BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kehadiran Balita di Posyandu Menurut Notoatmodjo (2000) rendahnya tingkat kehadiran ibu balita ke posyandu kemungkinan disebabkan beberapa hal antara lain ibu tidak sempat/ terlalu sibuk dengan pekerjaan rumah tangga, kurangnya penyerbaran informasi tentang menfaat penimbangan sehingga ibu balita kurang atau tidak mengerti tentang arti dan manfaat penimbangan, kurangnya dukungan dari pihak keluarga serta keadaan ekonomi yang kurang. Tingkat kehadiran balita di posyandu dapat dilihat dari angka D/S. D/S merupakan tingkat partisipasi masyarakat yang di peroreh melalui perbandingan jumlah balita yang ditimbang dengan jumlah balita yang ada di suatu wilayah. Tingkat kehadiran anak balita di posyandu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1. Aktifitas kader Keaktifan kader sebagai pelaksana kegiatan posyandu merupakan kunci keberhasilan posyandu karena kader posyandu merupakan penghubung antara program dengan masyarakat serta memerlukan berbagai persyaratan tertentu agar keberadaannya diakui dan diterima masyarakat. Berlangsung dan tidaknya kegiatan di Posyandu tergantung dari kader, karena sebagian besar kegiatan di Posyandu dilakukakan oleh kader. Kader posyandu adalah anggota masyarakat yang bekerja secara sukarela, mampu melaksanakan UPGK dan mampu menggerakan masyarakat (Sudargo, 2010). 2. Kelengkapan sarana Sarana dalam kegiatan posyandu akan membantu kelancaran kegiatan posyandu. Sarana yang lengkap, jelas akan membantu kelancaran kegiatan posyandu. 4
5 3. Keaktifan petugas pembina Salah satu strategi perubahan perilaku adalah dengan pemberian informasi, dengan keaktifan petugas pembina pemberian informasi infomasi tentang posyandu akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang posyandu dan hal ini menyebabkan masyarakat mau berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki, yaitu hadir menimbangkan anak balitanya ke posyandu (Depkes RI, 2001) 4. Tingkat pengetahuan ibu balita tentang posyandu Pengetahuan tentang posyandu yang baik pada ibu balita akan memberikan respon yang positif yaitu hadir di posyandu. 5. Tingkat pendidikan (ibu balita dan kader posyandu) Tngkat pendidikan dapat mempengaruhi partisipasi dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan posyandu. B. Pengukuran Antropometri 1. Pengertian antropometri Antropometri adalah ukuran tubuh, pengertian ini bersifat sangat umum sekali (Supariasa, 2002). Antropometri pengukuran yang paling sering digunakan karena lebih praktis, cukup teliti, serta lebih mudah dilakukan oleh siapa saja dengan bekal latihan sederhana. Keunggulan antropometri : b. Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar. c. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang sudah dilatih. d. Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di daerah setempat. e. Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan. f. Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau. g. Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang dan gizi buruk, karena sudah ada ambang batas yang jelas.
6 h. Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu, atau dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kelemahan antropometri a. Tidak sensitif ( untuk kekurangan zat gizi mikro, namun sensitif untuk KEP ). b. Faktor di luar gizi (penyakit, genetik dan penurunan penggunaan energi) dapat menurunkan spesifisitas dan sensifitas pengukuran antropometri. c. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran antropometri. d. Sumber kesalahan biasanya berhubungan dengan latihan petugas yang tidak cukup, kesalahan alat, kesulitan pengukuran (Jahari, 2000). 2. Hasil pengukuran antropometri a. Indeks berat badan menurut umur (BB/U) Berat badan (BB) merupakan salah satu antropometri yang memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak). Karena massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi, maka BB merupakan antropometri yang sangat labil. Bila keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan BB, yaitu dapat berkembang lebih cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah, namun tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indikator ini dapat dengan mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum, sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka waktu pendek; dan dapat mendeteksi kegemukan.
