SENSITIVITAS RUPIAH DAN DAMPAKNYA Oleh: Eri Hariyanto, Wisyaiswara Ahli Madya, Pusdiklat Keuangan Umum, BPPK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan nilai tukar mengambang, tentu saja Indonesia menjadi sangat rentan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. atau investor.kedua, pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH?

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN. dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang aktif

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, termasuk di dalam perdagangan internasional. Pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian (KOJA Container Terminal :2008)

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

I.PENDAHULUAN. Meningkatnya peran perdagangan internasional dibandingkan dengan. perdagangan domestik merupakan salah satu ciri yang menandai semakin

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan

BAB IV ANALISIS FLUKTUASI NILAI TUKAR RUPIAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP DEPOSITO MUDHARABAH PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. R Serfianto D. Purnomo et al. Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas (Jakarta, Gramedia 2013), h. 98.

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan kelebihan produksi barang dan jasa tersebut demikian juga negara lain. Jika

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap lesunya perekonomian global, khususnya negara-negara dunia yang dilanda

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat. Hal ini diharapkan mampu menjadi basis kestabilan ekonomi bagi

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

PRUlink Quarterly Newsletter

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN Hubungan Nilai Tukar Riil dengan Indeks Harga Saham Gabungan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Kondisi Perekonomian Indonesia

MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB I PENDAHULUAN. seluruh penghasilan saat ini, maka dia dihadapkan pada keputusan investasi.

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

Kondisi Cadangan Devisa Indonesia Penyebab Pelemahan Nilai Tukar Rupiah

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian suatu negara tidak lepas dari peran para pemegang. dana, dan memang erat hubungannya dengan investasi, tentunya dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi,

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap Indeks Saham Syariah

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di

I. PENDAHULUAN. Mata uang asing (valuta asing) merupakan suatu komoditas yang memiliki nilai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

BAB I. Surat Utang Negara (SUN) atau Obligasi Negara. Sesuai dengan Pasal 1 Undang-

Mencegah Krisis Ekonomi Datang Lagi 1

PERKEMBANGAN DAN VOLATILITAS NILAI TUKAR RUPIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. kredit properti (subprime mortgage), yaitu sejenis kredit kepemilikan rumah

BAB I PENDAHULUAN. beredar juga mempengaruhi perekonomian. Dengan berkurangnya jumlah yang. mengganggu aktivitas perekonomian nasional.

Kinerja CENTURY PRO FIXED

BAB I PENDAHULUAN. negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

BAB I PENDAHULUAN. banyak diminati oleh para investor karena saham tersebut sangat liquid. Sahamsaham

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7 / 36 / PBI / 2005 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI GUBERNUR BANK INDONESIA,

PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia)

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21

BAB I PENDAHULUAN. dana guna menunjang pembiayaan pembangunan nasional. 1

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang paling umum adalah berupa perdagangan atau transaksi barang.

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang mengimpor maupun mengekspor akan menimbulkan suatu

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

Kinerja CARLISYA PRO FIXED

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

Transkripsi:

SENSITIVITAS RUPIAH DAN DAMPAKNYA Oleh: Eri Hariyanto, Wisyaiswara Ahli Madya, Pusdiklat Keuangan Umum, BPPK Abstrak Selama tahun 2018 ini, mayoritas negara-negara dunia dihadapkan kembali dengan gejolak nilai tukar. Kondisi ini selain disebakan oleh normalisasi perekonomian AS dan beberapa negara di kawasan Eropa, juga disebabkan adanya perang dagang antara AS dan China. Indonesia sebagai negara emerging countries masih memiliki beberapa kerentanan yang menyebabkan mata uang rupiah ikut mengalami gejolak. Kondisi ini tentu akan mengancam stabilitas perekonomian. Dalam artikel singkat ini akan diuraikan secara penyebab gejolak rupiah dan dampak-dampak yang perlu diwaspadai. Dengan memahami penyebab dan dampaknya, diharapkan akan memunculkan awareness untuk solusi terbaik. Kata kunci: depresiasi rupiah, dampak depresiasi, capital flight, dan default. 1. Kondisi Ekonomi Makro Penyebab Rupiah Bergejolak Mata uang yang dimiliki oleh negara-negara yang sedang berkembang (emerging market), termasuk Rupiah, disebut sebagai soft currency yaitu mata uang yang sensitif terhadap kejadian ekonomi dan politik sehingga berfluktuasi tinggi dan umumnya tidak stabil. Sebagai konsekuensi dari globalisasi, setiap perubahan kondisi perekonomian terutama yang bersumber dari negara-negara dengan kekuatan ekonomi besar seperti AS dan China dampaknya segera dirasakan oleh emerging countries termasuk Indonesia, terutama dari sisi nilai tukar mata uangnya. Ketika buku ini dalam tahap penyelesaian pada bulan Juli 2018, kondisi perekonomian Indonesia tengah menghadapi berbagai gejolak yang ditimbulkan oleh normalisasi perekonomian AS dan China. Rupiah sedang menghadapi tekanan yang cukup kuat. Beberapa bulan dari awal hingga pertengahan tahun 2018, Rupiah terus mengalami penurunan. Ada beberapa faktor eksternal penyebab penurunan nilai Rupiah, diantaranya: (i) Normalisasi pertumbuhan ekonomi AS Normalisasi ini ditandai dengan kenaikan Federal Funds Rate (FFR) yang direncanakan akan terjadi beberapa kali selama kurun waktu tahun 2018. Normalisasi ekonomi dapat

mendorong peningkatan suku bunga acuan di AS dan mendorong peningkatan suku bunga internasional. Kondisi ini akan memicu terjadinya gejolak arus modal. Gejolak pasar keuangan sebenarnya dimulai dari masuknya arus modal portofolio secara drastis akibat dari penurunan tingkat bunga The Fed (kebijakan quantitative easing) di Amerika Serikat (AS) kurun waktu 2008-2012 yang mencari imbal lebih tinggi di Emerging Markets (EM). Arus modal yang masuk dalam jangka pendek memang mendorong perekonomian EM, tetapi tidak berkesinambungan. Ketika The Fed melakukan normalisasi kebijakan moneter dengan menaikkan tingkat suku bunga, maka terjadi arus modal keluar. Kenaikan FFR ini mendorong para pengelola hedge fund global mengalihkan investasinya dari emerging countries, termasuk Indonesia, ke negeri Paman Sam. Kenaikan FFR dan dibarengi dengan tingkat risiko investasi yang lebih kecil tentu menjadi hal yang sangat menarik bagi para investor untuk memulangkan dananya ke AS. Capital flight yang terjadi dari awal tahun 2018 ini tentu menyebabkan berkurangnya supply US di pasar keuangan. Sesuai dengan hukum ekonomi, penurunan supply akan menyebabkan kenaikan harga USD atau dengan kata lain Rupiah mengalami penurunan (depresiasi) harga terhadap USD. (ii) Penurunan tarif pajak oleh AS Penurunan tarif pajak di AS juga perlu menjadi perhatian karena berpengaruh terhadap kebijakan defisit di negara tersebut. Peningkatan penerbitan obligasi oleh AS untuk membiayai defisit anggarannya tentu akan berdampak meningkatnya arus USD yang masuk ke negara tersebut. Perlu diwaspadai agar penyerapan USD ke AS tidak berdampak negatif terhadap Indonesia, misalnya terjadi capital flight dalam jumlah yang cukup besar. Seperti halnya kenaikan FFR, penurunan tariff pajak oleh AS akan menyebabkan keluarnya investasi jangka pendek dalam USD yang akhirnya berdampak terhadap berkurangnya supply USD di pasar keuangan Indonesia serta menyebabkan Rupiah terdepresiasi. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, dengan kondisi perekonomian Indonesia saat ini di mana pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dibarengi dengan peringkat utang dan investasi yang semakin membaik, seharusnya dapat menahan laju capital outflow. Pemerintah juga akan terus menjaga iklim investasi menjadi lebih baik. Salah satunya

