BAB II TINJAUAN PUSTAKA. iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak secara umum adalah iuran wajib dari penduduk kepada negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri

PERPAJAKAN (SEBUAH PENGANTAR) Disampaikan oleh: Rr. Indah Mustikawati, M.Si., Ak.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. adalah Self Assessment System yang berarti wajib pajak diberi kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. langsung berhubungan dengan teori keahlian yang diterima diperkuliahan. Praktik

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan yang sama untuk mengetahui masalah perpajakan di Indonesia.

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. ini pemungutnya dilaksakan oleh Pemerintah Pusat khususnya Depertemen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memenuhi pembangunan nasional secara merata, yang dapat meningkatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pajak sebagai Sumber Penerimaan Negara. pemerintah. Pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya pajak merupakan pungutan wajib oleh negara kepada

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut Soemitro, S.H (1990) dalam Resmi (2013) adalah

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi. Pajak mempunyai definisi yang berbeda-beda menurut sudut pandang yang

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan

PENGERTIAN DAN DEFINISI CIRI CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK ISTILAH-ISTILAH PERPAJAKAN

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN.

LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA

Perpajakan. Aryo Prasetyo, S.Kom., MMSI Vokasi Akuntansi UI, STIE Dewantara, IBI K-57. (Sesi 1)

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. pribadi maupun badan yang bersifat memaksa berdasar Undang-Undang, dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Tugas Akhir. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang paling potensial. Sejak

ekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh. untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

PENGANTAR PERPAJAKAN. Amanita Novi Yushita, M.Si

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

PENGARUH FAKTOR SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN NASKAH PUBLIKASI

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI. Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah kegiatan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGANTAR PERPAJAKAN. Pengantar Pajak

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Resmi (2013:31) Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat yang oleh

BAB II LANDASAN TEORI

Sama seperti pajak, namun terdapat imbalan (kontra-prestasi) secara langsung yang dapat dirasakan oleh pembayar retribusi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan

BAB II LANDASAN TEORI. bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata. Tujuan yang luhur demikian itu hanya dapat diwujudkan melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di negara Indonesia pajak sangatlah penting untuk menambah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan tanpa imbalan jasa secara langsung untuk. membiayai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan, yakni pada tahun 2015 besarnya belanja negara sebesar

DASAR DASAR PERPAJAKAN. ARUMEGA ZAREFAR, SE.,M.Ak.,Akt.,CA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk kesejahteraan rakyat. Pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar negara perlu terus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan Mandiri. yang semula dilakukan Cuma-Cuma dan sifatnya memaksa tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Atribusi merupakan salah satu proses pembentukan kesan. Atribusi

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB I PENDAHULUAN. syarat mutlak yang harus dilakukan oleh pemerintah, demi terwujudnya. kesejahteraan rakyat. Dalam melaksanakan pembangunan yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah selalu ingin mensejahterakan rakyatnya dan ini dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI. Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB I PENDAHULUAN. yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik. untuk mensejahterakan rakyat Indonesia secara adil dan makmur.

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut P. J. A. Adriani yang telah diterjemahkan oleh R.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. memberikan berbagai definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang,

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian dan Fungsi Pajak Pajak menurut Soemitro dalam Ilyas dan Suhartono (2007 : 2) adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal-balik (kontra prestasi), yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membayar pengeluaranpengeluaran umum. Menurut Adriani dalam Ilyas dan Suhartono (2007 : 2) yaitu : Pajak adalah iuran kepada negara (yang dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 Angka 1 disebutkan arti pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasrkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari pengertian pajak yang telah disampaikan di atas, secara teoritis dapat dilihat bahwa pajak memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan negara dan masyarakat sebagaimana yang dikemukakan oleh Resmi (2005 : 3) yaitu :

fungsi budgeter, dan fungsi regulerend. a. Fungsi Budgeter (Sumber Keuangan Negara) Artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti PPh, PPN, PPnBM, PBB, dan lain-lain. b. Fungsi Regulerend (Pengatur) Artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Contohnya : Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dikenakan pada saat transaksi jual beli barang mewah. Semakin mewah suatu barang maka tarif pajaknya semakin tinggi sehingga barang tersebut semakin mahal harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba untuk mengonsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup mewah). 2. Jenis Pajak Menurut Resmi (2005 : 6) terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pengelompokan menurut golongannya, menurut sifatnya, dan menurut lembaga pemungutannya. a. Menurut Golongannya. 1) Pajak Langsung merupakan pajak yang harus dipikul dan ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain. Contohnya : Pajak Penghasilan (PPh). 2) Pajak Tidak Langsung merupakan pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Contohnya : Pajak Pertambahan Nilai (PPN). b. Menurut Sifatnya. 1) Pajak Subjektif merupakan pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya. Contohnya : Pajak Penghasilan (PPh). 2) Pajak Objektif merupakan pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan

atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal. Contohnya : Pajak Pertambahan Nilai (PPN). c. Menurut Lembaga Pemungutannya. 1) Pajak Negara (Pusat) merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara pada umumnya. Contohnya : Pajak Penghasilan (PPh). 2) Pajak Daerah merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I maupun daerah tingkat II dan digunakan untuk membayai rumah tangga daerah masing masing. Contohnya : a) pajak daerah tingkat I (Propinsi) : Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, b) pajak daerah tingkat II (Kabupaten/Kotamadya) : Pajak Pembangunan I, Pajak Penerangan Jalan, Pajak atas Reklame. 3. Sistem Pemungutan Pajak Resmi (2005: 10) menyatakan bahwa dalam pemungutan pajak dikenal beberapa sistem pemungutan pajak, yaitu : a. Official Assesment System merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan Undang Undang Perpajakan yang berlaku, b. Self Assesment System merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan Undang- Undang Perpajakan yang berlaku. Dalam hal ini, inisiatif dan kegiatan menghitung serta pelaksanaan pemungutan pajak berada di tangan Wajib Pajak, c. With Holding System merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan Undang Undang Perpajakan yang berlaku. Penunjukan pihak ketiga ini bisa dilakukan dengan Undang Undang Perpajakan, Keputusan Presiden, dan Peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetorkan dan mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk.

4. Self Assesment System Adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku (Djuanda dan Lubis, 2002 : 65). Dalam hal ini, inisiatif dan kegiatan menghitung serta pelaksanaan pemungutan pajak berada di tangan Wajib Pajak. Aparat pajak hanya bertugas melakukan penyuluhan dan pengawasan untuk mengetahui kepatuhan Wajib Pajak. Cikal bakal sistem self assessment ini pada dasarnya sudah mulai diterapkan di Indonesia sejak tahun 1967 melalui Undang-Undang No.8 tahun 1967, tentang tata cara pemungutan pajak atas Pajak Pendapatan, Pajak Perseroan dan Pajak Kekayaan, yang lebih dikenal dengan sistem Menghitung Pajak Sendiri atau Menghitung Pajak Orang (MPS/MPO). Akan tetapi dalam pelaksanaannya ternyata sistem ini tidak membuahkan hasil yang diharapkan, bahkan penerimaan dari sektor pajak justru menurun. Dapat dikatakan bahwa pemungutan pajak dengan sistem MPS/MPO gagal, karena tidak didukung dengan sikap yang jujur dari Wajib Pajak serta pengawasan yang intensif dan akurat dari pihak pemerintah /administrasi pajak. Selain itu sanksi yang diterapkan juga tidak efektif dijalankan. Kegagalan sistem tersebut tidak menyurutkan optimisme aparat pajak untuk membangun sistem perpajakan modern dan menjadikan pemerintah dan berbagai kalangan mendukung konsep self assessment ini sebagai sesuatu yang wajar dan prospektif di masa depan sehingga secara konsepsional sistem

self assessment yang digunakan sejak reformasi perpajakan 1983 sangat ideal bagi sistem perpajakan Indonesia. Disebut ideal karena sistem tersebut di berlakukan di lingkungan sosial yang ketika itu masih memiliki pengetahuan dan kesadaran perpajakan yang relatif rendah. Di lingkungan itu masih banyak masyarakat yang memandang pajak secara negatif, sehingga masyarakat berusaha untuk menghindarinya. Dalam rangka melaksanakan sistem self assessment ini diperlukan beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk menunjang keberhasilan dari pelaksanaan sistem pemungutan ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Suandy (2002 : 95) yaitu : a. Kesadaran Wajib Pajak (Tax Consciousness), Kesadaran Wajib Pajak artinya Wajib Pajak mau dengan sendirinya melakukan kewajiban perpajakannya seperti mendaftarkan diri, menghitung, membayar, dan melaporkan jumlah pajak terutangnya, b. Kejujuran Wajib Pajak, Kejujuran Wajib Pajak artinya Wajib Pajak melakukan kewajibannya dengan sebenar-benarnya tanpa adanya manipulasi, hal ini dibutuhkan di dalam sistem ini karena fiskus memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang, c. Kemauan membayar pajak dari Wajib Pajak (Tax Mindedness), Tax Mindedness artinya Wajib Pajak selain memiliki kesadaran akan kewajiban perpajakannya, namun juga dalam dirinya memiliki hasrat dan keinginan yang tinggi dalam membayar pajak terutangnya, d. Kedisiplinan Wajib Pajak (Tax Discipline), Kedisiplinan Wajib Pajak artinya Wajib Pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya dilakukan dengan dengan tepat waktu sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. Azas pemungutan ini membawa konsekuensi tersendiri bagi Wajib Pajak. Konsekuensi yang ditimbulkan oleh self assessment system ini, Wajib Pajak diwajibkan untuk mendaftarkan diri, menghitung, melaporkan dan meyetorkan pajaknya yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak tersebut. Sarana

