GELS SEBAGAI KOMPETENSI MEDIS DALAM PENANGANAN GAWAT DARURAT

dokumen-dokumen yang mirip
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PENYIAPAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DALAM PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN DASAR PERAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DASAR DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU KABUPATEN BLORA

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

KEBIJAKAN DALAM IMPLEMENTASI SPGDT DI INDONESIA

KEPUTUSAN DIREKTUR RS ROYAL PROGRESS NOMOR /2007 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN INSTALASI GAWAT DARURAT DIREKTUR RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS

PENERAPAN SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU TERHADAP BENCANA INDUSTRI DI RUMAH SAKIT PETROKIMIA GRESIK

KERANGKA ACUAN PROGRAM PELATIHAN GAWAT DARURAT (TRIASE) DI UPT PUSKESMAS KINTAMANI I

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 35

Kebijakan Pemerintah Dalam Bidang Pelayanan Medik. dr. Supriyantoro,Sp.P, MARS

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2016

PERATURAN KEPALA RUMAH SAKIT TK. II dr. SOEPRAOEN NOMOR : / / /2014 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN INSTALASI GAWAT DARURAT

BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam Pasal 28H Ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pencegahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. York pada tanggal 30 Mei Pada tanggal 17 Agustus tahun yang sama,

(021) Direktur RSUD Kota Bekasi

GUBERNURJAWATENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH 15 TARUN 2017 TENTANG SISTEM PENANGGULANGANGAWATDARURATTERPADU (SPGDT) DI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menentukan waktu tanggap di sebuah Rumah Sakit. Faktor-faktor tersebut

BAB IV KRSIMPULAN, BATASAN DAN ANGGAPAN

PROGRAM KERJA UNIT IGD TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN

d. Sumber Data Laporan Puskesmas. Laporan Dinas Kesehatan Kab/Kota

B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Keaslian Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SAFE COMMUNITY EMERGENCY SISTEM SPGDT/SPGDB. Iwan Permana, SKM, SKep

KEBIJAKAN RUMAH SAKIT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN RUJUKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. PERMENKES RI Nomor: 159b/Menkes/Per/II/1988 disebutkan bahwa setiap

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN PENANGGULANGAN BENCANA (DISASTER PLAN) Di RUMAH SAKIT

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. bukan cedera yang membutuhkan pertolongan segera. Gawat darurat adalah suatu

C. PERANCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kepada masyarakat dalam lingkup lokal maupun internasional.

panduan praktis Pelayanan Ambulan

Ringkasan penting Hasil Kesepakatan penyusunan Kerangka Kerja Emergency Medical Team di Indonesia, Balikpapan November 2016.

PUBLIC SAFETY CENTER (PSC) Ujung tombak layanan Pra Hospital

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG KEWAJIBAN RUMAH SAKIT DAN KEWAJIBAN PASIEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terabaikan oleh lembaga pemerintahan. Menurut undang-undang no 22 tahun 2009

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

PEDOMAN DAN TATA CARA PENGUATAN SISTEM RUJUKAN KEGAWATDARURATAN KIBBLA PENANGGUNG JAWAB. Kepala. Ruangan

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

PERANAN ICT DALAM PELAYANAN GAWAT DARURAT OLEH: KELOMPOK I ABDUL KADIR (KETUA KELOMPOK) DANIEL BOKKO ISMUNANDAR MISBAHUDDIN ALIP MUHIDDIN SUPIRNO

-1- PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG KEWAJIBAN RUMAH SAKIT DAN KEWAJIBAN PASIEN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. jiwa sehingga dibutuhkan bantuan penanganan (CRED, 2014 ; WHO, 2013 ;

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pelayanan gawat darurat (emergency care) adalah bagian dari pelayanan

BAB 7 PENUTUP. belum semuanya mengikuti pelatihan kegawatdaruratan. Untuk staf. administrasi IGD, rekam medik dan brankar man belum bertugas 24 jam.

