2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Waduk Cirata 2.2 Oksigen Terlarut

dokumen-dokumen yang mirip
PENYEBARAN OKSIGEN TERLARUT DARI SUNGAI CICENDO DI WADUK CIRATA, JAWA BARAT

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab V Hasil dan Pembahasan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENCAMPURAN MASSA AIR TERHADAP KETERSEDIAAN OKSIGEN TERLARUT PADA LOKASI KERAMBA JARING APUNG DI WADUK CIRATA, PURWAKARTA

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di

Tabel 1. Karakteristik Waduk Ir. H. Juanda (Prihadi 2004)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

PENGARUH PERCAMPURAN BERBAGAI KOLOM AIR TERHADAP KADAR DO (Dissolved Oxygen) DI KARAMBA JARING APUNG (KJA) DI WADUK SAGULING, KABUPATEN BANDUNG

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

MANAJEMEN KUALITAS AIR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

3. METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Perairan 2.2. Ekosistem Mengalir

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

Sifat fisika air. Air O. Rumus molekul kg/m 3, liquid 917 kg/m 3, solid. Kerapatan pada fasa. 100 C ( K) (212ºF) 0 0 C pada 1 atm

DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT PADA LAPISAN HIPOLIMNION PASCAAERASI DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas

H - H + Merupakan molekul dipolar, artinya 1 molekul memiliki 2 muatan yang berbeda yakni muatan + dan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali

PENDAHULUAN. rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air karena dapat menghasilkan. Rawa adalah sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang

2014 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT SECARA VERTIKAL PADA LOKASI KARAMBA JARING APUNG DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

PENENTUAN KUALITAS AIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunitas Chironomid

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Lido 2.2. Kesuburan Perairan

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Abstract. Keywords: Koto Panjang reservoir, phosphate, lacustrine and transition

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk meningkatkan produksi perikanan adalah melalui budidaya (Karya

BAB 1 KIMIA PERAIRAN

2.2. Struktur Komunitas

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

I. PENDAHULUAN. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PARAMETER KUALITAS AIR

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen

Ir. H. Djuanda di bagian hilir DAS (luas permukaan air ha) selesai dibangun tahun

3. METODE PENELITIAN

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

PENGARUH PENCAMPURAN MASSA AIR TERHADAP KETERSEDIAAN OKSIGEN TERLARUT PADA LOKASI KERAMBA JARING APUNG DI WADUK IR. H. JUANDA, PURWAKARTA

ANALISIS KADAR NITRAT DAN KLASIFIKASI TINGKAT KESUBURAN DI PERAIRAN WADUK IR. H. DJUANDA, JATILUHUR, PURWAKARTA

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal

Transkripsi:

3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Waduk Cirata Waduk Cirata dibangun pada tahun 1998 dan terletak di perbatasan Bandung, Cianjur, dan Purwakarta. Waduk ini memiliki luas 6200 ha dengan ketinggian 221 m di atas permukaan laut (Husen 2000 in Octaviany 2005). Waduk yang membendung DAS Citarum terletak antara Waduk Saguling dan Waduk Jatiluhur. Selain Sungai Citarum, terdapat beberapa sungai yang mengalir ke Waduk Cirata. Sungai-sungai tersebut adalah Sungai Cikundul, Cihujang, Cihea, Cibodas, Cipeuyeum, Cisokan, Cidurang, Cibalagung, Cibolang, Cinangsi, Citamiang, Cilangkap, Cicendo, dan Cimeta. Masing-masing sungai tersebut memiliki kualitas air yang berbeda (Baksir 1999). Pemanfaatan Waduk Cirata yang semakin berkembang, seperti kegiatan budidaya ikan dengan karamba jaring apung (KJA), menjadikan waduk yang mempunyai tujuan untuk keperluan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) ini mengalami perubahan kualitas air. Perairan Waduk Cirata diduga telah tercemar oleh limbah organik dan anorganik. Limbah organik berasal dari kegiatan domestik, pertanian, dan perikanan, sedangkan limbah anorganik, terutama logam berat, berasal dari industri yang terdapat di sekitar waduk. Garno (2000) in Octaviany (2005) mengemukakan status kesuburan Waduk Cirata telah mendekati hipereutrofik. Hal ini terutama disebabkan oleh kegiatan perikanan KJA di waduk tersebut. 2.2 Oksigen Terlarut Oksigen terlarut adalah senyawa esensial yang diperlukan untuk metabolisme semua organisme perairan. Oksigen terlarut dalam perairan berfluktuasi sepanjang waktu sesuai dengan pemasukan dan pemanfaatannya oleh organisme dan dekomposisi mikroorganisme (Wetzel 2001).

