BAB I PENDAHULUAN. keselamatan jiwa, salah satunya adalah HIV/AIDS. Human Immunodeficiency

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia. Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari. penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. selesaikan oleh individu untuk kemudian di lanjutkan ketahapan berikutnya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkembang secara perlahan selama bertahuntahun,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu penyakit mematikan di dunia yang kemudian menjadi

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam perkembangan hidup manusia selalu dimulai dari berbagai

# kasus terbanyak ditemukan pada kelompok risiko tinggi termasuk pengguna narkoba suntik (penasun), pekerja seks dan pasangan/ pelanggannya, homoseksu

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) berarti kumpulan gejala dan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome,

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kejadian paling berat yang dapat menimpa seorang individu terkait


BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Orang dengan HIV membutuhkan pengobatan dengan Antiretroviral atau

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat hal tersebut menjadi semakin bertambah buruk.

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired

2015 INTERAKSI SOSIAL ORANG D ENGAN HIV/AID S (OD HA) D ALAM PEMUD ARAN STIGMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali Indonesia. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak awal tahun 2008, masalah kesehatan seringkali menjadi topik utama

I. PENDAHULUAN. masing-masing. Pelayanan publik dilakukan oleh pemerintah baik di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Timbulnya suatu penyakit dalam masyarakat bukan karena penyakit

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit menular maupun tidak menular sekarang ini terus. berkembang. Salah satu contoh penyakit yang saat ini berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. AIDS (Acquired Immunne Deficiency Syndrome) merupakan kondisi

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI. Menderita penyakit yang belum ada obatnya adalah merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Acquired Immunice Deficiency Syndrome atau AIDS merupakan penyakit

H.I.V DAN KANKER; PSIKOLOGI SEPANJANG PERJALANAN PENYAKIT. Oleh: dr. Moh. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok

BAB I PENDAHULUAN. menyerang perempuan. Di Indonesia, data Global Burden Of Center pada tahun

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan makhluk hidup lainya. Manusia memiliki kecenderungan seksual

BAB IV PEMBAHASAN DATA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 15% dari seluruh kanker pada wanita. Di beberapa negara menjadi

BAB I PENDAHULUAN orang orang orang

BAB I PENDAHULUAN. gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV ( Human Immunodeficiency

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) merupakan sekumpulan gejala

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. disediakan oleh pemerintah untuk menampung orang-orang yang melanggar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun

BAB I PENDAHULUAN. kematian pada seseorang di seluruh dunia. National Cancer Institute (dalam

BAB I PENDAHULUAN. (HIV-AIDS) merupakan masalah kesehatan global karena penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) termasuk salah satu

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu. imun, hal ini terjadi karena virus HIV menggunakan DNA dari CD4 + dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. sebutan AIDS, adalah kumpulan beberapa gejala akibat menurunnya sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes RI, 2006). Seseorang yang telah

I. PENDAHULUAN. Manusia yang merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dan

48 PERAN PENDAMPING BAGI ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA)

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi, stabilitas dan keamanan pada negara-negara berkembang. HIV dan

BAB I PENDAHULUAN. Deficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit yang mematikan dan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam. kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

BAB I PENDAHULUAN. masih sering terjadi. Seorang perempuan bernama Mairinda yang kini menjabat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia menginginkan kesejahteraan hidup dimana kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah sebuah sindrom

HIV AIDS, Penyakit yang Belum Teratasi Namun Bisa Dicegah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan tersebut. Perkembangan tersebut juga merambah ke segala aspek

