BAB V PEMBAHASAN. hasil penelitian Sualiman dkk. (2015), melaporkan bahwa jenis-jenis ikan yang

dokumen-dokumen yang mirip
4 HASIL 4.1 Proses penangkapan

2.2. Reaksi ikan terhadap cahaya

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan

5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERBEDAAN PRODUKSI BAGAN PERAHU BERDASARKAN PERIODE BULAN DI PERAIRAN KABUPATEN BARRU

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Bagan

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

Jaring Angkat

Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

8 POSISI JENIS IKAN YANG TERTANGKAP DALAM PIRAMIDA MAKANAN 8.1 PENDAHULUAN

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan November di perairan Pulau Kelagian, Provinsi Lampung.

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat Tangkap Cantrang SNI SNI

KATA PENGANTAR. Pekanbaru, Desember Penulis

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya laut baik hayati maupun non hayati, sehingga hal ini

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGEMBANGAN LAMPU BAWAH AIR SEBAGAI ALAT BANTU PADA BAGAN TANCAP DI DESA TAMBAK LEKOK KECAMATAN LEKOK PASURUAN

Ikan Pelagis Ekonomis Penting dan Karakteristik DPI Demersal

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

TINGKAH LAKU IKAN PADA PERIKANAN BAGAN PETEPETE YANG MENGGUNAKAN LAMPU LED

2.2. Struktur Komunitas

Khairani Laila,s.pi. M.agr program studi budidaya perairan Universitas asahan fakultas pertania ABSTRAK

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

Studi Tentang Jenis-Jenis Ikan Pelagis Yang Hidup di Perairan Neritik dalam Wilayah Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali.

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastropoda atau dikenal sebagai siput merupakan salah satu kelas dari filum

II. Tinjuan Pustaka. A. Bulu Babi Tripneustes gratilla. 1. Klasifikasi dan ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

III. Metode Penelitian

J. Sains & Teknologi, Agustus 2017, Vol. 17 No. 2 : ISSN

KOMPOSISI JENIS, KERAPATAN, KEANEKARAGAMAN, DAN POLA SEBARAN LAMUN (SEAGRASS) DI PERAIRAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN KOTA GORONTALO SKRIPSI

TINJAUAN PUSTAKA. sungai kecil. Dengan demikian, laut akan menjadi tempat berkumpulnya zat-zat

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau

PENGOPERASIAN LAMPU CELUP BAWAH AIR PADA BAGAN TANCAP DI PERAIRAN LEKOK. Application of Underwater Lamp for Bagan Tancap at Lekok

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis, ekologis, maupun biologis. Fungsi fisiknya yaitu sistem perakaran

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber :

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH

TROPIK LEVEL PADA DAERAH PENANGKAPAN IKAN YANG MENGGUNAKAN LIGHT FISHING DI PERAIRAN SULAWESI TENGGARA

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai panjang garis pantai lebih kurang 114 km yang membentang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Ikan Alat penangkapan ikan

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI JENIS PLANKTON DI PERAIRAN MUARA BADAK, KALIMANTAN TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Visi

6 KOMUNITAS IKAN DI HABITAT BERBEDA 6.1 PENDAHULUAN

TERBENTUKNYA DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN LIGHT FISHING. ABSTRACT

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Jenis dan Sumber Data

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bagan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

PROSIDING Kajian Ilmiah Dosen Sulbar ISBN:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STRUKTUR KOMUNITAS UDANG (Crustacea) DI PERAIRAN PESISIR KECAMATAN SIANTAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK

ANALISIS HASIL TANGKAPAN IKAN TERI (Stolephorus sp.) DENGAN ALAT TANGKAP BAGAN PERAHU BERDASARKAN PERBEDAAN KEDALAMAN DI PERAIRAN MORODEMAK

7 SELEKTIVITAS MATA JARING EXPERIMENTAL CRIB 4 CM PADA CRIB SERO 7.1 PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya

Hasil dan Pembahasan

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komunitas Ikan di Ekositem Padang Lamun. Komunitas dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu fisik dan biologis.

TINJAUAN PUSTAKA. jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain jumlah mesh depth

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

1. Pengantar A. Latar Belakang

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

Transkripsi:

