PENGARUH PERBEDAAN DIAMETER SALURAN PENAMBAH (RISER) 15 mm, 17 mm, 19 mm TERHADAP HASIL CORAN EYE MATERIAL ALUMINIUM DENGAN MEDIA CETAKAN PASIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata I Pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik oleh : AHMAD WIJAYANTO NIM: D 200 130 011 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2018
PENGARUH PERBEDAAN DIAMETER SALURAN PENAMBAH (RISER) 15 mm, 17 mm, 19 mm TERHADAP HASIL CORAN EYE MATERIAL ALUMINIUM DENGAN MEDIA CETAKAN PASIR Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia material aluminium dan pengaruh ukuran saluran penambah (riser) terhadap penyusutan, density, cacat porositas, kekerasan dan foto mikro. Bahan baku penelitian ini adalah aluminium dari sparepart motor yaitu breakshoe bekas pakai. Pada penelitian ini saluran penambah yang digunakan berbentuk tabung dengan variasi riser I tinggi 60mm dan diameter 15mm, variasi riser II tinggi 60mm dan diameter 17mm, variasi riser III tinggi 60mm dan diameter 19mm. Pengujian yang akan dilakukan antara lain pengujian penyusutan, density, pengamatan porositas, komposisi kimia, kekerasan brinell, dan struktur mikro. Hasil penelitian menunjukan bahwa persentase penyusutan tertinggi terdapat pada variasi riser III sebesar 2,91 %, sedangkan variasi riser I 0,97 % dan variasi riser II sebesar 1,94 %. Hasil density tertinggi terdapat pada pada variasi riser III sebesar 2,83 dan variasi riser II sebesar 2,76, dan didapatkan nilai density terendah pada variasi riser I sebesar 2,62. Hasil komposisi kimia di temukan unsur kimia yaitu Aluminium (Al) 86,79% sebagai bahan utama, serta Silikon (Si) 9,49%, sehingga dari unsur yang ada material ini termasuk logam aluminium paduan silicon (Al-Si). Harga rata-rata kekerasan tertinggi terdapat pada variasi riser III sebesar 76,71 BHN, sedangkan variasi riser II 71,81 BHN dan variasi riser I sebesar 70,45 BHN. Kata Kunci : eye, kekerasan, paduan aluminium, penyusutan, porositas, riser, saluran penambah. Abstract This research aim to know the chemical composition of aluminum material and the influence of the riser size to shrinkage, density, porosity defect, hardness and microstructure. The material of this research is aluminum from sparepart motor that is breakshoe used. In this research, the riser used are tubular with the variation of riser I height 60mm and diameter 15mm, variation of riser II height 60mm and diameter 17mm, variation of riser III height 60mm and diameter 19mm. Tests to be performed include testing depreciation, density, porosity observation, chemical composition, brinell hardness, and microstructure of material. The results of this study show the highest percentage shrinkage found on riser III variation is 2,91%, while riser variation I is 0,97% and the riser variation II is 1,94%. The highest density result found on the riser variation III of 2.83 and riser variation II of 2.76, the lowest density found on the riser variation I of 2.62. The result of chemical composition found chemical elements, namely Aluminum (Al) 86.79% as the main material, and Silicon (Si) 9.49%, so this material elements categorized as aluminum alloy silicon (Al-Si). The highest hardness price found on the riser variation III 76.71 BHN, while the riser variation II 71.81 BHN and the riser variation I 70.45 BHN. 1
