TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Class: Monocotyledonae, Ordo: Liliaceae, Family: Liliales, Genus: Allium, Species: Allium ascalonicum L. (Tim Bina Karya Tani, 2008). Bawang merah merupakan tanaman semusim berbentuk rumpun yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 50 cm. Akarnya berbentuk akar serabut yang tidak panjang. Karena sifat perakaran inilah, bawang merah tidak tahan kering (Rahayu dan Berlian, 1999). Batang bawang merah berbentuk silindris kecil memanjang antara 50-70 cm, berlubang dan bagian ujungnya runcing, berwarna hijau muda sampai tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relative pendek (Sudirja, 2010). Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan yang bertangkai dengan 50-200 kuntum bunga. Pada ujung dan pangkal tangkai mengecil dan dibagian tengah menggembung, bentuknya seperti pipa yang berlubang di dalamnya. Tangkai tandan bunga ini sangat panjang, lebih tinggi dari daunnya sendiri dan mencapai 30-50 cm. Sedangkan kuntumnya juga bertangkai tetapi pendek, antara 0,2-0,6 cm (Wibowo, 2007). Tangkai bunga keluar dari ujung tanaman (titik tumbuh) yang panjangnya antara 30-90 cm, dan di ujungnya terdapat 50-200 kuntum bunga yang tersusun melingkar (bulat) seolah berbentuk payung. Tiap kuntum bunga terdiri atas 5-6 helai daun bunga yang berwarna putih, 6 benang sari berwarna hijau atau
kekuning-kuningan, 1 putik dan bakal buah berbentuk hampir segitiga (Sudirja, 2010). Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji berjumlah 2-3 butir. Bentuk biji pipih, sewaktu masih muda berwarna bening atau putih, tetapi setelah tua menjadi hitam. Biji-biji berwarna merah dapat dipergunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara generatif (Rukmana, 1995). Syarat Tumbuh Iklim Bawang merah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi hingga 1.100 meter diatas permukaan laut (dpl), dengan ketinggian tempat yang paling ideal adalah 0 800 m dpl (Rukmana, 2004). Produksi terbaik dihasilkan dari dataran rendah yang didukung keadaan iklim agak kering, udara panas dengan sinar matahari 70%, karena bawang merah termasuk tanaman yang memerlukan sinar matahari cukup panjang (long day plant). Tiupan angin sepoi-sepoi berpengaruh baik terhadap laju proses fotosintesis dan hasil umbinya akan tinggi (Rukmana, 2004; Sunarjono, 2004 dalam Sumarni dan Hidayat, 2005). Tanaman bawang merah tumbuh baik di daerah yang bersuhu 25-32 C dengan iklim kering, dan yang paling baik jika suhu rata-ratanya 30 C (Wibowo, 2007). Pembungaan pada bawang bisa terjadi pada suhu yang lebih rendah lagi, yaitu 10 C -15 C, meskipun demikian suhu ini belum memjamin tanaman bawang bisa membentuk bunga atau biji (AKK, 1998)
Tanaman bawang merah masih dapat tumbuh dan berumbi di dataran tinggi, tetapi umur tanamnya menjadi lebih panjang 0,5-1 bulan dan hasil umbinya lebih rendah (Sumarni dan Hidayat, 2005). Tanah Tanaman ini memerlukan tanah tekstur sedang sampai liat, drainase/aerase baik, mengandung bahan organik, dan reaksi tanah tidak masam (ph tanah : 5,6-6,5). Tanah yang paling cocok untuk tanaman bawang merah adalah tanah aluvial atau kombinasinya dengan tanah humus (Sutarya dan Grubben, 1995). Tanah yang cukup lembab dan air tidak menggenang disukai oleh tanaman bawang merah (Rismunandar, 1989). Bawang merah menghendaki struktur tanah remah. Tanah remah memiliki perbandingan bahan padat dan pori-pori yang seimbang. Bahan padat merupakan tempat berpegang akar. Tanah remah lebih baik daripada tanah bergumpal (AAK, 1998). Kompos Kascing Bahan organik mempunyai peranan penting dalam mempertahankan kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah. Tanah yang kaya bahan organik bersifat lebih terbuka/sarang sehingga aerasi tanah lebih baik dan tidak mudah mengalami pemadatan dibandingkan dengan tanah yang mengandung bahan organik rendah. Tanah yang kaya bahan organik relatif lebih sedikit hara yang terfiksasi mineral tanah sehingga yang tersedia bagi tanaman lebih besar. Hara yang digunakan oleh mikroorganisme tanah bermanfaat dalam mempercepat