penghitungan, pelaporan, serta penyetoran tersebut sebagaimana yang dikemukakan oleh Gunadi (2002 : 33) antara lain : 1) Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, 2) Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara atau ke tempat pembayaran lain yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, 3) Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda, 4) Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang digunakan untuk menjadi dasar jumlah pajak yang harus dibayar, atau pajak kurang bayar tambahan, atau pajak lebih bayar, dan pajak nihil, 5) Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan untuk membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak atau surat tagihan pajak, 6) Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak. Selain itu juga terdapat hambatan-hambatan terhadap pelaksanaan pemungutan pajak yang dapat dikelompokkan menjadi dua sebagaimana yang diungkapkan Waluyo (2006 : 56) yaitu perlawanan pasif dan perlawanan aktif. a) Perlawanan pasif. Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain : (1) Perkembangan intelektual dan moral masyarakat, (2) Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat, (3) Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik. b) Perlawanan aktif. Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain : (1) Tax Avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar Undang-undang,

(2) Tax Evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar Undang-undang (menggelapkan pajak). 5. Pajak Penghasilan Gustian dan Lubis (2001 : 18) mengungkapkan bahwa : Pajak penghasilan dikenakan kepada Subek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak. Apabila seseorang atau badan hukum termasuk subjek pajak, dan menerima penghasilan yang merupakan objek pajak, maka Subjek Pajak tersebut menjadi Wajib Pajak. Oleh karena itu, wajib mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan wajib membayar pajak penghasilan. Menurut golongannya pajak penghasilan digolongkan kepada pajak langsung dikarenakan pajak ini harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada pihak lain. Dan menurut sifatnya, Pajak Penghasilan adalah pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Sedangkan berdasarkan lembaga pemungutnya Pajak Penghasilan termasuk kedalam pajak pusat ( pajak negara ) yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Dalam penelitian ini difokuskan pada Pajak Penghasilan Pasal 25 yaitu ketentuan yang mengatur tentang perhitungan besarnya angsuran bulanan pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun pajak berjalan. Angsuran pajak penghasilan Pasal 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat

Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak penghasilan. Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar pajak pengahasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan : a. Pajak penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaiman dimaksud dalam pasal 22, b. Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, c. Dibagi 12 ( dua belas ) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan bulan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu. PPh Pasal 25 ini mengatur tentang perhitungan besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun berjalan. Pajak penghasilan PPh Pasal 25 harus dibayar/disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan takwin berikutnya setelah masa pajak berakhir. Wajib pajak diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lambat dua puluh hari setelah masa pajak dalam bentuk Surat Setoran Pajak ( SSP) lembar ketiga.

Orang pribadi yang tidak melakukan usaha atau pekerjaan bebas dan apabila besarnya PPh Pasal 25 menurut SPT Tahunan adalah nihil, tidak mempunyai kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25. Adapun yang menjadi dasar hukum pemungutan PPh Pasal 25 menurut Ilyas dan Suhartono (2007: 233) yaitu : 1) Pasal 25 Undang undang No. 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang undang No. 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan ( UU PPh ) dan diperbarui lagi menjadi Undang- undang No. 36 Tahun 2008 yang mulai berlaku per 1 Januari 2009, 2) Keputusan Mentri Keuangan No. 522/KMK.04/2000 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan yang Harus Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi, BUMN, BUMD dan Wajib Pajak Lainnya Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, 3) Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No. KEP-537/PJ./2000 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak dalan Tahun Pajak Berjalan Dalam Hal Hal Tertentu, 4) Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-210/PJ./2001 tentang Angsuran Bulanan Pajak Penghasilan Pasal 25 Dalam Masa Transisi Tahun Pajak 2001, 5) Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-207/PJ./2001 tentang Kewajiban Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi. 6. Pembayaran Pajak dan Surat Setoran Pajak (SSP) Wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan Self Assessment System wajib melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang. Suran Setoran Pajak (SSP) menurut Resmi (2005 : 31) adalah Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran. SSP terbagi atas : SSP Standar, SSP Khusus, SSPCP (Surat Setoran Pabean,

