BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. belajar. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan Sekolah Dasar adalah memberikan bekal pengetahuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi kepentingan hidup. Secara umum tujuan pendidikan dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dari penelitian tindakan kelas ini yang terdiri dari : Hasil Belajar, Belajar dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Mata Pelajaran IPA di SMALB bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tujuan pembelajaran IPA di atas yakni menumbuh kembangkan pengetahuan dan keterampilan, maka hal ini sesuai dengan

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA MATERI DAUR AIR

BAB II PENERAPAN METODE INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Langeveld pendidikan adalah pemberian bimbingan dan bantuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penerima pesan. Lingkungan pembelajaran yang baik ialah lingkungan yang

Mata Pelajaran IPA di SMALB bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. eduaktif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik

BAB II KAJIAN PUSTAKA

materi yang ada dalam suatu pengajaran.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia dewasa ini telah mendapat perhatian yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) Pendahuluan Pendalaman Materi Fisika SMP

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu proses terjadinya peristiwa. Menurut Rusminiati (2007: 2) metode

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional, dengan jelas dikatakan bahwa :

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, keadaan atau proses sesuatu,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. 1

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional diselenggarakan melalui dua jalur yaitu jalur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Diyanti, 2014

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.2 Aktivitas Belajar dengan Menggunakan Media Diskusi. Aktivitas belajar menggunakan media gambar merupakan kegiatan, kesibukan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI GAYA MAGNET MELALUI METODE EKSPERIMEN DI KELAS V SD NEGERI 3 KRAJAN JATINOM KLATEN TAHUN 2012 NASKAH PUBLIKASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pesan (Sadiman, 2002: 6). Secara umum alat peraga pembelajaran dalam

PENERAPAN METODE DEMONSTRASI DAPAT MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TERHADAP PELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR. Erlinda

PENERAPAN PENDEKATAN QUANTUM TEACHING DALAM PEMBELAJARAN IPA DI KELAS V SDN 2 JOGOMERTAN

46. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Metode (method). Secara harafiah berarti cara. metode atau metodik berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB II KAJIAN TEORI. tanggap, mengerti benar, pandangan, ajaran. 7

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI JENJANG PENDIDIKAN DASAR MATA PELAJARAN SAINS. 4 Pilar Pendidikan UNESCO

I. PENDAHULUAN. yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. menggunakan metode yang menarik dan bervariasi dalam mengajar. Bahri (dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yaitu 19 orang siswa mendapat nilai di bawah 65 atau 47,5%. Sedangkan nilai

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kajian Teori Model Pembelajaran Kooperatif

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Ruang Lingkup IPA SD/MI

PENINGKATAN MINAT DALAM PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM MENGGUNAKAN METODE INQUIRY KELAS IV SEKOLAH DASAR ARTIKEL PENELITIAN

46. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN. Eka Atika Sari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

FISIKA SEKOLAH 1 FI SKS

BAB II UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENERAPKAN METODE INKUIRI PADA PEMBELAJARAN IPA TENTANG POKOK BAHASAN SIFAT-SIFAT CAHAYA

Menurut aliran behavioristik dalam Wina (2009: 114) belajar adalah pembentukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dedukasi. IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada di

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Dalam Kamus

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dipelajari oleh pembelajar. Jika siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep,

47. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB A)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek dalam belajar. Sedangkan mengajar merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan seseorang guru sebagai pengajar. Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru terpadu dalam satu kegiatan. Diantara keduanya itu terjadi interaksi dengan guru. Kemampuan yang dimiliki siswa dari proses belajar mengajar saja harus bisa mendapatkan hasil bisa juga melalui kreatifitas seseorang itu tanpa adanya intervensi orang lain sebagai pengajar. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004: 22). Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar: (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari. Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa (Sudjana, 1989: 39). Dari pendapat ini faktor yang dimaksud adalah faktor dalam diri siswa perubahan kemampuan yang dimilikinya seperti yang dikemukakan oleh Clark (1981 : 21) menyatakan bahwa hasil belajar siswa disekolah 70 % dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan. Demikian juga faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan yang paling dominan berupa kualitas pembelajaran (Sudjana, 2002: 39). "Belajar adalah suatu perubahan perilaku, akibat interaksi dengan lingkungannya" (Ali Muhammad, 204: 14). Perubahan perilaku dalam proses belajar terjadi akibat dari 5

