I. PENDAHULUAN. mengalami penurunan cukup drastis. Keadaan ini membawa akibat bukan saja

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian suatu negara sangat menentukan tingkat. kesejahteraan masyarakat suatu negara, yang berarti bahwa suatu negara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang melakukan kegiatan perekonomian biasanya ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk salah satu negara yang sedang berkembang yang dalam

BAB I PENDAHULUAN. boleh dikatakan stabil selama lebih kurang tiga puluh tahun tiba-tiba harus. langsung berdampak pada perekonomian dalam negeri.

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Kebutuhan Investasi

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tersebut agar terlaksananya tujuan dan cita-cita bangsa

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

DAFTAR ISI. Sampul Depan. 1. Daftar Isi Bab I : Pendahuluan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Pengertian...

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial-budaya, politik, maupun pertahanan dan keamanan negara. Sistem

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

BAB I PENDAHULUAN. akumulasi modal yang diperlukan untuk pembangunan perekonomian.

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

I. PENDAHULUAN. disebut sebagai desentralisasi. Haris dkk (2004: 40) menjelaskan, bahwa

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

Analisis Perkembangan Industri

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

I. PENDAHULUAN. Kinerja perekonomian di suatu wilayah dapat diketahui dari perkembangan

SURVEI PERSEPSI PASAR. Triwulan IV

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN RAKORNIS KOPERASI & UKM, KERJASAMA, PROMOSI DAN INVESTASI SE-KALIMANTAN BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. (growth). Pembangunan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yaitu apabila tingkat

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan berbagai indikator-indikator yang dapat menggambarkan potensi. maupun tingkat kemakmuran masyarakat suatu wilayah.

BAB I PENDAHULUAN. mesin pertumbuhan (engine of growth). Kota yang memiliki aspek pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

SURVEI PERSEPSI PASAR

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

MASALAH DAN STRATEGI MENARIK INVESTASI DI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENTINGNYA PENINGKATAN INVESTASI TERHADAP PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya pasar uang (money market) dan pasar modal (capital market)

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi banyak dilakukan di beberapa daerah dalam

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut. Sehubungan dengan arah pembangunan nasional, maka pada

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal

Siaran Pers. Realisasi Investasi Januari-September 2016 Mencapai Rp 453 Triliun

BUPATI BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR,

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

I. PENDAHULUAN. Setiap negara selalu berusaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. provinsi yang tersebar di seluruh Indonesia. Pemerintah berusaha agar semua wilayah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

Oleh : Ir. Hervian Tahier Wakil Ketua Umum

SURVEI PERSEPSI PASAR

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

SURVEI PERSEPSI PASAR. Triwulan II 2006

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA

SURVEI PERSEPSI PASAR

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

Perkiraan Kondisi Ekonomi Makro Triwulan IV Perkiraan Tw. I Perkiraan Kondisi Ekonomi Realisasi

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Keberhasilan atau tidaknya pembangunan ekonomi di suatu negara

Bab II. Rumusan dan Advokasi Arah Kebijakan Pertanian

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

KEWENANGAN DAERAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

Perkembangan Penanaman Modal dan Sektor-sektor I Nyoman Karyawan 63

SURVEI PERSEPSI PASAR

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

Universitas Sumatera Utara

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

Perluasan Lapangan Kerja

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor

SISTEM PELAYANAN TERPADU: STRATEGI PERBAIKAN IKLIM INVESTASI DI DAERAH (Oleh : Asropi )

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

KONTROVERSI TI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEREKONOMIAN BABEL

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setelah terjadi kerusuhan bulan Mei 1998, investasi di Indonesia mengalami penurunan cukup drastis. Keadaan ini membawa akibat bukan saja pada ekonomi secara nasional, tetapi juga pada perekonomian daerah. Bila tahuntahun sebelumnya para investor seakan berlomba untuk menanamkan investasinya, namun sejak terjadinya kerusuhan Mei 1998, para investor tampaknya harus berpikir panjang untuk melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Tabel 1 menunjukkan pergerakan investasi, baik Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA) yang disetujui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dari tahun 1997 sampai dengan 2003. Tabel 1. Investasi Yang Disetujui BKPM PMDN Nilai PMA Persetujuan Miliar Realisasi Miliar Persetujuan Realisasi US$ US$ Invetasi (Rp) Investasi (Rp) Invetasi Investasi 1997 723 119.877 344 18.435 781 33.788 322 3.068 1998 327 57.973 286 16.375 1.033 13.649 402 4.794 1999 237 53.492 251 16.320 1.176 10.884 491 5.788 2000 392 94.025 287 20.082 1.542 16.075 615 8.706 2001 264 58.816 145 7.543 1.334 15.056 376 2.789 2002 188 25.230 105 11.035 1.151 9.795 425 9.515 2003 174 46.841 95 8.192 891 12.491 451 4.974 Sumber : BKPM, 2004 Jika pada tahun 1997 investasi PMDN yang disetujui BKPM mencapai 723 proyek dengan realisasi 344 proyek, maka sejak terjadinya kerusuhan tahun 1998 sampai dengan tahun 2003 secara rataan jumlah investasi PMDN yang disetujui BKPM terus mengalami penurunan yang sangat signifikan. Kalau pada tahun 1998 investasi yang disetujui sebanyak 327 proyek dengan realisasi 286 1

