KAJIAN TINGKAT KEKOTAAN DESA BERDASARKAN STRUKTUR EKONOMI PENDUDUK DESA KALIBUKBUK

dokumen-dokumen yang mirip
MIGRAN PADA URBAN FRINGE AREA KOTA SINGARAJA SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP STRUKTUR EKONOMI WILAYAH. Oleh

MIGRAN DI KOTA NEGARA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (KAJIAN GEOGRAFI PENDUDUK) Oleh

BAB I PENDAHULUAN. subur, dan mendapat julukan sebagai Negara Agraris membuat beberapa. memiliki prospek yang menjanjikan dan menguntungkan.

Nama :Rayendra Pratama NPM : 1A Kelas : 1 KA 39. Tugas ISB Bab 7

KAJIAN FENOMENA URBANISME PADA MASYARAKAT KOTA UNGARAN KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

POLA KERUANGAN DESA A. Potensi Desa dan Perkembangan Desa-Kota Bintarto

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Formal Latar Belakang Material

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Pertanian di Kabupaten Lampung Tengah dengan mengambil pegawai Badan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam

ANAK-ANAK PEKERJA OFF-FARM PADA DAERAH UP LAND DI OBJEK WISATA PENELOKAN. Oleh: I Ketut Putra Jaya

THE INCOMES AND HOUSEHOLD WELFARE LEVELS OF SAND MINERS IN PASEKAN HAMLET GONDOWANGI VILLAGE SAWANGAN DISTRICT MAGELANG REGENCY

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah suatu rencana tentang cara mengumpulkan,

INDUSTRI BATU BATA DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI DESA TULIKUP KECAMATAN GIANYAR KABUPATEN GIANYAR (TINJAUAN GEOGRAFI EKONOMI)

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan pedesaan yang kehidupan

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

PERSEPSI WISATAWAN TENTANG DESTINASI WISATA PANTAI PASIR JAMBAK KOTA PADANG RIO NALDO PAKPAHAN /2011

METODE PENELITIAN. Populasi dan Teknik Pengambilan Contoh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei.

BAB VI PENUTUP VI.1. Temuan Studi

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. merupakan metode yang digunakan dalam penelitian dengan cara pengamatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap manusia harus memenuhi kebutuhannya, guna kelangsungan hidup.

METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang di lakukan oleh peneliti berlokasi di SMA Negeri 4. jangkau sehingga memudahkan dalam pengumpulan data.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survey.

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk membangun daerah secara optimal guna meningkatkan

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

DESKRIPSI TENAGA KERJA INDUSTRI KERUPUK RAFIKA DI KELURAHAN TANJUNG HARAPAN KECAMATAN KOTABUMI SELATAN KABUPATEN LAMPUNG UTARA TAHUN 2012

The Contribution Of Agricultural Sector in the Economy at Bone Bolango Regency By

Pembangunan di pedesaan adalah bagian dari proses pembangunan. nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Konsumsi Pangan. Preferensi Pangan. Karakteristik Makanan:

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berhasil tidaknya suatu penelitian. Arikunto (2006: 26) mengemukakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dampak dari keberhasilan pembangunan ekonomi, pendidikan dan teknologi di Indonesia adalah kecenderungan seseorang

BAB III METODE PENELITIAN. hasil dari beberapa variabel yang telah ditetapkan melalui statistik.

METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian adalah ilmu yang memperbincangkan metode-metode

III. METODE PENELITIAN. atau menggambarkan sesuatu hal, misalnya keadaan, kondisi, situasi, peristiwa, kegiatan, dan

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengumpulkan data dari lapangan. Metode penelitian yang digunakan penulis

EKSISTENSI MIGRAN DI DESA CANDIKUNING, KECAMATAN BATURITI, KABUPATEN TABANAN (TINJAUAN GEOGRAFI PENDUDUK)

BAB III METODE PENELITIAN. Sebelah Selatan : Kecamatan Labuan

KEADAAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA PETANI SAWAH TADAH HUJAN DI DESA FAJAR BARU KECAMATAN JATI AGUNG. Oleh: Dila Afdila, Sudarmi*, Edy Haryono** ABSTRACT

Transformasi Wilayah Di Koridor Purwokerto-Purbalingga Dalam Perspektif Geospatial

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

Oleh. Ni Wayan Tanti Purwanti Made Suryadi dan I Wayan Treman *) Jurusan Pendidikan Geografi,Undiksha Singaraja

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif. Tika

III. METODE PENELITIAN. Metode deskriptif dilakukan untuk melihat hubungan status sosial ekonomi petani

KAJIAN KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN SKALA MIKRO DI DESA PENYABANGAN KECAMATAN GEROKGAK

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang penelitian ini dibagi dalam dua bagian. Bagian pertama

BAB III METODE PENELITIAN. dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif sesuai tujuannya. Desain

BAB III METODE PENEITIAN

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif.

