72 setiap tahap proses penyimpanan, produksi, dan penyajian, sehingga dapat dilakukan perlakuan khusus pada bahan pangan tersebut. Katering A memiliki

dokumen-dokumen yang mirip
4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP

4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi checklist SSOP dan GMP 4.2. Titik Kendali Kritis HACCP Plan

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB I PENDAHULUAN. pembelahan daging ayam untuk mengeluarkan jeroan, dan proses pengeluaran

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya mikroorganisme patogen pada makanan dan minuman sehingga bisa

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kelebihan berat badan, anemia, dan sebagainya (Rahal et al., 2014). Sayuran

Analisa Mikroorganisme

Palembang Zuhri, Tangerang Christiyanto, 2002

BAB I PENDAHULUAN. produktifitas manusia merupakan faktor yang mendukung nilai ekonomi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi alternatif makanan dan minuman sehari-hari dan banyak dikonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. terdapat sampai pada dasar laut yang paling dalam. Di dalam air, seperti air

BAB 1 PENDAHULUAN. Es batu merupakan air yang dibekukan dan biasanya dijadikan komponen

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA

sebagai vector/ agen penyakit yang ditularkan melalui makanan (food and milk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB I PENDAHULUAN. untuk keperluan hidup manusia sehari-harinya berbeda pada setiap tempat dan

LAMPIRAN 1. DAFTAR PERTANYAAN

BAKTERI PENCEMAR MAKANAN. Modul 3

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang berada di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan ini memiliki luas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikarenakan agar mudah mengambil air untuk keperluan sehari-hari. Seiring

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi

BAB I PENDAHULUAN. adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan

MATERI III : ANALISIS BAHAYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik

bahan baku es balok yang aman digunakan dalam pengawetan atau sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MAKANAN ENTERAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)**

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia dan juga hewan berdarah panas. Kelompok bakteri Coliform diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia (Sumantri, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

Sanitasi Peralatan. Nikie Astorina YD, SKM, M. Kes Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kebutuhan air kita menyangkut dua hal. Pertama, air untuk

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi air minum sehari-hari. Berkurangnya air bersih disebabkan karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah: zat organik yang terdiri dari 1 atom oksigen dengan 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. disesuaikan dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi,

BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan derajat kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. selama hidupnya selalu memerlukan air. Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air.

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012

HASIL PENELITIAN 3.1 Hasil Observasi Lapangan

A. Latar Belakang Masalah

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah dari provinsi Gorontalo yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada waktu dimekarkan Kabupaten Bone Bolango hanya terdiri atas empat

PENENTUAN TINGKAT KELAYAKAN KONSUMSI AIR ES BALOK DAN AIR ES POLAR DI WARUNG MAKAN DI SEKITAR KAMPUS UMS DITINJAU DARI JUMLAH COLIFORM FECAL

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia.

KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN

I. PENDAHULUAN. Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bersih dan sehat tanpa persediaan air yang cukup, mustahil akan tercapai. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya dalam makanan secara tidak sengaja (Fathonah, 2005). Faktorfaktor

Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENERAPAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA USAHA JASABOGA DI KECAMATAN KOTAGEDE, YOGYAKARTA

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia biasanya dibuat melalui bertani, berkebun, ataupun

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini?

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan pokok manusia yang paling penting. Air

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan oleh manusia untuk keperluan sehari-harinya yang memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

11/22/ Menentukan CCP. 1. Menyusun TIM HACCP. 8. Menetapkan Batas Kritis untuk Setiap CCP Prinsip Mendeskripsikan produk

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. olahan susu. Produk susu adalah salah satu produk pangan yang sangat

Transkripsi:

