BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perjanjian Didalam perjanjian terdapat beberapa teori dari para ahli, diantaranya mengenai pengertian perjanjian, pembentukan perjanjian, asas-asas perjanjian atau kontrak, dan syarat sah perjanjian atau kontrak. 2.1.1. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian berasal dari bahasa inggris yaitu contract, sebelumnya perlu diketahui pengertian perjanjian pada umumnya. Menurut Subekti dalam Ali dan Poernama (2016:1) mengemukakan bahwa, Suatu kontrak atau perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Menurut Rijan dan Koesoemawati (2009:5) mengemukakan bahwa, kesepakatan antar dua orang atau lebih tentang sesuatu hal, baik dibuat secara tertulis atau lisan. Menurut Subekti dalam Setiawan (2016:1) mengemukakan bahwa perikatan dikatakan sebagai hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Berdasarkan pendapat diatas dapat diambil kesimpulan perjanjian adalah kesepakatan antara dua pihak atau dua orang yang sudah disepakati bersama. 6
7 2.1.2. Pembentukan Perjanjian Hansen (2015:37) memberi batasan bahwa, Sebuah perjanjian dapat terbentuk apabila terjadi sebuah penawaran (offer) yang diberikan oleh satu pihak dan kemudian diterima (acceptance) oleh pihak lainnya. Tetapi agar perjanjian itu memiliki kekuataan hukum, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat sahnya sebuah perjanjian. 2.1.3. Asas-Asas perjanjian atau Kontrak Menurut Rijan dan Koesoemawati (2009:7), di dalam hukum perjanjian atau kontrak penting diketahui adanya asas-asas yang harus selalu dijadikan dasar dalam membuat perjanjian atau kontrak. Ada 5 asas penting yang dikenal sebagai berikut: 1. Kebebasan berkontrak Setiap warga negara bebas untuk membuat kontrak. Hal ini disebut asas kebebasan berkontrak atau sistem terbuka. Artinya, ada kebebasan seluas-luasnya yang diberikan oleh UU kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian tentang apa saja. Hal yang perlu diperhatikan bahwa perjanjian ini tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. 2. Asas konsensualitas Asas konsensualitas berarti perjanjian atau kontrak sudah dilahirkan sejak saat tercapainya kesepakatan. Dengan kata lain, perjanjian atau kontrak itu sudah sah jika sudah tercapai kesepakatan mengenai hal-hal pokok tentang apa yang diperjanjikan.
8 Bentuk konsensualitas suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis (kontrak), terjadi pada saat ditandatanganinya perjanjian kontrak tersebut oleh para pihak. Tanda tangan berfungsi sebagai bukti atau wujud kesepakatan serta persetujuan atas tempat, waktu, dan isi perjanjian. 3. Asas itikad baik Setiap pihak yang membuat dan melaksanakan perjanjian harus melandasinya dengan itikad baik. Jika adanya itikad tidak baik dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, baik dalam pembuatan maupun dalam pelaksanaan perjanjian maka pihak yang beritikad baik akan mendapat perlindungan hukum. 4. Asas kepastian hukum Asas kepastian hukum adanya jaminan dilaksanakannya perjanjian atau kontrak, baik melalui menengah (arbitrase) atau pengadilan. Mereka berwenang mengadili para pembuat perjanjian atau kontrak yang sedang berselisih paham yang harus menghormati isi kontrak yang telah dibuat. 5. Asas kepribadian atau personalitas Asas kepribadian adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat suatu kontrak adalah hanya untuk kepentingan perseorangan. 2.1.4. Syarat Sah Perjanjian atau Kontrak Menurut Salim (2017:29) mengenai syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:
9 1. Kesepakatan (Toesteming atau Izin) Kedua Belah Pihak Syarat yang pertama sahnya kontrak adalah adanya kesepakatan atau consensus pada pihak. Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. 2. Kecakapan bertindak Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orangorang yang cakap atau berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa ukuran kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun atau sudah menikah. Orang yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum abak dibawah umur atau orang yang ditaruh dibawah pengampuan. 3. Suatu hal tertentu Di dalam berbagai liberatul disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur. 4. Suatu sebab yang halal Dalam pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan pengertian orzaak (causa yang halal). Di dalam pasal 1337 KUH Perdata hanya disebutkan causa yang terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan UU, kesusilaan, dan ketertiban umum.