4 2.2.1 Sumber dan pemanfaatan oksigen terlarut Oksigen terlarut dalam perairan berasal dari proses fotosintesis oleh autotrof dan difusi melalui udara (Boyd 1982). Adanya aliran yang masuk (inflow) juga merupakan salah satu sumber oksigen terlarut dalam perairan (Wetzel 2001). Fitoplankton merupakan salah satu autotrof yang dapat melakukan fotosintesis sehingga menghasilkan oksigen. Fitoplankton memanfaatkan karbondioksida dan energi cahaya matahari untuk fotosintesis. Dengan demikian, fotosintesis hanya dapat terjadi pada perairan yang cukup cahaya matahari (lapisan fotik). Selain itu, ketersediaan nutrien merupakan faktor pembatas proses fotosintesis dalam perairan. Proses fotosintesis ditunjukkan pada reaksi kimia berikut. 6CO 2 + 6H 2 O C 6 H 12 O 6 + 6O 2 (Cole 1983) Difusi oksigen dari atmosfer ke dalam perairan berlangsung lambat. Proses difusi suatu gas dipengaruhi oleh tekanan parsial di atmosfer. Kandungan oksigen sebanyak 21% di atmosfer memiliki tekanan parsial sebesar 0,21 atm, sedangkan kandungan nitrogen sebanyak 79% memiliki tekanan parsial 0,79 atm (Goldman dan Horne 1983). Meskipun demikian, oksigen lebih mudah larut dalam air dibandingkan nitrogen (Wetzel 2001). Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung pada beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, serta pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang, dan pasang surut (Salmin 2005). Penyebaran oksigen terlarut dalam perairan dipengaruhi oleh energi yang dihasilkan dari kecepatan angin. Aliran air yang masuk (inflow) merupakan salah satu sumber oksigen terlarut dalam perairan (Wetzel 2001). Suatu aliran air dapat menyumbang oksigen dalam perairan yang dituju dengan syarat aliran tersebut memiliki ketersediaan oksigen yang mencukupi. Apabila kualitas air pada aliran yang masuk lebih buruk dari perairan yang dituju, maka hal tersebut akan memperburuk kualitas perairan tersebut. Oksigen terlarut yang terkandung dalam aliran air akan menyebar dalam suatu perairan. Penyebaran tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya suhu, salinitas (jika di laut), aktivitas biologi, arus, serta proses percampuran yang dapat

