Key word: Kesesuaian, daya dukung kawasan, ekowisata mangrove

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT LOKAL DI KAWASAN EKOWISATA MANGROVE WONOREJO KOTA SURABAYA

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai

Hutan Mangrove Segara Anakan Wisata Bahari Penyelamat Bumi

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

3. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove Wonorejo Surabaya Development Strategy of Mangrove Ecotourism in Wonorejo, Surabaya

I. PENDAHULUAN. dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut (Mulyadi dan Fitriani,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

BAB II DESKRIPSI TEMPAT WISATA Sejarah Taman Wisata Alam Mangrove Pantai Indah Kapuk. lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kota Cilacap merupakan kota yang terletak di sebelah selatan dari

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. berbeda antara dua atau lebih komunitas (Odum, 1993).

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

BERWISATA BAHARI MENYUSURI SEGARA ANAKAN

TABEL 44 INDIKASI PROGRAM PENATAAN ATAU PENGEMBANGAN KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

Magister Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

I. PENDAHULUAN. lainnya. Keunikan tersebut terlihat dari keanekaragaman flora yaitu: (Avicennia,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan

I. PENDAHULUAN. Hampir 75 % tumbuhan mangrove hidup diantara 35ºLU-35ºLS (McGill, 1958

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

BAB I PENDAHULUAN. perkiraan jumlah wisatawan internasional (inbound tourism) berdasarkan perkiraan

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK EKOWISATA DI KECAMATAN KUTA RAJA KOTA BANDA ACEH Syifa Saputra1, Sugianto2, Djufri3 1 ABSTRAK

PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK EKOWISATA DI KECAMATAN KUTA RAJA KOTA BANDA ACEH Syifa Saputra1, Sugianto2, Djufri3 1 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

Jenis data Indikator Pengamatan Unit Sumber Kegunaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kawasan yang dilindungi (protected area) sebagai tujuan wisata melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

STUDI POTENSI EKOWISATA MANGROVE DI KUALA LANGSA PROVINSI ACEH (Study of Ecotourism Mangrove Potency At Kuala Langsa, Province of Aceh)

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang , 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

Transkripsi:

Kesesuaian dan Daya Dukung Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo Kota Surabaya Oleh: Sri Murtini * *Pengajar di Prodi Pendidikan Geografi, FISH Unesa srimurtini@unesa.ac.id Abstrak Kawasan ekowisata mangrove Wonorejo merupakan salah satu ekosistem mangrove di kota Surabaya yang semakin menarik wisatawan. Semakin meningkatnya jumlah pengunjung yang datang ke ekowisata mangrove Wonorejo mengakibatkan semakin berkurangnya kenyamanan di kawasan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) kesesuaian kawasan mangrove Wonorejo, 2) daya dukung kawasan ekowisata mangrove Wonorejo. Pendekatan penelitian bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode survey. Subyek penelitian adalah pengelola obyek wisata mangrove dan kawasan mangrove, sedangkan obyek penelitiannya meliputi mangrove, obyek biota dan luas kawasan. Sumber data diperoleh dari interview dengan pihak yang terkait dengan pengelolaan ekowisata mangrove Wonorejo. Kesesuaian ekowisata mangrove Wonorejo diukur dengan menggunakan matrik dari kesesuaian kawasan ekowisata. Parameter kesesuaian meliputi: ketebalan mangrove, kerapatan mangrove, jenis mangrove, pasang surut dan obyek biota. Daya dukung kawasan menggunakan rumus DDK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan ekowisata mangrove Wonorejo termasuk kategori sesuai (S1) dengan total nilai 66. Daya dukung kawasan ekowisata mangrove Wonorejo diperoleh sejumlah 196 orang/hari sedangkan daya dukung pemanfaatan sejumlah 20 orang/hari. Key word: Kesesuaian, daya dukung kawasan, ekowisata mangrove Latar Belakang Menurut (Nybakken, 1998; Krauss et al, 2008) seluruh lautan tropik dan subtropik terdapat ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan vegetasi yang hanya dapat tumbuh pada pantai yang terlindung dari gerakan gelombang. Negara Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yaitu mencapai 25% (sekitar 4,2 juta ha) dan 75% dari luas mangrove terdapat di Asia Tenggara. Ekosistem mangrove yang luas antara lain terdapat di Sumatra, Kalimantan dan Papua (Kordi, 2012). Sementara itu ekosistem mangrove dalam jumlah sedikit tersebar di sepanjang pantai di Indonesia. Kota Surabaya yang terletak di pesisir pantai timur pulau Jawa mempunyai beberapa ekosistem mangrove yang tersebar di beberapa bagian wilayah utara dan timur. Kelurahan Wonorejo Kecamatan Rungkut merupakan kawasan yang mempunyai ekosistem mangrove 220

