut, (3) memantau reaksi terhadap rencana, baik yang resmi maupun yang tidak resmi. 2.5 Penginderaan Jauh (Remote Sensing) dan Citra Landsat Pengertian dan Konsep Dasar Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Teknik penginderaan jauh biasanya menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan diinterpretasikan guna menghasilkan data yang bermanfaat untuk aplikasi di bidang pertanian, arkeologi, kehutanan, geografis, geologi, perencanaan, dan bidang-bidang lainnya (Lillesand dan Kiefer 1997 & Soenarmo 2003). Dalam penggunaan lahan dan pemetaan, data landsat dapat digunakan untuk mengklasifikasi bentuk penggunaan lahan, pembaharuan peta, kategorisasi kemampuan lahan, pembedaan lahan kota dan lahan desa, perencanaan wilayah, pemetaan jaringan transportasi, pemetaan batas air dan daratan, dan pemetaan daerah basah. Sensor satelit landsat menggunakan penyiam elektro-optik dan kamera Return Beam Videcon (RBV). Satelit Landsat melewati suatu wilayah yang sama di permukaan bumi setiap 16 hari sekali dengan resolusi spasial Citra Landsat TM adalah 30 meter (Howard 1996 & Paine 1993). Pengembangan satelit landsat mulai dari Landsat 1 hingga Landsat 7. Satelit yang masih aktif beroperasi yaitu Landsat 5 Thematic Mapper (TM) dan Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper (ETM) yang sudah mengalami Scan Line Corrector (SLC)-off membentuk stripping pada wilayah tertentu. Landsat 5 diorbitkan pada tahun
6 1984 dengan saluran spektral MMS dan Thematic Mapper (TM). Ketinggian orbit sebesar 705 km dengan luasan berukuran 79 x 79 m di permukaan bumi (0,62 hektar) dan setiap piksel landsat meliputi ± 0,05 km Pengolahan dan Analisis Data Landsat Menurut Soenarmo (2003), data atau citra yang diperoleh dari teknik penginderaan jauh dapat diolah dengan dua cara yaitu manual dan digital. Pengolahan data manual sangat tergantung pada kemampuan manusia dalam membedakan tingkat keabuan (gray level) atau warna. Sedangkan pengolahan data atau citra digital dengan menggunakan komputer memiliki kemampuan dalam membedakan tingkat keabuan atau warna jauh lebih baik. Pengolahan data digital pada umumnya menggunakan perangkat lunak (software), baik yang disusun sendiri maupun berupa paket yang dapat dibeli. Langkah pengolahan data atau citra secara umum diawali dengan penentuan pusat lintasan (orbit), koordinat lintang dan bujur (georeferensitasi), membuat grid-grid sesuai lintang dan bujur. Pengolahan data atau citra secara digital dengan konsep digitasi perubahan data dari citra analog menjadi digital. Sehubungan dengan itu, Lillesand dan Kiefer (1997) menyatakan bahwa analisis data landsat dengan komputer dapat dikelompokkan menjadi 3 tahap, yaitu: 1. Pemulihan Citra (Image Restoration) Proses ini bertindak untuk memulihkan data citra yang mengalami distorsi ke arah gambaran yang lebih sesuai dengan tampilan aslinya. Langkahnya meliputi koreksi berbagai distorsi radiometrik dan geometrik yang mungkin ada pada data citra asli. Contoh dari distorsi radiometrik adalah stripping pada Landsat 7 ETM. 2. Penajaman Citra (Image Enhancement) Teknik penajaman dapat diterapkan untuk menguatkan tampak kontras diantara kenampakan di dalam tayangan (display). Pada berbagai terapan, langkah ini banyak meningkatkan jumlah informasi yang dapat diinterpretasi secara visual dari data citra. Baik pemulihan maupun penajaman citra keduanya termasuk di dalam tahap pengandaran pengolahan awal (preprocessing operation). Artinya langkah tersebut dilakukan sebelum interpretasi data secara aktual. Proses ini