BAB III METODE PENELITIAN. fenomena, mengumpulkan informasi dan menyajikan hasil penelitian pada

III. METODE PENELITIAN. penerima PNPM Mandiri Desa di Kecamatan Purbolinggo Kabupaten

DAMPAK MINIMARKET TERHADAP EKSISTENSI WARUNG TRADISIONAL DI KOTA SINGARAJA. Oleh: Ni Komang Ayu Triadi Dewi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

BAB III METODE PENELITIAN. Objek penelitian yang saya bahas adalah dampak ekonomi, dampak sosial,

PEMBANGUNAN MINAPOLIS DAN HINTERLAND KAWASAN MINAPOLITAN

STUDI PREFERENSI WISATAWAN TERHADAP JENIS MODA ANGKUTAN WISATA DI KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

HUBUNGAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PENAMBANG PASIR DESA KENDALSARI KECAMATAN KEMALANG KABUPATEN KLATEN

Unsur - unsur potensi Fisik desa. Keterkaitan Perkembangan Desa & Kota

TINJAUAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN DI GRAND ROCKY HOTEL BUKITTINGGI

METODE PENELITIAN. Desain Penelitian

KEADAAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA PETANI SAWAH TADAH HUJAN DI DESA BALINURAGA TAHUN 2016 (JURNAL) Oleh PUTU NILAYANTI

III. METODE PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan

ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA BERDASARKAN KEGIATAN EKONOMI MASYARAKAT DESA TEGALSARI KECAMATAN TEGALSARI KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2015

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan problematika terbesar dalam kehidupan. Sebab

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, terutama persaingan dalam berbagai hal. Persaingan dalam

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Menurut Sumaatmadja yang dikutip dari The Liang Gie ( ) suatu

Agus Nurkatamso Umi Listyaningsih

III. METODOLOGI PENELITIAN. situasi-situasi atau kejadian-kejadian (Sumadi Surya Brata, 2000: 18).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan pariwisata di Indonesia sekarang ini semakin pesat.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

TRACER STUDY MAHASISWA LULUSAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI. Sriyono Dosen Jurusan Geografi FIS - UNNES. Abstrak

BAB VIII HUBUNGAN PERUBAHAN PEREKONOMIAN NELAYAN DENGAN POLA ADAPTASI NELAYAN

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

HASBULLAH NPM

PEMODELAN SPASIAL TINGKAT KERAWANAN KEMACETAN LALU LINTAS DI RUAS JALAN KOLEKTOR SEKUNDER KELURAHAN TERBAN KOTA YOGYAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN SAWAH MENJADI PERMUKIMAN DI KECAMATAN PRINGSEWU TAHUN (Jurnal) Oleh YUYUT ARIYANTO

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses perubahan struktural di Indonesia dapat ditandai dengan: (1) menurunnya pangsa

I. PENDAHULUAN. penduduk yang tinggi disebabkan oleh tingkat fertilitas yang tinggi yang

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Penggunaan metode dalam suatu penelitian sangat berpengaruh besar

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan

Transkripsi:

KAJIAN TINGKAT KEKOTAAN DESA BERDASARKAN STRUKTUR EKONOMI PENDUDUK DESA KALIBUKBUK Sakinah (I Gede Astra Wesnawa dan Ida Bagus Made Astawa)* Jurusan Pendidikan Geografi, FIS Undiksha ina.shaqi@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini dilakukan di Desa Kalibukbuk Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng dengan tujuan untuk (1) mengetahui struktur ekonomi penduduk Desa Kalibukbuk di bidang pertanian dan nonpertanian, (2) mengetahui tingkat kekotaan Desa Kalibukbuk dilihat dari struktur ekonomi penduduk. Untuk itu dilakukan penelitian terhadap sampel sebesar 5% (70 KK) dari populasi sebesar 1402 KK secara proportional random sampling dengan teknik undian. Data dikumpulkan dengan teknik kuesioner, dokumentasi dan pencatatan dokumen yang selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa: (1) struktur ekonomi penduduk Desa Kalibukbuk adalah nonpertanian (2) tingkat kekotaan Desa Kalibukbuk berdasarkan struktur ekonomi penduduk terkategori tinggi, sehingga termasuk urban (perkotaan). Kata-kata Kunci : Tingkat Kekotaan, Struktur Ekonomi, Penduduk *) Dosen Pembimbing ABSTRACT This research was done in the Kalibukbuk village, subdistrict of Buleleng regency with the aim to (1) know the economic structures of the villagers Kalibukbuk in agriculture and non-agiculture, (2) know the Kalibukbuk level urbanity seen from the economic structure of the population. Therefore the studies against samples 5% (70 families) from 1402 families as population with random sampling techniques sweepstake. Data collected by questionnaire techniques, documentation and recording document which analyzed by qualitative descriptive. Research results show that: (1) economic structure villagers Kalibukbuk is non-agriculture, (2) the level urbanity village of Kalibukbuk based on the economic structure villagers of Kalibukbuk is high categorized, so including as a urban areas. Keywords : the level of urbanity, economic structure, population Bintarto (1989:11) mengemukakan bahwa desa merupakan perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomi, politik, kultural setempat dalam hubungan dan pengaruh timbal balik dengan daerah lain. Fenomena sosial dan ekonomi beserta perubahan-perubahannya di wilayah perdesaan merupakan kajian dari geografi perdesaan (Suhardjo dalam Santoso, 2007:26). Perubahan-perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi di wilayah perdesaan dalam berbagai aspek kehidupan dipengaruhi oleh aktivitas pembangunan. Salah satu perubahan sifat-sifat masyarakat perdesaan 1