4. PEMBAHASAN Analisis potensi bahaya pada produk pangan yang ada pada industri jasa boga, sebelumnya dilakukan pengamatan keadaan dan situasi berdasarkan prinsip GMP (Good Manufacturing Practices) dan SSOP (Sanitation Standard Operational Procedure). Di Indonesia, GMP dikenal dengan nama CPMB (Cara Produksi Makanan yang Baik) (Cartwright, 2010). Penelitian ini menggunakan sumber CPMB terbaru yang diatur melalui Keputusan Kepala BPOM Republik Indonesia Nomor: HK.00/05.1.2569 tentang Kriteria dan Tata Laksana Penilaian Produk Pangan tanggal 31 Mei 2004 sebagai acuan untuk menentukan checklist GMP. Berdasarkan checklist GMP, katering A sudah menerapkan sebanyak 83% prinsip yang ada. Namun terdapat beberapa prinsip yang belum dipenuhi, seperti bangunan masih bisa dimasuki binatang pengerat, serangga dan hama lainnya, belum adanya pelatihan karyawan tentang higiene dan sanitasi, karyawan belum memiliki seragam, masih menggunakan perhiasan, tidak menggunakan tutup kepala, masker, sarung tangan, dan belum pernah dilaksanakan HACCP. Pada SSOP kami menggunakan sumber dari Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011. Berdasarkan checklist SSOP pada katering A dihasilkan jumlah skor berdasarkan SSOP yaitu 75, yang menunjukkan industri jasa boga masuk dalam golongan A3 yang memiliki tingkat pemenuhan persyaratan secara keseluruhan sebanyak 92,5%. Dari penerapan checklist tersebut dapat diketahui bahwa industri jasaboga ini telah menerapkan hampir keseluruhan prinsip-prinsip SSOP dalam pelaksanaan proses produksinya. Katering A masih menggunakan pintu pada ruang produksi yang bukan termasuk dari bahan yang kuat, karena pintu berbentuk tirai plastik panjang, dimana pertukaran udara selalu terjadi karena pintu tidak dapat ditutup rapat. Seharusnya digunakan pintu yang terbuat dari bahan tahan lama, kuat, permuakaan rata, dan berwarna terang, pintu didesain membuka keluar/kesamping utnuk mencegah kontaminasi, pada pintu terdapat kasa yang dapat sering dibersihkan. Sumber air bersih pada katering A berasal dari air sumur/ air tanah yang bersih. Seharusnya digunakan sumber air PDAM untuk proses produksi. Para pekerja masih menggunakan kosmetik dan perhiasan. Pada katering A tidak terdapat bagan alir produksi pangan, sedangkan penting memiliki bagan tersebut karena dapat menentukan kondisi bahan baku dari 71

72 setiap tahap proses penyimpanan, produksi, dan penyajian, sehingga dapat dilakukan perlakuan khusus pada bahan pangan tersebut. Katering A memiliki 3 bak pencuci, tetapi pada penggunaannya tidak dibedakan antara bahan, peralatan, dan fasilitas cuci tangan. Saluran pembuangan limbah tidak dilengkapi dengan penangkap lemak. Penyusunan HACCP Plan diawali dengan penentuan potensi bahaya. Potensi bahaya diantaranya kimia, fisik, dan biologi yang dapat berpotensi mencemari bahan baku dapat dilihat pada tabel 3. Resiko bahaya tersebut diperoleh dari dampak serta penelitian dan laporan kejadian pada foodborne outbreaks. Kemudian peluang bahaya nya ditentukan dengan tabel severity. Sambal goreng ampela hati ayam adalah produk yang terbuat dari bahan baku hati dan ampela ayam yang termasuk bahan baku yang dapat berpotensi bahaya jika dalam pengolahannya tidak benar. Pada hasil pengamatan dapat diketahui bahwa hati dan ampela ayam memiliki potensi bahaya biologi yaitu Campylobacter jejuni. Poeloengan dan Noor (2003) menjelaskan kontaminasi bakteri tersebut terjadi dimungkinkan karena pada waktu memproses ayam mulai dari pengulitan bulu sampai eviserasi sangat mudah sekali terjadi kontaminasi dari saluran pencernaan. Gejala pada manusia bila mengkonsumsi bahan yang terkontaminasi bakteri Campylobacter jejuni yaitu ditandai dengan diare encer (kadang-kadang disertai darah), demam, sakit abdomen, mual, sakit kepala, dan ngilu/ sakit pada otot (USMEF, 2007). Selain hati dan ampela ayam, bahan baku air juga memiliki potensi bahaya biologi yaitu Escherichia coli O157:H7, Salmonella sp., serta Shigella sp. karena penggunaan bahan baku air berasal dari air tanah (sumur) yang belum pernah diuji kualitasnya. Berdasarkan penelitian Ramteke and Tewari (2006) pada air minum di India sebanyak 26,3% terkontaminasi Escherichia coli O157:H7. Menurut Sembel (2015) keracunan makanan oleh mikroorganisme patogen yaitu Salmonella sp. akibat buruknya sanitasi lingkungan, air yang tidak bersih, terutama air sumur yang berdekatan dengan septic tank atau air sumur yang mudah dimasuki oleh air tanah yang berasal dari selokan kotor. Menurut Zein (2004) Shigella sp. menyebabkan penyakit yaitu disentri yang ditularkan melalui makanan atau air. Penentuan bahaya air pada katering A juga dilakukan pengujian air tanah diantaranya hasil pengukuran ph pada air yang digunakan 72