KEBIJAKAN PENGELOLAAN MASALAH PENANGGULANGAN BENCANA BIDANG KESEHATAN

Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi:

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 94 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penanganan gawat darurat ada filosofinya yaitu Time Saving it s Live

CHECKLIST KEGAWATDARURATAN RUMAH SAKIT. Belum Terlaksana

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta dalam menghadapi bencana, dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan perorangan meliputi pelayanan, promotif, preventif, kuratif, dan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan adanya keberpihakan dan perhatian pemerintah terhadap peningkatan

KERANGKA ACUAN PENINGKATAN KERAMPILAN PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT Bagi KARYAWAN PUSKESMAS KEBONSARI

Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur. kesejahteraan umum dari tujuan nasional.

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA

AP (ASESMEN PASIEN) AP.1

BASIC LIFE SUPPORT Emergency First Aid Course

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. komitmen pembangunan kualitas masyarakat di Indonesia. Sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. untuk pasien yang membutuhkan perawatan akut atau mendesak. (Queensland

PANDUAN MENGHADAPI BENCANA

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia.

kesehatan, dan terlambat mendapatkan pertolongan cepat dan tepat ditingkat fasilitas pelayanan kesehatan (DepKes, 2001). Pada tahun 2000, pemerintah

IGD RSUD CIBINONG MEMBERIKAN LAYANAN TRIASE SERDADU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut indeks rawan bencana Indonesia (BNPB, 2011), Kabupaten

KEBIJAKAN BANGUNAN, PRASARANA & PERALATAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT

BAB I PENDAHULUAN. adanya mutu pelayanan prima rumah sakit. Mutu rumah sakit sangat dipengaruhi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN,

BAB I PENDAHULUAN. INDONESIA SEHAT Dalam upaya menuju Indonesia Sehat 2010, maka

PANDUAN PELAKSANAAN RUJUKAN PELAYANAN OBSTETRI NEONATAL EMERGENSI KOMPREHENSIF (PONEK)

Dr. Pudji Sri Rasmiati, Sp.B., MPH WYM RS Bethesda PERSI DIY

BUPATI KARO PROPINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN NOMOR TUNGGAL PANGGILAN DARURAT 112

Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Disampaikan pada. Kebumen, 19 September 2013

Medical Emergency Response Plan (MERP) / Tanggap Darurat Medis (TDM)

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang

Peraturan Menteri Kesehatan tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. (Permenkes No.56 th 2014)

Tujuan ARSADA. pengembangan Rumah Sakit Daerah secara aktif, terarah dan terpadu sesuai arah dan tujuan Pembangunan Nasional dalam Bidang Kesehatan.

Buku 3: Bahan Ajar Pertemuan Ke - 3

KONSEP EMERGENCY MEDICAL TEAMS (EMTs) DI INDONESIA

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 47

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

No Elemen APK Nama Kebijakan, Panduan, SPO Unit Penerbit

PENANGANAN KEJADIAN KEBAKARAN (KODE MERAH)

Standar Pelayanan Minimal Puskesmas. Indira Probo Handini

APK 1.1. Elemen penilaian APK 1.1.

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

Transkripsi:

REGULASI DAN KEBIJAKAN : GELS SEBAGAI KOMPETENSI MEDIS DALAM PENANGANAN GAWAT DARURAT dr. Tri Hesty Widyastoeti, Sp.M, MPH Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Disampaikan pada Pertemuan Indonesia Health Care Forum- Jakarta, 27 Juli 2018

OUTLINE PENDAHULUAN REGULASI TERKAIT LAYANAN KEGAWATDARURATAN GELS SEBAGAI KOMPETENSI MEDIS DALAM PENANGANAN KEGAWATDARURATAN KESIMPULAN

Mengapa Emergensi Perlu Mendapat Perhatian? TRANSISI EPIDEMIOLOGI WHO 2015: DI INDONESIA 38.279 MENINGGAL KRN KLL 105 ORANG/HARI, 4 ORANG/JAM BUTUH LAYANAN EMERGENSI KESULITAN AKSES: AMBULAN, TEMPAT TIDUR, DLL Masyarakat butuh peningkatan layanan emergensi BENCANA ALAM DAN WABAH