7 Berdasarkan sifat-sifatnya ini, maka indeks berat badan menurut umur (BB/U) digunakan sebagai salah satu indikator status gizi, dan karena sifat BB yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat kini. Kelebihan penggunaan indikator BB/U, dapat dengan mudah dan dapat dimengerti oleh masyarakat umum, sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka pendek, berat badan dapat berfluktuasi, dapat mendeteksi kegemukan. Kelemahannya yaitu interpretasi status gizi dapat keliru bila terdapat pembengkakan atau oedem, memerlukan data umur yang akurat terutama untuk anak dibawah usia 5 tahun, sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, masalah sosial budaya setempat yang mempengaruhi orang tua untuk tidak menimbangkan anaknya karena seperti barang dagangan (Supariasa, 2002). Tabel 1 Klassifikasi status gizi berdasarkan Indeks BB/U Kategori Cut of Point Gizi Lebih > +2,0 SD Gizi Baik - 2 SD s/d + 2 SD Gizi Kurang -3 SD s/d < - 2 SD Gizi Buruk < - 3 SD Sumber : Supariasa 2002 b. Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan, tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah defisiensi gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru tampak pada saat yang cukup lama. Berdasarkan sifatnya ini indeks TB/U lebih menggambarkan status gizi masa lalu. Indeks TB/U disamping dapat memberikan gambaran tentang status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan masalah sosial ekonomi. Indeks TB/U selain digunakan sebagai indikator status gizi
8 dapat pula digunakan sebagai indikator perkembangan keadaan sosial ekonomi masyarakat. Indikator TB/U dapat menggambarkan status gizi masa lampau atau masalah gizi kronis. Seseorang yang pendek kemungkinan keadaan gizi masa lalu tidak baik. Berbeda dengan berat badan yang dapat diperbaiki dalam waktu singkat, baik pada anak maupun dewasa, maka tinggi badan pada usia dewasa tidak dapat lagi dinormalkan. Pada anak Balita kemungkinkan untuk mengejar pertumbuhan tinggi badan optimal masih bisa sedangkan anak usia sekolah sampai remaja kemungkinan untuk mengejar pertumbuhan tinggi badan masih bisa tetapi kecil kemungkinan untuk mengejar pertumbuhan optimal. Dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur. Pertambahan TB relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu singkat. Pengaruh kurang gizi terhadap pertumbuhan TB baru terlihat dalam waktu yang cukup lama. Indikator ini juga dapat dijadikan indikator keadaan sosial ekonomi penduduk (Soekirman, 2000). Perubahan tinggi atau panjang badan relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu yang singkat karena perubahan tinggi atau panjang badan baru dapat dilihat dalam waktu yang cukup lama. Kelebihan TB/U yaitu baik untuk melihat status gizi masa lampau, dapat dijadikan indikator keadaan sosial ekonomi penduduk, ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa. Kekurangan TB/U yaitu kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang badan pada kelompok usia balita, tidak dapat menggambarkan keadaan gizi saat ini, ketetapan umur sulit didapat, kesalahan sering dijumpai pada pembacaan skala ukur, terutama bila petugas tidak profesional (Supariasa, 2002).
9 Tabel. 3 Klassifikasi status gizi berdasarkan Indeks TB/U Kategori Cut of Point Normal >= -2 SD Pendek - 3 SD s/d < - 2 SD Sangat Pendek < - 3 SD Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (2000). c. Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) Berat badan memiliki hubungan linier dengan tinggi badan. Dalam kedaan normal perkembangan berat badan akan searah dengan pertambahan tinggi badan dengan percepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menyatakan status gizi saat ini, terlebih bila data umur yang akurat sulit diperoleh, oleh karena itu indeks BB/TB disebut pula indikator status gizi yang independen terhadap umur. Karena indeks BB/TB dapat memberikan gambaran tentang proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan, maka dalam penggunaanya, indeks ini merupakan pula indikator kekurusan. Seperti halnya dengan indeks BB/U, maka penggunaan indeks BB/TB memiliki beberapa keuntungan dan kelemahannya, terutama bila digunakan untuk pengukuran anak balita. Keuntungan Indeks BB/TB atau BB/PB, tidak memerlukan data umur, dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, dan kurus). Kelemahan Indeks BB/TB atau BB/PB, tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya. Karena faktor umur tidak dipertimbangkan, dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang/tinggi badan pada kelompok balita, Membutuhkan 2 macam alat ukur, Pengukuran relatif lebih lama, Membutuhkan 2 orang untuk melakukannya Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran, terutama bila dilakukan oleh kelompok non profesional. (Supariasa,2002).