221 Prosiding Seminar Nasional paling berkembang di kota Surabaya. Kawasan tersebut awalnya dibudidayakan oleh warga setempat dengan tujuan menahan abrasi. Saat ini kawasan ini mempunyai luasan sebanyak 64,83 ha dari luas keseluruhan di Surabaya yaitu 133,98 ha (Dinas Pertanian Kota Surabaya, 2017). Ekowisata ini ditetapkan sebagai salah satu kawasan strategis Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya), karena memiliki potensi keanekaragaman hayati, mulai dari hutan mangrove, sumber daya perikanan yang beraneka, dan mempunyai kemampuan sebagai buffer zone bagi daratan. Penetapan ekowisata mangrove Wonorejo ini sebagai kawasan stategis didasarkan pada empat aspek, yaitu aspek ekonomi, fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, sosial budaya, dan teknologi tinggi (Bappeko Surabaya, 2012). Sebagai kawasan ekowisata, mangrove Wonorejo menjadi pilihan obyek wisata baru karena terbatasnya obyek wisata alam di Surabaya. Pemanfaatan ekosistem mangrove untuk konsep wisata (ekowisata) sejalan dengan pergeseran minat wisatawan dari old tourism yaitu wisatawan yang hanya datang melakukan wisata saja tanpa ada unsur pendidikan dan konservasi menjadi new tourism yaitu wisatawan yang datang untuk melakukan wisata yang di dalamnya ada unsur pendidikan dan konservasi. Tingginya potensi yang dimiliki oleh ekowisata mangrove Wonorejo, antara lain daya tarik luasan mangrove, keaneka ragaman jenis mangrove, obyek biota, kelengkapan sarana prasarana, aksesibilitas yang baik menjadi faktor penarik bagi calon wisatawan untuk berkunjung ke ekowisata mangrove Wonorejo. Beberapa alasan tersebut yang menjadikan jumlah wisatawan semakin meningkat. Data kunjungan dapat dilihat pada tahun 2015, ekowisata ini dikunjungi sebanyak 29.294 wisatawan dan tahun 2016 meningkat sebanyak 50.137 wisatawan. Jumlah kunjungan tidak selalu sama setiap waktu, pada hari libur seperti Sabtu Minggu jumlah kunjungan lebih banyak dibandingkan dengan hari bias.a Rata-rata kunjungan pada hari libur antara 400-500 wisatawan sedangkan hari biasa Senin- Jum at rata-rata jumlah kunjungan 200 wisatawan (Dinas Pariwisata Kota Surabaya, 2017). Semakin bertambahnya jumlah wisatawan tentunya semakin mengurangi kenyamanan. Sementara itu faktor kenyamanan mempunyai peran penting bagi wisatawan yang berada di suatu lokasi obyek wisata. Kenyamanan harus menjadi prioritas bagi pengelola untuk memberikan image yang positif. Melalui penghitungan daya dukung, pengelola dapat secara bijak membatasi jumlah wisatawan ketika jumlah wisatawan sudah melebihi ambang batas maksimal.

Daya dukung mangrove merupakan kemampuan sumberdaya kawasan mangrove dalam menjaga peran dan kualitasnya tanpa mengurangi kemampuan memberi fasilitas pelayanan berupa rekreasi alam (Soerianegara, 1993). Pada kawasan ekowisata mangrove Wonorejo hanya mempunyai satu lokasi yang menjadi daya tarik yaitu jogging track. Jogging track menjadi tujuan utama wisatawan ekowisata mangrove Wonorejo. Pada akhirnya pada waktu tertentu maka kawasan jogging track terasa sangat ramai oleh banyaknya wisatawan yang datang bersamaan. Secara menyeluruh kawasan ini membutuhkan upaya-upaya pengembangan terencana tanpa harus mengubah perannya sebagai pelindung dan pelestari lingkungan. Oleh karena itu untuk dapat memenuhi perannya maka perlu diketahui kesesuaian kawasan ini sebagai ekowisata dan berapa daya dukungnya ketika semakin meningkat jumlah pengunjung yang datang. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan survey. Subyek penelitian adalah pengelola ekowisata mangrove Wonorejo dan kawasan ekowisata mangrove Wonorejo. Sedangkan obyek penelitiannya meliputi mangrove, obyek biota dan luas kawasan. Jenis data yang diambil berasal dari wawancara, pengamatan langsung dan pengukuran. Pengumpulan data melalui pengamatan langsung di lapangan dengan mengukur ketebalan dan kerapatan mangrove, menghitung jenis mangrove, mengetahui pasang surut dan obyek biota. Untuk mengetahui tingkat kesesuaian menggunakan matrik kesesuaian dari Yulianda (2007). Penilaian ini dilakukan berdasarkan pembobotan dan nilai yang ditunjukkan dengan besarnya skor yang selanjutnya dilakukan penggabungan beberapa variabel perbedaan nilai antara kelas untuk menetapkan klasifikasi kesesuaian kawasan mangrove Wonorejo. Analisis kesesuaian wisata dengan matriks yang disusun berdasarkan kepentingan tiap parameter untuk mendukung kegiatan pada daerah tersebut. Sedangkan untuk mengetahui daya dukung kawasan ekowisata mangrove dengan menggunakan konsep daya dukung kawasan (DDK). DDK adalah kemampuan maksimal suatu kawasan untuk dapat menampung sejumlah pengunjung pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan bagi alam dan manusia. Rumus daya dukung kawasan (Yulianda, 2007) DDK = Kx Lp/Lt x Wt/Wp 222