5 mengubah pengaruh-pengaruh dari kegiatan biologis melalui gerakan massa air dan proses difusi (Birowo et al 1975 in Simanjuntak 2000). Oksigen dimanfaatkan untuk respirasi oleh organisme perairan dan dekomposisi bahan organik oleh mikroba, serta proses-prosess kimiawi. Organisme perairan yang memanfaatkan oksigen untuk respirasi adalah semua organisme termasuk di dalamnya fitoplankton. Respirasi dalam perairan terjadi siang dan malam hari, sedangkan fotosintesis hanya terjadi pada siang hari karena keterbatasan cahaya. Pada siang hari, pelepasan oksigen sebagai hasil fotosintesis pada lapisan fotik lebih besar dari pada oksigen yang dikonsumsi sehingga perairan mengalami supersaturasi. Sebaliknya, pada malam hari, fotosintesis berhenti namun konsumsi oksigen terus berlangsung. Hal tersebut menyebabkan terbentuknya pola perubahan kadar oksigen dan menghasilkan fluktuasi harian oksigen (Jeffries dan Mills 1996). Oksidasi bahan organik oleh mikroba dalam perairan terjadi melaui proses dekomposisi. Pasokan oksigen diperlukan secara terus-menerus sehingga dekomposisi dapat berjalan. Hasil dari proses ini berupa bahan anorganik atau dikenal dengan nutrien yang kemudian akan dimanfaatkan untuk pertumbuhan fitoplankton dan autotrof lain. Apabila pasokan oksigen dalam air tidak mencukupi, maka dekomposisi akan terjadi secara anaerob. Penurunan kandungan oksigen terlarut dalam perairan tidak hanya diakibatkan oleh respirasi organisme dan dekomposisi. Proses-proses kimiawi yang terjadi dalam perairan dapat memengaruhi kandungan oksigen terlarut. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Welch (1952) bahwa reduksi oksigen oleh gas lain, keberadaan besi dalam perairan serta pelepasan oksigen terlarut dari air ke udara secara otomatis dari lapisan epilimnion dapat menurunkan kandungan oksigen terlarut dalam perairan. 2.2.2 Faktor-faktor yang memengaruhi penyebaran oksigen terlarut dalam perairan Penyebaran oksigen dalam perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu suhu, angin, arus, morfologi, masukan allochthonous dari sungai induk, dan respirasi (Cole dan Hannam 1990 in Widyastuti 2004). Menurut Birowo et al (1975) in Simanjuntak (2000), penyebaran oksigen terlarut dalam perairan dipengaruhi oleh suhu, salinitas (jika di laut), aktivitas biologi, arus, serta proses percampuran yang dapat mengubah pengaruh-pengaruh dari kegiatan biologis

6 melalui gerakan massa air dan proses difusi. Sementara itu, O Connor (1967) menggolongkan faktor-faktor yang memengaruhi DO di sungai, salah satunya adalah karakteristik geofisik dari sungai tersebut. Karakteristik geofisik yang dimaksud, diantaranya adalah suhu dan kecepatan arus. Oksigen dalam perairan mempunyai hubungan berbanding terbalik dan non linier dengan suhu. Kelarutan oksigen meningkat sesuai dengan penurunan suhu (Wetzel 2001). Pada perairan yang memiliki stratifikasi suhu pada musim panas, kandungan oksigen terlarut lebih tinggi pada lapisan perairan bagian dalam dibandingkan lapisan perairan yang lebih hangat. Keadaan demikian sesuai dengan distribusi vertikal oksigen tipe orthograde yang terjadi pada perairan oligotrof (Goldman dan Horne 1983). Menurut Hutabarat (2000), kecepatan arus di perairan umum yang tergenang (lentic water bodies), misalnya danau dan reservoir (waduk) pada umumnya lebih rendah dari pada kecepatan arus di laut atau pun sungai. Kecepatan arus di perairan danau atau reservoir dipengaruhi oleh angin. Kecepatan arus tersebut merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kadar oksigen terlarut (Raymont 1963 in Simanjuntak 2000). Masukan allochthonous dari sungai induk dapat mempengaruhi penyebaran oksigen tergantung dari karakteristik masukan tersebut. Apabila masukan tersebut memiliki kualitas yang lebih baik dengan oksigen terlarut lebih tinggi dibandingkan perairan yang dimasuki (misalnya waduk), maka sungai tersebut berperan sebagai pemasok oksigen bagi waduk. Sebaliknya, apabila masukan memiliki kualitas lebih buruk dengan oksigen terlarut lebih rendah dibandingkan waduk, maka hal ini justru dapat menjadi sumber pencemaran. Penyebab lain dalam penyebaran oksigen terlarut dalam perairan adalah karena respirasi. Oksigen dalam perairan dapat mengalami penurunan apabila respirasi organisme berlangsung terus menerus. Zona riverine pada waduk menerima air dari sungai yang mengalir ke waduk. Aliran air sungai (inflow) tersebut berupa arus densitas yang mempengaruhi konsentrasi oksigen terlarut pada lapisan epilimnion, metalimnion, dan hipolomnion. Perbedaan densitas pada perairan tawar terutama disebabkan oleh perbedaan suhu perairan. Perbedaan densitas selanjutnya menyebabkan pergerakan aliran air (Gambar 2). Jika densitas inflow lebih kecil dari densitas air permukaan waduk,