6 interaksi dengan lingkungan. Interaksi biasanya berlangsung secara sengaja. Dengan demikian belajar dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan dalam diri individu. Sebaliknya apabila terjadi perubahan dalam diri individu maka belajar tidak dikatakan berhasil. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kamampuan siswa dan kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik). Dari beberapa pendapat di atas, maka hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga tampak pada diri individu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga tampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif. Hasil belajar dapat diartikan sebagai produk belajar yaitu merupakan suatu pola pembuatan nilai, apresiasi, kecakapan, keterampilan yang berguna bagi masyarakat (Tim pengembang MKDK IKIP Semarang 1990:172) terdapat tiga ranah hasil belajar yang kognitif, atektif dan psikomotorik. Ranah kognitif adalah hasil belajar berupa pengetahuanpengetahuan atau kemampuan-kemampuan yang bersifat keilmuan ranah afektif adalah hasil belajar yang berupa perubahan-perubahan perilaku sebagai akibat telah dilakukannya proses belajar. Sedangkan ranah psikomotorik adalah hasil belajar berupa keterampilan-keterampilan praktis oleh anggota badan seperti tangan, kaki, alat indra dan sebagainya. Dalam penelitian ini hasil belajar yang akan ditingkatkan adalah pada ranah kognitif. 2.1.2. Pembelajaran IPA 1) Definisi Pembelajaran IPA di SD Mata pelajaran IPA di SD bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

7 a) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-nya b) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari c) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat d) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan e) Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam f) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan g) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. Ruang Lingkup Mata Pelajaran IPA Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut. a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. Istilah IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Beberapa ahli di berbagai bidang merumuskan suatu definisi science yang operasional yakni : a. Fisher. Science adalah kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode-metode yang berdasarkan observasi.

8 b. Carin. Science adalah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematik, yang dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangan science tidak hanya ditunjukkan oleh kumpulan fakta saja, tetapi juga oleh timbulnya metode ilmiah dan sikap ilmiah. c. Nash Seorang ahli kimia, menekankan bahwa science adalah suatu proses atau suatu cara untuk meneropong dunia. d. Wigner seorang ahli fisika mendefinisikan science sebagai gudang / penyimpanan tentang gejala-gejala alam. e. T.H.Huxley, seorang ahli biologi. Science adalah pikiran sehat yang diorganisir. Secara tepat pernyataan yang mudah dimengerti ini melukiskan kewajaran dan kemasukakalan (rasionalitas) pengetahuan ilmiah sehingga dapat membantu melenyapkan beberapa ilmu sihir (mistik) yang sering melingkupi science. f. Bube, seorang ahli fisika. Science adalah pengetahuan tentang dunia ilmiah yang diperoleh dari interaksi indera dengan dunia tersebut. Pernyataan ini memberikan suatu ketelitian yang menarik terhadap dua aspek tentang bagaimana observasi terjadi (berlangsung). g. James Conant, seorang ahli kimia organic. Science adalah rangkaian konsep-konsep yang saling berhubungan dan bagan-bagan konsep yang telah berkembang sebagai suatu hasil eksperimentasi dan observasi dan merupakan hasil eksperimentasi dan observasi yang lebih lanjut. h. Benyamin, seorang ahli filsafat. Science adalah mode of inquiry yang berusaha untuk mencapai pengetahuan tentang dunia dengan menggunakan metode hipotesa yang telah ditetapkan terhadap apa yang diberikan di dalam observasi. i. Dampier, seorang ahli sejarah science. Science adalah pengetahuan tentang gejalagejala alam yang teratur dan studi rasional tentang hubungan antara konsep-konsep yang mana gejala-gejala ini dinyatakan. j. A.N. Whitehed menyatakan bahwa Sains dibentuk karena pertemuan dua orde pengalaman. Orde pertama didasarkan pada hasil observasi terhadap gejala/fakta dan orde kedua daidsarkan pada konsep manusia mengenai alam semesta. k. H.W. Fowler. IPA merupakan ilmu yang sistematis yang berhubungan dengan gejalagejala kebendaaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan induksi.