DDK = daya dukung kawasan K = potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp = luas area atau panjang area yang termanfaatkan Lt = Unit area untuk tiap katagori Wt = waktu yang tersedia di obyek wisata Wp = waktu rata-rata yang digunakan pengunjung pada setiap kegiatan Hasil dan Pembahasan Kawasan ekowisata merupakan jenis wisata alam yang diminati masyarakat yang sudah jenuh dengan jenis wisata massal yang cenderung merusak lingkungan. Akhir-akhir ini ekowisata merupakan bentuk wisata yang menarik minat tinggi terlebih kota Surabaya yang penduduknya banyak dan jenis wisata alam yang terbatas memungkinkan ekowisata mangrove Wonorejo menjadi alternatif baru tempat tujuan wisata bagi masyarakat. Ekosistem mangrove Wonorejo terletak di Kelurahan Wonorejo Kecamatan Rungkut. Ekosistem mangrove Wonorejo tepatnya terletak di Jln. Wonorejo Timur no.1, Wonorejo, Rungkut Kota Surabaya. Tempat ini dengan mudah dapat dijangkau oleh pengunjung. Akses jalan yang baik memudahkan pengunjung untuk sampai ke kawasan dengan menggunakan berbagai jenis kendaraan. Jarak yang relatif dekat, kurang lebih 10 km dari pusat kota atau 30 menit dalam kondisi lalu lintas lancar. Ekowisata mangrove merupakan salah satu dari sedikit bentuk wisata alam yang dimiliki kota Surabaya. Ekosistem mangrove Wonorejo saat ini mempunyai luas 64,83 ha (Dinas Pertanian, 2016), dan pemerintah kota akan meningkatkan terus untuk memenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau (RTH) kota Surabaya sebesar 35%. (Bappeko Surabaya, 2017). Penilaian Kesesuaian Ekowisata Kawasan ekowisata mangrove Wonorejo difungsikan sebagai kawasan konservasi, edukasi dan rehabilitasi. Strategi pengelolaan dan pengembangan pengembangan selanjutnya mengarahkan kawasan ini sebagai ekowisata mangrove. Untuk mendukung program ini maka dilakukan evaluasi kesesuaian kawasan sebagai ekowisata dengan menggunakan matrik kesesuaian dari Yulianda (2007) Tabel 1. Matrik Kesesuaian Kawasan Ekowisata No Parameter Bobot Katagori Skor Nilai 1. Ketebalan mangrove (m) 5 50 2 10 2. Kerapatan mangrove 4 30 4 16 (100m 2) 223