7 mengubah ragam nilai citra ke dalam bentuk yang lebih sesuai untuk interpretasi, tetapi tidak secara langsung meliputi interpretasi data. Teknik penajaman citra yang dilakukan pada pogrenelitian ini yaitu Histogram Equalization. 3. Klasifikasi Citra (Image Classification) Teknik kuantitatif dapat diterapkan untuk interpretasi secara otomatik data citra digital. Pada proses ini maka tiap pengamatan pixel dievaluasi dan diterapkan pada suatu kelompok informasi. 2.6 Sistem Informasi Geografis (SIG) Pengertian dan Konsep Dasar SIG Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu teknologi sebagai alat bantu untuk menyimpan, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan kembali kondisi-kondisi alam dengan bantuan data atribut dan spasial (Prahasta 2002). Konsep dasar SIG merupakan sistem yang dikembangkan khusus dibuat untuk menangani masalah informasi yang bereferensi geografis dalam berbagai cara dan bentuk. Menurut Lo (1995), SIG mengandung arti data dengan lokasi tertentu. Input untuk SIG dapat dipanggil dengan menggunakan komputer, tidak terbatas pada data penginderaan jauh. SIG paling tidak terdiri dari subsistem pemrosesan, subsistem analisis data, dan subsistem yang menggunakan informasi. Subsistem pemrosesan data mencakup pengambilan data, perbaikan, analisis, dan keluaran informasi dalam berbagai bentuk. Subsistem yang memakai informasi memungkinkan adanya informasi relevan untuk menyelesaikan suatu masalah. Dalam rancangan SIG, komponen input dan output grafik tertentu seringkali memiliki peranan dominan dalam membentuk arsitektur dari sisa suatu sistem. Hal tersebut perlu dalam memahami kedalaman prosedur yang dipakai dalam kaitannya dengan masalah input atau output data, organisasi data, dan pemrosesan data. Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat diuraikan menjadi beberapa tahapan yang terdiri dari: 1. Data Input Tahapan ini untuk mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber, bertanggung jawab dalam mengkonversi atau
8 mentransportasikan format-format data asli ke dalam format yang dapat digunakan oleh SIG. 2. Data Output Tahapan ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy maupun bentuk hardcopy. 3. Data Manajemen Tahapan ini mengorganisasikan baik data spasial maupun atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, di-update, dan di-edit. 4. Data Manipulasi dan Analisis Tahapan ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG serta manipulasi dan permodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan Perangkat Lunak ARC VIEW dan ERDAS Software Arc View adalah alat yang mudah digunakan, memungkinkan untuk melakukan organisasi, memelihara, menggambarkan, dan menganalisis peta informasi spasial. Arc View berjalan pada sistem desktop mapping dan menyediakan suatu kerangka kerja guna pembuatan keputusan spasial juga mempunyai kemampuan untuk menggambarkan, menyelidiki, melakukan query dan menganalisa data spasial. Arc View dapat dengan cepat mengubah simbol peta, menambah gambar citra atau grafik, menempatkan tanda arah udara, skala batang, dan judul serta mencetak peta dengan kualitas baik. Arc View bekerja dengan data tabular, citra, data teks, data spreadsheet, dan data grafik dengan Arc View yang dapat memodifikasi interface yang ada guna mendukung suatu aplikasi. Arc View juga dapat merubah icon-icon dan terminologi yang digunakan pada interface, mengoptimalisasikan operasi-operasi atau membuat interface tertentu untuk melakukan akses ke data dasar tertentu dengan dapat melakukan komunikasi dengan produk software lain, dimana kita dapat mengubah data tanpa melakukan perubahan dan tanpa meninggalkan Arc View (Prahasta 2002).
9 ERDAS IMAGINE, merupakan alat untuk membuat, manajemen, dan analisa data penginderaan jauh dan merupakan alat utama dalam pemrosesan citra digital (Anonim 2008). Pengolahan data landsat yang dilakukan dengan menggunakan software ERDAS pada umumnya dilakukan dengan proses sebagai berikut: (1) Landsat imagery, (2) import to image, (3) band selection, (4) layer stacking, (5) geometric correction, (4) radiometric correction, (5) image subset, (6) land cover classification, dan (7) rejected (ground truthing & accuracy assestment). Pada proses klasifikasi penutupan lahan, dilakukan proses klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification) dan klasifikasi terbimbing (supervised classification) yang kemudian dapat dilakukan interpretasi sesuai dengan tujuan pemanfaatan data landsat tersebut. 