adalah dalam wujud perubahan mata pencaharian dari agraris menjadi nonagraris. Umumnya desa yang berlokasi di pinggiran kota di satu sisi merupakan daerah yang mempunyai sifat kekotaan dan sifat kedesaan di sisi lain. Semakin dekat lokasi desa dengan kota, maka semakin banyak sifat kekotaan yang muncul dan sifat kedesaan semakin berkurang, sehingga berdampak pada makin lemahnya komitmen petani terhadap kegiatan pertanian di desa (Yunus, 2005:77-78). Desa Kalibukbuk termasuk wilayah administratif Kecamatan Buleleng yang mengalami perubahan fenomena sosial dan ekonomi yaitu kecenderungan terjadinya dominasi penduduk bermata pencaharian di sektor nonpertanian (72,35%) bila dibandingkan dengan sektor pertanian (27,65%) karena pengaruh pengembangan potensi pariwisata. Selain itu adanya peningkatan jumlah penggunaan lahan untuk pertokoan di Desa Kalibukbuk periode tahun 2009-2010 sebanyak 32,75%. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa Desa Kalibukbuk sudah memiliki karakteristik kekotaan. Berkaitan dengan karakteristik kekotaan yang ada pada sebuah desa, menurut Muta ali (2002) dapat dibuat tipologi desa berdasarkan karakteristik kekotaannya dengan indikator kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk, lahan terbangun, penduduk nonpertanian dan fasilitas sosial ekonomi yang menghasilkan tipe kekotaan desa yaitu desa mula, desa, calon kota, kota dan kota lanjut. Berdasarkan pemaparan indikator tingkat kekotaan oleh Muta ali (2002) maka tingkat kekotaan dapat ditinjau berdasarkan kenampakan fisik dan penduduknya. Sehubungan dengan tingkat kekotaan, Nelson dan Amirudin et al (Yunus, 2005:40-41) mengklasifikasikan wilayah berdasarkan ciri pembeda desa dan kota menjadi desa (rural), semi kota (rurban) dan kota (urban) yang memiliki kesamaan dengan tipe kekotaan yang dikemukakan oleh Muta ali (2002) pada indeks kekotaan rendah, sedang dan tinggi. Beberapa ciri pembeda antara desa dengan kota yang dikemukakan oleh Nelson (dalam Yunus, 2005:41) dapat dilihat dalam Tabel 1.1 Tabel 1.1 Perbedaan Ciri-ciri Desa dan Kota No Unsur Pembeda Desa Kota 1 Mata Pencaharian Agraris homogen Nonagraris heterogen 2 Ruang kerja Terbuka/lapangan Ruang tertutup 3 Tempat kerja Dekat (relatif) jauh 4 Keahlian/keterampilan Umum/menyebar Spesialisasi mengelompok 5 Kontak sosial Frekuensi rendah Frekuensi tinggi 6 Strata sosial Sederhana Kompleks 7 Kelembagaan Terbatas Kompleks 8 Kontrol sosial Adat/tradisi UU/peraturan tertulis 9 Sifat masyarakat Gemeinschaft geselschaft 10 Mobilitas penduduk Rendah tinggi 11 Status sosial Stabil Tidak stabil 12 Musim/cuaca Penting Tidak penting 2