10 2.2. Perjanjian Sewa-menyewa Didalam perjanjian terdapat beberapa teori dari para ahli, diantaranya mengenai pengertian perjanjian sewa-menyewa, persiapan membuat perjanjian sewa, cara pembuatan surat perjanjian sewa, mengakhiri perjanjian sewa. 2.2.1. Pengertian Perjanjian Sewa-menyewa Sewa-menyewa dalam bahasa Belanda disebut dengan huurenverhuur dan dalam bahasa Inggris disebut dengan rent atau hire. Menurut Setiawan (2016:179) menyimpulkan bahwa: Sewa-menyewa ialah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dengan pembayaran sesuatu harga yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya. Sewa berati pemakaian sesuatu dengan membayar uang sewa dan menyewa berarti memakai dengan membayar uang sewa dan menyewa berarti memakai dengan membayar uang sewa (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2010, hal 83). Menurut Wiryono Projodikoro (2009:10) menyimpulkan bahwa: Perjanjian sewa menyewa adalah sebagai salah satu bentuk perjanjian yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan merupakan perjanjian timbal balik yang selalu mengacu kepada asas konsensualitas atau berdasarkan kesepakatan para pihak dan merupakan salah satu jenis perjanjian yang sering terjadi dalam kehidupan di masyarakat.
11 2.2.2. Persiapan Membuat Perjanjian Sewa Menurut Rijan dan Koesoemawati (2009:11) mengatakan bahwa, sebelum para pihak menuangkan kesepakatannya di dalam suatu perjanjian atau kontrak yang jelas dan terperinci, biasanya para pihak membuat suatu nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) atau di kenal dengan istilah MoU. Di dalam tahap ini akan dibuat nota, resume pembicaraan, atau intisari dari hal yang telah disepakati. Kegunaan MoU untuk pedoman dan memberikan tuntunan dalam penyusunan perjanjian atau kontrak yang akan dibuat. 1. Negoisasi Negoisasi dilakukan sebelum kontrak disusun atau sebelum melakukan suatu perbuatan hukum yang menimbulkan suatu hubungan hukum dan para pihak. Negoisasi merupakan permulaan awal sebagai usaha untuk mencapai kesepakatan antara pihak yang satu dengan yang lain. Negoisasi adalah proses tawar-menawar antara pihak yang akan membuat suatu perjanjian atau kontrak agar masingmasing pihak tidak dirugikan dan mendapatkan keuntungan dari perjanjian atau kontrak yang akan disepakati, akhirnya tercapai suatu kesepakan antara para pihak. 2. Pembuatan Memorandum of Understanding (MoU) Memorandum of Understanding (MoU) merupakan pencatatan atau pendokumentasian hasil negoisasi awal ke dalam bentuk catatan atau tertulis. Sebagai pedoman dalam pembuatan MoU memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Isinya singkat memuat hal-hal yang pokok-pokok saja. b. Merupakan pendahuluan yang akan diikuti dengan pembuatan perjanjian atau kontrak terperinci.
