BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu periode perkembangan dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa. Sedangkan masa remaja menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) didefinisikan sebagai kriteria biologis dengan ciri individu berkembang mulai saat pertama kali dengan menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai masa kematangan seksual. Rentang usia remaja bervariasi bergantung pada budaya dan tujuan penggunaannya. Di Indonesia berbagai studi pada kesehatan reproduksi remaja mendefinisikan remaja sebagai orang muda berusia 15-24 tahun. Sedangkan menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) remaja berusia 10-24 tahun. Sementara Departemen Kesehatan dalam program kerjanya menjelaskan bahwa remaja adalah usia 10-19 tahun. Masyarakat menganggap remaja adalah mereka yang belum menikah dan berusia antara 13-16 tahun, atau mereka yang bersekolah di sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA). Pada masa ini biasanya remaja menunjukkan kematangan (maturasi) psikologi individu, ketika anak mengalami pubertas, kesehatan reproduksi merupakan salah satu masalah yang sering dihadapi oleh remaja (Perry & Potter, 2005). Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental maupun sosial dan bukan hanya terlepas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi (ICPD dalam Notoatmodjo, 2007). Kesehatan reproduksi merupakan hal yang sangat penting yang harus dimengerti dan dipahami oleh remaja. Kesehatan reproduksi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kesehatan umum seseorang dan berkaitan erat dengan pengetahuan, sikap dan perilaku individu terhadap kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi remaja sudah menjadi isu global dengan berbagai alasan, misalnya jumlah remaja yang begitu besar, 1
2 penyiapan sumber daya manusia untuk mewujudkan keluarga berkualitas di masa datang, perilaku kesehatan reproduksi remaja saat ini cenderung kurang mendukung terciptanya remaja yang berkualitas dan pengetahuan remaja mengenai masalah kesehatan reproduksi masih relatif rendah (Winaryati, 2010). Remaja saat ini memerlukan bimbingan dan dukungan dari keluarga serta masyarakat tentang pentingnya kesehatan reproduksi. Banyak masalah kesehatan reproduksi yang bermunculan di kalangan remaja antara lain kehamilan remaja di luar nikah atau kehamilan yang tidak dikehendaki di kalangan remaja, aborsi, penyakit menular seksual serta masalah mengenai perawatan vulva. Oleh karena itu perlu adanya pengetahuan dan informasi tentang kesehatan reproduksi terutama mengenai masalah perawatan vulva (PKBI, 2005). Mudah atau tidaknya layanan yang diperoleh para remaja akan menentukan informasi tentang perawatan kesehatan reproduksi yang diperoleh oleh remaja (PKBI, 2005). Pemerintah sangat mendukung adanya konseling, pemberian informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja merupakan bagian dari hak reproduksi remaja. Sasaran program kesehatan reproduksi adalah remaja dan keluarganya supaya memiliki pengetahuan, kesadaran, sikap dan perilaku kesehatan reproduksi yang bertanggung jawab terutama perawatan vulva (Depkes RI, 2001). Perawatan vulva merupakan salah satu hal penting yang menjadi perhatian khusus bagi para remaja terutama pada wanita. Karena akibat kebersihan vulva yang tidak terjaga akan mempengaruhi status kesehatan perempuan, khususnya kesehatan reproduksi sehingga mengalami perasaan tidak nyaman pada vulva yang paling sering dialami adalah timbulnya keputihan, infeksi pada vulva atau mulut rahim (cervix), iritasi dan jamur, vaginitis, vulvovaginitis dan apabila berkelanjutan dapat menimbulkan kanker vulva (Midwifery, 2004). Kenyataannya remaja kurang memperhatikan cara merawat organ kewanitaannya dengan benar dan kurang memperhatikan tujuan dari