10 Status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi juga merupakan kombinasi antara ketiganya. Masing-masing indikator mempunyai makna sendiri-sendiri. Indikator BB/TB merupakan pengukuran antropometri yang terbaik karena dapat menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini atau masalah gizi akut. Berat badan berkorelasi linier dengan tinggi badan, artinya dalam keadaan normal perkembangan berat badan akan mengikuti pertambahan tinggi badan pada percepatan tertentu. Dengan demikian berat badan yang normal akan proporsional dengan tinggi badannya. Ini merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini terutama bila data umur yang akurat sering sulit diperoleh. Tabel 2 Klassifikasi status gizi berdasarkan Indeks BB/TB Kategori Cut of Point Gemuk > +2,0 SD Normal - 2 SD s/d + 2 SD Kurus > -3 SD s/d < - 2 SD Sangat kurus < - 3 SD Sumber : Depkes RI 2004 Gizi kurang secara langsung disebabkan oleh kurangya konsumsi makanan dan adanya penyakit infeksi. Makin bertambah usia anak maka makin bertambah pula kebutuhannya. Konsumsi makanan dalam keluarga dipengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan secara perorangan. Konsumsi juga tergantung pada pendapatan, agama, adat istiadat, dan pendidikan keluarga yang bersangkutan (Almatsier, 2001). Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya ( imunitas) dapat melemah, sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya mudah terkena gizi kurang (Soekirman, 2000). Sehingga disini terliha t interaksi antara
11 konsumsi makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Rendahnya ketahanan pangan rumah tangga, pola asuh anak yang tidak memadai, kurangnya sanitasi lingkungan serta pelayanan kesehatan yang tidak memadai merupakan tiga faktor yang saling berhubungan. Makin tersedia air bersih yang cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan, ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, makin kecil resiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi. Sedangkan penyebab mendasar atau akar masalah gizi di atas adalah terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana alam, yang mempengaruhi ketidakseimbangan antara asupan makanan dan adanya penyakit infeksi, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita (Soekirman, 2000). C. Posyandu 1. Pengertian posyandu Posyandu adalah Kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan di suatu wilayah kerja Puskesmas, dimana program ini dapat dilaksanakan di balai dusun, balai kelurahan, maupun tempat - tempat lain yang mudah didatangi oleh masyarakat (Ismawati, 2010) Syakira (2009) menyebutkan, posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat yang mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan sumber daya manusia sejak dini. Posyandu juga merupakan tempat kegiatan terpadu antara program keluarga berencana kesehatan tingkat desa. Posyandu juga merupakan pusat kesehatan masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dan keluarga berencana. Kegiatan posyandu merupakan kegiatan yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dari masyarakat oleh
12 masyarakat dan untuk masyarakat, yang dilaksanakan oleh kader kader kesehatan yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari tim pukesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar. 2. Tujuan penyelenggaraan posyandu Tujuan penyelenggaraan posyandu adalah: a. Menurunkan angka kematian banyi, Angka kematian (ibu hamil, melahirkan dan nifas), Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian banyi (AKB). b. Membudayakan NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera) c. Meningkatkan peran serta dan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan Keluarga Berencana (KB) serta kegiatan lainnya yang menunjang untuk tercapainya masyarakat sehat sejahtera d. Berfungsi sebagai wahana gerakan reproduksi keluarga sejahtera, gerakan ketahanan keluarga dan gerakan ekonomi keluarga sejahtera e. Menghimpun potensi masyarakat untuk berperan serta secara aktif meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan ibu, bayi, balita dan keluarga serta mempercepat penurunan angka kematian ibu, bayi, dan balita 3. Sasaran penyelenggaraan posyandu Sasaran meliputi bayi dan anak balita, ibu hamil dan ibu menyusui dan ibu nifas, pasangan usia subur, pengasuh anak (Depkes RI, 2009) 1.Kegiatan posyandu Kegiatan posyandu terdiri dari kegiatan Utama dan Kegiatan Pengembangan (Depkes RI, 2009), yaitu : a. Kegiatan utama, sekurang kurangnya mencakup 5 (lima) kegiatan : 1). Kesehatan ibu dan anak 2). Keluarga berencana 3). Imunisasi 4). Peningkatan gizi 5). Pencegahan dan Penanggulangan Diare