ISU TERKAIT ANGKA KEMATIAN DI INDONESIA Tahun Jumlah Kematian Ibu (Angka Absolut) Jumlah Kematian Akibat KLL Jumlah Kematian Akibat Bencana Alam 2012 4.986 29.554 176 2013 5.040 26.416 798 2014 5.064 28.297 461 2015 4.999 26.495 2016 4.912 25.859 470 Sumber : Maternal health Report MoH 2012-2016, Laporan Laka Lantas 5 Tahunan Korlantas www.penanggulangankrisis.kemkes.go.id,

REGULASI TERKAIT LAYANAN KEGAWATDARURATAN 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran 2. Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 3. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 4. Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang RS 5. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah 6. Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan 7. Instruksi Presiden RI No. 4 Tahun 2013 tentang Program Dekade Aksi Keselamatan Jalan 8. Peraturan Menteri Kesehatan No. 19 Tahun 2016 tentang SPGDT 9. Peraturan Kepala BNPB No. 173 Tahun 2015 tentang Klaster Nasional Penanggulangan Bencana 10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 106 Tahun 2004 tentang Tim Pengembangan SPGDT dan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD)/GELS 11. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 145/Menkes/SK/I/2007 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan 12. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit 13. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 882/Menkes/SK/X/2009 tentang Pedoman Penanganan Evakuasi Medik

Pasal 51 UU No. 29 / 2014 seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan Pasal 32 UU No. 36 / 2009 1. Dalam keadaan darurat, fasyankes baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu 2. Dalam keadaan darurat, fasyankes dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka

Pasal 59 UU No. 36 / 2014 1. Nakes yang menjalankan praktek pada fasyankes wajib memberikan pertolongan pertama pada penerima pelayanan kesehatan dalam keadaan gawat darurat dan atau pada bencana untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan 2. Nakes dilarang menolak penerima pelayanan kesehatan dan/atau dilarang meminta uang muka terlebih dahulu

Pasal 13 UU No. 44 / 2009 Setiap nakes yang bekerja di RS harus bekerja sesuai dengan standar (profesi, pelayanan RS), prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien Pasal 29 UU No. 44/2009 RS mempunyai kewajiban : 1.c. memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya. 1.d. berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana sesuai kemampuan pelayanannya

FASYANKES wajib memiliki pelayanan kegawatdaruratan dgn ketentuan : Memberikan pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu, kecuali pada faskes yang tidak melayani rawat inap Pasien gawat darurat harus ditangani sesegera mungkin setelah sampai di fasilitas pelayanan kesehatan. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan memberikan pelayanan kegawatdaruratan sesuai level/kemampuan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut. Setiap pasien yang masuk ke ruangan tempat pelayanan gawat darurat akan melalui proses triase, untuk dipilah berdasarkan derajat kegawatdaruratannya. Derajat kegawatdaruratan yang digunakan di triase sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh dokter penanggung jawab pelayanan. Penanganan pasien gawat darurat dilakukan sesegera mungkin. Lama waktu pelayanan di ruangan pelayanan gawat darurat adalah maksimal 6 jam. Alur masuk pasien dengan penyakit infeksius khusus dibedakan dengan alur masuk pasien lain. Fasilitas pelayanan kesehatan tidak boleh meminta uang muka pada pasien/keluarga pasien

GAWAT DARURAT Keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU no 44 tahun 2009) KEBUTUHAN MASYARAKAT Untuk penanganan cepat dan tepat pasien gawat darurat membutuhkan : 1. manajemen yang tepat 2. koordinasi antar unit pelayanan dan sektor terkait yang efisien SPGDT