73 pihak industri jasa boga yaitu bernilai 6,93. Hasil TDS atau total padatan pada air tersebut adalah 350 mg/l.. Nilai uji kekeruhan pada air tersebut adalah 0,23 NTU. Nilai rata-rata dari uji logam Zn adalah 0,183. Sedangkan nilai rata-rata dari uji logam Fe adalah 0,143. Hasil uji ph, TDS, kekeruhan, tingkat kesadahan, logam Zn, dan logam Fe untuk air pada katering A memenuhi syarat air bersih berdasarkan standar Permenkes no. 32 tahun 2017. Pentingnya dilakukan uji kesadahan karena air sadah merupakan air yang banyak mengandung mineral kalsium dan magnesium. Air tersebut tidak begitu berbahaya untuk diminum, namun jika berlebih maka tidak baik untuk kesehatan karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan (ginjal, kencing batu). Air sadah dapat menyebabkan pengendapan mineral, yang menyumbat pipa dan keran. Untuk menghilangkan kesadahan biasanya digunakan berbagai zat kimia ataupun dengan menggunakan resin penukar ion salah satunya zeolit alam (Nurhayati, 2011). Hasil nilai uji tingkat kesadahan pada air tersebut adalah 122 mg/l CaCo3. Sedangkan standar 500 mg/l CaCO3 sehingga air yang digunakan pada katering A masih masuk dalam standar Permenkes no. 32 tahun 2017. Pada uji mikrobiologi air tanah yang digunakan industri jasa boga dapat diketahui bahwa pada air tidak ditemukan bakteri Eschericia coli. Tetapi jumlah bakteri koliform tersebut adalah 68,23 CFU/ml. Hasil total koliform tersebut melebihi standar batas koliform yang ditetapkan oleh Permenkes no. 32 tahun 2017 yaitu 50 CFU/100ml. Pada persyaratan mikrobiologi bakteri koliform dipilih sebagai indikator tercemarnya air atau makanan karena keberadaan bakteri koliform dalam sumber air atau makanan merupakan indikasi pasti terjadinya kontaminasi tinja manusia (Chandra, 2007). Bakteri koliform merupakan golongan bakteri intestinal yaitu hidup dalam saluran pencernaan manusia (Treyens, 2009). Koliform adalah bakteri gram negatif bentuk batang, bersifat anaerob atau fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, serta dapat memfermentasi laktosa untuk menghasilkan asam dan gas pada suhu 35ºC-37ºC (Knechtges, 2011). Golongan bakteri koliform yaitu Citrobacter, Enterobacter, Escherichia coli, dan Klebsiella (Batt, 2014). Salmonella termasuk dalam famili Enterobacteriaceae yang merupakan bakteri gram negatif dan tidak membentuk spora (Jawetz, 2010). Bakteri Escherichia coli merupakan bagian famili Enterobacteriaceae, berbentuk batang pendek, gram negatif (Jawetz, 2008). Menurut Lightfoot (2003) Shigella sp. juga 73

