I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan lahan untuk pembangunan berbagai sektor berbasis lahan.

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MODEL PENGELOLAAN AIR BAKU AIR MINUM BERBASIS DAERAH ALIRAN SUNGAI Studi Kasus: DAS BABON SEMARANG RAYMOND MARPAUNG P

PENDAHULUAN Latar Belakang

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENDAHULUAN. Latar Belakang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN Latar Belakang

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950);

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air memiliki karakteristik unik dibandingkan dengan sumber daya alam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR. Cut Azizah Dosen Teknik Sipil Fakultas TekikUniversitas Almuslim ABSTRAK

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. kayu, rotan, getah, dan lain-lain, tetapi juga memiliki nilai lain berupa jasa

Modul 1: Pengantar Pengelolaan Sumber Daya Air

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

Bab 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IMBAL JASA LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA AIR (Studi kasus : Kabupaten Karanganyar Kota Surakarta) TUGAS AKHIR

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan kebutuhan pokok bagi semua makhluk hidup. Dalam. memenuhi kebutuhan dasar bagi manusia, lingkungan di sekitar kita,

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. saling terkait. Peristiwa banjir, erosi dan sedimentasi adalah sebagian indikator

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia maupun makhluk hidup lainnya yang ada di muka bumi. Sejalan dengan pertambahan penduduk serta perkembangan industri, maka kebutuhan terhadap air baku semakin meningkat. Namun peningkatan kebutuhan akan air ini tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah air yang tersedia, karena sumberdaya air di dunia ini tidak akan pernah bertambah jumlahnya. Oleh karena itu, sudah selayaknya keberadaan sumber-sumber air yang ada perlu dijaga dan dilestarikan. Bertambahnya jumlah penduduk setiap tahun menjadi penyebab utama meningkatnya permintaan akan sumberdaya air, di lain pihak yang terjadi justru sebaliknya, yakni air menjadi sumberdaya yang keberadaannya semakin berkurang, dimana setiap tahun ketersediaannya semakin menurun. Penurunan ketersediaan air bertolak belakang dengan fenomena peningkatan kebutuhan air. Penurunan ketersediaan air berkaitan erat dengan kesalahan pengelolaan lingkungan sehingga menyebabkan terganggunya suplai air baku di Indonesia. Banyak faktor yang menyebabkan terganggunya suplai air antara lain: perubahan tataguna lahan, pencemaran oleh limbah domestik serta eksploitasi sumberdaya air akibat tekanan pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi sehingga menyebabkan perubahan siklus hidrologi (Candra Samekto dan Ewin Sofian Winata 2010). Berdasarkan sektor kegiatan kebutuhan air dapat dibagi dalam tiga kelompok besar, kebutuhan domestik, kebutuhan irigasi pertanian, dan kebutuhan industri. Pada tahun 1990, kebutuhan untuk domestik, irigasi, dan industri berturut-turut adalah: 3.2 x 109 m3/tahun; 74.9 x 109 m3; dan 0.70 x 109 m3/tahun. Pada tahun 2000 kebutuhan air masing masing sektor 3.5 x 109 m3/tahun; 82.4 x 109 m3/tahun; dan 0.79 x 109 m 3 /tahun (Isnugroho 2002). Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa selama kurun waktu 10 tahun kebutuhan air untuk sektor domestik dan irigasi meningkat sekitar 9%/tahun dan sektor industri meningkat 11%/tahun. Penurunan ketersedian air dan peningkatan kebutuhan air juga terjadi di Provinsi Jawa Tengah pada umumnya, termasuk juga di daerah aliran sungai

