BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan PBB atau UNDP sejak tahun 1990 dalam seri laporan tahunan yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan insfratruktur menjadi tolak ukur kemajuan suatu daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan manusia dapat dinilai

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. internasional dikenal adanya tujuan posisi manusia sebagai central dalam

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian yang secara terus menerus tumbuh akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah (PEMDA), Pemerintah Pusat akan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (IPM), pembangunan manusia didefinisikan sebagai a process

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.

Kata Kunci: PAD, Belanja Modal, DAU, IPM

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat terealisasi, maka beberapa

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2008 MENTERI KEUANGAN,

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang diterjemahkan sebagai kesejahteraan hidup. Secara ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

Catatan : Kebijakan Transfer ke Daerah Dalam rangka RAPBNP Tahun 2011 Kebijakan belanja daerah atau transfer ke daerah dalam APBN 2011

BAB I PENDAHULUAN. yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana. pergaulan yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang politik, ini terlihat bagaimana. kesehatan yang memadai untuk seluruh masyarakat.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB I PENDAHULUAN. periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,61 persen.

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan berbagai masalah di daerah. Hasil dari sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB I PENDAHULUAN. yang efektif dalam menangani sejumlah masalah berkaitan dengan stabilitas dan. pertumbuhan ekonomi di dalam suatu negara demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan daerah lain di pulau Jawa yang merupakan pusat dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB 1 PENDAHULUAN Hal ini berdasarkan dikeluarkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. (a process of enlarging the choice of people). Indeks Pembangunan Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori Bab ini akan menguraikan pengertian dana alokasi umum, dana alokasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai akuntansi sektor publik di Indonesia sampai saat ini

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. kepentingan manajer (agen) ketika para manajer telah dikontrak oleh pemilik

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan di Indonesia telah dilalui sejak kemerdekaannya 70

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan pada indikator sosial maupun ekonomi menuju kearah yang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang situasi manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ini mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh Program Pembangunan PBB atau UNDP sejak tahun 1990 dalam seri laporan tahunan yang diberi judul Human Development Report. Indeks ini disusun sebagai salah satu dari indikator alternatif, selain pendapatan nasional per kapita, untuk menilai keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara. Indeks Pembangunan Manusia ini meranking semua negara dengan skala 0 (nol) sampai 1 (satu). Angka nol menyatakan tingkat pembangunan manusia yang paling rendah dan angka 1 menyatakan tingkat pembangunan manusia yang paling tinggi. Ada tiga indikator yang dijadikan tolok ukur untuk menyusun Indeks Pembangunan Manusia. Pertama, usia panjang yang diukur dengan rata-rata lama hidup penduduk atau angka harapan hidup di suatu negara. Kedua, pengetahuan yang diukur dengan rata-rata tertimbang dari jumlah orang dewasa yang bisa membaca (diberi bobot dua pertiga) dan rata-rata tahun sekolah (diberi bobot sepertiga). Ketiga, penghasilan yang diukur dengan pendapatan per kapita riil yang telah disesuaikan daya belinya untuk tiap-tiap negara. Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia yang telah disusun, maka bisa ditetapkan tiga kelompok negara. Pertama, negara dengan tingkat pembangunan manusia yang rendah bila IPM-nya berkisar antara 0 sampai