12 c. Ada jangka waktu (tenggat waktu). d. Biasanya tidak dibuat secara formal serta tidak ada kewajiban yang memaksa untuk dibuatnya perjanjian atau kontrak terperinci. 3. Bentuk perjanjian a. Akta otentik Akta otentik adalah perjanjian atau kontrak atau akta yang dibuat oleh dan ditandatangani dihadapan pejabat yang berwenang. Pejabat berwenang di sini antara lain notaris, Pejabat Akta Tanah (PPAT), Kepala Kantor Urusan Agama (KUA), Kepala Kantor Catatan Sipil, dan lain sebagainya. b. Akta di bawah tangan Akta di bawah tangan adalah perjanjian atau kontrak yang dibuat oleh para pihak tanpa perantaraan seorang pejabat umum (notaris, Pejabat Pembuatan Akta, Tanah (PPAT), Kepala Kantor KUA, Kepala Kantor Catatan Sipil, dan lain-lain. 2.2.3. Cara Pembuatan Surat Perjanjian Sewa-menyewa Menurut Salim (2008:105) dalam pembuatan suatu perjanjian atau kontrak ada beberapa hal yang minimal harus dicantumkan dalam kontrak tersebut: 1. Adanya para pihak (disebutkan kedudukan masing-masing); 2. Obyek perjanjian (hal apa yang yang menjadi dasar kerja sama); 3. Hak dan kewajiban para pihak; 4. Jangka waktu perjanjian atau kapan perjanjian dikatakan berakhir; 5. Ketentuan tentang ingkar janji dan akibatnya;
13 6. Ketentuan tentang keadaan memaksa atau hal-hal diluar dugaan (overmacht); 7. Ketentuan penyelesaian perselisihan; 8. Tandatangan para pihak. Adapun menurut Salim (2008:105) mengenai anatomi perjanjian atau kontrak yang dibuat oleh para pihak secara struktur adalah sebagai berikut: 1. Judul kontrak, dimana dalam suatu kontrak judul harus dibuat dengan singkat, padat, jelas dan sebaiknya memberikan gambaran yang ditangkan dalam perjanjian tersebut. Contohnya Perjanjian Jual-Beli, Perjanjian Sewa menyewa 2. Awal kontrak, dalam awal kontrak dibuat secara ringkas dan banyak digunakan seperti berikut : Yang bertanda tangan di bawah ini atau Pada hari Senin, tanggal satu bulan Febrauri, tahun 2015, telah terjadi perjanjian jual-beli. antara para pihak. 3. Para pihak yang membuat kontrak, di bagian ini disebutkan para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut. Penyebutan para pihak mencakup Nama, Pekerjaan, Usia, Jabatan, Alamat, serta bertindak untuk siapa. 4. Premis (Recital) merupakan penjelasan mengenai latar belakang dibuatnya suatu perjanjian. Pada bagian ini diuraikan secara ringkas tentang latar belakang terjadinya kesepakatan. 5. Isi kontrak, dalam isi perjanjian biasa diwakili dalam pasal-pasal dan dalam setiap pasal diberi judul. penyebutan tentang upaya-upaya penyelesaian apabila terjadi perselisihan atau sengketa. 6. Akhir kontrak (penutup), pada bagian akhir perjanjian berisi pngesahan kedua belah pihak dan saksi-saksi sebagai alat bukti dan tujuan dari perjanjian.
14 2.2.4. Mengakhiri Perjanjian Sewa Menurut Rijan dan Koesoemawati (2009:11) suatu perjanjian atau kontrak yang telah dibuat dan dilaksanakan oleh para pihak akan berakhir karena sebab-sebab sebagai berikut: 1. Lewatnya waktu sebagaimana yang diatur dalam perjanjian atau kontrak dan para pihak tidak memperpanjang jangka waktu tersebut. 2. Kalau dalam perjanjian atau kontrak tidak diatur mengenai jangka waktu perjanjian atau kontrak maka perjanjian akan berakhir sesuai dengan kesepakatan yang dibuat para pihak. 3. Dibatalkan oleh para pihak sebelum jangka waktu berakhir. 4. Dipenuhinya syarat-syarat tertentu yang diatur dalam pengakhiran perjanjian atau kontrak tersebut. 5. Obyek yang diperjanjikan musnah.