74 termasuk famili Enterobacteriaceae. Pada ketiga bakteri yang menjadi potensi bahaya di air Katering A termasuk famili Enterobacteriaceae. Salah satu bakteri koliform yaitu Enterobacteriaceae, sehingga bakteri tersebut merupakan bakteri koliform. Karena koliform pada air yang diuji melebihi standar maka dapat dilakukan tindakan koreksi seperti klorinasi kemudian dilakukan penyaringan dengan karbon aktif (Widiyanti, 2004). Potensi bahaya pada proses produksi dapat dilihat pada tabel 4. Semua potensi bahaya pada proses produksi termasuk dalam bahaya yang signifikan. Pada proses pencucian 1, perebusan, pencucian 2, dan pemasakan terdapat potensi bahaya biologi yaitu Escherichia coli O157:H7, Salmonella, dan Shigella sp.. Sesuai dengan teori Anggraeni (2012) pencucian harus menggunakan air yang bersih serta tidak terkontaminasi kimia, fisik, maupun mikroba yaitu bakteri patogen seperti E.coli. Bakteri tersebut dapat menjadi lebih tinggi karena air yang digunakan tidak sesuai dengan standar (Sasmita, 2014). Pada proses perebusan dan pemasakan, peralatan masak yang digunakan, sebelumnya dicuci dengan air tanah (sumur), kemungkinan terdapat sisa air yang ada diwadah yang telah dicuci. Bahaya pada proses sebelumnya belum dapat dihilangkan sehingga bahaya masuk dalam proses perebusan. Berdasarkan teori Prasumma (2013), apabila air yang digunakan pada peralatan makan yang akan dicuci mengandung koliform >50 CFU/ml maka peralatan makan tersebut sudah mengandung bakteri dan tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan. Pada tahap pemotongan, katering A menggunakan alat (pisau dan talenan) untuk memotong ampela dan hati ayam, yang juga digunakan untuk memotong bahan lain. Berdasarkan teori Carrasco et al. (2012), kontaminasi silang antara makanan mentah maupun olahan dengan permukaan talenan berbahaya karena Salmonella enterica dapat menempel ke permukaan dan membentuk biofilm serta menghasilkan sumber kontaminasi. Sehingga dapat disarankan menggunakan talenan plastik karena sesuai dengna teori Kholifah et al (2016) bahwa talenan yang terbuat dari kayu lebih mudah terkontaminasi oleh bakteri dibandingkan talenan yang terbuat dari plastik. 74