Keywords : Eye, hardness, aluminium alloy, shrinkage, porosity, riser, addition channels. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan logam bekas menjadi bahan baku industri semakin meningkat, sehingga menjadi komoditi perdagangan dan mendorong berkembangnya usaha-usaha penampungan logam bekas di sekitar lokasi usaha. Salah satu jenis logam bekas (daur ulang) yang banyak digunakan untuk pengecoran adalah jenis logam aluminium. (Roziqin K. dkk, 2012). Aluminium adalah salah satu logam non ferro yang memiliki beberapa keunggulan dan juga banyak digunakan di segala bidang. Ada beberapa keunggulan yang dimiliki oleh aluminium diantaranya adalah memiliki berat jenis yang ringan, ketahanan terhadap korosi, pengantar panas dan arus listrik yang baik dan mudah dibentuk dengan proses permesinan. Aluminium murni juga memiliki sifat cor yang baik dan sifat mekanis yang jelek. Oleh karena itu dipergunakan paduan aluminium karena sifat-sifat mekanisnya dapat diperbaiki dengan menambahkan tembaga, silicon, silium, magnesium, mangan, nikel dan sebagainya. (Surdia, 2005). Salah satu hal yang mempengaruhi terjadinya cacat pada produk cor adalah desain sistem saluran yang kurang baik. Sistem saluran pada cetakan pasir meliputi cawangtuan, saluran turun (sprue), dam atau waduk (well), saluran pengalir (runner), saluran penambah (riser), dan saluran masuk (ingate). Penelitian ini akan mendalami tentang ukuran saluran penambah (riser). Saluran penambah memberikan logam cair yang mengimbangi penyusutan dalam proses pembekuan dari coran. (Krisnawan, 2012). Sistem saluran yang baik dapat menghasilkan pembekuan terarah, sehingga meminimalisir cacat produk seperti cacat penyusutan dan cacat porositas, Saluran penambah (riser) memberikan logam cair yang mengimbangi penyusutan dalam proses pembekuan coran, sehingga saluran penambah (riser) harus membeku lebih lambat dari coran. Jika penambah terlalu kecil akan menyebabkan terjadinya rongga penyusutan. (Tjitro, 2001). Pada penelitian ini akan dilakukan kajian ukuran saluran penambah (riser) terhadap terjadinya penyusutan, cacat porositas, nilai kekerasan, density, struktur 2
mikro dan kandungan komposisi kimia produk pada pengecoran aluminium dengan cetakan pasir. Dengan mempertimbangkan ukuran saluran penambah (riser) diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk cor aluminium. 1.2. Perumusan Masalah Untuk memudahkan penelitian maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1) Bagaimana perbandingan penyusutan dan porositas yang dihasilkan coran tiap variasi ukuran saluran penambah (riser) yang berbeda? 2) Bagaimana perbandingan kekerasan, density dan struktur mikro tiap variasi ukuran saluran penambah (riser) yang berbeda? 3) Bagaimana komposisi kimia yang terkandung dalam produk cor aluminium? 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini sebagai berikut : 1) Material yang digunakan adalah aluminium produk breakshoe bekas. 2) Cetakan yang digunakan adalah cetakan pasir basah. 3) Kecepatan dan tinggi penuangan logam cair dianggap sama. 4) Saluran penambah (riser) berbentuk tabung dengan ukuran diameter yang berbeda. 5) Pengujian komposisi kimia hasil coran menggunakan uji Emmision Spectrometer. 6) Pengujian kekerasan hasil coran menggunakan uji kekerasan Brinell. 7) Pengujian struktur mikro hasil coran menggunakan Mikroskop Metalografi 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1) Meneliti komposisi kimia pada produk material aluminium dan pengaruh perbedaan ukuran saluran penambah (riser) terhadap penyusutan, porositas, dan density pada pengecoran cetakan pasir. 2) Meneliti pengaruh perbedaan ukuran saluran penambah (riser) terhadap kekerasan aluminium pada pengecoran cetakan pasir. 3) Meneliti struktur mikro aluminium pada pengecoran cetakan pasir. 1.5 Tinjauan Pustaka Tjitro (2001) melakukan penelitian tentang pengaruh bentuk riser terhadap cacat penyusutan produk cor aluminium cetakan pasir. Penelitian ini melakukan 3 variasi yaitu variasi riser I berbentuk silinder dengan diameter 10 mm dan tinggi 60 3