13 b. Kegiatan Pengembangan, dapat menambah kegiatan baru disamping lima kegiatan utama yang telah ditetapkan dan dilaksanakan dengan baik, kegiatan baru tersebut misalnya: 1). Bina Keluarga Balita (BKB) 2). Penemuan Dini dan Pengamatan Penyakit Potensial Kejadian Luar biasa (KLB), misalnya : Infeksi saluran pernapasan akut, Demam Berdarah, Gizi Buruk, Polio, Campak dan Tetanus Neonatum. 3). Program diversifikasi pertanian tanaman pangan dan pemanfaatan pekarangan melalui tanaman obat keluarga 4). Kegiatan ekonomi produktif seperti usaha peningkatan pendapatan keluarga, usaha simpan pinjam 5). Bebagai program pembangunan masyarakat desa lainnya Kegiatan gizi di posyandu bagian dari UPGK dalam langkah langkah kebijakan kebijaksanaan perbaikan gizi merupakan kegiatan upaya langsung yang meliputi. 1. Pemantauan pertumbuhan anak balita dengan KMS 2. Pemberian makanan tambahan 3. Penyuluhan gizi Langkah-langkah kegiatan 5 Meja di Posyandu Pengertian 5 meja adalah kegiatan pelayanan yang di laksanakan pada hari buka posyandu. Meja 1 sampai 4 di laksanakan oleh para kader, sedangkan meja 5 di laksanakan oleh petugas lintas sektor, yaitu petugas kesehatan, PLKB, atau yang lainnya. 4. Langkah-langkah melaksanakan kegiatan 5 meja: 1. Meja I : Pendaftaran oleh kader posyandu 2. Meja II : Penimbangan dan pemantauan tumbuh kembang oleh kader posyandu 3. Meja III : Pengisian KMS atau buku KIA oleh kader 4. Meja IV : Penyuluhan KIA termasuk tumbuh kembang menggunakan buku KIA, Penyluhan gizi termasuk
14 pemberian kapsul vitamin A, tablet tambah darah dan PMT (Pemberian Makanan Tambahan ), Merujuk balita ke meja V 5. Meja V : Pelayanan dan konseling kesehatan dan gizi oleh petugas kesehatan, Imunisasi, KIA-KB termasuk stimulasi, deteksi dini tumbuh kembang balita, gizi termasuk penanggulangan gizi keurang dan buruk serta penyakit pada balita. 2. Manfaat Posyandu a. Bagi masyarakat Adapun manfaat posyandu bagi masyarakat adalah memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan bagi anak balita dan ibu, pertumbuhan anak balita terpantau sehingga tidak menderita gizi kurang atau gizi buruk. Bayi dan anak balita mendapatkan kapsul vitamin A, bayi memperoleh imunisasi, ibu hamil juga akan terpantau barat badannya dan memperoleh tablet tambah darah serta imunisasi TT, ibu nifas memperoleh kapsul vitamin A dan tablet tambah darah serta memperoleh penyuluhan kesehatan yang berkaitan tentang kesehatan ibu dan anak. b. Bagi Kader Mendapatkan berbagai informasi kesehatan lebih dahulu dan lebih lengkap. Ikut berperan secara nyata dalam tumbuh kembang anak balita dan kesehatan ibu. Citra diri meningkat dimata masyarakat sebagai orang yang terpercaya dalam bidang kesehatan menjadi panutan karena telah mengapdi demi pertumbuhan anak dan kesehatan ibu (Ismawati, 2010)
15 6. Klasifikasi posyandu a. Posyandu pratama (warna merah) Posyandu tingkat pratama adalah posyandu yang masih belum mantap, kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kader kurang begitu aktif. b. Posyandu madya (warna kuning) Posyandu pada tingkat madya sudah dapat melaksanakan kegiatan kegiatan lebih dari delapan (8) kali pertahun, dengan rata rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, akan tetapi cakupan program utamanya (KB, KIA, GIzi, Imunisasi) masih rendah yaitu kurang dari 50%. c. Posyandu purnama (warna hijau) Posyandu pada tingkat purnama adalah posyandu yang frekuensinya lebih dari delapan (8) kali pertahun, rata rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih dan cakupan 5 program utamanya (KB, KIA, Gizi, Imunisasi) lebih dari 50%. Sudah ada program tambahan bahkan mungkin sudah ada dana sehat tetapi sasih sederhana. d. Posyandu mandiri (warna biru) Posyandu ini berarti sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur, cakupan 5 program utama sudah bagus, ada program tambahan dan dana sehat telah menjangkau lebih dari 50% KK (Depkes RI, 2001) Masalah gizi yang banyak tejadi saat ini tidak dapat kita abaikan begitu saja karena dapat menimbulkan dampak yang negatif. Kekurangan gizi berdampak terhadap pertumbuhan, perkembangan intelektual dan produktivitas. Posyandu sebagai salah satu pelayanan kesehatan di desa untuk memudahkan masyarakat memantau keadaan gizi anak balitanya dapat membantu pencegahan secara dini masalah gizi. Status gizi anak balita dipengaruhi oleh beberapa faktor disamping faktor utama yaitu asupan makanan dan penyakit infeksi. Posyandu sebagai wadah pembinaan dan pelayanan kesehatan masyarakat berperan sangat besar dalam meningkatkan perilaku
16 kesehatan dan gizi masyarakat. Ibu yang aktif berkunjung ke Posyandu sampai anak berusia 5 tahun, diharapakan bisa mendapatkan bimbingan dan pengawasan tumbuh kembang anak secara berkelanjutan, sehingga status gizi anak bisa dipertahankan dalam kondisi baik. D. Kerangka Teori Pelayanan posyandu Tingkat kehadiran balita Faktor langsung : 1. Konsumsi makanan 2. Adanya penyakit infeksi Faktor tidak langsung : 1. Pengetahuan gizi ibu 2. Pola asuh 3. Pemahaman ibu tentang kesehatan Hasil pengukuran antropometri balita B. Kerangka Konsep Tingkat kehadiran Hasil pengukuran antropometri balita C. Hipotesis 1. Ada hubungan antara tingkat kehadiran balita di posyandu dengan hasil pengukuran antropometri balita indeks BB/U 2. Ada hubungan antara tingkat kehadiran balita di posyandu dengan hasil pengukuran antropometri balita indeks TB/U 3. Ada hubungan antara tingkat kehadiran balita di posyandu dengan hasil pengukuran antropometri balita indeks BB/TB