75 Pada proses holding time (pendinginan produk matang), produk didiamkan dalam keadaan terbuka dengan keadaan lingkungan sekitar yang kurang bersih selama 3 sampai 4 jam. Pada udara terdapat bakteri yang terbawa oleh debu, uap air, angin, dan penghuni ruangan (MAK, 2005). Menurut Rahmawati (2001), apabila makanan disimpan pada suhu kamar dengan waktu yang cukup lama maka berpotensi terkontaminasi bakteri E. coli. Berdasarkan teori Imaniar (2013) Salmonella juga tumbuh pada makanan karena bakteri tersebut merupakan kontaminan udara. Proses holding time menyebabkan suhu pada makanan menjadi turun, batas aman suhu untuk makanan yaitu 4 o C dan 60 o C, jika makanan berada pada kisaran suhu 4 o C 60 o C (danger zone) dapat berpotensi tumbuhnya berbagai macam bakteri (Yunita et al., 2014). Salah satu bakteri yang dapat mencemari makanan matang yaitu Staphylococcus aureus, dimana bakteri ini dapat tumbuh pada suhu 4-60 o C dalam waktu yang cukup lama (Ash, 2000). Pada proses pengemasan dan pengiriman terdapat potensi bahaya yang sama dengan proses sebelumnya, karena potensi bahaya pada proses sebelumnya tidak dapat dikendalikan karena tidak ada penanganan khusus. Pada tahap pengemasan, bahan yang digunakan memang digunakan khusus untuk makanan, sehingga tidak ada bahaya yang ditimbulkan dari plastik pengemas yang digunakan. Pada tahap pengiriman pihak industri jasa boga menggunakan mobil box tertutup sehingga tidak menyebabkan makanan terkontaminasi oleh lingkungan yang dapat menyebabkan bahaya. Tahap selanjutnya yaitu penentuan titik kendali kritis (TKK) dengan menggunakan decision tree yang dimaksudkan menjawab pertanyaan pada setiap tahapan untuk mengetahui pada tahapan tersebut merupakan TKK atau tidak (APEC, 2013). Pada hasil pengamatan yang terlampir pada tabel 5 dapat diketahui bahwa bahan baku air dan jeroan ayam (ampela ati) yang digunakan merupakan titik kendali kritis (TKK). Sedangkan pada proses produksi yang ditetapkan sebagai TKK yaitu proses pemasakan. holding time, pengemasan dan pengiriman. Potensi bahaya yang lebih menonjol adalah bahaya biologi, sehingga perlu adanya tindakan pengendalian untuk mengkontrol bahaya tersebut. Potensi bahaya perlu dikontrol agar tidak melampaui batas kritis 75

76 penerimaan konsumen, sehingga kejadian keracunan makanan dapat dicegah karena adanya sistem kontrol bahaya yang baik. Penentuan batas kritis bertujuan untuk memberi batasan pada TKK apakah masih dapat ditoleransi atau tidak dapat ditoleransi yang berarti akan menjadi hazard (APEC, 2013). Salah satu bahan dalam pembuatan sambal goreng hati ayam yang menjadi titik kritis adalah air. Bahan baku air berfungsi untuk mencuci bahan baku, memasak, dan mencuci peralatan. Penggunaan kualitas air yang rendah dapat berdampak negatif terhadap konsumen, karena air yang digunakan untuk mencuci alat dimana produk akhir juga bisa terjadi kemungkinan terkontaminasi karena peletakan produk jadi pada peralatan. Batas kritis air dibuat untuk menjaga keamanan konsumen dalam mengkonsumsi sambal goreng hati ayam yaitu kandungan mikrobiologi total koliform adalah 50 CFU/100ml air. Bahan baku utama ampela hati ayam juga harus diperhatikan untuk menjaga kualitas dan keamanan produk. Cara menanganinya yaitu dengan pengolahan yang tepat karena mikroba Campylobacter jejuni yang ada pada bahan akan inaktif pada suhu diatas 48ºC. Katering A melakukan penanganan pada ampela hati ayam yaitu pencucian, kemudian dilakukan perebusan dengan suhu 100ºC. Pada proses produksi juga ditentukan tiap batas kritis yang merupakan titik kendali kritisnya, diantaranya pada proses pendinginan produk (holding time) batas aman waktu tunggu makanan matang adalah 2 jam. Pada proses pengemasan pekerja diwajibkan menggunakan pakaian standar pekerja sebelum memasuki lantai produksi diantaranya mengenakan baju pekerja, sarung tangan, apron, masker, baju pekerja, dan penutup kepala (Sari, 2010). Wadah harus utuh, kuat, tidak karat dan ukurannya memadai dengan jumlah makanan yang akan ditempatkan.isi tidak boleh penuh untuk menghindari terjadi uap makanan yang mencair (kondensasi). Pada proses pengiriman, pengangkutan untuk waktu lama, suhu harus diperhatikan dan diatur agar makanan tetap panas pada suhu 60ºC atau tetap dingin pada suhu 40ºC (Permenkes No. 1096, 2011) Tahap ke empat untuk menentukan HACCP Plan adalah menentukan tindakan monitoring atau penyusunan sistem pengawasan dimana tahap ini dilakukan pada setiap titik kendali kritis (TKK) yang telah ditentukan dengan mengacu pada batas kritis yang 76