aktivitasnya meningkatkan kecepatan dekomposisi bahan organik dan mempercepat pelepasan hara (Susanto, 2002). Kascing sebagai pupuk organik merupakan sumber unsur hara makro dan mikro, yang dalam proses penguraiannya terus melepaskan unsur hara ke dalam larutan tanah (Murbandono, 2001 dalam Sirwin, dkk, 2007). Selain itu keunggulan kascing dibandingkan dengan pupuk organik lain adalah kandungan hormon tumbuh seperti auksin, giberelin dan sitokinin yang mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman (Marsono dan Sigit, 2001 dalam Mulat, 2003). Hal ini didukung oleh pernyataan Lakitan (1995) yang menyatakan bahwa unsur hara yang diserap tanaman akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan berat berangkasan kering tanaman. Lebih lanjut Lambers dkk, (1998) dalam Sirwin dkk, (2007) mengungkapkan bahwa pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh proses fisiologi seperti jumlah karbohidrat, protein, lemak, hormon tumbuh, vitamin dan mineral yang ada dalam tubuh tanaman yang dapat mendukung berlangsungnya proses-proses fisiologi untuk pembelahan sel, pembesaran sel dan diferensiasi sel (Sirwin, dkk, 2007). Menurut Zahid (1994) dalam Khrisnawati (2001) kascing merupakan tanah bekas pemeliharaan cacing, merupakan produk samping dari budidaya cacing tanah yang berupa pupuk organik, sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman karena dapat meningkatkan kesuburan tanah. Kascing mengandung berbagai bahan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman yaitu suatu hormon seperti giberelin, sitokinin, dan auxin serta mengandung unsur hara (N, P, K, Mg,dan Ca) serta Azotobacter sp yang merupakan bakteri penambat N nonsimbiotik yang membantu memperkaya unsur N yang diperlukan oleh tanaman.
Dewasa ini, pemanfaatan pupuk organik atau yang dikenal dengan istilah pertanian alami (back to nature farming) dan pupuk hayati banyak dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan pupuk anorganik sekaligus untuk mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan pupuk anorganik. Salah satu pupuk organik yang banyak digunakan adalah pupuk kascing (Sirwin, dkk, 2007). Urine Kambing Pupuk kandang merupakan pupuk organik dari hasil fermentasi kotoran padat dan cair (urine) hewan ternak yang umumnya berupa mamalia (sapi, kambing, babi, kuda) dan unggas. Pupuk kandang mengandung unsur hara lengkap yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhannya. Disamping mengandung unsur makro seperti nitrogen (N), fospor (P), dan kalium (K), pupuk kandang pun mengandung unsur mikro seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan sulfur (S). Unsur Fosfor dalam pupuk kandang sebagian besar dari kotoran cair. Kandungan unsur kalium dalam kotoran cair lima kali lebih besar dari kotoran padat. Sementara kandungan Nitrogen dalam kotoran cair hanya 2-3 kali lebih besar dari kotoran padat (Musnamar, 2003). Fermentasi urine sapi membuat sifat menolak hama dan penyakit pada tanaman. Hama atau penyakit bisa saja datang, tetapi langsung pergi, bukan musnah tapi hanya menyingkir dari tanaman. Pemupukan dengan menggunakan urine sapi yang telah difermentasikan selama 1 bulan dapat meningkatkan produksi tanaman. Urine sapi mengandung unsur N,P,K yang cukup tinggi yang mengandung Ca yang dapat meningkatkan ketahanan terhadap serangan penyakit (www.villadomba.com, 2010).