2.7 Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Penginderaan Jauh Aplikasi SIG dan penginderaan jauh dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan, misalnya mengetahui penutupan suatu lahan, pemetaan penyebaran satwa atau vegetasi tertentu, dan sebagainya. Tabel 1 merupakan beberapa contoh aplikasi dari penginderaan jauh. Tabel 1 Aplikasi penginderaan jauh untuk pemetaan penutupan lahan atau RTRW No Peneliti Tahun Lokasi Hasil Penelitian 1 Edwar 2007 Kabupaten Firdaus Garut Luas kawasan lindung aktual di Kab Garut sebesar ,51 Ha (29,2%). Jumlah ini lebih kecil dibanding kan dengan luasan kawasan hutan lindung yang diharapkan berdasarkan UU No.41 Tahun Lia Fracillia 2007 DKI Jakarta Terjadi penurunan luas RTH dari tahun sebesar 8,79% dan mengalami kenaikan temperatur permukaan sebesar 0,4 0 C. 3 Sabri 2004 DAS Ciliwung Hulu, Jawa Barat 4 Zulfikar 1999 DAS Bancak, Jawa Tengah Luas tutupan lahan permukiman mencapai Ha (10%), jika dibandingkan dengan ketentuan RTRW Kabupaten Bogor yang hanya merekomendasikan luasan terbangun sebesar 169,6 Ha (1,1%), berarti konversi yang terjadi telah melampaui ketentuan RTRW Kabupaten yang sudah ditetapkan. Citra yang terbaik untuk mengidentifikasi penutupan lahan dalam keperluan analisis lahan kritis adalah citra yang direkam pada musim penghujan. Hal tersebut karena pada musim kemarau semua jenis penutupan lahan menjadi kering sehingga reflektan yang dihasilkan pada penutupan lahan tersebut hampir sama. Sehingga, akurasi hasil klasifikasi penutupan lahan pada citra musim hujan lebih tinggi jika dibandingkan dengan citra musim kemarau.
10 Beberapa contoh aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk berbagai kegiatan seperti: evaluasi perubahan penutupan lahan, analisis kesesuaian lahan, dan perkiraan luas areal kebakaran hutan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk berbagai kegiatan No Peneliti Tahun Lokasi Hasil Penelitian 1 Puji Waluyo 2009 Kota Selama periode terjadi peningkatan Semarang perubahan lahan area terbangun, diikuti peningkatan luas distribusi suhu permukaan 2 Edwin Pramudia 3 Lalu Atikdar Firman Hakim 4 5 Achmad Siddik Thoha Endang Hernawan 2008 Kabupaten Agam, Sumatera Barat 2007 Pesisir Pantai Selatan Pulau Lombok, NTB Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau Batas TNKS, Provinsi Bengkulu dengan nilai tinggi 34 0 C dan penurunan RTH. Objek wisata di Kab. Agam sebanyak 58 obyek wisata, diperoleh 6 wisata dengan potensi tinggi, 31 dengan potensi sedang, 15 obyek dengan potensi tinggi, dan 6 obyek potensi sangat tinggi. Didapatkan daerah kesesuaian lahan untuk kegiatan wisata, yaitu kegiatan wisata selam yang sesuai dilakukan pada daerah terumbu karang dengan kecerahan di atas 15 meter, memiliki spesies ikan dan terumbu karang yang beragam dengan kecepatan arus di bawah 1 knot dan daerah pariwisata pantai, wisata selancar dengan daerah pecah gelombang. Terjadi penurunan luas areal terbakar antara tahun dengan persentase penurunan sebesar 5% atau seluas ,00 Ha. Penurunan luas areal terbakar pada tahun 2004 terjadi karena makin menurunnya jumlah kejadian kebakaran yang dapat diindikasikan oleh menurunnya jumlah hotspot dari tahun SIG dapat membantu kegiatatan evaluasi perubahan penutupan lahan (klasifikasi kelas lahan) dan mengetahui perubahan penutupan hutan akibat perambahan hutan, namun tidak dapat digunakan untuk mengetahui perubahan hutan akibat penebangan ilegal karena kegiatan logging pada lokasi cukup sedikit. Berdasarkan contoh-contoh aplikasi dari Sistem Informasi Geografis dan penginderaan jauh di atas, maka dapat diketahui bahwa aplikasi tersebut efektif digunakan untuk mengetahui perubahan penutupan lahan dan luas suatu areal. Kemudian, dapat digunakan untuk analisis lahan kritis dan daerah kesesuaian lahan serta distribusi suhu permukaan suatu wilayah. Aplikasi dari Sistem Informasi Geografis dan penginderaan jauh, juga efektif digunakan untuk studi evaluasi penutupan lahan atau evaluasi suatu kawasan.