77 telah dibuat sebelumnya. Tahap selanjutnya adalah menentukan tindakan koreksi dimana perbaikan langsung saat momen tersebut yang bertujuan untuk mencegah TKK melebihi batas kritis (APEC, 2013). Tindakan monitoring dan koreksi pada bahan baku air dan jeroan ayam yaitu hati dan ampela ayam dapat dilihat pada tabel 9, sedangkan untuk tindakan monitoring dan koreksi pada proses produksi dapat dilihat pada tabel 10. Pada tabel-tabel tersebut dapat diketahui bahwa aktivitas tindakan monitoring berdasarkan batas kritis yang sudah ditentukan pada tabel sebelumnya dan untuk penanggung jawab adalah para pekerja yang menangani bahan baku maupun prosesproses tersebut. Sedangkan pada tindakan koreksi masing-masing dilakukan pengecekan oleh kepala dapur agar tindakan monitoring yang dilakukan sudah benar sehingga dapat mencegah bahaya pada makanan, dalam hal ini adalah sambal goreng ampela hati ayam. Pada setiap bahan baku dan proses produksi yang sudah ditentukan potensi bahaya, tindakan pengendalian, batas kritis, tindakan monitoring, serta tindakan koreksi, dikumpulkan dalam tabel HACCP Plan yang terpisah antara bahan baku dan proses produksi. Pada bahan baku air dilakukan tindakan pengendalian yaitu pengecekan kualitas air sumur secara rutin. Untuk mencegah agar bahaya tidak sampai pada batas kritis air kandungan mikrobiologi total koliform adalah 50 CFU/100ml air (Permenkes No. 32 tahun 2017), maka dilakukan tindakan monitoring yaitu pengujian kualitas air secara rutin di laboratorium selama 3 bulan sekali oleh kepala dapur. Bila kualitas belum sesuai Permenkes no. 32 tahun 2017, maka dilakukan tindakan koreksi yaitu klorinasi menggunakan kaporit kemudian dilakukan penyaringan dengan karbon aktif untuk menghilangkan bau yang disebabkan oleh kaporit (Widiyanti, 2004). Sedangkan pada bahan baku ampela hati ayam dilakukan tindakan pengendalian yaitu perebusan selama 1 jam dengan suhu 100 ºC menggunakan api sedang untuk menghilangkan bakteri Campylobacter jejuni. Untuk mencegah agar bahaya tidak sampai pada batas kritis yaitu perebusan dengan suhu 100 ºC selama 1 jam, maka dilakukan tindakan monitoring yaitu memastikan besar api saat perebusan sedang dengan waktu 1 jam pada saat proses perebusan ampela dan hati ayam. Bila suhu yang ditentukan pada batas kritis tidak tercapai maka dikoreksi dengan mengatur ulang besaran api dan memastikan waktu perebusan selama 1 jam. 77