2 (DAS) Babon yang berlokasi di 3 (tiga) kabupaten kota yaitu: Kota Semarang, Kabupaten Semarang, dan Kabupaten Demak. Hal ini diduga disebabkan oleh perubahan fungsi lahan atau konversi lahan yang mengakibatkan terjadinya penurunan kapasitas infiltrasi dan peningkatan aliran permukaan. Konversi lahan tersebut menyebabkan peningkatan aliran permukaan, akibatnya jumlah air yang hilang ke laut akan meningkat pula yang pada akhirnya akan mempengaruhi ketersediaan air. Perubahan fungsi lahan atau konversi lahan telah mengakibatkan terjadinya penurunan debit minimum dan peningkatan debit maksimum. Sementara itu, akibat deforestasi dan kerusakan lahan, kemampuan lahan untuk menahan dan menyimpan air semakin rendah. Deforestasi dan kerusakan lahan telah meningkatkan koefisien limpasan (perbandingan antara volume limpasan dan volume curah hujan), dan menurunkan kemampuan tanah menahan air hujan. Berdasarkan studi yang dilakukan Departemen Kimpraswil pada tahun 2003, permasalahan air di Indonesia cukup kritis. Untuk menjamin ketersediaan air yang berkesinambungan diperlukan usaha-usaha pengelolaan sumberdaya air yang baik, terpadu, dan handal. Adapun permasalahan pokok mengenai sumberdaya air yang sering dihadapi di Indonesia adalah, antara lain: (1) adanya kelangkaan lokal (local scarcity) dalam alokasi air untuk berbagai sektor akibat dari bertambahnya penduduk dan bertambahnya kebutuhan air minum, khususnya di daerah perkotaan (urban areas). Walaupun ketersediaan air tawar di Indonesia dalam skala global melimpah, yaitu sekitar 13 000x10 9 m 3, tapi kelimpahan tersebut tidak merata di tiap wilayah. Contohnya di Pulau Jawa yang hanya mempunyai 4.5% potensi air tawar nasional, tapi harus menopang 65% jumlah penduduk Indonesia yang seluruhnya berjumlah kurang lebih 230 juta orang. Akibatnya Pulau Jawa mengalami krisis air pada musim-musim kemarau. Padahal, permintaan akan air baku, terutama di Pulau Jawa, tiap tahunnya semakin meningkat. Menurut proyeksi Kimpraswil, pertambahan permintaan air minum ini dari tahun 1990 sampai 2020 mencapai 220%; (2) akses supply air minum dari institusi pengelola (PDAM) tidak memadai, sementara itu prasarana penyedia air minum perkotaan tidak mampu melayani perkembangan permintaan yang pesat.

3 Dalam dokumen water sector adjustment loan (WATSAL 1999) disebutkan, bahwa pada daerah perkotaan, hanya sebesar 40% dari seluruh penduduk perkotaan yang mendapatkan air minum (piped water). Akibatnya, air tanahlah yang diandalkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari dan kebutuhan industri. Diperkirakan, 80% kebutuhan air minum masyarakat perkotaan dan perdesaan masih mengandalkan air tanah, sedangkan untuk industri hampir mencapai 90% yang mengandalkan air tanah, dan (3) adanya tekanan terhadap lingkungan, yang disebabkan oleh perencanaan yang tidak memperhatikan pelestarian lingkungan dan faktor budaya setempat. Dengan adanya industrialisasi dan urbanisasi, kedua faktor tersebut menambah tekanan terhadap lingkungan. Kondisi existing menunjukkan bahwa ketersediaan air baku untuk air minum di kota-kota besar saat ini menjadi permasalahan serius dan perlu mendapat perhatian secara khusus dan terpadu oleh pemerintah. Data menunjukkan bahwa air baku yang berasal dari DAS sudah mengalami penurunan kualitas dan ketersediaannya, sehingga mengakibatkan ketersediaan air minum semakin terbatas dan biaya produksi sesemakin tinggi. Hampir semua air sungai di Indonesia sudah tercemar dimana kualitas air bakunya sudah termasuk dalam kategori tercemar berat. Daerah aliran sungai yang selanjutnya disingkat DAS merupakan suatu mega sistem yang saling terkait secara keruangan. Daerah aliran sungai merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya tanah, air, vegetasi, dan sumberdaya manusia yang pada konteks ini sebagai pelaku pemanfaat atau pengguna sumberdaya alam tersebut. Menurut Hariadi Kartodihardjo et al. (2004), Daerah aliran sungai dapat dibagi menjadi tiga sistem antara lain: physical system, biological system, dan human system. Physical system dibagi menjadi tiga sub sistem antara lain: atmospheric sub system, hydrological sub system, dan physiographic sub system. Dalam penelitian ini yang ditekankan adalah keberadaan DAS sebagai hydrological sub system dimana komponen-komponennya terdiri antara lain: presipitasi, aliran permukaan, pengisian air atau water discharge, air tanah, evapotranspirasi, turbidity atau kelembaban dan salinitas. Begitu bervariasinya komponen-komponen sub sistem