13 Kepadatan penduduk Rendah tinggi 14 Kepadatan rumah Rendah tinggi Sumber : Yunus (2005 : 41) Selain itu Amirudin et al juga mengemukakan ciri pembeda kota dan bukan kota (dalam Yunus, 2005:40) pada Tabel 1.2 Tabel 1.2 Diferensiasi Ciri Kota dan Bukan Kota No Aspek Rural Rurban Urban 1 Mata pencaharian Agraris Campuran Nonagraris 2 Tempat kerja Sekitar tempat tinggal Campuran Terpisah 3 Kepadatan penduduk Agak rendah Rendah Tinggi 4 Kebutuhan Sederhana Mulai berkembang Kompleks 5 Cara kehidupan sosial Gotong royong Transisi Formal (tidakmutlak) 6 Komunikasi Jalan kaki dan alat Campuran Kompleks angkut sederhana 7 Daerah terbangun Sporadis Agak kompak Kompak Sumber : Yunus (2005 : 40) Tingkat kekotaan desa diukur dengan mengolah data kuantitatif berdasarkan indikator-indikator penentu karakteristik kota dan bukan kota, menggunakan scoring system, sehingga diperoleh derajat kekotaan yang ada pada suatu desa. Berkenaan dengan apa yang telah dipaparkan terkait dengan tingkat kekotaan serta ciri pembeda desa dan kota, dapat dikemukakan bahwa tingkat kekotaan tidak hanya dapat dilihat dari kondisi fisik dan penduduknya, tetapi juga dapat dilihat dari struktur ekonominya. Dilihat dari struktur ekonomi, pengukuran terhadap tingkat kekotaan desa dapat menggunakan sejumlah indikator, yaitu mata pencaharian, tempat kerja, ruang kerja dan pendapatan. Struktur ekonomi dilihat dari sudut tinjauan makro-sektoral merupakan sebuah struktur perekonomian yang dapat berstruktur agraris, industrial atau niaga tergantung pada sektor apa yang dominan menjadi tulang punggung perekonomian yang bersangkutan (Wordpress, 2010). Supartono, dkk (2011:48) mengemukakan bahwa dalam kajian struktur ekonomi desa dan ekonomi kota berkaitan dengan pembangunan ekonomi yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan yaitu berhubungan erat dengan pendapatan, sehingga dalam melihat struktur ekonomi bidang pertanian dan bidang nonpertanian perlu diidentifikasi pula pendapatan penduduknya. Berkenaan dengan itu, pengungkapan tingkat kekotaan suatu wilayah perdesaan menjadi hal yang sangat urgen. Hal tersebut sangat terkait dengan pengembangan wilayah bersangkutan. Desa yang memiliki karakteristik kekotaan jika pengembangannya hanya difokuskan pada sektor agraris akan mengalami ketidak sesuaian. Tingkat kekotaan dapat dijadikan landasan dalam perencanaan pengembangan suatu wilayah, 3

sehingga dalam melaksanakan pembangunan akan menjadi lebih proporsional antara sektor pertanian dan nonpertanian. Memperhatikan latar belakang yang telah dikemukakan, maka yang menjadi tujuan penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: (1) mengetahui struktur ekonomi penduduk Desa Kalibukbuk di bidang pertanian dan nonpertanian, (2) mengetahui tingkat kekotaan Desa Kalibukbuk dilihat dari struktur ekonomi penduduk. METODE Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif dengan metode survei. Data dan berbagai informasi diolah serta dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif, selanjutnya dideskripsikan untuk menjelaskan variabelvariabel yang diteliti dengan hasil akhir berupa diketahuinya struktur ekonomi penduduk di bidang pertanian dan nonpertanian serta tingkat kekotaan Desa Kalibukbuk berdasarkan struktur ekonomi penduduk. Dalam penelitian ini yang menjadi objek adalah tingkat kekotaan berdasarkan struktur ekonomi penduduk dan subjeknya adalah keseluruhan Kepala Keluarga di Desa Kalibukbuk yang selanjutnya dijadikan populasi dengan alasan bahwa setiap KK memiliki tanggungjawab terhadap perekonomian keluarga, atau dengan kata lain kepala keluarga adalah penduduk yang bekerja. Sampel diambil secara proportional random sampling. Proporsi sampel sesuai dengan jumlah populasi yang tersebar di masing-masing banjar. Dalam penelitian ini penentuan jumlah sampel digunakan sebesar 5% (70 KK) dari jumlah populasi sebesar 1402 KK. Anggota sampel ditentukan secara random dengan menggunakan teknik undian. Persebaran jumlah sampel antara lain di Dusun Celuk Buluh sebanyak 19 KK, Dusun Banyualit sebanyak 23 KK dan Dusun Kalibukbuk sebanyak 28 KK. Data yang dikumpulkan dari penelitian dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data tentang struktur ekonomi penduduk seperti mata pencaharian, tempat bekerja, ruang bekerja, dan pendapatan yang dikumpulkan menggunakan metode dokumentasi dan metode kuisioner dengan membuat kuis model campuran (terstruktur dan tidak terstruktur), kemudian disebarkan kepada seluruh sampel (responden). Data sekunder meliputi data fisiografis dan sosial demografis daerah penelitian menggunakan metode pencatatan dokumen. 4

Sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan pengolahan data. Pengolahan data dilakukan dalam menghasilkan indeks kekotaan secara komposit dari indikator yang diperhitungkan dalam penelitian ini. Adapun kriteria pengukuran skor rentangan pada masing-masing indikator struktur ekonomi penduduk ialah sebagai berikut: Tabel 2.2 Kriteria Pengukuran Skor pada Indikator Struktur Ekonomi Penduduk No Indikator Hasil Skor 1 Mata pencaharian Pertanian 1 Campuran 2 Nonpertanian 3 2 Tempat bekerja Sekitar tempat tinggal 1 Campuran 2 Terpisah dengan tempat tinggal 3 3 Ruang kerja Lapangan terbuka 1 Campuran 2 Ruang tertutup 3 4 Pendapatan Rendah 1 Sedang 2 Tinggi 3 Indikator-indikator pada Tabel 03 setelah diberikan skor, kemudian disatukan secara komposit (dijumlahkan). Tingkat kekotaan dapat ditentukan dari jumlah skor tersebut. Dengan demikian dari 4 indikator tersebut nilai komposit yang terendah adalah 4 dan nilai komposit tertinggi adalah 12. Kemudian berdasarkan penghitungan kelas interval dapat dibuat kelas dengan tingkat kekotaan rendah (skala interval 4-6), sedang (skala interval 7-9) dan tinggi (skala interval 10-12). Analisis data menggunakan pendekatan keruangan dan kewilayahan secara deskriptif kualitatif. Terkait dengan data struktur ekonomi di bidang pertanian dan nonpertanian akan dianalisis dengan pendekatan keruangan menggunakan analisis deskriptif kualitatif, sedangkan tingkat kekotaan desa akan dianalisis dengan pendekatan kewilayahan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Struktur ekonomi penduduk ini disesuaikan dengan indikator untuk melihat tingkat kekotaan Desa Kalibukbuk yaitu mata pencaharian, tempat bekerja, ruang kerja dan pendapatan. Mata pencaharian penduduk ini didasarkan atas mata pencaharian pokok dan mata pencaharian tambahan KK. Untuk lebih jelasnya mengenai mata pencaharian KK dapat dilihat pada Tabel 3.1 5

Tabel 3.1 Mata Pencaharian KK di Desa Kalibukbuk Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok dan Mata Pencaharian Tambahan No Dusun/ Banjar Pertanian Campuran Nonpertanian Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 1 Celuk Buluh 4 21,06 1 5,26 14 73,68 19 100 2 Banyualit 2 8,70 2 8,70 19 82,61 23 100 3 Kalibukbuk 0 0 1 3,57 27 96,43 28 100 Jumlah 7 10,00 3 4,29 60 85,71 70 100 Sumber : Analisis Data Primer, 2013 Tabel 3.1 memperlihatkan bahwa mata pencaharian KK menurut mata pencaharian pokok dan tambahan di Desa Kalibukbuk didominasi oleh sektor nonpertanian (85,71%). Hal tersebut konsisten terlihat pada masing-masing dusun. Namun jika dilihat lebih jauh pada masing-masing dusun di Desa Kalibukbuk terdapat variasi, walaupun tidak terlalu jauh. Di Dusun Celuk Buluh dan Banyualit, proporsi KK bermata pencaharian di sektor pertanian masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan Dusun Kalibukbuk, karena perkembangan pariwisata di dusun tersebut belum optimal, sehingga eksistensi pertanian masih cukup tinggi. Namun berbeda dengan Dusun Kalibukbuk yang merupakan pusat desa, dalam hal ini merupakan pusat aktivitas pariwisata, sehingga KK bermata pencaharian hanya di sektor pertanian tidak ada. Tempat bekerja KK bermata pencaharian pokok dan tambahan di Desa Kalibukbuk dapat dilihat pada Tabel 3.2 Tabel 3.2 Tempat Bekerja KK di Desa Kalibukbuk Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok dan Mata Pencaharian Tambahan No Dusun/ Banjar Sekitar Tempat Tinggal Campuran Terpisah dari Tempat Tinggal Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 1 Celuk Buluh 1 5,26 3 15,79 15 78,95 19 100 2 Banyualit 2 8,70 5 21,74 16 69,57 23 100 3 Kalibukbuk 1 3,57 4 14,29 23 82,14 28 100 Jumlah 4 5,71 12 17,14 54 77,15 70 100 Sumber : Analisis Data Primer, 2013 Tabel 3.2 memperlihatkan bahwa tempat bekerja KK berdasarkan mata pencaharian pokok dan tambahan di Desa Kalibukbuk didominasi oleh tempat bekerja yang terpisah dari tempat tinggal (77,15%). Hal tersebut konsisten terlihat pada masing-masing dusun. Namun jika dilihat lebih jauh pada masing-masing dusun di Desa Kalibukbuk terdapat variasi tempat bekerja KK. Di Dusun Celuk Buluh, KK yang bekerja di sektor pertanian umumnya memiliki tempat bekerja terpisah dari tempat tinggal, sehingga diperlukan sarana transportasi untuk menjangkau lahan pertanian tersebut. Di Dusun Banyualit dan Dusun Kalibukbuk, KK yang bekerja di sekitar tempat tinggal umumnya merupakan KK yang bekerja sebagai pedagang. 6