EVALUASI KAWASAN LINDUNG BERDASARKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT (APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS )
EVALUASI KAWASAN LINDUNG BERDASARKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT (APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ) INE WASILLAH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
Lebih terperinciMETODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian
22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya
5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perubahan Penutupan Lahan Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami perubahan kondisi pada waktu yang berbeda disebabkan oleh manusia (Lillesand dkk,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura
III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way
13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan September 2012 yang berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way Kambas
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi
TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,
Lebih terperinciTitle : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009
Contributor : Doni Prihatna Tanggal : April 2012 Posting : Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Pada 19 Januari 2012 lalu, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan
Lebih terperinciIV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi
31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi
Lebih terperinciOrientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).
BAB II METODE KAJIAN 2.1. Pengertian Rekonstruksi, dari kata re : kembali, dan konstruksi : susunan, model, atau tata letak suatu bangunan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989), dalam hal ini rekonstruksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan
TINJAUAN PUSTAKA KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan Pengertian masyarakat adat berdasarkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun)
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS
BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2011 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini
57 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Hutan Indonesia Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini mencapai angka 120,35 juta ha atau sekitar 61 % dari luas wilayah daratan Indonesia.
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas
23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Resort Pugung Tampak pada bulan Januari September 2012. Resort Pugung Tampak
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.
SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3 1. Data spasial merupakan data grafis yang mengidentifikasi kenampakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan
Lebih terperinciIII. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin
III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kekeringan Kekeringan (drought) secara umum bisa didefinisikan sebagai kurangnya persediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau volume
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar
Lebih terperinciAnalisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat
Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat Rully Sasmitha dan Nurlina Abstrak: Telah dilakukan penelitian untuk
Lebih terperinciLAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1
LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L
Lebih terperinci4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN
4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan hutan di Sumatera Utara memiliki luas sekitar 3.742.120 ha atau sekitar 52,20% dari seluruh luas provinsi, luasan kawasan hutan ini sesuai dengan yang termaktub
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang
1 Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Identifikasi merupakan langkah strategis dalam menyukseskan suatu pekerjaan. (Supriadi, 2007). Tujuan pemerintah dalam rangka penertiban dan pendayagunaan tanah
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kabupaten Cianjur Berdasarkan hasil proses klasifikasi dari Landsat-5 TM areal studi tahun 2007, maka diperoleh 10 kelas penutupan lahan yang terdiri dari:
Lebih terperinciBAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA
PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN
Lebih terperinci19 Oktober Ema Umilia
19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua
Lebih terperinciINDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN
INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.
KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011
Lebih terperinciIII METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 9 bulan (Maret - November 2009), dan obyek penelitian difokuskan pada tiga kota, yaitu Kota Padang, Denpasar, dan Makassar.
Lebih terperinciIII. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian
III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan
Lebih terperinciPemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam
Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam Arif Roziqin 1 dan Oktavianto Gustin 2 Program Studi Teknik Geomatika, Politeknik Negeri Batam, Batam 29461 E-mail : arifroziqin@polibatam.ac.id
Lebih terperinciberbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari
Lebih terperinciIII. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.
III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun
Lebih terperinciDasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciPengertian Sistem Informasi Geografis
Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk
Lebih terperinciPENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH Totok Gunawan dkk Balitbang Prov. Jateng bekerjasama dengan Fakultas Gegrafi UGM Jl. Imam Bonjol 190 Semarang RINGKASAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman merupakan wilayah sistem penyangga kehidupan terutama dalam pengaturan tata air, menjaga kesuburan tanah, mencegah erosi, menjaga keseimbangan
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
17 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang
4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari
Lebih terperinciSISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.
GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha yang memanfaatkan potensi sumberdaya lahan secara maksimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian
BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Distribusi dan Kecukupan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Karbondioksida dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan salah satu bentuk ekosistem yang secara umum terdiri dari wilayah hulu dan hilir. Wilayah hulu DAS didominasi oleh kegiatan pertanian lahan
Lebih terperinciAnalisa Pantauan dan Klasifikasi Citra Digital Remote Sensing dengan Data Satelit Landsat TM Melalui Teknik Supervised Classification
Analisa Pantauan dan Klasifikasi Citra Digital Remote Sensing dengan Data Satelit Landsat TM Melalui Teknik Supervised Classification (Studi Kasus Kabupaten Minahasa Tenggara, Provinsi Sulawesi Utara)
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai dari Bulan Juni sampai dengan Bulan Desember 2009. Penelitian ini terbagi atas pengambilan dan pengumpulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil sensus jumlah penduduk di Indonesia, dengan luas wilayah kurang lebih 1.904.569 km 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk, dari tahun 2010 jumlah penduduknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Teknologi merupakan era dimana informasi serta data dapat didapatkan dan ditransfer secara lebih efektif. Perkembangan ilmu dan teknologi menyebabkan kemajuan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101 0 18 sampai 101 0 36 Bujur Timur serta 0 0 25 sampai 0 0 45 Lintang Utara.