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

POSTTRAUMATIC GROWTH (PTG) PADA PENDERITA HIV/AIDS TERTULAR OLEH PASANGAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu lama dan bersifat residif (hilang-timbul). Sampai saat ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri, yaitu merupakan penyakit AIDS,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB I PENDAHULUAN. Syndrome (AIDS) adalah salah satu penyakit kronis dan juga penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune. rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV 1.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejadian paling berat yang dapat menimpa seorang individu terkait dengan kesehatannya adalah mengidap suatu penyakit yang mengancam keselamatan jiwa, salah satunya adalah HIV/AIDS. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) HIV merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh orang yang dijangkitinya. Sedangkan AIDS merupakan kumpulan simptom yang terjadi karena terinfeksi HIV. Jadi, HIV dan AIDS tidak sama. (Kusumawijaya, 2013). Penyakit HIV/AIDS adalah penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh penderitanya dan sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang dapat melawan virus tersebut, para ahli berusaha mendapatkan obat untuk mengatasi AIDS dan obat itu disebut sebagai Antiretroviral (ARV), nanum ternyata obat tersebut belum dapat mematikan virus HIV yang menyebar dalam tubuh penderitanya melainkan hanya untuk memperlambat penyebaran virus yang ada dalam tubuh, sehingga orang yang terinveksi HIV belum dapat disembuhkan (Taylor dalam Kusumawijaya, 2013). Karena belum ditemukannya obat untuk menyembuhkan HIV/AIDS, sehingga HIV/AIDS sering dianggap sebagai suatu penyakit yang berbahaya yang dapat memperpendek harapan hidup individu yang menderitanya. 1

2 Permasalahan yang dihadapi Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) bukan hanya permasalahan kondisi fisik yang semakin menurun, juga timbul permasalahan sosial seperti penerimaan label negatif dan berbagai bentuk diskriminasi dari lingkungan. Penyakit HIV dan AIDS dianggap sebagai penyakit kutukan akibat perbuatan menyimpang karena penyakit HIV dan AIDS begitu melekat pada orang-orang yang melakukan penyimpangan seperti PSK (Pekerja Seks Komersial), gay, pelaku seks bebas dan pengguna narkoba suntik (Hasanah, 2012). Hasan (2008), mengatakan bahwa ODHA dengan penyakit mematikan yang dialaminya, memiliki tiga tantangan utama, yaitu menghadapi reaksi terhadap penyakit yang memiliki stigma, berhadapan dengan kemungkinan waktu kehidupan yang terbatas, dan mengembangkan strategi untuk mempertahankan fisik dan emosi. Selain itu, ODHA juga harus menghadapi diagnosis kematian. Hal ini dapat mendorong mereka mengalami stres atau depresi, yang dapat membuat mereka mengisolasi diri dari orang lain. Ketika dokter mendiagnosis bahwa seseorang menderita penyakit kronis seperti AIDS, ada tiga bentuk respon emosional yang secara umum mungkin muncul, yaitu, kecemasan, depresi, perasaan kehilangan kontrol, gangguan kognitif (impairment), gangguan seksual serta penolakan terhadap kenyataan (denial) (Lubis, 2009). Menurut Hutapea (2004), seseorang yang menderita HIV/AIDS sering mengalami masalah-masalah psikologis, terutama kecemasan, depresi, rasa bersalah (akibat perilaku seks dan penyalahgunaan obat), marah dan

3 dorongan untuk melakukan bunuh diri. Orang yang tertular HIV/AIDS sering marah kepada kalangan medis karena ketidak berdayaan mereka menemukan obat atau vaksin penangkal HIV/AIDS. Mereka juga merasa jengkel kepada masyarakat luas yang mendiskriminasikan penderita HIV/AIDS. Menurut Kaplan (2010), orang yang menderita HIV/AIDS akan berbeda kondisinya dengan orang yang menderita penyakit parah lainnya seperti jantung, kanker dan stroke. Inveksi HIV/AIDS selain berpengaruh kepada kondisi fisik pengidapnya juga berpengaruh terhadap psikososialnya seperti hubungan status emosi, perubahan dalam pola adaptasi perilaku dan fungsi kongnitifnya, perilaku hidup sehat, perubahan tujuan hidup dan peranannya di masyarakat, perubahan dalam kehidupan spiritual sampai persiapan menjelang kematian. HIV dapat dikatakan sebagai peristiwa trauma karena setiap individu yang terinfeksi HIV mengalami stressful dibandingkan dengan level stres yang rendah. Kejadian traumatik diartikan sebagai kejadian yang dapat menyebabkan tekanan psikologis dan biasanya juga akan memunculkan respon negatif pada seseorang (Linley dan Joseph, 2009). Namun, keadaan traumatik tidak selalu memberikan dampak negatif pada seseorang, melainkan dapat menjadikan sesuatu yang positif. Dampak negatif dari adanya kejadian traumatik dijelaskan dalam hasil penelitian Yuniarti tentang epidemologi trauma secara global (2007), bahwa kejadian trauma dapat menyebabkan kematian sebesar 15%, beban penyakit fisik sebesar 25% dan permasalahan ekonomi sebesar 5%.