4 yang ada pada DAS, oleh sebab itu permasalahan air baku perlu dikelola melalui pendekatan yang berbasis DAS dengan pendekatan sistem. Saat ini kondisi DAS di sebagian besar daerah di Indonesia mulai menurun, kritis, baik ketersediaan maupun kualitasnya. Hal itu terindikasi dengan meningkatnya bencana di sekitar DAS, seperti: tanah longsor, erosi dan sedimentasi, kekeringan, dan kualitas air baku yang buruk. Meningkatnya kepadatan penduduk di sekitar DAS berimplikasi terhadap peningkatan pemanfaatan atau eksploitasi sumberdaya alam secara intensif dan dapat dipastikan kondisi DAS telah mengalami penurunan. Disamping itu, peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas ekonomi mengakibatkan permintaan terhadap air baku sesemakin bertambah. Dalam suatu sistem DAS, hulu, tengah, dan hilir merupakan kesatuan DAS yang mempunyai keterkaitan baik secara biofisik maupun hidrologis. Pemanfaatan lebih besar oleh sumberdaya manusia pada umumnya terjadi di hulu yang kondisi biofisiknya merupakan daerah tangkapan dan daerah resapan air. Status itulah yang menjadikan hulu rawan akan gangguan eksploitasi secara besar-besaran oleh manusia. Kenyataan semacam itu menandakan bahwa kelestarian DAS ditentukan oleh perilaku sosial masyarakat sekitar dan juga pengelolaan DAS itu sendiri secara kelembagaan. Secara kelembagaan di sini, dimaksudkan bahwa DAS sebagai sebuah kesatuan yang utuh mencakup beberapa wilayah yang secara administratif terpisah, dalam pengelolaannya harus ada keterpaduan antar sektor dan wilayah yang tercakup dalam DAS tersebut. Pengelolaan DAS lintas daerah secara terpadu, sebenarnya diawali dengan perumusan kesepakatan dan pembagian peran antar daerah yang tercakup ke dalamnya. Secara hidrologis, DAS adalah sistem hidrologi alami sehingga dimanapun kita berada pasti berada dalam suatu DAS (Burrell E. Montz 2008). Atas dasar itu, membangun model pengelolaan air baku air minum berbasis DAS merupakan solusi yang dapat menyelesaikan masalah yang terjadi saat ini, yaitu ketersediaan air baku yang sudah menurun dan kualitas air baku yang tercemar. Daerah aliran sungai (DAS) Babon merupakan salah satu DAS di Jawa Tengah yang selama ini dimanfaatkan sebagai sumber air baku untuk pertanian, industri, air minum, dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Aliran sungai DAS