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Spesies Terdapat perbedaan komposisi spesies pada hasil penelitian ini dengan hasil penelitian Sualiman dkk. (2015), melaporkan bahwa jenis-jenis ikan yang diperoleh adalah Stolephorus insularis (teri hitam), Stolephorus indicus (teri putih), Decapterus ruselli (layang), Rastrelliger kanagurta (kembung), Sardinella fimbriata (tembang), Leiognatus spp (pepetek), Lepturacanthus savala (layur), Sphyraena genie (barakuda), Scomberoides lysan (talang-talang), Megalaspis cordyla (selar), Siganus canaliculatus (beronang lingkis), Dussumieria acuta (japuh), Sphyraena obtusata (barakuda obtuse), dan Pterocaesio chrysozona (lolosi merah). Perbedaan spesies ikan yang didapatkan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah alat tangkap yang digunakan dan ketersediaan ikan pada lokasi penelititan baik jenis ikan pelagis ataupun ikan demersal. Menurut Syahrul (2012), perbedaan komposisi ikan pada suatu perairan disebabkan karena ketersediaan ikan pelagis yang bersifat dinamis sehingga dapat berpindah-pindah dari satu perairan ke perairan lainnya. Keseluruhan jenis-jenis ikan yang diperoleh pada penelitian merupakan ikan pelagis dan ikan demersal. Ikan pelagis merupakan kelompok ikan yang berenang bebas dengan melakukan migrasi secara vertikal ataupun horizontal dan membentuk gerombolan dalam jumlah yang besar (Ernaningsih, 2013). Ikan

30 demersal adalah kolompok ikan yang sebagian besar hidupnya berada pada lapisan perairan yang lebih dalam hingga dasar perairan. Ciri utama ikan demersal adalah memiliki aktifitas gerak yang rendah dan bermigrasi tidak terlalu jauh (Ernawati, 2007). Secara umum ikan yang tertangkap pada penelitian merupakan kelompok ikan muda (juvenil). Keberadaan juvenil lebih dominan dikarenakan pada lokasi penelitian terdapat ekosistem mangrove. Secara umum habitat mangrove memiliki peran ekologis yang penting bagi ikan, diantaranya sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang dibutuhkan oleh ikan, sebagai tempat tinggal, sebagai tempat berlindung dan mencari makan, sebagai tempat bereproduksi dan pertumbuhan. Findra dkk. (2016) menjelaskan beberapa jenis juvenil ikan menjadikan ekosistem mangrove dan padang lamun sebagai habitat, sedangkan pada tahap dewasa cenderung mendiami habitat terumbu karang. Hasil penelitian menunjukkan komposisi spesies tertinggi adalah Stolephorus indicus (teri) dengan proporsi sebesar 55,74%. Hasil penelitian yang sama dilaporkan oleh Gustaman (2012), spesies tertinggi yang tertangkap pada bagan tancap di Perairan Sungsang Sumatera Selatan adalah Stolephorus indicus dengan persentasi 56,6%. Sebelumnya Hariati dan Wahyono (1994) telah melakukan penelitian komposisi hasil tangkap perikanan bagan perahu di wilayah perairan Sumatera Barat mendapatkan spesies dengan komposisi terbesar yaitu Stolephorus indicus dengan persentase sebesar 58%. Tingginya proporsi kehadiran Stolephorus indicus dikarenakan ikan tersebut merupakan jenis ikan pelagis kecil yang hidup membentuk gerombol

31 dalam jumlah yang besar. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gustaman (2012), Stolephorus indicus umumnya membentuk gerombolan yang sangat besar sehingga persentase tertangkapnya ikan pada alat tangkap lebih besar. Ikan Stolephorus indicus yang diperoleh di Perairan Teluk Jukung Kabupaten Lombok Timur disajikan pada Gambar 5.1. Gambar 5.1 Stolephorus indicus (teri) Ikan Stolephorus indicus (Teri) menurut Van Haselt (1823) memiiliki klasifikasi sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus Spesies : Animalia : Chordata : Actinopetrygii : Cluiformes : Engraulidae : Stolephorus : Stolephorus indicus Hasil berbeda dilaporkan oleh Kasmawati dan Ardiana (2015), jumlah dan komposisi jenis hasil tangkapan selama penelitian menunjukkan bahwa ikan yang dominan tertangkap pada bagan tancap berturut-turut adalah pepetek (Leiognathus sp) dengan proporsi 31%, belanak (Mugil sp) 20%, teri (Stolephorus sp) 19%, kuwe (Caranx sexfasciatus) 12%, baronang (Siganus sp) 13%, udang