SPGDT Membutuhkan Tim PPGD yang terlatih : PRA FASYANKES SDM terlatih Respon evakuasi cepat &tepat Akses & sistem komunikasi yg baik Layanan ambulan/ transportasi lainnya INTRA FASYANKES Response time segera Triase sesuai standar Tndakan ABCD cepat & tepat ANTAR FASYANKES Kelayakan jalan kendaraan Kelengkapan peralatan medik & non medik ambulans Keterampilan Nakes dan Non Nakes Dokter Spesialis Dokter Umum Perawat terlatih Awam terlatih

MANFAAT SPGDT RESPON CEPAT Time Saving Is Life And Limb Saving Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kegawatdaruratan SISTEM KOMUNIKASI SPGDT YAN GADAR OLEH NAKES Mempercepat respon penanganan korban MELIBATKAN MASYARAKAT YAN AMBULANS Menyelamatkan jiwa dan mencegah kecacatan

ALUR PELAYANAN DALAM SPGDT Pusat Komando Nasional / NCC Panggilan Darurat 119 Jejaring Fasyankes GAWAT DARURAT SEHARI-HARI dan/atau BENCANA PSC Kab/Kota Unit Diluar Kesehatan

KOMPETENSI YANG HARUS DIMILIKI Pelatihan terkait kegawatdaruratan seperti : GELS ATLS ACLS APLS DOKTER UMUM SEBAGAI GATE KEEPER LAYANAN EMERGENSI KOMPETENSI TAMBAHAN : Pelatihan manajemen oksigen therapy Pelatihan manajemen penanganan bencana Penanganan kegawatan respirasi (respiratory emergency). Penanganan kegawatan kardiovaskular (cardiovasculer emergency). Penanganan trauma, balut bidai dan stabilisasi. Penanganan neonatal & kegawatan anak (paediatric emergency). Penanganan ibu hamil dan saat persalinan. Pengetahuan materi tambahan tentang KLB/outbreak, keracunan, bencana dan korban massal.

ISU DAN POTENSI KENDALA TERKAIT PELATIHAN GELS SAAT INI GELS TUJUAN : untuk menyiapkan tenaga dokter yang kompeten dalam menangani keadaan yang mengancam jiwa atau kecacatan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 106 Tahun 2004 tentang Tim Pengembangan SPGDT dan PPGD/GELS MENGATUR : - Pembentukan Tim Pengembangan SPGDT - Penyusunan standar untuk menunjang SPGDT (termasuk materi GELS) - Penetapan RS/instansi yg dapat melakukan pelatihan, metode, kurikulum dan tenaga pelatih FAKTA DI LAPANGAN : - Materi GELS seringkali tdk sesuai standar yg diatur dlm KMK 106/2004 - Tiap asosiasi/instansi kesehatan dapat menyelenggarakan GELS - Sertifikasi bervariasi - Output kompetensi tenaga medis bervariasi?

KESIMPULAN Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kegawatdaruratan medis yang terpadu dan teritegrasi (SPGDT), diperlukan pengaturan/regulasi terkait kegawatdaruratan medis baik di Pra Intra dan Inter Fasyankes. Pemberi layanan emergensi medis harus berusaha mencapai standar pemenuhan yang telah di tetapkan, baik standar kompetensi SDM, Peralatan Kesehatan, Sarana Prasarana, SOP dll. Untuk mencapai mutu SDM pelayanan kegawatdarurat yang seragam di Seluruh Indonesia diperlukan Standarisasi manajemen GELS, mulai dari kurikulum materi, kompetensi narasumber pelatih dan badan sertfikasi. Komitmen dalam meningkatkan kapasitas SDM berupa pelatihan bagi dokter dan perawat serta Medical First Responder untuk tenaga Evakuasi dan masyarakat umum, atau perlu dirumuskan dengan asosiasi profesi kebijakan dan modul pelatihan yang relevan. Pemerintah (Pusat, Provinsi, Kab/Kota), asosiasi profesi, Pihak swasta, dan masyarakat umum lainnya secara bersama mendukung peningkatan akses layanan emergensi medik.