0,5. Negara yang masuk kategori ini sama sekali atau kurang memperhatikan pembangunan sumber daya manusia. Kedua, negara dengan tingkat pembangunan manusia sedang jika IPM-nya berkisar antara 0,51 sampai 0,79. Negara yang masuk dalam kategori ini mulai memperhatikan pembangunan sumber daya manusianya. Ketiga, negara dengan tingkat pembangunan manusia tinggi jika IPM-nya berkisar antara 0,80 sampai 1. Negara yang masuk dalam kategori ini sangat memperhatikan pembangunan sumber daya manusianya. Selain ditampilkan sebagai indikator tunggal, IPM biasanya juga ditampilkan bersama-sama dengan ranking pendapatan per kapita, hasilnya bisa bervariasi. Ada negara yang ranking pendapatan per kapitanya masuk ranking atas, tetapi IPM-nya masuk ranking rendah. Ini artinya hasil pembangunan yang tampak dari pendapatan per kapita tinggi tidak dipakai untuk mengembangkan sumber daya manusia. Ada negara yang pendapatan per kapitanya masuk ranking bawah tetapi IPM-nya masuk ranking yang tinggi. Artinya, meskipun masuk ke dalam negara yang miskin, tetapi dengan pendapatan yang kecil itu negara atau pemerintah memakainya untuk mengembangkan sumber daya manusia. Ada lagi yang konsisten antara ranking atau urutan IPM dengan ranking atau urutan pendapatan per kapitanya. IPM-nya ranking atas dan pendapatan per kapitanya juga ranking atas. Salah satu indikator kesejahteraan masyarakat adalah pendapatan perkapita. Peningkatan kesejahteraan masyarakat merupakan bukti keberhasilan pembangunan yang merupakan salah satu tugas pemerintah. Pendapatan perkapita menunjukkan

rata-rata tingkat pendapatan masyarakat pada suatu daerah. Pemerintah pusat dalam rangka desentralisasi kewenangannya memberikan dana transfer kepada pemerintah daerah (pemda). Salah satu kegunaan dari pendapatan perkapita adalah turut menentukan seberapa besar jumlah Dana Alokasi Umum (DAU) yang akan diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Nilai DAU menggunakan pendapatan perkapita sebagai salah satu komponen penghitungannya. Hal ini dapat dilihat pada bagian penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang dana perimbangan. Selain DAU, pemerintah juga menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) sebagai sarana untuk menyediakan sarana dan prasarana bagi masyarakat. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada bagian penjelasan Pasal 28 ayat (2) menyebutkan bahwa jumlah penduduk merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan akan penyediaan layanan publik di setiap daerah. Oleh sebab itu peneliti ingin mengetahui lebih lanjut seberapa besar pengaruh keuangan daerah terhadap indeks pembangunan manusia. PADA tahun 2004 ini, Indonesia menempati urutan ke 111 dalam Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) dari 177 negara yang diperingkat oleh Program Pembangunan PBB atau United Nations Development Program (UNDP). Di antara negara Asia Tenggara yang maju, posisi Indonesia berada di paling bawah. Urutan paling atas adalah Singapura, disusul berturut-turut:

Brunei, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Negara yang berada di bawah peringkat Indonesia masing-masing secara berturut-turut adalah Vietnam, Kamboja, Myanmar, Laos, dan Timor Timur (Suara Merdeka, 16 Juli 2004). Bila dilihat dari potensi sumber daya alam urutan Indeks Pembangunan Manusia Indonesia seharusnya jauh lebih baik. Persebaran Sumber Daya Alam Hayati terdiri dari sumber daya alam hewani dan nabati yang tersebar di darat dan laut selain hutan yang luas, Indonesia memiliki perkebunan dan pertanian tersebar hampir di seluruh Indonesia. Jumlah dan kualitas sumber daya alam sangat banyak dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia selain itu kualitasnya pun sangat bagus sehingga dapat diekspor di berbagai negara sehingga dapat memenuhi devisa negara. Pemanfaatan Sumber Daya Alam Sumber daya alam merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Sebagai modal dasar, sumber daya alam harus dimanfaatkan sepenuh-penuhnya tetapi dengan cara yang tidak merusak. Oleh karena itu, cara-cara yang dipergunakan harus dipilih yang dapat memelihara dan mengembangkan agar modal dasar tersebut makin besar manfaatnya untuk pembangunan di masa datang. Jumlah penduduk miskin dan angka pengangguran di Sumatera Utara yang masih tinggi, dinilai perlu untuk terus ditekan persentasenya pada 2011. Sebab, bila dua hal ini tidak segera ditangani, dampaknya bisa menyebabkan kerawanan sosial dan terjadinya instabilitas di tingkat lokal. Dari akhir Desember 2009 hingga April 2010, sebaran penduduk yang menganggur masih menumpuk di perkotaan, dan