proyek, maka tahun 2003, investasi yang disetujui BKPM hanya mencapai 174 proyek dengan realisasi 95 proyek - suatu penurunan yang sangat drastis. Berbeda dengan PMDN, Penanaman Modal Asing (PMA) justru mengalami kenaikan pada tahun 1998 sampai tahun 2000. Salah satu penyebab kenaikan investasi tersebut adalah apresiasi mata uang asing terhadap rupiah, sehingga PMA tertarik untuk melakukan investasi di Indonesia. Kenaikan investasi PMA tersebut tidak mampu bertahan lama, karena kondisi di Indonesia yang tidak menentu, dan sejak tahun 2001 sampai akhir tahun 2003 sebagaimana terlihat dalam Tabel 1 terus mengalami penurunan, dimana investasi yang disetujui BKPM hanya mencapai 891 proyek dengan realisasi 451 proyek (BKPM, 2004). Penurunan investasi PMDN dan PMA disebabkan berbagai faktor, antara lain belum pulihnya kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia terutama yang berkaitan dengan kondisi keamanan, kepastian hukum dan kenyamanan investasi di daerah. Salimianto (2004) mengemukakan, pada umumnya, investor asing lebih memilih menunggu (wait and see) atas hasil Pemilu 2004, sementara pemodal domestik cenderung memilih kompensasi kemudahan perijinan dalam kegiatan investasi. Keadaan ini semakin diperparah oleh beberapa peristiwa lain, yang semakin menambah keengganan para investor untuk melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Peledakan bom di Legian, Bali, Hotel J.W. Marriot, serta di depan kedutaan besar Australia, di Jakarta memberi kesan bahwa Indonesia bukanlah tempat yang aman. Aksi demo para buruh yang terjadi di beberapa kota menunjukkan bahwa tenaga kerja Indonesia banyak tuntutan. Kasus penjualan saham PT. Kaltim Prima Coal dan kasus spin off semen PT. Semen Padang 2

merupakan contoh kasus yang mencerminkan bahwa peraturan di Indonesia dapat direkayasa untuk kepentingan tertentu. Peristiwa-peristiwa tersebut memberikan kesan Indonesia bukan lagi tempat yang aman dan nyaman untuk investasi. Indonesia memiliki country risk yang tinggi bagi para investor. Hengkangnya Sony dari Indonesia ke Malaysia, sebuah perusahaan elektronika yang berkantor pusat di Jepang, merupakan indikasi nyata dari kekhawatiran para investor. Beberapa keunggulan yang dimiliki Indonesia sebagai negara tujuan investasi, seperti besarnya jumlah penduduk yang merupakan pasar potensial, tenaga kerja dengan standar upah yang relatif murah, serta tersedianya sumber daya alam yang melimpah, ternyata tidak cukup kuat untuk menahan keinginan para investor yang ingin memindahkan usahanya keluar dari Indonesia. Suatu kajian yang dilakukan oleh UNCTAD tahun 2003 menyimpulkan bahwa Indonesia berada pada urutan 138 dari 140 negara dalam usahanya untuk menarik investasi luar negeri. Kajian yang dibuat berdasarkan data tahun 1999-2001 tersebut menunjukkan bahwa Indonesia lebih baik hanya jika dibandingkan dengan dua negara terjelek dalam menarik investor asing, yaitu Gabon dan Suriname (Muhammad, 2003). Lesunya kegiatan investasi di Indonesia juga bisa dilihat dari proporsi kredit yang dikucurkan oleh perbankan. Kredit untuk investasi selama tahun 2003 yang dikucurkan oleh perbankan hanya 27,7%, menunjukkan bahwa iklim investasi di Indonesia sudah sedemikian parah. Dalam rangka meningkatkan investasi di Indonesia, pemerintah telah mencanangkan tahun 2003 sebagai tahun investasi. Pemerintah berharap, mulai tahun 2003 investasi akan meningkat kembali. Beberapa upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan investasi, dengan pelayanan investasi satu atap 3