3. Jenis mangrove 4 23 4 16 4. Pasang surut (m) 3 1 4 12 5. Obyek biota 3 Ikan, udang, kepiting, moluska, reptil, burung 4 12 Jumlah 66 Keterangan: Nilai maksimum = 66, S1= sangat sesuai dengan nilai 80-100%; S2 = sesuai, dengan nilai 60-<80%; S3- sesuai bersyarat, dengan nilai 35-<60%; S4= tidak sesuai, dengan nilai <35%. Berdasarkan tabel 1 tersebut maka kawasan ekowisata mangrove Wonorejo diperoleh total nilai sebesar 66 dengan kriteria sesuai (S2). Total nilai ini menunjukkan kawasan ekowisata mangrove Wonorejo sesuai untuk dikembangkan sebagai ekowisata di Kota Surabaya. Penelitian Sawitri, dkk (2013) yang dilakukan di KKMB ekowisata mangrove dan Bekantan di kota Tarakan mendapatkan penilaian 61 yang berarti sesuai untuk kegiatan ekowisata di daerah tersebut. Kawasan konservasi di Bekantan difungsikan sebagai lokasi edukasi tentang tumbuhan mangrove dan keanekaragaman jenis hayati yaitu bekantan. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai kesesuaian di kawasan ini. Salah satu adalah dengan menanam mangrove pada tempat-tempat yang memungkinkan untuk menambah luasan kawasan mangrove seperti di sepanjang sungai menuju kawasan, beberapa titik di sepanjang jogging track yang masih terlihat renggang dan pada muara sungai. Penanaman mangrove bertujuan untuk memperluas kawasan agar lebih tebal dan merata sehingga aktivitas ini perlu dilakukan secara terus-menerus. Upaya perluasan sangat penting untuk menjaga peran ekosistem mangrove pada aspek ekologi, masupun pada aspek sosial ekonomi. Di samping itu perluasan juga untuk memenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau pemerintah kota Surabaya. Oleh karena itu perlu dukungan dari berbagai pihak untuk membantu mewujudkan harapan pemerintah. Selain itu nilai kesesuaian secara tidak langsung dipengaruhi oleh perilaku pengunjung yang banyak membuang sampah sembarangan di lokasi tumbuhnya mangrove. Kondisi ini sangat mengganggu pemandangan dan mengganggu tumbuhnya mangrove. Banyaknya sampah plastik yang berasal dari berbagai bungkus makanan dan minuman yang dibuang sembarangan dapat mengotori kawasan ekowisata mangrove. Perilaku pengunjung yang kurang bertanggung jawab ini dapat mengurangi kenyamanan selama berada di kawasan tersebut. Sementara itu terdapat banyak tempat sampah yang telah disediakan oleh pengelola namun kelihatan tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya. 224

Daya Dukung Kawasan Pada kawasan ekowisata yang berkembang perlu mempertimbangkan aspek pembangunan yang berkelanjutan sehingga perlu dilakukan pengukuran daya dukungnya untuk membatasi wisatawan dan memberikan kenyamanan bagi wisatawan. DDK mangrove adalah kemampuan sumberdaya hutan mangrove dalam mempertahankan fungsi dan kualitasnya tanpa mengurangi kemampuan memberi fasilitas pelayanan berupa rekreasi alam (Soerianegara, 1993). Dalam perhitungannya terdapat angka yang telah ditetapkan pada setiap kategori yang telah ditentukan untuk tiap kategori wisata seperti K = 1, Wp = 3, Wt = 8, dan Lt = 1100 m 2. Sedangkan Lp dihitung luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan untuk ekowisata mangrove pada suatu kawasan. Kawasan yang diukur adalah jogging track.. Standar daya dukung kegiatan ekowisata di kawasan trekking adalah 15 wisatawan (Yahya, 1998). Hasil penghitungan DDK diperoleh sejumlah 196 orang/hari. Sedangkan hasil penelitian Muhammad (2012) menunjukkan di ekowisata mangrove Blanakan dengan luasan 5 ha diperoleh daya dukung untuk mendukung kegiatan rekreasi sejumlah 425 orang/hari. Lim (1998) dalam Johan et. al (2011), menyatakan bahwa daya dukung kawasan adalah jumlah wisatawan yang dapat ditampung dengan tingkat kepuasan wisatawan tertinggi dan berdampak minimal pada sumberdaya. Apabila dilihat jumlah rata-rata kunjungan pada hari efektif (Senin-Jum at) di ekowisata ini rata-rata sejumlah 200 orang/hari berarti di area jogging track pada hari efektif sudah melampaui ambang batas daya tampung kawasan. Terlebih lagi jika dibandingkan dengan rata-rata jumlah pengunjung pada hari libur (Sabtu-Minggu) rata-rata sejumlah 400-500 orang per hari. Perlunya perhatian dari pengelola untuk memberikan batasan bagi pengunjung ke area jogging track karena dengan jumlah di atas ambang batas maka pengunjung sudah merasa tidak nyaman. Pengusahaan kegiatan wisata dalam konservasi diatur oleh ketentuan PP No.18/1994 tentang pengusahaan ekowisata pada zona pemanfaatan taman nasional dan taman wisata alam, maka areal yang diizinkan untuk dikembangkan hanya 10% dari luas zona pemanfaatan keseluruhan. Oleh karena itu daya dukung kawasan konservasi perlu pembatasan dengan Daya Dukung Pemanfaatan (DDP) dengan rumus (Yulianda, 2007) DDP = 0,1 x DDK. Dari rumus tersebut maka DDP diperoleh nilai sebanyak 20 orang/hari. 225