7 maka inflow akan berada di bagian atas (overflow). Jika densitas inflow lebih besar dari densitas air permukaan waduk, maka inflow akan berada di bagian bawah perairan (underflow). Interflow terjadi ketika arus densitas yang meninggalkan sungai menyebar secara horizontal ke dalam badan perairan (Ji 2007). a. Overflow b. Interflow c. Underflow Gambar 2. Tipe pergerakan aliran air: a. Overflow, b. Interflow, c. Underflow Sumber: Ji (2007) 2.3 Parameter Penunjang 2.3.1 Suhu Suhu perairan dipengaruhi oleh cahaya matahari. Pengaruh cahaya matahari terhadap suhu perairan berhubungan dengan musim, lintang, ketinggian, waktu dalam satu hari, sirkulasi udara, penutupan awan, aliran, serta kedalaman badan air. Berbagai proses fisika, kimia, dan biologi sangat dipengaruhi oleh perubahan suhu perairan. Perbedaan intensitas cahaya matahari yang menembus ke dalam perairan menyebabkan terjadinya stratifikasi panas. Pada perairan tergenang, terdapat tiga lapisan panas,, yaitu epilimnion, metalimnion, dan hipolimnion. Lapisan epilimnion merupakan lapisan paling permukaan dengan proses penyerapan cahaya lebih

8 intensif sehingga memiliki suhu lebih hangat dan densitas yang lebih kecil dari lapisan bawahnya. Pada lapisan epilimnion, terjadi pengadukan oleh gelombang dan turbulensi permukaan air yang digerakkan oleh angin sehingga lapisan ini tercampur (mixed). Lapisan metalimnion (termoklin) merupakan lapisan dengan perubahan suhu yang relatif besar terhadap kedalaman. Lapisan hipolimnion adalah lapisan dasar dengan perubahan suhu yang kecil. Peningkatan suhu perairan menyebabkan penurunan tingkat kelarutan gas-gas dalam air, termasuk oksigen. Kelarutan oksigen mempunyai hubungan terbalik dan non linier terhadap suhu. Kelarutan oksigen meningkat seiring dengan menurunnya suhu (Wetzel 2001). Hubungan antara suhu dengan konsentrasi oksigen terlarut pada perairan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hubungan suhu dan konsentrasi oksigen terlarut jenuh pada tekanan udara 760 mmhg (Cole 1983). Konsentrasi O 2 terlarut (mg.l -1 ) Suhu ( o C) Konsentrasi O 2 terlarut (mg.l -1 ) Suhu ( o C) 0 14,62 12 10,78 24 8,42 1 14,22 13 10,54 25 8,26 2 13,38 14 10,31 26 8,11 3 13,46 15 10,08 27 7,97 4 13,11 16 9,87 28 7,83 5 12,77 17 9,66 29 7,69 6 12,45 18 9,47 30 7,56 7 12,14 19 9,28 31 7,43 8 11,84 20 9,09 32 7,3 9 11,56 21 8,91 33 7,18 10 11,29 22 8,74 34 7,06 11 11,03 23 8,58 35 6,95 Suhu ( o C) Konsentrasi O 2 terlarut (mg.l -1 ) 2.3.2 Kekeruhan Kekeruhan perairan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan suatu perairan dapat disebabkan oleh bahanbahan organik, seperti plankton dan organisme lainnya, serta bahan anorganik seperti lumpur dan pasir halus. Tingkat kekeruhan perairan mempengaruhi tingkat