9 IPA merupakan pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah mengalami uji kebenaran melalui metode ilmiah dengan ciri objektif, metodik, sistematis, universal dan tentatif. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang pokok bahasannya adalah alam dan segala isinya. Menurut Fowler bahwa IPA merupakan ilmu yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan yang didasarkan terutama atas pengamatan dan induksi ( H.W. Fowler et-al, 1951 ) Sedangkan menurut Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas yang dikutip dari Carin dan Sund (1993) mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen (Depdiknas, 2005: 4). Dari beberapa pengertian diatas bahwa IPA adalah suatu pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain. 2) Tujuan Pembelajaran IPA Pembelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi setiap hari yang berkaitan IPA, mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, mengembangkan siswa untuk memiliki karakter rasa ingin tahu, kerja keras, jujur dan memiliki kedisiplinan diri, mengembangkan pengetahuan tentang bagian-bagian tumbuhan dan hewan serta ketajaman penalaran yang dapat membantu untuk memperjelas dan menyelesaikan masalah kehidupan seharihari, dan sebagai bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS, meningkatkan dalam mencintai pelajaran IPA. 3) Hasil Belajar IPA Kegiatan belajar dilakukan oleh setiap orang. Kegiatan belajar adalah proses yang aktif sehingga harus ditandai dengan adanya sesuatu proses usaha dari individu yang bersangkutan. Pengertian belajar banyak dikemukakan oleh para ahli dengan sudut

10 pandang yang berbeda-beda, namun pada dasarnya mempunyai pengertian yang sama. Menurut Slameto: Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengamatan individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan (Slameto, 2003: 8). Belajar sebagai suatu upaya untuk memperoleh kepandaian. Pengertian diatas lebih menekankan pada tujuan belajar. Belajar juga diartikan sebagai perubahan suatu tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Belajar dapat dilakukan dimana saja, di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat bahkan dalam perjalanan sekalipun. Proses belajar di sekolah erat kaitannya dengan siswa sebagai subjek yang melakukan kegiatan belajar. Dalam belajar di sekolah siswa melakukan proses penyesuaian terhadap yang diajarkan. Siswa menggunakan kemampuan yang dimiliki agar dapat memahami materi yang diberikan. Perubahan yang diharapkan terjadi yaitu siswa memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum dimiliki, timbul pengalaman individu yang baru, memiliki keterampilan serta perubahan dalam sikap dan tingkah laku. Agar proses belajar dapat berjalan dengan baik harus melibatkan pikiran, kemauan, dan perasaannya. Belajar dirumuskan sebagai suatu aktivitas mental psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap. Belajar adalah suatu proses yang menimbulkan perubahan tingkah laku atau kecakapan seseorang setelah berinteraksi dengan lingkungan. Lingkungan mencakup semua hal yang berpengaruh dan bermakna bagi individu. Lingkungan belajar dikelas meliputi semua unsur-unsur guru, fasilitas belajar, peralatan dan perlengkapan serta kelompok atau individu-individu siswa lainnya. Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dialami secara langsung dan aktif oleh seseorang serta menimbulkan atau mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan baik pengetahuan, pengalaman, keterampilan maupun sikap dan tingkah laku. Salah satu tugas pokok guru adalah mengevaluasi taraf keberhasilan rencana dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Untuk melihat sejauh mana taraf keberhasilan guru dan belajar peserta didik secara tepat (valid) dan dapat dipercaya (reliable) kita memerlukan informasi yang didukung perilaku dan pribadi peserta didik.

11 Setiap kegiatan yang dilakukan dengan sadar oleh seorang tentunya mempunyai tujuan. Tujuan pembelajaran dalam proses belajar mengajar adalah merupakan komponen pertama yang harus ditetapkan. Pada dasarnya tujuan dalam proses belajar yang harus dicapai dan dimiliki siswa setelah ia mnyelesaikan pengalaman dan kegiatan belajar. Perubahan tingkah laku itulah yang diharapkan dikuasai siswa itulah yang sering disebut hasil belajar. Adanya pengaruh dari dalam siswa adalah merupakan hal yang wajar, karena hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku siswa yang disadarinya. Hasil belajar dalam kerangka studi ini dicapai melalui kegiatan yang mencakup ketiga ranah (domain) ketiga ranah yang dikenal dengan nama Taksonomi Bloom. Menurut Benyamin S. Bloom: perubahan tingkah laku yang didapat setelah proses belajar dapat diamati melalui tiga ranah yaitu : ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA siswa adalah hasil yang diperoleh dari evaluasi atau tes dan aspek-aspek lainnya yang dikuantitatifkan yang tercermin dari nilai raport yang diberikan oleh guru pada siswa setiap akhir masa belajar semester. 4) Strategi Pembelajaran IPA Tingkat SD Definisi pembelajaran adalah sebagai upaya untuk membelajarkan siswa (Degeng 1997:7) dengan pengertian diatas bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang memberikan fasilitas belajar yang baik sehingga terjadi proses belajar (Harmini, 2005:3) sehingga strategi pembelajaran merupakan kegiatan yang dipilih oleh guru dalam proses pembelajaran yang dapat memberikan fasilitas belajar sehingga memperlancar tujuan belajar IPA (Hudoyo dalam Harmini, 2004:9) Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan kegiatan yang dipilih guru dalam suatu proses pembelajaran yang meliputi: 1. Kenapa proses pembelajaran IPA? 2. Apa yang menjadi isi dari proses pembelajaran IPA? 3. Bagaimana pelaksanaan proses pembelajaran IPA? 4. Sejauh mana proses pembelajaran IPA tersebut berhasil? Keempat aspek tersebut membentuk terjadinya proses pembelajaran. Adanya interaksi siswa dengan guru dibangun atas dasar keempat unsur diatas. Pengetahuan tentang IPA mencakup pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural.