Cukai, dan Pajak dalam Rangka Impor), dan SSCP (Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri) Dalam penelitian ini yang menjadi fokus untuk dibahas adalah SSP Standar yang selalu digunakan oleh Wajib Pajak khususnya Orang Pribadi dalam melaksanakan kewajibannya. Menurut Resmi (2005 : 31) SSP Standar memiliki kriteria sebagai berikut: Digunakan sebagai bukti pembayaran dengan bentuk, ukuran, dan isi sebagaimana ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. SSP standar dibuat rangkap lima yang peruntukannya sebagai berikut : a. Lembar ke-1 : Untuk Arsip Wajib Pajak b. Lembar ke-2 : Untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara c. Lembar ke-3 : Untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke KPP d. Lembar ke-4 : Untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran e. Lembar ke-5 : Untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 7. Nomor Pokok Wajib Pajak Menurut Diana (2004 : 3) Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Penerima Pembayaran. sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak yang telah terdaftar akan memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 digit pertama merupakan Kode Wajib Pajak dan 6 digit berikutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas serta Wajib Pajak badan wajib mendaftarkan diri untuk

memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lambat 1 bulan setelah usaha dijalankan. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, apabila sampai dengan satu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lambat pada akhir bulan berikutnya. Wajib Pajak mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dibeberapa tempat juga wajib mendaftarkan diri ke KPP tempat dimana semua kegiatan usaha Wajib Pajak tersebut berada. B. Tinjauan Penelitian Terdahulu Sebagai perbandingan dari penelitian ini akan dibahas beberapa penelitian terdahulu, antara lain : Tabel 2.1 Tinjauan Peneliti Terdahulu Nama Judul Variabel yang digunakan Tarjo (2005) Analisis Perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Pelaksanaan Self Asessment System Variabel dependen: Wajib pajak orang pribadi Variabel independen : Pelaksanaan Self Assessment System Hasil Penelitian Self Asessment System berpengaruh negatif terhadap wajib pajak

Admin (2007) Pengaruh With Holding System Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Pada Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Batu. Variabel dependen: Penerimaan PPN Variabel independen: jumlah PKP terdaftar, SPT Masa PPN yang dilaporkan, serta SSP PPN yang disetorkan Ketiga variabel bebas dalam penelitian tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan PPN namun hanya PKP saja yang memiliki arah negatif. Sari (2009) Pengaruh Self Assesment System Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan di KPP Pratama Medan Barat. Sumber : Diolah oleh Peneliti, 2010 Variabel dependen : Penerimaan Pajak Penghasilan Variabel independen : NPWP terdaftar, SSP PPh pasal 25 perbulan, Secara simultan NPWP dan SSP PPh Pasal 25 berpengaruh secara signifikan positif terhadap penerimaan pajak penghasilan. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya Sari (2009) dengan variabel dependen dan independen yang sama. Adapun hal yang menjadi perbedaan dari penelitian ini dengan peneliti terdahulu antara lain sebagai berikut: 1. Penelitian ini dilakukan di KPP Pratama Medan Petisah, sedangkan peneliti terdahulu melakukan penelitian di KPP Pratama Medan Barat. 2. Periode waktu yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah selama lima tahun yakni dari 2005-2009. Sementara peneliti sebelumnya hanya dimulai dari tahun 2004-2008. 3. Jumlah sampel yang dipakai dalam penelitian ini berjumlah 60 sampel, sementara peneliti sebelumnya berjumlah 48 sampel.

C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis 1. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan model konseptual bagaimana teori tersebut akan berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah penting. Penelitian ini merupakan suatu kajian yang berangkat dari berbagai konsep teori dan kajian penelitian yang mendahuluinya. Dengan diberlakukannya sistem self assessment terhadap pajak penghasilan, maka Wajib Pajak dituntut untuk lebih aktif baik dalam mendaftarkan dirinya, menghitung, melaporkan dan menyetorkan sendiri kewajiban perpajakannya. Pemerintah dalam hal ini aparat pajak hanya bertugas melakukan penyuluhan dan pengawasan untuk mengetahui kepatuhan Wajib Pajak. Sistem Self Assessment dalam penelitian ini diwakili oleh variabel jumlah NPWP yang merupakan bentuk dari kesadaran Wajib Pajak dalam mendaftarkan dirinya dan SSP PPh Pasal 25 yang merupakan perwujudan dari kesadaran Wajib Pajak dalam menghitung dan menyetorkan sendiri kewajiban perpajakannya terhadap penerimaan pajak penghasilan khusunya pajak penghasilan pada Wajib Pajak orang pribadi dalam penelitian ini. Berdasarkan tinjauan teori dan penelitian terdahulu, maka dapat digambarkan kerangka konseptual melalui gambar berikut :

Variabel Bebas Variabel Terikat NPWP ( X 1 ) SSP PPh Pasal 25 ( X 2 ) Pajak Penghasilan (Y) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2. Hipotesis Penelitian Menurut Erlina (2007 : 38) hipotesis merupakan proposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris, dan hipotesis merupakan penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka konseptual yang diuraikan sebelumnya dapat dirumuskan hipotesis penelitian untuk menguji apakah secara statistik Variabel Bebas NPWP (X1) dan SSP PPh pasal 25 (X2) berpengaruh signifikan secara parsial dan simultan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.