yang dilaksanakan oleh BKPM, kemudahan perijinan, keringanan pajak, peningkatan kondisi ekonomi makro, serta strategi untuk menjadikan pemerintah kabupaten/kota sebagai sumber pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Upaya pemerintah untuk meningkatkan kinerja ekonomi makro mulai menampakkan hasil pada akhir 2003. Bank Indonesia telah berhasil menekan tingkat laju inflasi secara meyakinkan, dari 15,13% pada awal bulan Pebruari 2002 hingga menjadi 5,33% pada bulan Nopember 2003. Tingkat inflasi yang rendah dan stabil diharapkan dapat menjadi stimulus bagi para pelaku bisnis untuk memulai kegiatan usaha baru. Sementara itu, selama dua tahun terakhir, suku bunga SBI terus menurun dari 17,50% pada awal Januari 2002, hingga menjadi 8,06% pada pertengahan bulan Januari 2004. Sudah barang tentu, kondisi ekonomi makro tersebut sangat menggembirakan dunia usaha, dan diharapkan para investor bergairah untuk melakukan investasi (Bank Indonesia, 2004). Untuk menghadapi kondisi tersebut, bagaimana kesiapan pemerintah kabupaten/kota, apakah mereka sudah mengantisipasi perkembangan ekonomi makro tersebut dengan kebijakan-kebijakan yang kondusif bagi dunia usaha? Sejalan dengan semangat otonomi daerah dimana pemerintah kabupaten/kota merupakan instansi pemerintah yang diberi kewenangan untuk mengatur investasi di daerahnya, Pemerintah kabupaten/kota diharapkan mampu menata diri agar investasi di daerahnya meningkat, dengan cara meningkatkan fasilitas serta sarana dan prasarana yang dibutuhkan para investor, serta menghilangkan hambatan yang mengganggu dunia usaha dan investasi, misalnya PERDA tentang pemungutan pajak atau retribusi daerah yang tidak pada tempatnya (Bisnis Indonesia, 2003). 4

Hasil evaluasi yang dilakukan oleh Departemen Keuangan menunjukkan bahwa lebih dari 200 Peraturan Daerah tentang berbagai pungutan tidak mendukung kegiatan bisnis dan investasi. Departemen Keuangan menyarankan agar pemerintah kabupaten/kota segera mencabut perda-perda yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang. Para investor dan pengusaha mengeluh bahwa dengan adanya perda-perda tersebut telah terjadi pungutan yang tumpang tindih, yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah propinsi, maupun pemerintah kabupaten/kota (Kompas, 2003). Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Toemion (2003), menyatakan bahwa pertumbuhan PMA di Indonesia masih terkendala, di antaranya menyangkut keamanan, kepastian, penegakan hukum, perburuhan, perundang-undangan, prasarana infrastruktur, intervensi pemerintah melalui berbagai kebijakan tata niaga komoditas dan struktur pasar yang mengarah pada sistem monopoli. Beberapa masalah sempat mengemuka di media massa sebagai penyebab rendahnya investasi di Indonesia antara lain banyaknya pungutan-pungutan yang membebani dunia usaha, kondisi ketenagakerjaan Indonesia yang kurang produktif dan banyak tuntutan, serta kondisi keamanan yang kurang kondusif untuk melakukan kegiatan usaha. Upaya pemerintah kabupaten/kota untuk menarik investor memiliki arti strategis. Di samping sasaran untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang, investasi juga diharapkan untuk mengurangi pengangguran. Sebagai catatan, hingga akhir tahun 2001 tingkat pengangguran di Indonesia mencapai 8,1% (Kompas, 2003). Belajar dari pengalaman ini, kiranya Pemerintah Kabupaten/Kota perlu mengevaluasi diri, seberapa jauh Pemerintah Kabupaten/Kota telah mempersiapkan diri untuk menarik minat para investor 5