9 kedalaman pencahayaan matahari. Semakin keruh suatu badan air, sinar matahari yang masuk ke dalam air akan semakin terhambat. Kekeruhan pada perairan mengalir lebih banyak disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi yang berukuran cukup besar berupa lapisan permukaan tanah yang terbawa aliran pada saat hujan. Kekeruhan pada perairan menggenang lebih disebabkan oleh bahan tarsuspensi yang berupa koloid dan partikel halus (Goldman dan Horne 1983). Kekeruhan yang disebabkan oleh lumpur dan partikel yang dapat mengendap digunakan sebagai faktor pembatas, sedangkan kekeruhan yang disebabkan oleh organisme, merupakan indikasi produktivitas (Odum 1971). Kekeruhan akan sangat mempengaruhi penetrasi cahaya matahari pada suatu kolom air yang akan mempengaruhi kecepatan fotosintesis, kadar oksigen yang dihasilkan, maupun kemampuan hewan-hewan air untuk hidup (Sunanisari et al. 2009). 2.3.3 Arus Arus sebagai faktor pembatas pada aliran air, ditentukan oleh kemiringan, kedalaman, dan kelebaran dasarnya (Odum 1971). Menurut Welch dan Lindell (1980), terdapat lima kategori arus yaitu arus yang sangat lambat (kurang dari 0,10 m.detik -1 ), lambat (0,10-0,25 m.detik -1 ), sedang (0,25-0,50 m.detik -1 ), cepat (0,50-1 m.detik -1 ), dan sangat cepat (lebih dari 1 m.detik -1 ). Meskipun arus merupakan ciri utama pada perairan mengalir, namun aliran air (sungai) dengan perairan menggenang (waduk) tidak dapat dipisahkan secara tegas. Kecepatan arus bervariasi pada bagian yang berbeda dalam suatu aliran air yang sama. Kecepatan arus menurun pada perairan sungai yang besar dan akan semakin menurun ketika suatu sungai bermuara menuju perairan menggenang (waduk). Penurunan kecepatan arus ini berlangsung hingga menyerupai kondisi perairan menggenang (Odum 1971). Arus perairan dapat menentukan penyebaran gas dalam air, misalnya oksigen terlarut (Odum 1971). Sungai yang mengalir menuju waduk dengan arus yang sedemikian rupa akan membawa massa air dengan berbagai karakteristiknya, termasuk oksigen terlarut. Massa air dari sungai tersebut kemudian menyebar berdasarkan pengaruh kekuatan arus setelah memasuki waduk. Dalam hal ini, oksigen terlarut menyebar sesuai dengan massa air yang menyebar. Semakin besar

10 kecepatan arus dan debit air, semakin cepat dan semakin luas penyebaran kualitas air yang terjadi. Debit merupakan jumlah air (volume) yang mengalir di dalam saluran atau sungai per unit waktu (Rahayu et al. 2009). Debit merupakan hasil kali antara luas penampang sungai dengan arus (kecepatan aliran). Peningkatan debit air dapat meningkatkan bahan terlarut akibat erosi pada badan air. Meskipun demikian, konsentrasi bahan tersebut mengalami penurunan karena terjadi proses pengenceran. Hal ini dapat digambarkan seabagai berikut. Apabila suatu aliran sungai yang membawa oksigen terlarut memasuki waduk dan memiliki debit tertentu, maka secara teoritis apabila kandungan oksigen terlarut pada sungai yang lebih tinggi akan mengalami pengenceran, diikuti dengan penurunan nilai oksigen terlarut tersebut.