5 Babon berasal dari beberapa anak sungai yang berasal dari Gunung Butak, di Kabupaten Ungaran. DAS Babon terdiri atas 3 (tiga) Sub DAS yaitu: di bagian hulu adalah Sub DAS Gung (seluas 4 207 ha) dan Sub DAS Pengkol (seluas 3 438 ha), sedangkan di bagian hilir adalah Sub DAS Babon hilir (seluas 6 712 ha) yang bagian Barat di batasi oleh saluran Banjir Kanal Timur. DAS Babon juga berbatasan dengan DAS Garang di sebelah Barat, dan sebelah Timur berbatasan dengan DAS Tikung. PDAM Semarang yang selama ini memanfaatkan sumber air baku air minum dari DAS Babon, tidak berkewajiban dalam melakukan pelestarian sumberdaya air baku. Kewajiban yang diamanatkan kepada PDAM hanya sebatas pengolahan air baku menjadi air minum dan mendistribusikannya kepada masyarakat pelanggan air minum. Dengan tidak adanya kewajiban dari PDAM dalam melestarikan DAS, mengakibatkan keberlanjutan ketersediaan air baku air minum menjadi tidak terjamin. Saat ini PDAM dihadapkan pada masalah air baku yang semakin terbatas ketersediaannya dan kualitas yang semakin menurun, sehingga diperlukan biaya yang semakin besar dan permintaan akan kebutuhan masyarakat menjadi tidak dapat dipenuhi. Untuk itu, PDAM perlu dilibatkan dalam pengelolaan DAS secara terpadu dengan pendekatan sistem, agar ketersediaan air baku tetap terjamin. Pengelolaan air baku yang bersumber dari DAS sebagai sumber air baku dilakukan dengan pendekatan sistem, diawali dengan cara melakukan identifikasi dan evaluasi secara cepat, tepat, objektif, holistik, dan terkuantifikasi tentang pengelolaan DAS yang terjadi selama ini (existing condition) untuk mendapatkan atribut-atribut kritis yang harus segera ditangani agar keberlanjutan air baku tetap terjamin. Selanjutnya dilakukan analisis leverage untuk menentukan atributatribut yang sangat sensitif dari masing masing aspek seperti: aspek lingkungan, aspek ekonomi, dan aspek sosial. Dengan menggunakan analisis prospektif, atribut-atribut kritis tersebut dianalisis kembali untuk menghasilkan atribut-atribut kunci yang mewakili ketiga aspek tersebut. Atribut-atribut kunci tersebut dijadikan variabel dalam membangun Model Pengelolaan Air Baku Air Minum Berbasis DAS. Selanjutnya, agar model tersebut dapat diimplementasikan,

6 dirumuskan mekanisme kelembagaan dengan menggunakan analisis interpretative struktural modelling (ISM). 1.2. Rumusan Masalah Pengelolaan air baku untuk air minum belum dikelola secara terpadu melalui pendekatan sistem. Hal tersebut berakibat pada ketersediaan air baku yang berkurang dan kualitas air baku yang tercemar (berat) sehingga diperlukan biaya produksi yang semakin tinggi untuk pengolahan air baku menjadi air minum. Adapun pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana potensi DAS Babon sebagai sumber air baku air minum pada saat ini? 2. Bagaimana model pengelolaan air baku agar ketersediaan air baku dapat memenuhi kebutuhan jangka panjang dan kualitas air baku dapat memenuhi kategori air baku air minum (ABAM)? 3. Bagaimana mekanisme kerjasama antar lembaga yang terkait agar model pengelolaan ABAM berbasis DAS dapat diimplementasikan? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menyusun suatu model pengelolaan air baku air minum berbasis DAS, studi kasus di DAS Babon Semarang, agar ketersediaan dan kebutuhan air baku dapat memenuhi kebutuhan dan kualitas air baku dapat memenuhi kategori air baku air minum (ABAM). Untuk mencapai tujuan utama tersebut maka ada beberapa kegiatan yang perlu dilakukan sebagai tujuan khusus, antara lain: 1. Menetapkan atribut-atribut kunci yang akan dijadikan variabel-variabel dalam membangun model pengelolaan ABAM berbasis DAS. 2. Membangun model pengelolaan ketersediaan dan kualitas air baku air minum berbasis DAS, khususnya untuk kebutuhan domestik, industri, dan hotel. 3. Menghasilkan mekanisme kerjasama kelembagaan dalam mengelola DAS agar masing-masing instansi yang berkepentingan pada DAS Babon, dapat memahami perannya dalam mengimplementasikan model pengelolaan air baku air minum berbasis DAS.