Ruang kerja KK bermata pencaharian pokok dan tambahan di Desa Kalibukbuk dapat dilihat pada Tabel 3.3 Tabel 3.3 Ruang Kerja KK di Desa Kalibukbuk Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok dan Mata Pencaharian Tambahan No Dusun/ Banjar Lapangan Terbuka Campuran Ruang Tertutup Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 1 Celuk Buluh 11 57,89 1 5,26 7 36,85 19 100 2 Banyualit 7 30,43 5 21,74 11 47,83 23 100 3 Kalibukbuk 2 7,14 3 10,71 23 82,15 28 100 Jumlah 20 28,57 9 12,86 41 58,57 70 100 Sumber: Analisis Data Primer, 2013 Tabel 3.3 memperlihatkan bahwa ruang kerja KK berdasarkan mata pencaharian pokok dan tambahan di Desa Kalibukbuk didominasi oleh ruang kerja di ruangan tertutup (58,57%). Namun jika dilihat lebih jauh pada masing-masing dusun di Desa Kalibukbuk terdapat variasi ruang kerja KK. Di Dusun Celuk Buluh didominasi oleh KK yang bekerja di lapangan terbuka. KK yang bekerja di lapangan terbuka adalah KK yang bekerja di sektor pertanian dan sektor nonpertanian sebagai buruh konstruksi bangunan dan buruh hotel. Selisih KK yang bekerja di ruang tertutup dengan KK yang bekerja di lapangan terbuka di Dusun Banyualit tidak terlalu jauh. Hal ini disebabkan karena KK yang bekerja di sektor nonpertanian juga ada yang bekerja di lapangan terbuka sebagai pemandu wisata, sopir dan buruh, sehingga akan beraktivitas di lapangan terbuka. Di Dusun Kalibukbuk dominasi KK yang bekerja di ruang tertutup karena sebagian besar KK bekerja sebagai karyawan dan PNS, sehingga dalam melaksanakan aktivitas pekerjaannya dilakukan di ruang tertutup seperti kantor. Pendapatan KK bermata pencaharian bidang pertanian dan nonpertanian di Desa Kalibukbuk nominal terendah ialah Rp. 521.000 dan nominal tertinggi ialah Rp. 5.000.000, sehingga dapat dibuat kelas interval pendapatan rendah (Rp.521.000 Rp.2.014.000), sedang (Rp.2.015.000 Rp.3.508.000) dan tinggi (Rp. 3.509.000 Rp. 5.002.000). untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.4 Tabel 3.4 Pendapatan KK di Desa Kalibukbuk Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok dan Mata Pencaharian Tambahan No Dusun/Banjar Rendah Sedang Tinggi Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 1 Celuk Buluh 16 84,21 2 10,53 1 5,26 19 100 2 Banyualit 16 69,57 7 30,43 0 0 23 100 3 Kalibukbuk 18 64,29 8 28,57 2 7,14 28 100 Jumlah 50 71,43 17 24,29 3 4,28 70 100 Sumber: Analisis Data Primer, 2013 Tabel 3.4 memperlihatkan bahwa pendapatan KK berdasarkan mata pencaharian pokok dan tambahan di Desa Kalibukbuk didominasi oleh KK berpendapatan rendah (71,43%). Dilihat lebih jauh mengenai data pada masing-masing dusun di Desa Kalibukbuk dapat 7