mm. variasi riser II berbentuk kerucut terpancung dengan diameter 10 mm dan 25 mm serta tingginya 60 mm. Variasi riser III berbentuk kerucut terpancung pula dengan diameter 10 mm dan 100 mm dimana tingginya 60 mm. Hasil penelitian menunjukan bahwa variasi riser III menghasilkan coran tanpa cacat penyusutan. Sedangkan variasi riser I dan II terjadi cacat penyusutan akibat tidak berfungsinya riser dengan balik.ini dapat disimpulkan bahwa cacat penyusutan (shrinkage defect) dipengaruhi oleh nilai casting modulus. Selain itu, diameter leher riser harus memiliki batasan minimal untuk menghindari tidak berfungsinya riser. Tjitro dan Gunawan (2003) dalam penelitiannya tentang pengaruh bentuk penampang riser terhadap cacat porositas. Bentuk penampang riser yang digunakan yaitu bulat dan segi empat. Dari hasil penelitian menggunakan pemeriksaan mikrografi menunjukkan bahwa bentuk penampang riser mempunyai pengaruh terhadap timbulnya cacat porositas. Prosentase cacat porositas produk coran dengan penampang riser segi empat lebih besar dibandingkan penampang riser bulat. Tjitro dan Hartanto (2002) melakukan penelitian tentang pengaruh modulus cor terhadap riser terhadap cacat penyusutan pada produk paduan Al-Si. Penelitian ini melakukan 2 variasi yaitu variasi I berbentuk kerucut terpancung dan variasi II berbentuk silinder. Paduan yang digunakan Al-Si 7% dan 12,5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modulus cor riser dan komposisi paduan berpengaruh terhadap terjadinya penyusutan. Cacat penyusutan dapat dieliminir atau dikurangi dengan mengontrol modulus cor riser. Modulus cor merupakan perbandingan antara volume terhadap luas permukaan coran. Modulus cor besar berarti waktu pembekuan cairan logam lebih lama. 4
2 METODE PENELITIAN 2.1 Diagram Alir Penelitian Mulai Persiapan Material dan Peralatan Peleburan Desain dan Pembuatan Pola Pembuatan Riser Diameter 17mm Pembuatan Riser Diameter 17mm Pembuatan Riser Diameter 19mm Proses Pengecoran Produk Pengecoran 1. Pengukuran Dimensi 2. Pengamatan Porositas Pembuatan Spesimen Pengujian Komposisi Kimia Pengujian Density Pengujian Penyusutan Pengujian Struktur Mikro Pengujian Kekerasan Analisa Data Kesimpulan Selesai Gambar 1. Diagram Alir Penelitian 2.2 Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1) Kowi 6) Jangka Sorong 5
2) Kompor Gas 7) Alat Uji Spektrometer 3) Tungku 8) Alat Uji Brinell 4) Timbangan Digital 9) Miskroskop Metalografi 5) Gelas Ukur Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1) Aluminium produk breakshoe bekas 2) Pasir Cetak 3) Potongan Besi 4) Kerangka Cetak Kayu 5) Serbuk calcium carbonat 2.3 Langkah Penelitian 2.3.1 Perencanaan desain pola Gambar 2. Aliran proses pada pembuatan coran Gambar 3. Pola sistem saluran Skala 1 : 17,5 Gambar 4. Dimensi sprue 6
Skala 1 : 1,7 Skala 1 : 20 Gambar 5. Dimensi ingate Skala 1 : 2,6 Gambar 6. Dimensi riser Gambar 7. Dimensi eye 7
2.3.2 Pembuatan cetakan pasir 1. Mempersiapkan pasir dan air dengan komposisi 80% pasir + air 20% sampai pasir cetak mampu dibentuk. 2. Mempersiapkan kerangka cetak dan pola produk yang akan di cor. 3. Mempersiapkan papan kayu yang diletakkan dibawah kerangka cetak yang berfungsi sebagai alas kerangka cetak bawah (drag). 4. Mengoleskan kalsium karbonat diatas pola dan drag supaya pasir cetak tidak mudah menempel pada pola dan drag tersebut. 5. Menyaring dan menuangkan pasir cetak kedalam kerangka cetak sambil dipadatkan hingga diperoleh padat yang merata. 