32 putih (L. Vannamei) 15%. Leiognahtus sp merupakan jenis ikan demersal yang hidup di daerah pantai sampai kedalaman 110 m. Jumlah hasil tangkapan Leiognathus sp. yang lebih dominan disebabkan karena ikan tersebut hidup berkelompok dan memakan ikan-ikan kecil seperti teri disekitar bagan. Faktor yang mempengaruhi keberadaan spesies ikan fototaksis positif pada lokasi penelitian adalah suhu. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa suhu perairan selama penelitian masih dalam kondisi yang optimal bagi pertumbuhan ikan yaitu berkisar antara 28 C 29 C. Perubahan suhu yang tidak terlalu besar menunjukkan bahwa suhu di perairan tersebut relatif stabil. Faktor lainnya yang juga mempengaruhi keberadaan ikan fototaksis positif adalah tinggi rendahnya nilai ph. Hasil penelitian menunjukkan nilai ph selama penelitan masih dalam batas toleransi kehidupan ikan yaitu berkisar antara 6,5 6,8. Perubahan nilai ph selama penelitian tidak terlalu besar sehingga tidak berdampak pada keberadaan dan kehidupan ikan pada lokasi tersebut. Faktor berikutnya yang mempengaruhi kehidupan ikan fototaksis positf adalah tinggi rendahnya kandungan garam dalam perairan (salinitas). Nybakken (1992) menjelaskan tinggi rendahnya salinitas sangat dipengaruhi oleh topografi, pasang surut, dan jumlah masukan air tawar. Hasil penelitian menunjukkan nilai salinitas perairan selama penelitian masih dalam toleransi bagi kehidupan ikan yaitu 40. Varisi nilai suhu, ph, dan salinitas menunjukkan bahwa kualitas perairan pada lokasi penelitian cukup baik, sehingga dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan ikan.

33 5.2 Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi Speseies Keanekaragaman menunujukkan kekayaan spesies dalam suatu komunitas. Berdasarkan kriteria perhitungan indeks keanekaragaman pada lokasi penelitian berada dalam kategori sedang (Lampiran 4). Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman tinggi apabila proporsi kehadiran spesies pada suatu komunitas sama atau hampir sama. Hasil penelitian diperoleh empat family ikan dengan keragaman yang tinggi, yaitu Apogonidae, Carangidae, Gobiidae, dan Leiognathidae. Apogonidae merupakan ikan nokturnal (akktif pada malam hari) yang memakan plankton dan ikan-ikan kecil. Family apogonaidae dapat ditemukan pada habitat padang lamun maupun terumbu karang dan hidup dengan cara membentuk gerombol (Syukur, 2014 dan Prasetya, 2016) Terdapat 3 spesies ikan dari family Carangidae yang diperoleh pada penelitian dengan jumlah individu 144. Berdasarkan hasil pengamatan ikan-ikan tersebut merupakan ikan-ikan muda (juvenil). Keberadaan ikan-ikan tersebut dipengaruhi oleh ekosistem mangrove pada lokasi penelitian yang dimanfaatkan oleh juvenil ikan Carangidae sebagai tempat pertumbuhan dan mencari makan. Kelompok ikan family Gobiidae merupakan kelompok ikan yang dapat ditemukan pada habitat terumbu karang, lumpur, dan pasir halus. Family Gobiidae dicirikan dengan adanya sirip ventral yang menyatu dan membentuk piringan penghisap (Devi, 2012). Keberadaan ekosistem mangrove pada lokasi penelitian menjadi penyedia nutiren yang tinggi menjadi penyebab tingginya kelimpahan

34 plankton. Tingginya kelimpahan plankton tersebut mengundang datangnya ikanikan kecil yang menjadi mangsa kelompok ikan Gobiidae. Kelompok ikan family Leiognathidae merupakan ikan demersal yang dapat ditemukan di daerah pantai yang berlumpur. Tertangkapnya ikan tersebut pada bagan disebabkan oleh tingkah laku ikan yang menyenagi cahaya dan mencari makan. Menurut Lee (2010), berkumpulnya ikan-ikan pelagis kecil seperti teri disekitar bagan akan memicu kedatangan ikan predator baik dari jenis ikan demersal maupun ikan pelagis dengan ukuran yang lebih besar. Hasil penelitian menunjukkan nilai indeks keseragaman (E) dalam kondisi labil. Nilai indeks keseragaman mengukur jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas. Semakin merata penyebaran individu antar spesies, maka keseimbangan komunitas semakin meningkat. Berdasarkan hasil penelitian, nilai indeks dominansi spesies tergolong rendah yang mengindikasikan bahwa terdapat beberapa spesies dengan jumlah individu yang dominan. Hal tersebut menunjukkan bahwa keberadaan spesiesspesies pada lokasi penelitian memanfaatkan sumber daya secara merata dan memiliki kemampuan adaptasi terhadap lingkungan yang relatif sama. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Dhahiyat dkk. (2003), bahwa dominansi spesies pada suatu komunitas terjadi karena adanya perbedaan adaptasi tiap spesies terhadap lingkungan. Adanya dominansi dikarenakan kondisi lingkungan yang sangat menguntungkan dalam mendukung pertumbuhan spesies tertentu.

35 Variasi nilai indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi menunjukkan keseimbangan komunitas ikan fototaksis positif pada lokasi penelitian. Apabila suatu komunitas memiliki nilai indeks dominansi yang rendah, maka nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman lebih tinggi. Sebaliknya apabila nilai indeks dominansi tinggi, maka nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman lebih rendah.