dikemukakan adanya variasi. KK berpendapatan tinggi masih dapat dijumpai di Dusun Celuk Buluh dan Dusun Kalibukbuk. KK berpendapatan tinggi umumnya adalah KK yang bekerja sebagai pedagang skala besar, dalam hal ini pedagang yang memiliki toko (owner) dan memiliki jumlah pegawai/karyawan yang cukup banyak. Berbeda halnya dengan di Dusun Banyualit tidak ada KK berpendapatan tinggi. Meskipun di Dusun Banyualit terdapat beberapa tempat akomodasi wisatawan seperti hotel yang relatif mewah, namun umumnya KK di Dusun/Banjar Dinas Banyualit hanya bekerja sebagai karyawan di hotel tersebut. Pembahasan Struktur Ekonomi KK Bidang Pertanian dan Nonpertanian di Desa Kalibukbuk Desa Kalibukbuk merupakan desa yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai daerah pariwisata. Desa Kalibukbuk dengan potensi pariwisatanya tersebut telah berkembang dan mempengaruhi struktur ekonomi penduduknya. Pengembangan pariwisata yang berlangsung sejak tahun 1980-an telah mengubah struktur ekonomi Desa Kalibukbuk dari berstruktur ekonomi pertanian menjadi berstruktur ekonomi nonpertanian. Hal tersebut berlangsung hingga saat ini yang dibuktikan dengan dominasi (85,71%) proporsi KK yang bekerja di sektor nonpertanian. Meskipun mata pencaharian bidang nonpertanian lebih banyak memberikan peluang kerja bagi penduduk, namun mata pencaharian bidang pertanian juga masih memberikan peluang sebagai sumber pendapatan penduduk. Hal ini dibuktikan dengan masih adanya KK bermata pencaharian di bidang pertanian. Selain itu KK bermata pencaharian bidang nonpertanian sebagai mata pencaharian pokok masih melakukan aktivitas bidang pertanian sebagai mata pencaharian tambahan. KK yang bekerja dengan lokasi tempat bekerja terpisah dari tempat tinggal mendominasi (77,15%) struktur ekonomi KK. Kepala Keluarga yang bekerja di ruang tertutup juga mendominasi (58,57%) struktur ekonomi KK. Berdasarkan ciri pembeda desa dan kota, maka pada aspek mata pencaharian, tempat bekerja dan ruang kerja KK di Desa Kalibukbuk termasuk dalam kategori perkotaan (urban). Namun berbeda dengan pendapatan KK di Desa Kalibukbuk terkategori perdesaan (rural). KK berpendapatan rendah mendominasi (71,43%) struktur ekonomi KK. KK berpendapatan rendah umumnya adalah KK bermata pencaharian di bidang pertanian (petani, peternak, dan nelayan) dan beberapa penduduk bermata pencaharian di bidang nonpertanian seperti pedagang kecil, karyawan hotel dan buruh. 8

Tingkat Kekotaan Desa Kalibukbuk Berdasarkan Struktur Ekonomi Penduduk Tingkat kekotaan Desa Kalibukbuk dapat diukur melalui pengukuran secara komposit indikator-indikator dalam struktur ekonomi Kepala Keluarga yang menjadi responden dalam penelitian ini. Untuk lebih jelasnya mengenai tingkat kekotaan struktur ekonomi KK di masing-masing dusun/banjar dinas di Desa Kalibukbuk dapat dilihat pada Tabel 4.18 Tabel 3.5 No Dusun/Banjar Dinas Tingkat Kekotaan Struktur Ekonomi KK di Masing-masing Dusun, Desa Kalibukbuk Tingkat Kekotaan Persentase (%) Jml % TK Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) 1 Celuk Buluh 6 9 4 31,58 47,37 21,05 19 100 Rurban 2 Banyualit 9 12 2 39,13 52,17 8,70 23 100 Rurban 3 Kalibukbuk 21 7 0 75,00 25,00 0 28 100 Urban Jumlah 36 28 6 51,43 40,00 8,57 70 100 Sumber : Analisis Data Primer, 2013 Tabel 3.5 memperlihatkan bahwa secara umum tingkat kekotaan berdasarkan struktur ekonomi KK di Desa Kalibukbuk didominasi tingkat kekotaan kategori tinggi (51,43%), sehingga secara umum tingkat kekotaan struktur ekonomi penduduk Desa Kalibukbuk adalah termasuk kategori perkotaan (urban). Dilihat lebih jauh mengenai data tingkat kekotaan struktur ekonomi KK pada masing-masing dusun/banjar dinas di Desa Kalibukbuk, dapat dikemukakan adanya variasi. Walaupun tingkat kekotaan di Dusun Celuk Buluh dan Dusun Banyualit terkategori semi kota (rurban) dan berstruktur ekonomi sektor nonpertanian, namun sebagian KK masih ada yang bekerja di sektor pertanian. Dengan demikian masih adanya aktivitas KK di bidang pertanian menunjukkan bahwa eksistensi pertanian di Dusun Celuk Buluh dan Banyualit masih ada ditengah berkembangnya sektor nonpertanian. Berbeda dengan tingkat kekotaan struktur ekonomi KK di Dusun Kalibukbuk yang terkategori urban karena struktur ekonomi KK didominasi sektor nonpertanian dan tidak ada KK yang hanya bekerja di bidang pertanian. Hal ini berarti struktur ekonomi agraris di Dusun Kalibukbuk sangat lemah seiring dengan perkembangan dan pembangunan yang terjadi untuk mengembangkan potensi pariwisata sebagai pusat desa di Desa Kalibukbuk, sehingga mempengaruhi struktur ekonomi penduduk yang lekat dengan karakteristik desa menjadi berstruktur ekonomi karakteristik kota. Umumnya desa yang lebih dekat dengan kota akan memiliki lebih banyak sifat kekotaan dan sifat kedesaan semakin berkurang, sehingga berdampak pada makin lemahnya kegiatan pertanian di desa. Hal tersebut berbeda dengan temuan tingkat kekotaan yang ada pada masing-masing dusun di Desa Kalibukbuk. Lokasi Dusun 9