6. Meratakan cetakan lalu membalik kerangka cetak bawah yang telah terisi penuh dengan pasir cetak dan menyingkirkan papan kayu dari kerangka cetak bawah. 7. Mengoleskan kembali kalsium karbonat pada permukaan pola dan cetakan pasir hingga merata. Meletakkan kerangka cetak atas (cope) diatas kerangka cetak bawah dan dikaitkan sehingga pasangan kerangka tidak mudah bergeser atau bergerak dan tidak lupa memasang saluran penambah (riser) dan saluran turun (sprue) pada pola. 8. Menuangkan pasir cetak kedalam kerangka cetak atas dan memadatkannya hingga padat yang merata. 9. Setelah pasir cetak padat merata, lepaskan saluran penambah (riser) dan saluran turun (sprue) supaya cairan coran dapat masuk kedalam cetakan. 10. Melepaskan kerangka cetak atas dan bawah untuk proses pembuatan lubang masuk (ingate). 11. Mengeluarkan pola dari pasir cetak, dengan terangkatnya pola dari cetakan pasir maka akan meninggalkan rongga atau pola cetak (cavity). 12. Memasang kembali kerangka cetak atas diatas kerangka cetak bawah. Pada tahap ini pasir cetak sudah siap untuk dilakukan penuangan logam cair. 13. Mengulangi langkah 1-12 untuk variasi diameter saluran penambah (riser) yang berbeda.. 8
2.3.3. Peleburan logam alumunium 1. Mempersiapkan dapur peleburan antara lain seperangkat kompor gas, kowi, dan aluminium bekas. 2. Menyalakan kompor kemudian letakan kowi di atasnya. 3. Memasukan aluminium bekas kedalam kowi. 4. Menunggu sampai aluminium mencair. 5. Membersihkan cairan aluminium dari kotoran atau terak yang ada. 2.3.4. Penuangan alumunium cair 1. Mengukur suhu aluminium cair sampai didapat suhu lebih dari 660 0 C. 2. Mendekatkan cetakan pasir didekat dapur peleburan untuk menghindari penurunan temperatur yang terlalu besar ketika akan dituangkan ke dalam pola cetakan. 3. Angkat kowi yang berisi aluminium dengan alat yang sudah di siapkan kemudian tuangkan cairan aluminium kedalam cetakan pasir yang sudah di buat. 2.3.5. Pembongkaran cetakan pasir Cetakan didiamkan selama kurang lebih 2 menit kemudian dibongkar dan di bersihkan dari pasir yang menempel pada benda coran sampai bersih. 2.3.6. Perhitungan Modulus Cor Pada perhitungan modulus cor dengan rumus : Mc = Vc Ac Dimana : Mc : Modulus Cor (mm) 2.3.7. Pengujian Cacat Penyusutan Vc : Volume Cor (mm 3 ) Ac : Luas Permukaan Cor (mm 2 ) Untuk menghitung prosentase penyusutan dengan persamaan : S = ( P cetakan P produk ) P cetakan x 100% Dimana : S : persentase penyusutan P cetakan P produk : Volume Cetakan : Volume Produk 9
2.3.8. Pengujian Kekerasan Pengujian kekerasan dilakukan untuk mengetahui hasil kekerasan dari benda uji pada beberapa bagian sehingga dapat diketahui distribusi kekerasan rata-ratanya dari semua bagian yang di uji. Kekerasan merupakan ketahanan bahan terhadap goresan atau penetrasi pada permukaannya. Pengujian kekerasan menggunakan metode brinell dengan rumus : Dimana : 2P BHN = πd(d D 2 d 2 ) BHN = Brinell Hardness Number P D 3. HASIL DAN PEMBAHASAN d = Beban yang diberikan (kgf) = Diameter Indentor (mm) = Diameter lekukan rata-rata hasil indentor 3.1 Hasil pengujian penyusutan Sebelum melakukan analisa cacat penyusutan, sistem saluran dipisahkan terlebih dahulu dari produk cor. Sehingga diperoleh bentuk spesimen seperti pada gambar 4.1 Spesimen berupa Eye Shock Absorber dengan ukuran diameter alas 36,70 mm, tinggi Eye 86,26 mm, diameter leher 20,10 mm, dan tebal kepala 22,02 mm (variasi riser III). Gambar 8. Spesimen pengujian penyusutan yang telah dipisahkan dengan salurannya Pada penelitian ini ukuran saluran penambah (riser) digunakan untuk menentukan modulus cor dari riser pada setiap variasi. Modulus cor ini yang akan digunakan untuk memperkirakan arah pembekuan dari produk cor, analisa nilai penyusutan yaitu dengan menghitung persentase penyusutan produk cor. 10