kebijakan untuk mempermudah izin usaha ekspor impor dan membantu UMKM melalui penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). (iii) Perang dagang antara AS dan China Defisit perdagangan antara AS terhadap China sebenarnya telah terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama, beberapa sumber menyebutkan angka 30 tahun lebih. Namun yang menjadi kekhawatiran AS adalah jumlah defisit bukannya berkurang tetapi justru semakin besar dari tahun ke tahun. Puncaknya pada tahun 2018 mencapai 56,6 milyar USD (sekitar Rp764,1 triliun). Kemudian, dengan dalih ingin menjaga kinerja neraca perdangan luar negerinya, AS menerapkan kebijakan pengenaan tarif impor atas sejumlah produk dari China dan negara lainnya yang masuk ke AS. Tidak ingin kalah bersaing, China juga berencana menerapkan kebijakan yang sama untuk barang-barang AS yang akan masuk ke China. Inilah yang dimaksud dengan perang dagang tersebut. Bahkan China berencana memperlemah nilai tukar terhadap mata uangnya yang bertujuan agar produk ekspornya lebih kompetitif meskipun telah dikenakan kenaikan tarif bea masuk oleh AS. Perang dagang antara China dan AS, yang diikuti dengan perang mata uang, dikhawatirkan akan mengganggu stabilitas nilai tukar mata uang secara global, termasuk Rupiah. Indonesia yang telah lama mengalami defisit neraca perdagangan akan merasakan dampak perang dagang ini berupa penurunan nilai tukar rupiah. Penurunan nilai tukar ini disebabkan karena berkurangnya penerimaan devisa dari ekspor dan kebutuhan mata uang USD untuk keperluan korporasi maupun pemerintah yang tidak seimbang dengan supply USD di pasar keuangan domestik. 2. Dampak Depresiasi Rupiah yang Perlu Diwaspadai Ada beberapa dampak negatif penurunan nilai tukar Rupiah yang perlu diwaspadai, yaitu: (1) Kenaikan tingkat bunga Kebijakan moneter yang ditempuh oleh bank sentral dalam menghadapi peningkatan jumlah investasi jangka pendek yang keluar dari pasar keuangan domestik, diantaranya dengan melakukan peningkatan suku bunga. Kenaikan suku bunga acuan diharapkan meningkatkan daya tarik investasi, sehingga dapat menahan arus investasi negatif (capital flight). Respon yang ditempuh oleh Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter terhadap capital flight yang terjadi di tahun 2018 ini adalah dengan meningkatkan suku

bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7 DRRR). Seiring dengan meningkatnya suku bunga acuan AS yang akan meningkat beberapa kali dalam tahun 2018, BI 7 DRRR juga mengimbanginya dengan beberapa kali kenaikan. Dalam jangka pendek, kenaikan bunga acuan memang memberikan dampak positif terhadap arus dana keluar. Hal ini terbukti sejak dinaikkannya tingkat bunga acuan, Rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia mengalami penguatan. Namun, perlu diingat bahwa kenaikan tingkat bunga akan mendorong peningkatan tingkat bunga deposito. Dampaknya, kenaikan tingkat bunga deposito akan mendorong kenaikan biaya dana (cost of fund) bagi bank karena harus memberikan bunga yang lebih tinggi kepada nasabah. Ujung-ujungnya bunga kredit akan mengalami peningkatan. Jika suku bunga kredit meningkat, biasanya berpengaruh terhadap pertumbuhan kredit ke masyarakat. Sedangkan pertumbuhan kredit sendiri merupakan cermin bagi pertumbuhan ekonomi pada periode tertentu. Oleh karena itu, sangat dikhawatirkan kenaikan suku bunga akan memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Padahal, seperti diketahui saat ini pemerintah sedang mengupayakan agar pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat dipertahankan atau diusahakan untuk ditingkatkan. Dalam kondisi seperti ini, kebijakan yang ditempuh pemerintah memperoleh ujian: apakah akan mepertahankan nilai rupiah dengan kenaikan suku bunga atau menjaga pertumbuhan ekonomi dengan mengorbankan nilai tukar rupiah? Pemerintah tentu diharapkan lebih bijak dalam menentukan solusi, jangan sampai kebijakan yang ditempuh justru menyeret perekonomian ke jurang resesi. (2) Ancaman default dari beban utang meningkat Tidak dipungkiri bahwa stimulus fiskal yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berada dalam target yang diharapkan, memerlukan pembiayaan untuk mengisi gap pendapatan dan pengeluaran. Demikian halnya sektor swasta, dalam rangka ekspansi usaha pasti memerlukan tambahan pembiayaan. Sektor pemerintah maupun swasta dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan biasanya melakukan diversifikasi sumber pembiayaan, salah satunya adalah utang yang berasal dari luar negeri. Di satu sisi, utang luar negeri biasanya lebih murah bila dibandingkan utang domestik. Namun ada risiko yang harus ditanggung ketika melakukan pinjaman

