BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri makanan semakin tertantang untuk menciptakan produk makanan dengan berbagai teknologi sebagaimana produk tersebut memenuhi kriteria kesehatan dan tidak memicu terjadinya penyakit. Inovasi teknologi untuk mencapai tujuan tersebut juga tidak lepas pada sektor industri pengolahan lemak dan minyak karena sebagian besar produk makanan di Indonesia terdiri dari komponen penyusun berupa minyak atau lemak, ditambah lagi kegemaran masyarakat mengkonsumsi produk komersial yang mengandung lemak dan minyak, seperti halnya makanan yang digoreng, roti, coklat, margarin, salad, cake, shortening, fat spreads dan masih banyak produk makanan lainnya. Aplikasi teknologi lemak dan minyak tergantung dari sifat fisik, kimia, dan komposisi gizinya yang nantinya dikaitkan dengan komposisi asam lemak dan stereokimia dari triasilgliserol lemak (TAG) (Gunstone, 2006). Berkaitan dengan permasalahan tersebut, maka para ilmuwan dan pelaku industri mencoba memberikan alternatif teknologi berbasis modifikasi lemak menggunakan teknik pencampuran (blending) dan fraksinasi. Cara yang biasanya digunakan pada pelaku industri yakni hidrogenasi. Hunter (2006), menyatakan bahwa proses hidrogenasi memungkinkan terjadinya hidrogenasi parsial yang dapat menyebabkan produksi asam lemak trans, yang dikenal memiliki efek kesehatan yang merugikan. Oleh karena itu aplikasi 1
interesterifikasi kimiawi masih menjadi alternatif pilihan untuk memodifikasi sifat fisik dan kimia lemak yang mana reaksinya melibatkan redistribusi asam lemak antara dan di dalam molekul triasilgliserol sampai kesetimbangan termodinamika tercapai (Idris dan dian, 2005). Aplikasi teknologi interesterifikasi dapat dilakukan untuk membuat shortening yang merupakan lemak padat yang pada umumnya berwarna putih, mempunyai titik cair, sifat plastis, dan kestabilan tertentu (Ketaren, 2008). Shortening dapat dibentuk dengan cara mencampurkan lemak padat dengan minyak nabati atau campuran dua minyak nabati yang dihidrogenasi. Shortening yang akan dibuat pada penelitian ini adalah shortening campuran minyak nabati yang berasal dari minyak biji karet (Hevea brasiliensis) hasil dari limbah perkebunan biji karet sebagai fraksi cair dengan palm stearin sebagai fraksi padat yang diperoleh dari hasil fraksinasi minyak sawit setelah kristalisasi pada suhu terkontrol. Palm stearin tidak digunakan secara langsung untuk tujuan dimakan karena titik lelehnya yang tinggi mulai dari 44-56 C, memberikan produk dengan plastisitas rendah dan pencairan yang tidak sempurna pada suhu tubuh (Aini dan Miskandar, 2007). Tingginya titik leleh palm stearin dikarenakan komposisi trigliserida nya yang kaya akan palmitat dan stearat (47-74%) dan oleat (15-37%) (Gunstone, 2011) dengan komposisi trigliserida utamanya didominasi oleh POO (18,4 %), POP (30,9 %), dan PPP (12,5 %) (Siew dan Chong, 1998). Oleh sebab itu untuk memproduksi shortening yang memiliki tingkat plastisitas tertentu perlu adanya pencampuran melalui proses interesterifikasi dengan minyak biji karet yang memiliki titik leleh 2
yang lebih rendah dan bersifat cair pada suhu ruang dan kaya akan asam linoleat (36,31 %), asam linolenat (15,78 %) dan asam oleat (25, 31 %) (Yousif et al., 2013) dengan komposisi trigliserida utama LnLnL(7,7 %), LnOO (7,5%), PPL (6,4%), LnLL(5,9%) dan PPL (5,8 %) (Salimon dan Abdullah, 2009). Perbedaan komposisi trigliserida tersebut diharapkan dapat memodifikasi sifat fisik dan kimia lemak agar sesuai sebagai persyaratan bahan baku pembuatan shortening. Selain itu guna memperoleh nilai tambah produk di sektor kesehatan dilakukan penambahan minyak ikan nila dimana ikan nila memiliki potensi yang besar karena Indonesia merupakan negara aquaculture