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS (LAND COVER CHANGES IN WAY KAMBAS NATIONAL PARK)
PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS (LAND COVER CHANGES IN WAY KAMBAS NATIONAL PARK) Danang Arif Maullana dan Arief Darmawan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Jl. Prof.
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada
82,6 443.8 157.9 13.2 2664.8 1294.5 977.6 2948.8 348.7 1777.9 1831.6 65.8 2274.9 5243.4 469.2 4998.4 Hektar 9946.9 11841.8 13981.2 36 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Citra Data tentang luas tutupan
Lebih terperinciIII. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bentuk penggunaan lahan suatu wilayah terkait dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitasnya. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan semakin intensifnya aktivitas
Lebih terperinciDasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman
Lebih terperinciIDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL
IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL Nam dapibus, nisi sit amet pharetra consequat, enim leo tincidunt nisi, eget sagittis mi tortor quis ipsum. PENYUSUNAN BASELINE PULAU-PULAU
Lebih terperinciREPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)
Menimbang : PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber:
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,
Lebih terperinciSistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang
Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi
Lebih terperinciKAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA
KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA (Studi Kasus: Kawasan sekitar Danau Laut Tawar, Aceh Tengah) TUGAS AKHIR Oleh: AGUS SALIM L2D
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta administrasi Kota Sintang
3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sintang Kalimantan Barat, terletak kurang lebih 395 km dari K ota Pontianak Ibu Kota Propinsi Kalimantan Barat. Meliputi
Lebih terperinciMendeteksi Kebakaran Hutan Di Indonesia dari Format Data Raster
Tugas kelompok Pengindraan jauh Mendeteksi Kebakaran Hutan Di Indonesia dari Format Data Raster Oleh Fitri Aini 0910952076 Fadilla Zennifa 0910951006 Winda Alvin 1010953048 Jurusan Teknik Elektro Fakultas
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu
Lebih terperinciStudi Akurasi Citra Landsat 8 dan Citra MODIS untuk Pemetaan Area Terbakar (Studi Kasus: Provinsi Riau)
A758 Studi Akurasi Citra Landsat 8 dan Citra MODIS untuk Pemetaan Area Terbakar (Studi Kasus: Provinsi Riau) Agita Setya Herwanda, Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil
4 TINJAUAN PUSTAKA Makin banyak informasi yang dipergunakan dalam klasifikasi penutup lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil klasifikasinya. Menggunakan informasi multi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).
TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi
Lebih terperinciPERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA
PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA Nirmalasari Idha Wijaya 1, Inggriyana Risa Damayanti 2, Ety Patwati 3, Syifa Wismayanti Adawiah 4 1 Dosen Jurusan Oseanografi, Universitas
Lebih terperinciJurnal Geodesi Undip Januari 2014
Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Di Kecamatan Karangawen Studi Kasus : Pembangunan Karang Awen, Demak Hadi Winoto, Bambang Sudarsono, Arief Laila Nugraha* ) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik,
Lebih terperinciMEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.
PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber: LN 1997/96;
Lebih terperinciBAB 4. METODE PENELITIAN
BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian dan Scene Data Satelit Lokasi penelitian ini difokuskan di pantai yang berada di pulau-pulau terluar NKRI yang berada di wilayah Provinsi Riau. Pulau-pulau
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang
TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Menurut Rustiadi et al. (2009) ruang terdiri dari lahan dan atmosfer. Lahan dapat dibedakan lagi menjadi tanah dan tata air. Ruang merupakan bagian dari alam yang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Juni Juli 2012 di area Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo Alasmandiri,
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem yang memiliki kemampuan menyimpan lebih dari 30 persen karbon terestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi serta
Lebih terperinciBAB 5 RTRW KABUPATEN
BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.209, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Ekosistem gambut. Perlindungan. Pengelolaan.(Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciAninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,
KAJIAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BRANTAS BAGIAN HILIR MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTI TEMPORAL (STUDI KASUS: KALI PORONG, KABUPATEN SIDOARJO) Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara
Lebih terperinciKeputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung
Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciIII. METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian
16 III. METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian Ruang lingkup dan batasan-batasan kajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Wilayah kajian adalah wilayah administratif Kabupaten b.
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan perkotaan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pada bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2008. Gambar 3. Citra IKONOS Wilayah
Lebih terperinci