4 Kondisi traumatis juga bisa berdampak positif pada seseorang yang mengalami kejaidan traumatis, seperti dalam penelitian Mahleda (2012), pada pasien kanker payudara pasca matektomi, setelah mengalami kejadian traumatis, individu dapat mengembangkan diri menuju perkembangan psikologis yaitu menjadi lebih baik dari kondisi sebelumnya. Proses ini diperoleh dari hasil perenungan dan pengungkapan diri, serta adanya faktor dukungan sosial dan keyakinan terhadap Tuhan. Studi pendahuluan dilakukan kepada 3 orang yang terinfeksi HIV karena tertular oleh pasangannya, dimana ketiga informan tersebut menjalani perawatan di klinik VCT (Volutary Counseling Test) Rumah Sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, ketiga informan tersebut berinisial S, DN, dan RM. S adalah seorang laki-laki, berusia 28 tahun. S terinfeksi HIV/AIDS sejak Mei 2015, S mengetahui bahwa dirinya terinfeksi HIV/AIDS pada saat sedang melakukan tes darah ketika sedang terkena penyakit tyfus, kemudian S mendapati kabar bahwa S positif HIV. Saat mendapati kabar tersebut S merasa tidak percaya karena S tidak pernah melakukan perilaku yang menyimpang, S juga merasa terpukul, marah kepada diri sendiri dan pasangan karena menularkan virus tersebut sehingga S dan pasangan berpisah, sedih, takut lingkungan mengucilkannya, menganggap bahwa Tuhan tidak adil karena sudah memberinya penyakit yang dianggap memalukan sekaligus mematikan, merasa tidak berdaya karena tau bahwa virus HIV belum diketemukan obatnya. S mengaku bahwa merasa kesulitan untuk menerima

5 keadaan dirinya, karena S masih banyak berpikir mengenai hal yang negatif seperti kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi kepada dirinya, berpikir bahwa akan dikucilkan dari lingkungan, berpikir bahwa hidupnya sudah tidak lama lagi. Adanya pikiran buruk tersebut membuat S semakin menurun kondisinya, menjadi tidak memiliki semangat dalam menjalani hidup, menarik diri dari lingkungan, dan tidak ada usaha untuk memperbaiki diri. Setelah setahun S terpuruk dalam pikiran dan perasaan yang negatif dan kondisinya semakin memburuk, akhirnya S mulai berpikir ulang bahwa S tidak seharusnya terpuruk sampai kondisi fisiknya melemah, S berpikir bahwa harus bisa kembali sehat karena S adalah seorang kepala keluarga dan banyak yang harus diurusi oleh S seperti anak, pekerjaan, bahkan kehidupan yang sudah banyak terbengkalai karena kondisi yang buruk. S menyadari bahwa S saat ini hidup tanpa istri, sehingga S harus bisa kembali sehat untuk bisa menjalankan 2 peran. Dalam kondisinya yang sudah mulai membaik, S lebih banyak bercerita kepada Allah, S memilih untuk tidak banyak memberi tahu orang-orang disekitarnya karena menurut S hal tersebut malah menambah stresor pada S. Setelah kondisinya membaik, S juga ikut tergabung dalam komunitas ODHA. DN adalah seorang perempuan berusia 32 tahun, DN terinveksi HIV/AIDS sejak agustus 2015 karena tertular oleh suami, DN mengetahui bahwa terinveksi HIV/AIDS pada saat DN melakukan donor darah. Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada DN, DN mengatakan bahwa