7 1.4. Kerangka Pikir Penelitian Penelitian dilakukan dengan pendekatan sistem melalui studi kasus pada daerah aliran sungai (DAS) Babon Semarang Provinsi Jawa Tengah. Sebagai suatu sistem yang sangat kompleks, DAS memberikan manfaat yang sangat besar bagi kelangsungan hidup manusia, terutama sebagai sumber air baku untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia, seperti: untuk keperluan air baku air minum (ABAM), pertanian, peternakan, perikanan, irigasi, transportasi, dan lainlain. Air baku air minum berdasarkan PP 82/2001 adalah air baku yang termasuk dalam kategori 1 (satu) dan peruntukannya untuk air minum. Dalam penelitian ini, fokus penelitian diarahkan pada pengelolaan air baku berbasis DAS untuk memenuhi kriteria atau kategori air baku air minum untuk kebutuhan domestik, industri, dan hotel. Agar tercapai tujuan tersebut, pengelolaan air baku harus dilakukan secara holistik/terpadu dengan memperhatikan kaidah/prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Salah satu solusinya adalah dengan membangun model pengelolaan air baku air minum yang dapat meningkatkan ketersediaan air baku serta meningkatkan kualitas air baku yang secara ekologis diperlukan dimana secara ekonomi akan lebih menguntungkan, mengingat biaya produksi untuk mengolah air minum akan lebih efisien. Disamping itu, secara sosial akan bermanfaat karena masyarakat mengkonsumsi air baku yang tidak tercemar. Secara skematis kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

8 Pertumbuhan Penduduk Tekanan Terhadap Kawasan Peningkatan Aktivitas di Kawasan Intensitas Penggunaan Lahan Peningkatan Kebutuhan Air Baku Degradasi Lahan dan Air Kebutuhan Industri Kebutuhan Domestik Kebutuhan Hotel Fluktuasi Debit Air Baku Tercemar Model Pengelolaan ABAM Berbasis DAS Tidak Valid? Ya Simulasi Dengan Berbagai Skenario Rekomendasi Gambar 1 Kerangka pikir penelitian model pengelolaan air baku air minum untuk kebutuhan domestik, industri, dan hotel. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Tersedianya model pengelolaan air baku air minum berbasis DAS berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan agar kebutuhan air baku terpenuhi untuk jangka panjang. 2. Tersusunnya mekanisme kerjasama antara Pemerintah Daerah sebagai stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan DAS. 3. Sebagai acuan Pemerintah Daerah Jawa Tengah dalam penentuan kebijakan pengelolaan sumber air baku serta penentuan skenario untuk menentukan prioritas program yang diperlukan agar kebutuhan air baku dalam jangka panjang dapat terpenuhi.

9 1.6. Kebaruan Penelitian (Novelty) Penelitian mengenai pengelolaan sumber air baku dari aspek teknis dan operasional telah banyak dilakukan oleh lembaga penelitian maupun institusi yang bergerak dalam bidang tersebut sebagaimana dapat dilihat pada Bab II Tinjauan Pustaka. Namun penelitian dengan membuat model pengelolaan air baku air minum (ABAM) yang berbasis DAS belum pernah dilakukan. Penelitian yang telah dilakukan tersebut sifatnya masih parsial dan belum terintegrasi. Dengan demikian, nilai kebaruan (novelty) penelitian ini adalah: 1. Model pengelolaan air baku air minum dengan mempertimbangkan: a. Sub model kebutuhan air baku untuk kebutuhan domestik, industri, dan hotel. b. Sub model ketersediaan air baku melalui pendekatan konservasi untuk mengurangi air limpasan dengan pendekatan reboisasi untuk hutan, terasering untuk tegalan, SRI untuk sawah, dan sumur resapan untuk perumahan. c. Sub model kualitas air baku air minum agar kualitas air baku mencapai kualitas air baku air minum. 2. Tersusunnya kerangka kerjasama dan program antara stakeholders/kelembagaan dalam mengimplemenasikan model pengelolaan air baku air minum berbasis DAS. 3. Sebagai tools untuk menetapkan kapasitas DAS dalam menyediakan ABAM.