ke luar negeri, yaitu risiko nilai tukar. Risiko ini muncul ketika terjadi jatuh tempo pembayaran cicilan atau pokok utang dalam kondisi rupiah sedang mengalami depresiasi. Konsekuensinya, untuk membayar utang diperlukan uang rupiah dalam jumlah yang lebih banyak. Dalam kondisi depresiasi yang cukup dalam, dapat menyebabkan jumlah utang meningkat secara drastis. Pemerintah maupun swasta yang melakukan utang ke luar negeri harus menjaga kredibilitas mereka dengan tetap memenuhi kewajiban pembayaran utang. Ketidakmampuan debitur dalam membayar utang akan menyebakan debitur jatuh dalam kondisi gagal bayar (default). Kondisi ini benar-benar harus dihindari oleh debitur. Jika jatuh dalam kondisi default, kepercayaan investor akan hilang dan dapat menimbulkan kekacauan perekonomian yang berujung pada krisis ekonomi. Menurut data Bank Indonesia (BI) per bulan April 2018, utang luar negeri Indonesia sebesar US$ 358,7 miliar atau sekitar Rp 5.043 triliun pada akhir Maret 2018. Secara rinci, utang luar negeri publik atau yang dimiliki pemerintah dan bank sentral tercatat US$ 184,7 miliar. Adapun utang luar negeri yang dimiliki pemerintah terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) yang dimiliki non-residen sebesar US$ 124,8 miliar dan pinjaman kreditur asing US$ 56,3 miliar. Di sisi lain, utang luar negeri swasta tercatat sebesar US$ 174 miliar. Dengan perkembangan tersebut, rasio utang luar negeri Indonesia tercatat di level 34,77%, lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya 34,79%, tapi lebih tinggi dibandingkan kuartal I tahun lalu 34,42%. Menurut BI, rasio tersebut lebih baik dibandingkan dengan rata-rata negara dengan kekeuatan ekonomi hampir sama (peers). Menurut ekonom Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara, dengan kurs rupiah yang menembus level 14.000 rupiah per dollar AS, terjadi pembengkakan kewajiban membayar utang luar negeri Indonesia hingga 5,5 triliun rupiah. Selisih membengkakan ini akibat currency missmatch. Jika gunakan kurs 13.400 rupiah sesuai APBN, maka pemerintah wajib membayar 121,9 triliun rupiah. Sementara itu, dengan kurs sekarang di kisaran 14.000 rupiah, beban pembayaran menjadi 127,4 triliun rupiah. Berdasarkan data BI, kewajiban pembayaran utang luar negeri pemerintah yang jatuh tempo pada tahun 2018 mencapai 9,1 miliar dollar AS, terdiri atas 5,2 miliar dollar AS utang pokok dan bunga 3,8 miliar dollar AS.