6 dirinya mengalami ketakutan dan keputusasaan ketika mengetahui bahwa DN terinfeksi HIV/AIDS. Ketakutan tersebut dikaitkan dengan kondisi kesehatan DN selanjutnya, DN mengetahui bahwa virus HIV belum dapat disembuhkan sehingga DN merasa takut menulari anak DN yang masih kecil. DN pada saat mengetahui bahwa terinfeksi HIV karena tertular oleh suami sempat merasa marah dan tidak terima, kemarahan tersebut terjadi karena DN merasa mendapatkan azab dari Allah padahal DN hanya seorang ibu rumah tangga yang tidak pernah berperilaku menyimpang. DN merasa sedih, bahkan ketika baru mengetahui bahwa DN positif HIV, DN menangis dalam jangka waktu yang lama, DN juga tidak memiliki semangat untuk menjalani hidup lagi karena merasa semuanya sudah berakhir. DN dalam keadaan yang terpuruk tidak mau makan dan melakukan kontrol mengenai kondisi kesehatannya, hingga akhirnya DN mengalami penurunan kondisi fisik. DN mengatakan semenjak terinveksi HIV/AIDS, DN merasa menjadi mudah terjangkit penyakit lain seperti demam berdarah dan magg. DN mengaku sering merasa malu dengan penyakit yang di deritanya, hal itu karena pandangan masyarakat tentang penyakit HIV/AIDS yang dikaitkan dengan hal negatif apalagi jika penderitanya belum menikah. Selama terkena HIV/AIDS, DN mengaku menjadi lebih menarik diri dari lingkungan, banyak mengurung diri di rumah dan tidak adanya keinginan untuk keluar dan berssialisasi diluar rumah. DN kemudian dibujuk oleh keluarga untuk menjalani pengobatan, dalam proses membujuk DN juga kemudian menyadari bahwa DN masih memiliki keluarga dan anak yang

7 harus diurusi, DN juga teringat bahwa DN harus mendampingi anak-anak DN sampai sukses. RM adalah seorang perempuan, berusia 38 tahun, RM terinveksi HIV sejak september 2015, inveksi HIV tersebut diketahui pada saat RM terserang penyakit demam berdarah yang mengharuskannya melakukan cek darah, dan dari hasil cek darah tersebut RM diketahui positif HIV. RM mengatakan pada saat divonis HIV/AIDS oleh dokter, RM merasa kecewa dan marah kepada dirinya sendiri, RM merasa sedih dan RM hampir setiap hari menangisi kondisinya, RM merasa kesal sehingga seringkali menangis sambil berteriak, RM menjadi banyak melamun dan tidak memiliki semangat untuk menjalani hidup, RM merasa tidak siap menerima vonis tersebut karena RM menganggap bahwa HIV adalah virus yang mematikan, sehingga RM merasa hidupnya sudah akan berakhir. RM juga kesulitan untuk menerima dirinya yang sudah terinfeksi HIV, RM mengaku hal terbesar yang dipikirkan pada saat mendapati vonis HIV yaitu RM akan tidak diterima di masyarakat dan dijauhi oleh orang-orang terdekat. Perasaan malu dan tidak percaya diri sering menghinggapi RM, hal tersebut dikarenakan adanya stigma masyarakat tentang penyakit HIV/AIDS, yang menyebutkan bahwa orang yang menderita HIV/AIDS adalah orang-orang yang perilakunya negatif, masyarakat memandang penderita HIV/AIDS adalah orang yang perlu dihindari. RM juga mengatakan sampai saat ini RM belum bisa berhenti untuk menyesali apa yang sudah terjadi, karena itulah RM menjadi lebih menarik diri dari lingkungan dan tidak memiliki rasa percaya diri setiap akan melakukan