ketiga terbesar dengan Indonesia sebagai eksportir fillet ikan terbesar (Kurniawan, 2013). Ditinjau dari hal tersebut, maka dapat disimpulkan limbah dari industri fillet juga besar dan dapat digunakan sebagai sumber tidak hanya omega 3 (EPA dan DHA), tetapi juga omega 6 (Linoleat), dan omega 9. Menurut Rasoarahona et al., (2005) dan Ogwok et al., (2008) komposisi asam lemak ikan nila paling banyak didominasi EPA, DHA, stearat, palmitat, arachidonat octadecdieoic, linoleat (omega 6) dan linolenat (omega 3). Hal ini didukung penelitian dari Ugoala et al., (2009) yang menyatakan secara keseluruhan bahwa ikan laut lebih kaya akan sumber asam lemak omega-3 sedangkan ikan air tawar selain mengandung EPA dan DHA juga lebih kaya akan asam lemak omega 6 dan omega 9, persentase tinggi dari asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh rantai tunggal pada ikan air tawar memberi keuntungan dalam proses curing makanan. Kendala yang sering dihadapi pada pembuatan produk spreads seperti mentega, margarin, dan shortening adalah sulitnya menghasilkan produk sesuai 3
tekstur dan konsistensi yang diinginkan. Pembuatan produk spreads juga dapat dilakukan dengan proses hidrogenasi, namun memiliki kelemahan membutuhkan biaya besar dan apabila dilakukan secara parsial memungkinkan terbentuknya isomer asam lemak trans. Oleh karena itu pemilihan metode interesterifikasi kimiawi dengan secara langsung mencampurkan ketiga bahan baku dengan dan tanpa katalis dianggap lebih murah dan sederhana, mudah dikontrol, suhu yang digunakan tidak terlampau tinggi sehingga memperkecil kemungkinan terbentuknya asam lemak trans. Kerugian dari interesterifikasi kimiawi adalah komposisi asam lemak dan distribusi triasilgliserol terjadi secara acak. Maka tujuan dari penelitian ini adalah dengan mengetahui komposisi asam lemak dan profil thermal dari shortening yang dihasilkan dengan mencampurkan masing-masing bahan yakni minyak biji karet, minyak ikan, dan palm stearin yang nantinya diharapkan dapat menjadi acuan untuk memilih rasio yang tepat untuk menghasilkan shortening sesuai standar shortening komersial yang diinginkan, salah satunya memiliki titik leleh 40-49 C. 1.2. Rumusan Permasalahan 1.2.1. Bagaimana rasio minyak biji karet (Hevea brasiliensis), minyak ikan nila (Oreochromis niloticus) dan Palm stearin dalam interesterifikasi kimiawi untuk menghasilkan shortening yang identik dengan shortening komersial? 1.2.2. Bagaimana karakteristik fisik dan kimia shortening hasil interesterifikasi kimiawi jika dibandingkan dengan blending? 4
1.3.1. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah teknologi pembuatan shortening dengan syarat nilai slip melting point sekitar 40-49 C Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1.3.1.1. Mengetahui pengaruh perbedaan interesterifikasi kimiawi dan pencampuran fisik (blending) terhadap sifat fisikokimia (tekstur dan titik leleh) shortening yang dihasilkan. 1.3.1.2. Menentukan rasio Palm stearin (PS)/ Minyak biji karet (RSO)/ Minyak Ikan (FO) yang dapat menghasilkan shortening pada kisaran suhu pelelehan 40-49 C atau mirip dengan shortening komersial. 1.3. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1.4.1. Dapat meningkatkan pemahaman teori dan praktek di bidang teknologi minyak dan lemak pangan sebagai bekal menuju dunia kerja atau sumbangsih dalam dunia penelitian bidang pangan; 1.4.2. Dapat membantu pihak-pihak yang memerlukan referensi dan sumber informasi tentang minyak dan lemak pangan dan teknologinya, serta penemuan mengenai pembuatan shortening dengan minyak ikan dan minyak biji karet. 1.4.3. Dapat melakukan pemanfaatan limbah pada hasil perkebunan karet dan pengolahan karet (latex) serta pengolahan limbah hasil samping industri fillet ikan. 5