Salah satu yang menyebabkan konsep ekowisata berdampak negatif adalah tingkat kunjungan yang melewati batas daya dukung kawasan wisata, terutama daya dukung fisik. Tingkat kunjungan yang berlebih tentu akan menurunkan kualitas kawasan ekowisata. Untuk menjaga kualitas lingkungan objek wisata dari dampak negatif diperlukan upaya pengelolaan yang terpadu. Diantaranya adalah melihat kemampuan kawasan terutama kondisi fisiknya untuk menerima jumlah maksimum pengunjung tanpa menimbulkan kerusakan atau menurunnya kondisi lingkungan Dari kajian daya dukung kawasan ekowisata mangrove Wonorejo memang tidak selamanya waktu kunjungan sama, namun pada waktu tertentu (libur) biasanya pengunjung melebihi rata-rata jumlah kunjungan sehingga perlu membatasi jumlah pengunjung minimal agar pengunjung masih merasa nyaman di tempat wisata. Salah satu upaya yang harus dilakukan oleh pengelola adalah memperbaiki jogging track menuju gazebo yang masih berupa bambu. Jogging track tersebut kondisinya perlu mendapat perhatian karena jenis bambu yang digunakan banyak yang berlobang karena lapuk terkena panas dan hujan. Apabila ada penggantian jenis bambu dengan kualitas yang lebih baik atau mengganti kayu seperti jogging track yang ada di sebelah timur maka dapat dimanfaatkan untuk membuka alternatif baru yang memungkinkan dapat mengurangi daya dukung kawasan jogging track. Selain itu, semakin banyaknya pengunjung yang datang dengan banyak sampah yang berasal dari berbagai bungkus makanan dan minuman yang dibuang semabarangan dapat mengotori kawasan ekowisata mangrove. Perilaku pengunjung yang kurang bertanggung jawab ini dapat mengganggu kenyamanan selama berada di kawasan tersebut. Sementara itu terdapat banyak tempat sampah yang telah disediakan oleh pengelola namun tidak termanfaatkan dengan baik.. Simpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan ekowisata mangrove Wonorejo memperoleh nilai kesesuaian dengan menggunakan matrik dari Yulianda (2007) termasuk kategori sesuai (S1) dengan total nilai 66. Daya dukung kawasan ekowisata mangrove Wonorejo diperoleh sejumlah 196 orang/hari sedangkan daya dukung pemanfaatan sejumlah 20 orang/hari. 226

Daftar Pustaka Prosiding Seminar Nasional Johan, Y., dkk (2011). Pengembangan Wisata bahari dalam Pengelolaan Sumberdaya Pulau-pulau Kecil Berbasis Kesesuaian dan Daya Dukung. Studi Kasus Pulau Sebesi Propinsi Lampung (Prosiding Seminar Nasional), Departemen Pengelolaan Pesisir dan Lautan Sekolah Pasca Sarjana, IPB Bogor. Kordi, M. Ghufran. 2012. Ekosistem Mangrove, Potensi, Fungsi dan Pengelolaan. Penerbit Rinekas Cipta. Krauss, K.W., Lovelock, C.E., McKee, K.L., Hoffman, L.L., Ewe, S. M. M.L., & Sousa, P. 2008. Environment Drivers in Mangrove Establisment and Early Development: a review, Journal Aquatic Botany, 89, 105-127. Muhammad, F. dkk. Kajian Daya Dukung Ekowisata Hutan Mangrove Blanakan, Subang, Jawa Barat. Jurnal BIOMA, Desember 2012 ISSN: 1410-8801. Vol. 14, No. 2, Hal. 64-72 Nybakken, J. W. 1998. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Sawitri, R. dkk. 2013. Ekosistem Mangrove Sebagai Obyek Wisata Alan di Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan di Kota Tarakan. Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi Bogor. Soerianegara, I. & C. Kusmana, 1993. Sumberdaya Hutan Mangrove di Indonesia. Karya Tulis pada Workshop Strategi Pengusahaan Hutan Mangrove Untuk ecolabelling. Hutan Pangrango, Bogor Yahya, R.P. 1999. Zonasi Pengembangan Ekowisata Kawasan Mangrove yang Berkelanjutan di Laguna Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Thesis Magister; Program Studi Sumberdaya & Lautan Institut Pertanian Bogor. Yulianda, F. 2007. Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi. Makalah Pada Seminar Sains 21 Februari 2007. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. -------------- Dinas Pertanian Kota Surabaya 2017 -------------- Dinas Pariwisata Kota Surabaya 2017 -------------- Badan Perencana Pemerintah Kota Surabaya 2017 227