3.2 Hasil perhitungan modulus cor Tabel 1. Volume dan Luas Permukaan No Spesimen Volume (mm 3 ) Luas Permukaan (mm 2 ) 1 Pola Produk 51500 17408,74 2 Riser I Ø 15 mm 10597,50 3179,25 3 Riser II Ø 17 mm 13611,90 3656,52 4 Riser III Ø 19 mm 17003,1 4146,37 Perhitungan modulus cor 1).Modulus cor pola produk Mc produk = 2).Contoh modulus cor variasi riser I Tabel 2. Nilai Modulus Cor 51500 = 2,95 mm 17408,74 Mc riser = 10597,5 = 3,33 mm 3179,25 No Spesimen Modulus cor (mm) 1 Pola Produk 2.95 2 Riser I 3,33 3 Riser II 3,72 4 Riser III 4,10 Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh nilai modulus riser yang lebih besar dari modulus pola produk cor. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan pembekuan logam kearah saluran penambah (riser), Sehingga pembekuan riser lebih lambat dari produk coran 11
3.3 Hasil pengukuran dimensi pola dan produk coran Gambar 9. Dimensi pola produk cor Gambar 10. Dimensi produk cor variasi riser III Tabel 3. Hasil pengukuran pola spesimen dan produk coran Spesimen Pola Riser I Ø 15 mm Riser II Ø 17 mm Riser III Ø 19 mm Diameter alas (mm) 37,00 36,90 36,80 36,70 Tinggi eye (mm) 86,50 86,40 86,33 86,26 Diameter leher (mm) 20,40 20,30 20,21 20,10 Tebal kepala (mm) 22,30 22,20 22,11 22,02 3.4 Persentase penyusutan produk cor Tabel 4. Hasil pengukuran volume pola dan hasil coran tiap variasi Pengukuran Pola Riser I Ø 15 mm Riser II Ø 17 mm Riser III Ø 19 mm Volume (mm 3 ) 51500 51000 50500 50000 12
Tabel 5. Hasil perhitungan persentase penyusutan dalam persen (S %) Variasi Vpola (mm 3 ) Vproduk (mm 3 ) S (%) Riser I 51500 51000 0,97% Riser II 51500 50500 1,94% Riser III 51500 50000 2,91% Persentase Penyusutan (%) 3 2.91 2 1.94 0.97 1 0 Riser I Riser II Riser III Gambar 11. Perbandingan persentase penyusutan dengan variasi riser. Gambar 11 menunjukkan hubungan antara persentase penyusutan dengan variasi riser. Nilai yang ditampilkan merupakan hasil dari perhitungan presentasi penyusutan dari setiap variasi riser. Nilai persentase penyusutan untuk variasi riser I sebesar 0,97%, untuk variasi riser II sebesar 1,94%, sedangkan untuk variasi riser III sebesar 2,91%. Berdasarkan data diatas, variasi ukuran riser mempengaruhi nilai persentase penyusutan yang terjadi pada produk cor. Hal ini disebabkan oleh banyaknya logam menyusut selama proses pembekuan yang disebabkan perbedaan diameter ukuran saluran penambah (riser). Perbedaan diameter ini berpengaruh terhadap nilai modulus cor riser pada setiap variasi. Nilai modulus cor ini mempengaruhi laju pembekuan logam cair selama proses pembekuan. Semakin tinggi nilai modulus cor maka waktu pembekuan logam akan semakin lama dan sebaliknya semakin rendah nilai modulus cor maka waktu pembekuan semakin cepat. 13
Gambar 12. solidification cast metal (Manufacturing Processes for Engineering materials 5th Edition). Dari gambar diatas menunjukkan persentase kesolidan logam cor yang mana aluminium memiliki kesolidan 7,1% dan aluminium paduan silicon yang memiliki kesolidan 3.8%, dari data tabel 4.4 hasil prosentase penyusutan tidak ada yang melebihi dari standart kesolidan aluminium paduan silicon sebesar 3,8%. 3.5 Data Hasil Komposisi Kimia Pengujian komposisi kimia dilakukan di Laboratorium POLMAN Ceper, Klaten dengan menggunakan alat uji Spectrometer. Pada pengujian komposisi ini alat dapat melakukan pembacaan secara otomatis sehingga dideteksi beberapa jenis-jenis unsur kimia, dan berikut adalah data hasil pengujian komposisi kimia. Tabel 6. Data Hasil Uji Komposisi Kimia Aluminium 14
