BAB I PENDAHULUAN I.1

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB I PENDAHULUAN. Disebutkan oleh Surono, dkk (1992), penyusun Formasi Wonosari-Punung berupa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

Tugas Akhir Bab I - Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Gambar 1.1. Lokasi Penelitian di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. Batuan sedimen merupakan salah satu aspek penting dalam melihat sejarah

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 1

BAB I PENDAHULUAN. pada Sungai Kedawung. Secara geologi, menurut Pringgoprawiro (1982) formasi

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya Pulau Jawa memiliki banyak gunung api karena

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB I PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB III TEORI DASAR. III.1. Biostratigrafi

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Judul Penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Subsatuan Punggungan Homoklin

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1.

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Hasil penelitian ini digambarkan dalam bentuk:

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

PALEOEKOLOGI SATUAN BATULEMPUNG FORMASI JATILUHUR DAERAH CILEUNGSI, KECAMATAN CILEUNGSI, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

Geologi Daerah Sadawarna dan Sekitarnya Kabupaten Subang, Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)

BAB I PENDAHULUAN. yang tersingkap di daerah Jawa Tengah, selain di Karangsambung dan Bayat.

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB II GEOLOGI REGIONAL

lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian mineral logam. Secara umum daerah Pegunungan Selatan ini

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II GEOLOGI REGIONAL

PENYEBARAN AKUIFER DI FORMASI NANGGULAN PADA SISI TIMUR DOME KULON PROGO BERDASARKAN DATA SOUNDING RESISTIVITY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNIVERSITAS DIPONEGORO

STRATIGRAFI KARBONAT FORMASI SELOREDJO ANGGOTA DANDER DI SUNGAI BANYUREJO KECAMATAN BUBULAN KABUPATEN BOJONEGORO, JAWA TIMUR, INDONESIA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. dengan metode peninjauan U-Pb SHRIMP. Smyth dkk., (2005) menyatakan dari

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Sukajadi dan Sekitarnya, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat (Bab I Pendahuluan)

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Bayat merupakan salah satu daerah yang menarik sebagai obyek penelitian

Geologi Daerah Penelitian. III Hubungan Stratigrafi

BAB II TINJAUAN UMUM

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Berdasarkan letak fisiografisnya, Kulon Progo merupakan bagian dari zona Jawa Tengah bagian selatan sehingga memiliki karakteristik zona plato. Kulon Progo dikenal dengan karakteristik daerah plato luas yang dikenal dengan zona Plato Jonggrangan ( Van Bemmelen, 1949). Daerah tersebut merupakan daerah uplift yang membentuk kubah yang dikenal dengan Oblong dome. Pegunungan Kulon Progo dilandasi oleh batuan gunungapi Paleogen, dan ditutupi oleh batuan karbonat dan napal yang berumur Neogen. Formasi Sentolo terletak di bagian tenggara Pegunungan Kulon Progo dengan lapisan alas berupa aglomerat dan napal. Formasi ini berupa batugamping berlapis yang diendapkan di lingkungan neritik sebagai hasil genang laut pada akhir Miosen Tengah ( Van Bemmelen, 1949). Formasi Sentolo yang termasuk dalam seri stratigrafi Kulon Progo memiliki sebaran yang cukup luas. Peneliti seperti Van Bemmelen (1949), Kadar (1986) dan Rahardjo dkk. (1995) telah mengkaji aspek stratigrafi Formasi Sentolo. Walaupun sudah terdapat sejumlah penelitian terhadap Formasi Sentolo, perlu dilakukan penelitian yang lebih detail, karena masih banyak lokasi-lokasi singkapan yang belum dikaji mendalam. Penelitian tersebut dapat difokuskan pada keberadaan fosil foraminifera dalam batuan Formasi Sentolo. Pada penelitian ini, dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif secara rinci pada fosil foraminifera untuk dapat dilakukan analisis biostratigrafi dan biozonasi yang dapat membantu interpretasi yang lebih komprehensif dari Formasi Sentolo yang nantinya dapat berguna untuk mengetahui umur relatif batuan, paleobatimetri, serta paleoekologi daerah penelitian. Penelitian ini dilakukan melalui pengamatan singkapan dan pengukuran stratigrafi yang berada di daerah Desa Girimulyo dan Sidomulyo, Kecamatan Girimulyo dan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, serta analisis laboratorium. 1