3 membersihkan vulva, sehingga banyak kasus infeksi terjadi pada remaja. Infeksi sering mengenai vulva dan menimbulkan gatal-gatal (Rifka, 2006). Jamur menyerang sel pada saluran vagina dan sel kulit vulva. Infeksi merupakan kasus yang banyak dijumpai karena penularanya mudah dan cepat. Persentase remaja yang terjangkit penyakit infeksi menular seksual (IMS) serta HIV-AIDS cenderung meningkat (Akbidyo, 2007). Kasus Infeksi Menular Seksual (IMS) di Amerika Serikat yang dilaporkan setahunnya terjadi 20 juta kasus IMS, 30% adalah remaja, dan lebih dari 50% merupakan kelompok remaja dan dewasa muda yaitu umur dibawah 25 tahun. Hampir diseluruh Inggris terjadi peningkatan insidensi IMS dan terjadi terutama pada kelompok remaja. Pada tahun 2000, dari seluruh infeksi klamidia tercatat 34% dan 40% dari Ghonorhoe pada perempuan dewasa, terdapat pada remaja perempuan (Soetjiningsih, 2004). Berbagai laporan di Indonesia menunjukkan bahwa kelompok umur paling banyak menderita IMS adalah kelompok umur muda. Selama 2 tahun (1993-1994) di Rumah Sakit Pringadi Medan untuk penyakit kondiloma akuminata tercatat 35,4% adalah penderita kelompok umur 20-24 tahun, 33,3% dari kelompok umur 25-29 tahun. Di Rumah Sakit Umum Pemerintah Sanglah Denpasar, tercatat 59,1% dari penderita IMS yang tercatat antara tahun 1995-1997 adalah kelompok remaja Demikian juga halnya selama 4 tahun (1990-1994) di Rumah Sakit Dr.Kariadi Semarang tercatat 3803 kasus IMS pada unit rawat jalan, 1325 kasus (38,8%) adalah penderita umur 15-24 tahun,dan tercatat 1768 orang (46,5%) adalah umur 25-34 tahun (Soetjiningsih, 2004). Menurut data dari Puskesmas Karangrejo Kabupaten Tulungagung yang berobat pada tahun 2006, menyatakan bahwa dari jumlah pasien yang memeriksakan reproduksinya terdapat sekitar 20 remaja yang terkena penyakit reproduksi, dimana sebanyak 18 remaja mengalami keputihan dengan persentasi 90%, 2 (10%) remaja terkena ISK (Rohmah, 2008). Berdasarkan hasil wawancara diperoleh, dari lima siswa di SMA Negeri 2 Semarang, semua menyatakan pernah mengalami keputihan, hal ini
4 mungkin disebabkan oleh perawatan vulva yang salah serta penanganan yang belum benar, 2 siswa senang memakaian pembalut dalam jangka waktu yang telalu lama, 4 siswa suka menggunakan celana dalam yang terlalu ketat, serta 3 siswa senang menggunakan pentilener secara terus menerus terutama saat keputihan. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis bermaksud mengadakan penelitian untuk mengetahui perilaku perawatan vulva pada remaja di SMA Negeri 2 Semarang. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah penelitian adalah bagaimanakah perilaku perawatan vulva pada remaja di SMA Negeri 2 Semarang? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengidentifikasi perilaku remaja dalam melakukan perawatan vulva di SMA Negeri 2 Semarang. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan karakteristik remaja : umur, agama, suku, urutan anak, sosial ekonomi (uang saku). b. Mendeskripsikan sumber informasi yang diperoleh remaja tentang perawatan vulva c. Mendeskripsikan perilaku perawatan vulva sehari-hari pada remaja d. Mendeskripsikan perilaku perawatan vulva pada saat menstruasi pada remaja e. Mendeskripsikan perilaku perawatan vulva setelah menstruasi pada remaja
5 D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian 1. Bagi Perawat Komunitas Perawat dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman mengenai perilaku perawatan vulva bagi remaja, sehingga perawat memberikan tindakan keperawatan yang sesuai dengan permasalahan perilaku perawatan vulva pada remaja. 2. Bagi Dinas Kesehatan Hasil penelitian dapat menjadi masukan bagi dinas kesehatan untuk memberikan perintah pada sekolah untuk lebih memperhatikan akan kesehatan reproduksi siswanya serta meninjau program kesehatan reproduksi disekolah-sekolah. 3. Bagi Sekolah Pihak sekolah dapat mengetahui bagaimana perilaku perawtan vulva pada siswa putrinya, sehingga pihak sekolah dapat mengambil sikap untuk memberikan bimbingan mengenai perilaku perawatan vulva. 4. Bagi responden Memberikan informasi mengenai cara perawatan vulva yang baik dan benar. 5. Bagi peneliti yang akan datang Sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya mengenai perawatan vulva pada remaja. E. Bidang Ilmu Penelitian ini termasuk dalam bidang ilmu keperawatan maternitas.