Kalibukbuk letaknya lebih jauh dari Kota Singaraja bila dibandingkan dengan dusun lainnya di Desa Kalibukbuk, lebih banyak memiliki sifat kekotaan dibandingkan dusun lainnya, sehingga Dusun Kalibukbuk terkategori urban. Dengan demikian faktor lokasi tidak mempengaruhi tingkat kekotaan pada masing-masing dusun di Desa Kalibukbuk. Variasi tingkat kekotaan pada masing-masing dusun lebih dipengaruhi oleh faktor potensi yang berkembang. Potensi yang dimiliki Dusun Kalibukbuk ialah lokasi objek wisata Pantai Lovina berada di Dusun Kalibukbuk, sehingga Dusun Kalibukbuk menjadi pusat desa. Sebagai pusat desa, pembangunan Desa Kalibukbuk di Dusun Kalibukbuk berjalan lebih optimal dibandingkan dengan pembangunan di Dusun Celuk Buluh dan Dusun Banyualit dan mempengaruhi struktur ekonomi penduduknya, sehingga Dusun Kalibukbuk lebih banyak memiliki sifat kekotaan dan memiliki tingkat kekotaan kategori kota (urban). SIMPULAN Berdasarkan paparan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disajikan, maka dapat diuraikan beberapa kesimpulan sebagai berikut: (1) struktur ekonomi penduduk (KK) Desa Kalibukbuk adalah berstruktur bidang nonpertanian, dengan indikator struktur ekonomi berdasarkan mata pencaharian yang dominan adalah bidang nonpertanian, lokasi tempat bekerja terpisah dari tempat tinggal, ruang kerja di ruang tertutup, namun pendapatan KK masih tergolong rendah, (2) tingkat kekotaan Desa Kalibukbuk berdasarkan struktur ekonomi penduduk secara umum terkategori tinggi atau perkotaan (urban), namun adanya variasi tingkat kekotaan yaitu di Dusun Celuk Buluh dan Banyualit terkategori rurban, sedangkan Dusun Kalibukbuk terkategori urban karena pengaruh pengembangan potensi desa lebih optimal dilaksanakan di Dusun Kalibukbuk sebagai pusat desa, sehingga sifat kekotaan lebih banyak muncul di Dusun Kalibukbuk. Dari hasil pengamatan dan penelitian yang telah dilakukan, dapat disarankan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan pengembangan wilayah perdesaan khususnya Desa Kalibukbuk yang sudah berstruktur ekonomi penduduk perkotaan dengan tingkat pendidikan yang rendah, maka pemerintah perlu menyediakan sarana pelatihan dalam rangka meningkatkan keterampilan penduduk sebagai upaya peningkatan kualitas SDM, sehingga penduduk akan memiliki peluang kerja yang lebih luas di sektor pariwisata sebagai sektor andalan Desa Kalibukbuk. 10

DAFTAR PUSTAKA Bintarto. 1989. Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Jakarta : Ghalia Indonesia. Muta ali, Lutfi. (2002). Pola Perkembangan Karakteristik Kekotaan Pada Desa-Desa Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Majalah Geografi Indonesia. Volume XVI, Edisi 2 Santoso, Apik Budi. (2007). Peluang Kerja Non-farm di Perdesaan (Kajian Teoritis Pengentasan Kemiskinan di Perdesaan). Jurnal Geografi. Volume 4 No 1 Januari 2007 Supartono, dkk. (2011). Analisis Pengaruh Variabel Sosial Ekonomi Masyarakat Urban terhadap Kemandirian Ekonomi Ditinjau dari Aspek Keuangan, Energi, dan Pangan di Kecamatan Singosari Kabupaten Malang, Journal of Indonesian Applied Economics. Volume 5 No. 1 Mei 2011 (hlm. 44-56) Wordpress. 2010. Struktur Ekonomi Indonesia. Tersedia pada http://djaka1.wordpress.com/2010/08/25/struktur-ekonomi-indonesia/ (diakses tanggal : 02/12/2012) Yunus, Hadi Sabari. 2005. Manajemen Kota Perspektif Spasial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 11