dengan menyediakan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan investasi. Berkaitan dengan daya tarik investasi daerah, pada tahun 2002 Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) melakukan survey dengan membuat peringkat daya tarik investasi daerah, antara lain dengan menggunakan indikator-indikator kelembagaan, sosial-budaya, ekonomi daerah, tenaga kerja dan produktivitas, serta infrastruktur fisik. Salah satu kabupaten yang belum diteliti oleh KPPOD mengenai daya tarik investasi kabupaten/kota di Indonesia, adalah Kabupaten Temanggung. Data perkembangan industri di Kabupaten Temanggung menunjukkan bahwa terdapat 14.362 perusahaan, yang terdiri dari perusahaan besar, sedang, kecil dan rumah tangga dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 57.890 orang. Luas daerah mencapai 826,39 km 2, dengan jumlah penduduk 651.729 jiwa (Centre for Political Studies Soegeng Sarjadi Syndicated, 2002). Dari data Temanggung Dalam Angka yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Temanggung 2003, memperlihatkan banyaknya unit usaha industri, tenaga kerja dan investasi industri menurut kelompoknya sebagaimana terlihat dalam Tabel 2. Tabel 2. Industri Kabupaten Temanggung Tahun 2002 Kelompok Industri 1. Hasil pertanian 2. Hasil Perkebunan dan hasil hutan 3. Logam, kimia, mesin, alat angkut dan perekayasaan 4. Elektronika dan Aneka Sumber : BPS, 2003 Unit Usaha 7.933 4.769 1.112 548 Tenaga Kerja 35.297 17.875 3.452 1.266 Investasi (juta rp) 8.880 74.704 1.945 3.338 Jumlah 14.362 57.890 88.867 6

Disamping industri-industri yang telah ada, masih banyak potensi ekonomi lain yang masih dapat dikembangkan di Kabupaten Temanggung, seperti sektor pariwisata dan lain-lain. Untuk mengembangkan potensi yang ada, Pemda harus mampu mendatangkan investor baru agar berminat menanamkan modalnya di Kabupaten Temanggung. Hadirnya investor, diharapkan membawa dampak positif dan mempercepat pertumbuhan perekonomian, yang pada gilirannya akan memberi nilai tambah bagi masyarakat kabupaten ini. Upaya yang perlu dilakukan agar calon investor tertarik melakukan investasi, Pemda harus menyiapkan faktor-faktor yang dianggap penting oleh investor dalam rangka pengembalian keputusan investasi. Dari gambaran data di atas, Kabupaten Temanggung sangat menarik untuk dikaji. 1.2. Perumusan Masalah Dalam rangka meningkatkan investasi di Kabupaten Temanggung, beberapa masalah yang dirumuskan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Faktor-faktor apa saja yang dianggap penting oleh investor dalam pengambilan keputusan investasi. b. Apakah Pemerintah Daerah Kabupaten Temanggung telah menyiapkan faktorfaktor yang dianggap penting oleh investor untuk keputusan investasi. c. Apakah ada perbedaan persepsi terhadap faktor-faktor tersebut, antara aparat pemerintah Kabupaten Daerah Temanggung dengan para investor. d. Langkah-langkah strategis apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Temanggung agar mampu menarik investor. 7

1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dianggap penting oleh investor dalam pengambilan keputusan investasi; b. Menganalisa sejauh mana Pemerintah Daerah Kabupaten Temanggung menyiapkan faktor-faktor yang dianggap penting bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. c. Menguji perbedaan persepsi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan investasi, antara aparat pemerintah Kabupaten Daerah Temanggung dengan para investor; d. Merumuskan langkah-langkah strategis yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Temanggung agar mampu menarik investor. 1.3. Manfaat Penelitian Pelaksanaan Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : a. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Temanggung, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan atau bahan pertimbangan untuk merumuskan langkah kebijakan yang strategis dalam rangka meningkatkan minat investor melakukan investasi di Kabupaten Temanggung. b. Bagi penulis, penelitian ini dapat menjadi suatu pengalaman praktis, khususnya dalam melihat kesiapan dari pemerintah kabupaten dalam menarik investor. 8

1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini hanya terbatas pada analisis kesiapan Pemerintah Daerah Kabupaten Temanggung dalam upaya menarik investor melalui pendekatan kualitatif yakni : studi lapang, wawancara, dan pengisian kuesioner. Pengisian kuesioner diarahkan kepada dua pihak yang berkepentingan yaitu aparat Pemerintah Daerah Kabupaten Temanggung dan para pelaku usaha (Investor). Pendekatan kepada aparat Pemerintah Kabupaten Daerah Temanggung dilakukan melalui Focused Discussion Group (FGD), dilanjutkan dengan identifikasi perbedaan persepsi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan investasi, antara aparat Pemerintah Kabupaten Daerah Temanggung dengan para investor. Pada akhir penelitian ini akan dirumuskan serta rekomendasi langkah-langkah strategis yang harus dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Daerah Temanggung dalam upaya meningkatkan investasi di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. 9