Pupuk panas merupakan pupuk yang penguraiannya berjalan sangat cepat sehingga terbentuk panas. Kelemahan pupuk panas ini adalah mudah menguap karena bahan organiknya tidak terurai secara sempurna sehingga banyak yang berubah menjadi gas (Lingga dan Marsono, 2000) Penggunaan pupuk kandang cair (urine) sehubungan dengan kerjanya yang cepat dan agar tidak terjadi kerugian, sebaiknya dilakukan pada saat menjelang tanam yaitu dengan pengenceran terlebih dahulu dengan air, tetapi harus disimpan terlebih dahulu, agar tidak panas. penyimpanan urine menimbulkan beberapa kerugian, salah satunya adalah kehilangan NH3 karena adanya penguapan (Sutejo, 2002). Dari hasil penelitian didapat bahwa urine hewan yang telah difermentasi dapat digunakan sebagai nutrisi tanaman sebagai alternatif pengganti pupuk buatan yang semakin hari harganya semakin tinggi sehingga petani tidak mampu untuk membelinya. Kendala yang ditemui dalam pembuatan nutrisi ini adalah proses pengambilan urinenya, karena tidak semua hewan jinak mau diperlakukan. Demikian juga dengan masalah bau yang ditimbulkan merupakan masalah dari segi estetika. Untuk itu perlu upaya lain untuk mengatasinya.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian + 25 meter diatas permukaan laut, mulai bulan Maret 2011 sampai Mei 2011. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit bawang merah varietas Bima sebagai tanaman indikator, kompos kascing dan urine kambing sebagai objek pengamatan, air untuk menyiram tanaman dan bahan-bahan lain yang mendukung penelitian ini. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul untuk membuka lahan dan membersihkan lahan dari gulma dan sampah, gembor untuk menyiram tanaman, meteran untuk mengukur luas lahan dan tinggi tanaman, timbangan untuk menimbang produksi tanaman, pacak sampel untuk tanda dari tanaman yang merupakan sampel, alat tulis dan alat-alat lain yang mendukung pelaksanaan penelitian ini. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor perlakuan yaitu : Faktor I : Kompos kascing (K) yang terdiri atas 4 taraf, yaitu : K 0 = 0 Gram/Tanaman K 1 = 20 Gram/Tanaman K 2 = 30 Gram/Tanaman
K 3 = 40 Gram/Tanaman Faktor II : Pemberian Urine kambing yang terdiri dari 3 taraf, yaitu : U 0 = 0 cc/liter air U 1 = 100 cc/liter air U 2 = 200 cc/liter air Diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 12 kombinasi, yaitu : K 0 U 0 K 1 U 0 K 2 U 0 K 3 U 0 K 0 U 1 K 1 U 1 K 2 U 1 K 3 U 1 K 0 U 3 K 1 U 2 K 2 U 2 K 3 U 2 Jumlah ulangan (Blok) Jumlah plot Ukuran plot Jarak antar plot Jarak antar blok Jumlah tanaman/plot Jumlah tanaman seluruhnya Jumlah sampel/plot Jumlah sampel seluruhnya : 3 ulangan : 36 plot : 120 cm x 100 cm : 30 cm : 50 cm : 30 tanaman : 1080 tanaman : 10 tanaman : 360 tanaman Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan model linear aditif sebagai berikut : Y ijk = µ + ρ i + α j + β k + (αβ) jk + ε ijk i = 1,2,3 j = 1,2,3,4 k = 1,2,3
Dimana: Y ijk : Hasil pengamatan pada blok ke-i akibat perlakuan Kompos kascing (K) taraf ke-j dan pengaruh Urine kambing (U) pada taraf ke-k µ : Nilai tengah ρ i α j β k (αβ) jk : Efek dari blok ke-i : Efek perlakuan Kompos kascing pada taraf ke-j : Efek pemberian Urine kambing pada taraf ke-k : Interaksi antara Kompos kascing taraf ke-j dan pemberian urine kambing taraf ke-k ε ijk : Galat dari blok ke-i, Kompos kascing ke-j dan pemberian Urine kambing ke-k Terhadap sidik ragam yang nyata, maka dilanjutkan analisis lanjutan dengan menggunakan Uji Beda Rata Rata Duncant Berjarak Ganda dengan taraf 5 % (Steel dan Torrie, 1993).