I.2 Maksud Maksud dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk menganalisis rinci biostratigrafi dan biozonasi yang dapat membantu interpretasi yang lebih komprehensif terhadap Formasi Sentolo. I.3 Tujuan Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah: a. Mengetahui umur relatif batuan dan biozonasi Formasi Sentolo dari beberapa lokasi pengambilan percontoh batuan berdasarkan analisis fosil foraminifera planktonik. b. Mengetahui paleobatimetri Formasi Sentolo dari beberapa lokasi pengambilan percontoh batuan berdasarkan perbandingan foraminifera planktonik dan bentonik. c. Mengetahui paleoekologi Formasi Sentolo dari beberapa lokasi pengambilan percontoh batuan berdasarkan analisis kelimpahan komposisi cangkang foraminifera. I.4 Lokasi Penelitian I.4.1 Letak Daerah penelitian meliputi Desa Giripurwo, Desa Sendangsari, dan Desa Sidomulyo, Kecamatan Girimulyo dan Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Gambar 2.1). Daerah Pemetaan termasuk dalam lembar Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Wates Pojok Nomor A 1408 214, dengan skala 1:25000 dan luas daerah pemetaan adalah 35,58 km 2. Berdasarkan letak geografinya, sebagian besar wilayah penelitian adalah dataran bergelombang rendah dengan perbukitan yang sedikit landai. 2

Gambar 1.1 Peta daerah penelitian, Kecamatan Girimulyo-Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta (Lokasi penelitian ditunjukkan dengan kotak berwarna Merah). I.4.2 Kesampaian Daerah Daerah penelitian berada sekitar 25 km pada bagian barat Kota Yogyakarta, atau sekitar 30 menit dengan menggunakan kendaraan bermotor melewati Jalan Raya Wates-Sentolo dengan medan yang relatif datar. Berada 40 3

km pada bagian tenggara Kabupaten Purworejo, atau sekitar 40 menit dengan menggunakan kendaraan bermotor melewati Jalan Raya Wates-Purworejo dengan medan yang relatif datar. I.5 Batasan Masalah Agar pembahasan tidak meluas dan menyimpang dari permasalahan yang ada, maka dalam penyusunan laporan Tugas Akhir ini dibatasi pada: a. Pengukuran stratigrafi dan percontoh batuan dilakukan pada Formasi Sentolo, dengan luas kavling 4,36 km x 8,16 km di Desa Giripurwo- Sidomulyo, Kecamatan Girimulyo-Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. b. Studi ini dilakukan dengan dua metode yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif pada fosil foraminifera Formasi Sentolo. c. Analisis kualitatif mikrofosil pada studi ini dilakukan dengan metode determinasi dan deskripsi morfologi foraminifera, serta dilakukan pengklasifikasian berdasarkan taksonomi atau penamaan fosil foraminifera. d. Analisis kuantitatif mikrofosil pada studi ini dilakukan dengan metode penyusunan biozonasi untuk mengetahui umur relatif batuan menggunakan klasifikasi dari biozonasi Blow (1969) dalam Postuma (1971), metode perbandingan rasio foraminifera planktonik dan bentonik untuk menentukan paleobatimetri menggunakan klasifikasi Grimsdale dan Morkhoven (1955) dan Tipsword dkk. (1966), dan pengelompokan kelimpahan foraminifera berdasarkan komposisi cangkang fosil foraminifera untuk menentukan paleoekologi menggunakan klasifikasi Murray (1991). I.6 Penelitian Terdahulu Berdasarkan beberapa publikasi, Formasi Sentolo berumur Miosen Awal sampai Pliosen yang memiliki ketebalan sekitar 950 meter dan memiliki 4