Dari data diatas unsur yang paling dominan adalah Al (86,79%), Si (9,49%), Zn (2,03%), Fe (1,14%), Mn (0,195%). Unsur Si akan meningkatkan ketahanan korosi dan kekerasan, kandungan Fe mempunyai pengaruh buruk diantaranya penurunan sifat mekanis, penurunan kekuatan tarik, timbulnya bintik keras dan meningkatnya porositas, kandungan unsur Zn akan menaikkan nilai tensile pada produk cor, dan kandungan Mn akan berpengaruh menaikkan kekuatan dalam temperatur yang tinggi. Dari data diatas unsur yang paling dominan adalah Al-Si. Sehingga dari unsur yang ada material ini termasuk logam aluminium paduan Silikon (Al-Si), karena unsur Silikon (Si) merupakan paduan terbesar yaitu 9,49%. 3.6 Pengamatan Porositas Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui cacat porositas pada spesimen. Gambar 13. Perbandingan porositas spesimen. (A) Variasi Riser I, (B) Variasi Riser II, (C) Variasi Riser III. 20 18 Titik Porositas 15 10 5 11 7 0 Riser I Riser II Riser III Spesimen Gambar 14. Perbandingan jumlah titik porositas variasi riser. 15
Tabel 7. Hasil Pengamatan Cacat Porositas No Spesimen Jumlah titik porositas 1 Produk Cor Riser I 18 2 Produk Cor Riser II 11 3 Produk Cor Riser III 7 Dari data diatas bisa diketahui porositas tertinggi terdapat pada spesimen variasi riser I, diikuti spesimen variasi riser II. Sedangkan porositas terendah terdapat pada spesimen variasi riser III. Hal ini disebabkan gas hydrogen yang terlarut menyebabkan porositas. Pada cetakan pasir yang digunakan terdapat uap air karena cetakan yang digunakan cetakan pasir basah, pada temperatur tinggi uap air ini akan bereaksi dengan aluminium, ketika aluminium cair dituangkan kedalam cetakan reaksinya adalah gas hydrogen. Hal ini juga diperkuat semakin kecil density maka semakin besar porositas produk coran tersebut. 3.7 Perhitungan Density Gambar 15. Spesimen pengujian density Tabel 8. Hasil Perhitungan Nilai Density Variasi No Penimbangan Gelas Ukur Density Riser (gram) (ml) 1 11,45 4,5 2,54 2 13,28 5 2,65 Riser I 3 8,57 3,5 2,44 Ø 15 mm 4 8,11 3 2,70 5 11,73 4,5 2,60 6 9,82 3,5 2,80 Rata-rata 2,62 Riser II Ø 17 mm Riser III Ø 19 mm 1 12,91 5 2,58 2 9,14 3 3,04 3 7,80 2,8 2,78 4 8,16 3 2,72 5 10,13 3,8 2,66 6 9,87 3,5 2,82 Rata-rata 2,76 1 12,68 4,5 2,81 2 9,19 3 3,06 3 8,59 3,5 2,45 4 8,06 3 2,68 5 12,09 4 3,02 6 12,01 4 3 Rata-rata 2,83 16
Density (gram/ml) 2.9 2.8 2.7 2.6 2.5 2.4 2.62 2.76 2.83 Riser I Riser II Riser III Gambar 16. Perbandingan Nilai Density Terhadap Variasi Riser Nilai yang ditampilkan merupakan rata-rata dari perhitungan nilai density enam spesimen yang dipotong secara acak dari setiap variasi riser. Nilai density rata-rata untuk variasi riser I sebesar 2,62, untuk variasi riser II sebesar 2,76, sedangkan untuk variasi riser III sebesar 2,83. Berdasarkan data diatas, variasi ukuran riser mempengaruhi nilai density terhadap hasil produk cor. Semakin tinggi nilai density maka semakin tinggi kepadatan spesimen. Sebaliknya, semakin rendah nilai density maka semakin rendah pula kepadatan spesimennya. Sehingga spesimen dengan variasi riser III memiliki kepadatan paling tinggi dibandingkan dengan variasi riser II dan I. Hal ini juga dapat dilihat pada pengamatan porositas terdapat cacat porositas yang berbeda-beda, semakin besar nilai density maka akan sedikit pula cacat porositasnya. 3.8 Hasil Uji Kekerasan Brinell Gambar 17. Titik Pengujian Kekerasan 17