8 sesuatu. RM kemudian menyadari bahwa RM masih memiliki kesempatan untuk kembali seperti sediakala karena anak RM yang sering menyuruh RM untuk tidak terus-terusan menangis dan bersedih, anak RM meminta RM untuk menjalani pengobatan agar RM dapat kembali sehat. Terdiagnosis HIV dapat dikategorikan sebagai kejadian traumatis karena individu yang terdiagnosis HIV positif merasa seolah-olah hidup mereka terancam. Individu yang baru saja terdiagnosis HIV positif, menganggap bahwa HIV adalah sama dengan kematian, mereka menganggap bahwa hidup mereka sudah tidak sama lagi, mereka juga banyak berpikir bahwa mereka sebentar lagi akan menghadapi kematian, pikiran tersebut yang membuat tidak adanya semangat untuk kembali pada keadaan sebelumnya, adanya virus HIV menghancurkan harapan dan ambisi hidup mereka. Tekanan yang dialami oleh ODHA adalah suatu kejadian traumatik yang dialami oleh dirinya, menghadapi tekanan tersebut bukanlah hal yang mudah bagi ODHA. Sejak awal terdiagnosis mengidap HIV/AIDS, ODHA biasanya lebih banyak merasakan efek negatif daripada efek positif. Namun seiringnya berjalan waktu, seorang ODHA akan dapat menerima apa yang dihadapinya, dapat menerima hidupnya secara positif. Meskipun pada akhirnya ODHA akan dapat menerima kehidupannya setelah terdiagnosis HIV/AIDS secara positif, tetapi proses menuju perubahan yang positif itulah yang sulit untuk dicapai. Perubahan psikologis yang positif yang terjadi sebagai hasil dari perjuangan seseorang dengan acara yang sangat menantang,

9 stress, dan trauma disebut juga sebagai posttraumatic growth (Tedeschi dan Calhoun, 2006). Posttraumatic Growth (PTG) diartikan sebagai pengalaman individu yang berkembang setalah mengalami kejadian traumatik setidaknya pada beberapa area. Individu tersebut tidak hanya survive tetapi juga memiliki pertumbuhan dari keadaan sebelumnya. PTG tidak hanya kembali pada keadaan semula (normal), tetapi juga merupakan sebuah perbaikan kehidupan yang pada beberapa orang terjadi dengan sangat luar biasa (Tedeschi dan Calhoun, 2006). Posttraumatic Growth (PTG) terjadi pada orang-orang yang mengalami kejadian traumatik, misalnya pada orang yang mengalami kebakaran, kehilangan harta benda, perceraian, keterbatasan fisik, kekerasan seksual, bencana alam, kehilangan orang terdekat atau terdiagnosis penyakit kronis (Linsey & Joseph, 2009). Posttraumatic Growth (PTG) dapat membuat seseorang lebih merasa memiliki kehidupan yang berarti. Namun PTG tidak sama dengan sekedar merasa bebas, bahagia atau memiliki perasaan yang baik. PTG juga membuat seseorang merasakan kehidupan dengan level kedekatan secara personal seperti kedekatan dengan anak ataupun keluarga, interpersonal dan spiritual yang lebih dalam (Linsey & Joseph, 2009). Posttraumatic Growth (PTG) tidak terjadi begitu saja setelah seseorang mengalami kejadian yang traumatik. Kemampuan seseorang untuk mengubah dirinya menjadi positif berkaitan dengan bagaimana cara dirinya

10 menghadapi suatu pengalaman yang terjadi. Dibutuhkan beberapa faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi perkembangan PTG seseorang. PTG bukan merupakan hasil langsung yang terjadi setelah mengalami kejadian traumatik, meliankan PTG merupakan perjuangan individu dalam menghadapi realita baru setelah mengalami kejadian traumatik. Tedeschi dan Calhoun (Mahleda & Hartini, 2012) berpendapat bahwa PTG dapat dicapai dengan adanya skema baru yang tercipta tentang suatu peristiwa. Skema tersebut muncul sebagai proses dari perenungan yang dikuatkan oleh adanya dukungan. Dukungan akan didapat melalui proses pengungkapan diri. Perenungan adalah proses pembangunan kembali cara pikir seseorang. Perenungan yang lebih mendalam dapat membuat perbedaan antara memikirkan hal yang sedih dengan refleksi. Proses perenungan yang reflektif cenderung ke arah memperbaiki atau membangun ulang pemahaman seseorang tentang dunia. CA care (2011) menerangkan bahwa pertumbuhan pasca trauma memang tidak mudah, kadang-kadang individu merasa sakit ketika mau bangkit. Perjalanan dimulai dengan kehancuran dan defisit melalui perjalanan yang panjang untuk penyembuhan. Dalam prosesnya, asumsi hancur harus dipulihkan, kepercayaan diri untuk tumbuh kembali, fisik, emosi dan spiritual harus dipupuk. Hasil penelitian Rahmah dan Widuri (2011), menunjukkan terdapat dua faktor yang mempengaruhi aspek post traumatic growth pada penderita