hubungan stratigrafi tidak selaras di bagian atas terhadap Endapan Gunung Merapi Muda, dan menjari dengan Formasi Jonggrangan, serta tidak selaras dengan Formasi Andesit Tua di bagian bawah. Formasi Sentolo tersusun atas batugamping dan batupasir napalan pada bagian bawah dan batugamping berlapis pada bagian atas (Rahardjo dkk, 1995). Pada formasi ini juga dapat dijumpai batugamping koral secara setempat yang menunjukkan umur yang sama dengan Formasi Jonggrangan (Pringgoprawiro, 1968). Berdasarkan penelitian fosil foraminifera pada beberapa spesies yang khas, seperti Globigerina insueta (penamaan pada Cushman dan Stainforth), yang dijumpai di bagian bawah Formasi Sentolo menunjukkan umur yang mewakili zona N8 atau Miosen Awal (Kadar 1975, dalam Rahardjo dkk, 1977). Umur Formasi Sentolo adalah berkisar Miosen Awal-Pliosen (N7 -N21) hal ini dikemukakan berdasarkan penelitian pada fosil foraminifera oleh Pringgoprawiro (1968). Perbedaan penelitian terdahulu terhadap penelitian ini adalah dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif pada fosil foraminifera Formasi Sentolo, berdasarkan komposisi cangkang bentonik yang dikelompokkan menggunakan diagram Millioliina-Rotaliina-Textulariina (MRT) untuk menginterpretasi keadaan paleoekologi Formasi Sentolo. Selain itu pada penelitian ini dilakukan penentuan paleobatimetri berdasarkan perbandingan kelimpahan foraminifera planktonik dan bentonik, serta pengelompokan biozonasi untuk mengetahui umur relatif batuan pada beberapa singkapan yang belum diteliti lebih mendalam. I.7 Waktu Pelaksanaan Penelitian Kegiatan Pemetaan Geologi ini dilaksanakan secara bertahap dengan rincian sebagai berikut: a. 01 April 2016-17 April 2016 merupakan tahap persiapan alat geologi lapangan, dan tahap persiapan data sekunder. b. 18 April 2016-24 April 2016 merupakan tahap lapangan yaitu dengan metode pengukuran stratigrafi di Desa Giripurwo, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 5

c. 25 April 2016-1 Mei 2016 merupakan tahap lapangan yaitu dengan metode pengukuran stratigrafi di Desa Sidomulyo, Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. d. 1 Mei 2016-30 Desember 2016 merupakan tahap analisis laboratorium foraminifera pada Laboratorium Sumberdaya Energi, Sedimen dan Paleontologi, Departemen Teknik Geologi, Universitas Diponegoro. I.8 Sistematika Penulisan 1. BAB I PENDAHULUAN Berisi mengenai latar belakang, maksud dan tujuan penelitian, lokasi penelitian, batasan masalah, penelitian terdahulu, waktu pelaksanaan penelitian, dan sistematika penulisan. 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini secara umum berisi tentang geologi regional daerah penelitian, termasuk di dalamnya terdapat pembahasan stratigrafi, geomorfologi, dan struktur geologi daerah penelitian. Selain itu pada bab ini juga membahas tentang batuan sedimen karbonat serta fosil mikro khususnya foraminifera. 3. BAB III METODOLOGI Menjelaskan mengenai peralatan dan bahan yang digunakan, serta metodemetode pada saat tahap penelitian seperti, tahap pra-lapangan, tahap lapangan, tahap laboratorium, serta tahap analisis. Metodologi yang digunakan yaitu pengukuran stratigrafi, analisis kualitatif dan analisis kuantitatif mikropaleontologi. 4. BAB IV HASIL PENELITIAN Berisi pembahasan mengenai kondisi umum wilayah penelitian, karakteristik stratigrafi, analisis umur relatif, analisis paleobatimetri dan analisis paleoekologi Formasi Sentolo. Hal tersebut didapatkan dari pengamatan lapangan serta analisis laboratorium mikropaleontologi. 6

5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berisi mengenai kesimpulan akhir dari penelitian yang telah dilakukan sehingga dapat menjawab maksud dan tujuan penelitian. Kesimpulan terdiri dari poin-poin penting dari hasil penelitian. 6. DAFTAR PUSTAKA Mencakup referensi yang digunakan pada saat penelitian baik dari buku, jurnal, laporan, peta, maupun hasil diskusi bersama dosen pembimbing. 7