Tabel 9. Hasil Uji Kekerasan Brinell untuk Spesimen variasi Riser I. Titik Jumlah Strip d (mm) (Lensa 100x = 1mm=38 strip) D(mm) Indentor bola P = 294 Newton (1 Newton= 0,101972 kgf) BHN 1 27 0,71 2,5 30 69,41 2 31 0,81 2,5 30 54,54 3 26 0,68 2,5 30 76,35 4 25 0,65 2,5 30 85,62 5 28 0,73 2,5 30 69,69 6 26 0,68 2,5 30 76,35 7 30 0,78 2,5 30 58,76 8 30 0,78 2,5 30 58,76 9 27 0,71 2,5 30 69,41 10 25 0,65 2,5 30 85,62 Ratarata BHN 70,45 Tabel 10. Hasil Uji Kekerasan Brinell Spesimen variasi Riser II. Titik Jumlah Strip d (mm) (Lensa 100x = 1mm=38 strip) D(mm) Indentor bola P = 294 Newton (1 Newton= 0,101972 kgf) BHN 1 26 0,68 2,5 30 76,35 2 29 0,76 2,5 30 63,76 3 26 0,68 2,5 30 76,35 4 29 0,76 2,5 30 63,76 5 25 0,65 2,5 30 85,62 6 25 0,65 2,5 30 85,62 7 27 0,71 2,5 30 69,41 8 32 0,84 2,5 30 51,23 9 28 0,73 2,5 30 69,69 10 26 0,68 2,5 30 76,35 Ratarata BHN 71,81 18
Tabel 11. Hasil Uji Kekerasan Brinell Spesimen variasi Riser III. Titik Jumlah Strip d (mm) (Lensa 100x = 1mm=38 strip) D(mm) Indentor bola P = 294 Newton (1 Newton= 0,101972 kgf) BHN 1 25 0,65 2,5 30 85,62 2 27 0,71 2,5 30 69,41 3 27 0,71 2,5 30 69,41 4 25 0,65 2,5 30 85,62 5 26 0,68 2,5 30 76,35 6 25 0,65 2,5 30 85,62 7 25 0,66 2,5 30 85,62 8 29 0,68 2,5 30 63,76 9 27 0,71 2,5 30 69,41 10 26 0,68 2,5 30 76,35 Ratarata BHN 76,71 78 76.71 76 Harga Kekerasan Brinell (BHN) 74 72 70 68 70.45 71.81 66 Riser I Riser II Riser III Gambar 18. Perbandingan Nilai Kekerasan Produk Cor Aluminium Terhadap Variasi Riser Dari grafik diatas dapat diketahui variasi riser III Ø 19 mm mempunyai nilai kekerasan brinell tertinggi yaitu sebesar 76,71 HB, variasi riser II Ø 17 mm sebesar 71,81 HB, dan terendah yaitu pada variasi riser I Ø 15mm sebesar 70,45 HB. Hal tersebut terjadi karena cacat porositas menyebabkan kekerasan logam berkurang. Spesimen dengan ukuran variasi riser III Ø 19mm memiliki kekerasan tertinggi karena persentase porositasnya paling rendah dibanding 19
dengan variasi riser I dan II. Melambatnya proses pembekuan akan mengakibatkan harga kekerasan turun dan material tersebut ulet. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan penyusutan, density dan porositas yang terjadi pada masing-masing variasi riser. 3.9 Hasil Uji Struktur Mikro Pengamatan struktur mikro dilakukan di Laboratorium Metalurgi Teknik Mesin UMS dan dikerjakan menurut standar pengujian metalografi untuk bahan aluminium dengan pembesaran 100x dan 200x, sehingga diperoleh gambar tampilan seperti yang terlihat pada gambar 4.12 sampai gambar 4.13 dan dibandingkan dengan buku ASM (ASM Handbook Volume 9: Metallography and Microstructure) sebagai standar acuan. Gambar 19. ASTM Handbook Volume 9 Metallography and Microstructur Paduan 356-F, sebagai pengecoran cetakan pasir. Struktur terdiri dari jaringan partikel silikon (abu-abu tajam) yang mana terbentuk dalam eutektik Al-Si interdendritik, komposisi Al-9.0Si-1,8Cu-0,5Mg (ASM Handbook Volume 9). Al Si A B C Gambar 20. Perbandingan foto mikro pada pembesaran 100x. (A) Riser I Ø 15mm, (B) Riser II Ø 17mm, (C) Riser III Ø 19mm 20
Al Si A B C Gambar 21. Perbandingan foto mikro pada pembesaran 200x. (A) Riser I Ø 15mm, (B) Riser II Ø 17mm, (C) Riser III Ø 19mm. Struktur mikro terdiri dari unsur Al (aluminium) dan Si (silicium/silikon). Unsur aluminium (Al) berupa butiran besar yang berwarna putih, sedangkan unsur silikon (Si) berbentuk tajam seperti jarum dan berwarna keabu-abuan. Pada gambar 2.6 (Halaman 16) tentang foto struktur mikro Al-Si, terlihat pada gambar unsur Si nya lebih dominan dari pada penelitian ini, karena kandungan Si nya sebesar ± 11,7%, sedangkan dalam penelitian ini hanya 9,49% Si. 4. PENUTUP Setelah dilakukan penelitian dan menganalisa data hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1). Hasil pengujian komposisi kimia ditemukan unsur kimia berupa (Al) 86,79% (Si) 9,49% (Fe) 