Sedangkan Josua Pardede (ekonom Bank Permata) dan Ahmad Mikail (ekonom Samuel Sekuritas) sepakat bahwa besarnya kepemilikan asing di pasar keuangan Indonesia juga turut mempengaruhi lemahnya rupiah. Kepemilikan investor asing terhadap surat berharga negara Indonesia saat ini masih sekitar 40%, sedangkan di Malaysia kepemilikan asingnya cuma kisaran 20%. Besarnya porsi dana asing di Indonesia membuat mata uang rupiah lebih rentan terhadap sentimen eksternal. Sentimen kenaikan suku bunga acuan AS, misalnya. Investasi asing di sektor keuangan terutama di obligasi dan saham dikategorikan sebagai hot money, karena sangat sensitive terhadap kondisi perekonomian dan mudah untuk keluar (capital flight) dari pasar keuangan Indonesia (Investasi Kontan, 2018). (3) Berkurangnya cadangan devisa Dalam kondisi rupiah yang tengah menghadapi tekanan, otoritas moneter biasanya melakukan stabilisasi. Dalam teori makro ekonomi setidaknya ada tiga pilihan yang dapat dilakukan yaitu: stabilitas nilai tukar, keterbukaan arus modal, dan kebijakan moneter yang mandiri. Bank sentral selaku otoritas moneter tidak dapat menjalankan ketiga kebijakan tersebut secara bersamaan, maksimal hanya dua kebijakan yang dapat dilaksanakan. Ini dikenal dengan the imposible trinity. Saat ini Bank Indonesia memilih kebijakan devisa bebas. Dengan begitu pilihan yang tersedia ketika terjadi gejolak terhadap nilai tukar rupiah adalah membiarkan rupiah terdepresiasi atau menaikkan bunga acuan untuk menahan depresiasi rupiah. Tentu saja masih ada ruang untuk melakukan kombinasi kebijakan untuk mengatasi depresiasi rupiah agar tidak terjun bebas dan cadangan devisa tidak terkuras habis. Pada praktiknya, ketika menghadapi gejolak rupiah dipertengahan tahun 2018 ini BI memilih untuk melakukan kombinasi kebijakan, yaitu menaikkan suku bunga dan juga mencoba menahan laju rupiah dengan melepas cadangan devisa. Sasmita (2018) menyebutkan bahwa idealnya BI tetap menahan suku bunga apabila depresiasi rupiah masih dalam rentang normal. Namun jika BI 7 DRRR terus ditahan pada level 4,25%, cadangan devisa dapat terkuras karena BI harus melakukan operasi pasar, baik di pasar valas maupun pasar obligasi. Terbukti, selama tahun berjalan devisa sudah menyusut 7,12 miliar USD menjadi 124,86 miliar USD. Bila rupiah dibiarkan melambung tinggi, masyarakat dan dunia usaha akan terpukul. Impor Indonesia yang cukup besar barang

mendorong terjadinya inflasi sehingga daya beli masyarakat menjadi tertekan. Demikian halnya suku bunga, BI melakukan pelebaran dalam level aman bagi sektor riil dan tidak berisiko bagi pertumbuhan ekonomi. Kenaikan suku bunga yang terlampau tinggi akan membuat korporasi gulung tikar dan PHK secara besar-besaran. Kondisi ini tentu harus dihindari karena memicu krisis ekonomi. Sumber Bacaan: https://katadata.co.id/berita/2018/05/15/utang-luar-negeri-tembus-rp-5000-triliunrasio-atas-pdb-stabil-34 https://www.cnbcindonesia.com/market/20180512115208-17-14655/defisit-transaksiberjalan-kuartal-i-2018-terburuk-sejak-2013 https://investasi.kontan.co.id/news/defisit-transaksi-berjalan-akan-jadi-faktor-penekanutama-rupiah https://ekonomi.kompas.com/read/2018/03/22/172430926/hat-trick-defisit-neracaperdagangan