11 kanker payudara. Faktor eksternal adalah anak dan cucu sebagai life expectation serta dorongan atau motivasi dari kedua orang tua secara terus menerus untuk melakukan pengobatan sehingga akhirnya memicu penguatan faktor internal. Faktor internal yang meliputi faktor keimanan (spritualitas), faktor keinginan kuat untuk sembuh (optimisme), faktor resiliensi, dan faktor reframing. Terdapat 4 (empat) post traumatic growth yang timbul dari perjuangan penderita kanker payudara dalam menghadapi penyakitnya: peningkatan spritualitas, positive improvement in life, prososial semakin tinggi, dan relasi sosial semakin baik. Hasil penelitian Indriani (2013), menemukan jika posttraumatic growth dipengaruhi oleh penerimaan subjek terhadap penyakitnya. Penerimaan terhadap penyakit dipengaruhi oleh kejelasan mengenai penyebab penyakit. Dukungan sosial, seperti keberadaan suami dan anak menjadi faktor pendukung, dan kehilangan suami dan anak menjadi faktor penghambat terjadinya posttraumatic growth. Tingkat keparahan penyakit juga berpengaruh pada posttraumatic growth. Oleh karena itu, posttraumatic growth (PTG) menjadi suatu hal yang penting bagi semua individu yang mengalami suatu kejadian traumatik dalam kehidupan. PTG juga perlu dimiliki oleh setiap orang yang menderita penyakit kronis khususnya penderita HIV/AIDS, karena terdiagnosis HIV dapat dikategorikan sebagai kejadian traumatis. Berdasarkan fenomena yang diuraikan diatas, peneliti merasa tertarik untuk menggali lebih dalam menganai Posttraumatic Growth (PTG) karena

12 masih sedikitnya penelitian ini di Indonesia terutama pada penderita HIV/AIDS. Selain itu, kebanyakan peneliti sebelumnya lebih melihat dampak negatif dari suatu kejadian traumatik, padahal kejadian traumatik tidak selalu menimbulkan dampak negatif bagi orang yang mengalaminya. B. Rumusan Masalah Berikut merupakan rumusan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini setelah pembahasan mengenai latar belakang masalah penelitian yang berjudul posttraumatic growth pada penderira HIV/AIDS tertular, penelitian ini berusaha untuk menjawab pertanyaan : a. Bagaimana proses posttraumatic growth pada penderita HIV/AIDS tertular oleh pasangan? b. Faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pencapaian posttraumatic growth pada penderita HIV/AIDS tertular? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses posttraumatic growth pada penderita HIV/AIDS setelah kejadian traumatis akibat tertular virus HIV dari pasangan, dan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi posttraumatic growth.

13 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, antara lain: 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah wawasan pengetahuan mengenai kajian psikologi dalam hal kaitannya dengan timbal balik penyakit fisik dan psikis, menambah wawasan mengenai penanganan psikis pada penderita HIV/AIDS, khususnya kajian terkait psikologi klinis mengenai posttraumatic growth pada penderita HIV/AIDS tertular. 2. Manfaat praktis a. Bagi penderita HIV/AIDS Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan dan memberikan gambaran kepada pasien HIV/AIDS tentang dinamika perjuangan ODHA untuk mencapai kesembuhan dan proses menemukan solusi dalam menyelesaikan masalah berkaitan dengan penyakitnya sehingga dapat menjadi antisipasi bagi pasien. b. Bagi keluarga Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan kepada keluarga untuk dapat memberikan dukungan kepada anggota keluarganya yang menderita HIV/AIDS tertular dalam proses pencapaian menuju pertumbuhan pasca trauma.

14 c. Bagi masyarakat Dari hasil penelitian ini diharapkan masyarakat dapat lebih memahami cara penularan serta pencegahan mengenai HIV/AIDS sehingga meminimalisir adanya diskriminasi terhadap ODHA, dengan begitu ODHA akan dapat dengan mudah mendapatkan dukungan. d. Bagi Peneliti Selanjutnya Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi peneliti selanjutnya.