1,14% (Zn) 2,03% (Cu) 0,132% dan unsur-unsur lainnya. Dan termasuk logam paduan Al-Si. Hasil pengujian penyusutan bahwa variasi riser III diameter 19 mm memiliki persentase penyusutan paling besar yaitu 2,91%, sedangkan untuk variasi riser II yaitu 1,94%, dan nilai penyusutan paling kecil pada variasi riser I yaitu 0,97%. Hasil pengamatan porositas menunjukkan variasi riser I memiliki porositas paling tinggi dibandingkan dengan variasi riser II dan variasi riser III. Hasil pengujian density juga menunjukan nilai tertinggi pada variasi riser III sebesar 2,83 dan variasi riser II sebesar 2,76, dan didapatkan nilai density terendah pada variasi riser I sebesar 2,62. Sehingga density paling tinggi terdapat pada variasi riser III sebesar 2,83. 2). Hasil pengujian kekerasan menunjukkan harga kekerasan rata-rata variasi riser I sebesar 70,45 HB, sedangkan variasi riser II sebesar 71,81 HB, dan 21
variasi riser III sebesar 76,71 HB. Sehingga harga kekerasan paling tinggi terdapat pada variasi riser III yaitu sebesar 76,71 HB. 3). Dari pengujian struktur mikro di dapat struktur yang ada pada produk coran terdiri dari unsur Si (silicium/silikon) dan Al (aluminium). Unsur Si (keabuabuan) berbentuk tajam seperti jarum, sedangkan unsur Al berupa butiran besar berwarna putih. DAFTAR PUSTAKA ASM Handbook Volume 15: Casting, ASM International ASM Handbook Volume 9: Metallography and Microstructures ASM International Avner, Sidney, H., 1974. Introduction to physical metalurgi, 2 nd Edition, Mc Graw- Hill Publishing Co. Ltd, Singaporea Budenski, K. Michael. 1999. Journal of Material. The Insitute of Materials Groover, Mikell P. 2010. Fundamentals of Modern Manufacturing Fourth Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Krisnawan, H., 2012, Pengaruh Ukuran Riser Terhadap Cacat Penyusutan Dan Cacat Porositas Produk Cor Aluminium Cetakan Pasir, UNS, Surakarta Murjoko., 2012. Kajian Letak Saluran Masuk (Ingate) Terhadap Cacat Porositas, Kekerasan dan Ukuran Butir Paduan Almunium Pada Pengecoran Menggunakan Cetakan Pasir. Tugas Akhir, UNS, Surakarta Randy Saputra., 2012. Analisa Pengaruh Penambahan Tembaga (Cu) Dengan Variasi (7%, 8%, 9%)Pada Paduan Aluminium Silikon (AI-Si) Terhadap Sifat Fisis Dan Mekanis. Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta. Roziqin, K., Purwanto, H., & Syafa at, I., 2012, Pengaruh Model Sistem Saluran Pada Proses Pengecoran Aluminium Daur Ulang Terhadap Struktur Mikro dan Kekerasan Coran Puli Diameter 76mm Dengan Cetakan Pasir, Jurnal Teknik Mesin, 8 (1): 33-39. 22
Surdia, T. & Chijiwa. 1976. Teknik Pengecoran Logam. Jakarta : Pradnya Paramita Surdia, T. & Chijiwa. 1982. Teknik Pengecoran Logam. Jakarta : Pradnya Paramita Surdia, T. & Chijiwa. 1996. Teknik Pengecoran Logam. Jakarta : Pradnya Paramita Surdia, T. & Saito, Shinroku. 2005. Pengetahuan Bahan Teknik. (cetakan keenam). Jakarta: Pradnya Paramita Tjiro,S., 2001, Pengaruh Bentuk Riser Terhadap Cacat Penyusutan Produk Cor Alumunium Cetakan Pasir, Jurnal Teknik Mesin, 3 (2): 41-46 Tjitro, S., & Gunawan, H., 2003, Analisa Pengaruh Bentuk Penampang Riser Terhadap Cacat Porositas, Jurnal Teknik Mesin, 5 (1): 1-4 Tjitro, S., & Hartanto, L., S. 2002. Pengaruh Modulus Cor Riser Terhadap Cacat Penyusutan Pada Produk Paduan Al-Si. Jurnal Teknik Mesin, 2 (4): 69-74 Tjitro, S., 2001, Pengaruh Bentuk Riser Terhadap Cacat Penyusutan Produk Cor Alumunium Cetakan Pasir, Jurnal Teknik Mesin, 3 (2): 41-46. Gde, Tjokorda. 2010. Studi Struktur mikro Silikon dalam Paduan Aluminium- Silikon pada Piston dari Berbagai Merek Sepeda Motor. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin, 4 (1): 31-34. 23