sebaran penduduk miskin masih tetap dominan di pedesaan. Dengan kondisi seperti ini, Sumut perlu melakukan tekanan terhadap kinerja untuk mengentaskan dua hal tersebut. Karena dua hal ini memang jadi prioritas untuk dilakukan Sumut, yakni dengan mengarahkan program pembangunan ke kecamatan dan desa-desa miskin, serta dilakukan dengan pola padat karya. Dengan pola seperti ini, pelaksanaan program pembangunan Sumut yang diselaraskan dengan program nasional bisa mampu meningkatkan ketersediaan dan perbaikan serta pemeliharaan prasarana dan sarana fisik yang ada. Disebutkannya, jumlah pengangguran terbuka tahun 2009 di Sumut masih tercatat sekitar 521 ribu jiwa (8,3 persen) dari total angkatan kerja. Sebaran jumlah pengangguran ini banyak terdapat di perkotaan. Sedangkan di pedesaan sebaran penduduk miskinnya masih besar yang pada 2009 mencapai 1,5 juta jiwa (11,51 persen). Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, menekankan perlu juga dipacu pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,3-6,8 persen per tahun, dengan inflasi yang dapat dikendalikan pada kisaran 4-6 persen per tahun pada 2011. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melalui Dirjen Pembangunan Daerah Kemendagri, Syamsul Arif juga menekankan agar Sumut bisa mencapai pertumbuhan ekonomi 6,50 persen pada 2011. Karena pertumbuhan itu bisa menekan angka penduduk miskin bisa mencapai 1.379.140 jiwa. Kemudian meningkatkan angka melek huruf hingga mencapai 98,21 persen, dan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi 79,50 (Batakpos, http;//tnp2k.wapresri.go.id).

Pembangunan di Indonesia pada daerah kabupaten dan kota sampai saat ini masih bergantung pada dana transfer dan pemerintah pusat. Kabupaten/kota baru berdiri yang berasal dari pemekaran pada awal pemerintahan bergantung kepada dana perimbangan dari pemerintah pusat. Menurut Simanjuntak (2001) dalam Ndadari dan Adi (2008) walaupun otonomi sudah berjalan di tiap kabupaten dan kota namun pemerintah daerah belum sepenuhnya lepas dari pemerintah pusat salah satunya dalam hubungan keuangan antara pusat dan daerah. Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan yang kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Dana perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), DAU, dan Dana Alokasi Khusus. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah menyebutkan pendapatan daerah terdiri atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketiga bagian tersebut mempunyai peranan dalam meningkatkan pembangunan di kabupaten/kota. Menurut Adi dan Ndadari (2008) permasalahan yang terjadi saat ini adalah pemerintah daerah terlalu menggantungkan alokasi DAU untuk membiayai belanja modal dan pembangunan tanpa mengoptimalkan potensi yang dimiliki daerah. Saat alokasi DAU yang diperoleh besar, maka pemerintah daerah akan berusaha agar pada

periode berikutnya DAU yang diperoleh tetap. Hal ini menunjukkan bahwa DAU merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung dalam peningkatan kemakmuran masyarakat di daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah, pemerintah pusat akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari DAU, DAK, dan bagian daerah dari Dana Bagi Hasil yang terdiri dari pajak dan sumber daya alam (Maimunah, 2006). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa DAK merupakan bantuan pemerintah pusat kepada pemda dalam rangka pembangunan sarana dan prasarana pelayanan dasar untuk membantu percepatan pembangunan daerah. Jenis pelayanan yang termasuk dalam pelayanan dasar tersebut diantaranya adalah pendidikan, kesehatan, jalan, irigasi, dan air minum sebagai prasarana dasar (http://balitbang.depkominfo.go.id). Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Mardiasmo menyatakan bahwa DAK merupakan dana yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, terutama untuk membantu membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. Daerah yang akan mendapatkan alokasi DAK adalah daerah-daerah yang memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kebijakan alokasi DAK antara lain diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan

di bawah rata-rata nasional dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar yang sudah merupakan urusan daerah; menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana di wilayah pesisir dan kepulauan, perbatasan darat dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, serta termasuk daerah ketahanan pangan; mendorong penyediaan lapangan kerja, mengurangi jumlah penduduk miskin, serta mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan sel-sel pertumbuhan di daerah; menghindari tumpang tindih kegiatan yang didanai dari DAK dengan kegiatan yang didanai dari anggaran kementerian/lembaga; serta mengalihkan kegiatan-kegiatan yang didanai dari dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang telah menjadi urusan daerah secara bertahap ke DAK (http://www.perbendaharaan.go.id). Abdullah dan Halim (2004) dalam Maimunah (2006) menggunakan lag dalam meneliti pengaruh DAU dan PAD terhadap belanja pemerintah. Belanja pemerintah adalah salah satu sarana untuk meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat. Abdullah dan Halim (2004) pada penelitian yang lain juga menggunakan data change perubahan belanja modal dan belanja pemeliharaan dari tahun 2003 ke tahun 2004. Berdasar pada hal tersebut peneliti juga menggunakan time lag dalam penelitian ini sebab DAK, DAU, dan PAD tidak langsung memberikan efek pertumbuhan ekonomi kepada masyarakat pada tahun anggaran yang sama. Penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang berbeda-beda mengenai pengaruh DAK, DAU terhadap belanja pemerintah, oleh sebab itu peneliti ingin meneliti lebih lanjut untuk mengetahui apakah akan didapat hasil yang sama atau

berbeda. Penelitian sebelumnya lebih banyak menggunakan variabel belanja pemerintah sedangkan penelitian ini menggunakan variabel dependen Indeks Pembangunan Manusia pada kabupaten/kota di Sumatera Utara. 1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini apakah DAK, DAU, dan DBH berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap indeks pembangunan manusia pada kabupaten/kota di Sumatera Utara? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis pengaruh DAK, DAU, dan DBH baik secara simultan dan parsial terhadap indeks pembangunan manusia. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat kepada pihak-pihak yang membutuhkan, yaitu: 1. Peneliti, sebagai pengetahuan atas pemahaman terhadap akuntansi sektor publik. 2. Pemerintah daerah kabupaten/kota, sebagai informasi untuk mengetahui faktorfaktor apa saja dalam keuangan daerah yang dapat mempengaruhi indeks pembangunan manusia.

3. Akademis, sebagai dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya dan memberi masukan pada perkembangan akuntansi sektor publik. 1.5. Originalitas Penelitian ini mereplikasi Budi D. Sinullingga (2009) yang berjudul Analisis Pengaruh Alokasi Sektor Anggaran Pemerintah terhadap Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (Studi Kasus Kota Medan) Kesimpulan penelitian ini bahwa sektor-sektor yang mempunyai pengaruh tinggi terhadap peningkatan IPM ialah sektor yang mengurangi kesenjangan yaitu sektor perdagangan, tenaga kerja dan industri. Selama tahun penelitian 1995-2005 sektor-sektor pengurangan kesenjangan ini anggarannya sangat kecil sekali dibandingkan dengan sektor-sektor infrastruktur. Sektor-sektor infrastruktur pemukiman memiliki pengaruh langsung relatif kecil terhadap peningkatan IPM. Sektor transportasi dan pembangunan daerah juga mempunyai pengaruh terhadap IPM melalui pertumbuhan ekonomi dan besarnya belum termasuk dalam penelitian ini. Sektor yang secara langsung menangani komponen peningkatan IPM, yaitu sektor pendidikan dan kesehatan kurang efektif meningkatkan IPM.