78 Pada proses pemasakan, suhu pemasakan dikendalikan agar dapat mencapai suhu aman dan dapat menghilangkan bahaya. Waktu yang dibutuhkan untuk proses pemasakan yaitu selama 2 jam pada api sedang. Batas kritis suhu masakan sambal goreng ampela hati ayam mencapai suhu 130ºC dengan besaran api sedang selama 2 jam, sehingga dilakukan pemantauan pemasakan agar suhu, besaran api, dan waktu tercapai. Bila suhu dan waktu belum mencapai batas yang ditentukan, kepala dapur mengkoordinir pekerja agar mengatur ulang lama pemanasan mencapai waktu 2 jam serta suhu sudah mencapai 130ºC dengan besaran api sedang. Pada proses holding time produk, suhu saat holding time dijaga yaitu tidak boleh <70ºC. Batas aman waktu tunggu makanan matang maksimal 2 jam dengan suhu maksimal 70ºC, sehingga dilakukan pemantauan agar suhu dan waktu tidak berlebih. Bila suhu yang dicapai sudah melebihi batas kritis (<70ºC) dan sudah melebihi 2 jam, maka masakan sambal goreng ampela hati ayam dipanaskan kembali. Pengemasan oleh pekerja dilakukan dengan standar higine, dimana pekerja menggunakan masker dan sarung tangan. Pengemasan dikendalikan agar wadah yang digunakan cukup untuk makanan. Batas kritis pengemasan diantaranya pakaian pekerja yang standar sebelum memasuki lantai produksi (sarung tangan, apron, masker, penutup kepala) (Sari, 2010), wadah harus utuh, kuat, tidak karat dan ukurannya memadai dengan jumlah makanan yang akan ditempatkan. Isi tidak boleh penuh untuk menghindari terjadi uap makanan yang mencair (kondensasi). Maka para pekerja harus menggunakan perlengkapan yang sesuai dengan standar, juga ketentuan wadah untuk pengemasan yang sesuai. Bila wadah diisi makanan terlalu penuh, mengganti wadah baru dan melakukan pengisian makanan ulang. Pengiriman menggunakan mobil box tertutup agar tidak ada kontaminasi dari luar dan menjaga suhu makanan. Pengangkutan untuk waktu lama, suhu harus diperhatikan dan diatur agar makanan tetap panas pada suhu 60ºC (Permenkes no. 1096, 2011), maka kepala dapur memastikan mobil box bersih dan dalam keadaan tertutup (cek waktu pembersihan mobil). Jika hal tersebut belum tercapai maka sopir dan kepala dapur 78

79 melakukan pembersihan ulang mobil box. Bila mobil tidak bisa dibersihkan, maka harus dibersihkan ulang atau di ganti dengan transportasi lain. Tahap ke enam dalam penentuan HACCP Plan yaitu verifikasi dengan dilakukan pengambilan sampel lalu dilakukan pengujian suhu sambal goreng hati ayam pada saat matang sampai sebelum dikirim ke konsumen (APEC, 2013). Tahap verifikasi dilakukan pada masakan yang sudah jadi yaitu sambal goreng ampela hati ayam. Berdasarkan hasil pengujian tabel 13 menunjukkan bahwa pengukuran suhu dilakukan selama 2 hari dengan suhu yang menjadi batas kritis waktu pendinginan (holding time) yaitu di mulai pada menit ke-150 pada masing-masing hari. Berdasarkan Yunita et al. (2014), batas aman suhu untuk makanan yaitu 4 o C dan 60 o C, jika makanan berada pada kisaran suhu 4 o C 60 o C (danger zone) dapat berpotensi tumbuhnya berbagai macam bakteri. Sehingga batas aman suhu saat holding time diatas 70ºC, dan waktu tunggu makanan matang maksimal 2 jam. Tahap terakhir yaitu dokumentasi dengan membuat sebuah catatan yang berhubungan dengan HACCP Plan dengan harapan dokumentasi ini sebagai jaminan keamanan pangan dan pelaksanaan peraturan agar sesuai dengan peraturan yang ada (APEC, 2013). Hal-hal yang perlu didokumentasikan diantaranya dokumentasi kualitas mutu bahan baku ampela hati ayam, dokumentasi kualitas air, dokumentasi waktu tunggu (holding time), dokumentasi pendistribusian, dokumentasi atribut pekerja selama penyajian, dokumentasi kebersihan ruang produksi, serta dokumentasi kebersihan mobil box. Semua dokumentasi dilakukan setiap ada pemesanan sambal goreng ampela hati ayam. Sedangkan dokumentasi kualitas air dilakukan setiap 3 bulan sekali. Hal-hal tersebut perlu di dokumentasikan karena sebelumnya pada industri jasa boga belum diterapkan dengan baik. Sehingga dengan adanya dokumentasi tersebut, suatu bahan baku, proses, dan sanitasinya dapat dikontrol dengan lebih mudah. 79