12 Pengetahuan konseptual mengacu pada pemahaman konsep sedangkan pengetahuan prosedural mengacu pada keterampilan melakukan sesuatu prosedur pengajaran. Dalam pembalajaran ini guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi, pendekatan, metode, dan teknik yang melibatkan keaktifan siswa, baik secara mental maupun fisiknya. Disamping itu optimalisasi interaksi dan optimalisasi seluruh indra siswa harus terlibat. 5) Hakekat Anak Dalam Pembelajaran IPA di SD a) Anak dalam Pembelajaran IPA di SD Anak usia SD sedang mengalami perkembangan dalam tingkat berfikirnya dan tahap berfikirnya belum formal masih relatif konkret, sehingga apa yang dianggap logis dan jelas oleh para ahli serta apa yang dapat diterima oleh orang yang berlatih mempelajarinya merupakan hal yang tidak masuk akal dan membingungkan bagi anak. (Karso, 2005: 1-5). Dari kenyataan diatas maka peneliti berpendapat bahwa jika dalam melaksanakan model pembelajaran hendaknya menggunakan benda-benda konkret sekitar siswa. b) Anak Sebagai Individu yang Berkembang Sesuatu yang mudah menurut logika berfikir kita sebagai orang dewasa belum tentu dianggap mudah oleh logika anak, mungkin anak menganggap itu adalah sesuatu yang sulit untuk dimengerti, hal ini sesuai dengan pendapat Jean Piaget dkk (dalam Karso, 2005:1-6) dinyatakan bahwa anak tidak bertindak dan berfikir sama seperti orang dewasa. Hal ini tugas guru sebagai penolong anak untuk membentuk, mengembangkan kemampuan intelektualnya yang maksimal sangat diperlukan. c) Kesiapan Intelektual Anak Kebanyakan para ahli jiwa percaya bahwa jika akan memberikan pelajaran tentang sesuatu kepada anak didik, maka kita harus memperhatikan tingkat perkembangan berfikir anak. Teori tingkat perkembangan berfikir anak ada empat tahap (Jean Piaget dan Karso, 2005:1-6), diantaranya: tahap sensori motorik (dari lahir sampai 2 tahun), tahap operasional awal/ pra operasional (usia 2-7 tahun), tahap operasional/ operasional konkret

13 (usia 7-11 tahun atau 12 tahun) dan tahap operasional formal/ operasi formal (usia 11 tahun keatas) Usia SD pada umumnya pada tahap berfikir operasional konkret, siswa dalam tahap ini memahami hukum kekekalan, tetapi ia belum bisa berfikir secara deduktif. Sehingga dalih-dalih IPA belum dimengerti. Hal ini bila mengajarkan bahasan harus diberikan bagi siswa yang sudah siap intelektualnya. 2.1.3. Metode Certainly of Response Index (CRI) Metode Certainly of Response Index (CRI) dapat digunakan untuk mengidentifikasi terjadinya miskonsepsi, sekaligus dapat membedakannya tidak tahu konsep, Hasan et al (1999: 294-299). CRI merupakan ukuran tingkat keyakinan/kepastian responden dalam menjawab setiap pertanyaan (soal) yang diberikan. CRI biasanya didasarkan pada suatu skala dan diberikan bersamaan dengan setiap jawaban suatu soal. Sebagai contoh skala 6 (0-5) pada tabel di bawah ini: Tabel 2.1 Skala dan Kriteria CRI CRI Kriteria 0 (Totally guessed answer) 1 (Almost guess) 2 (Not sure) 3 (Sure) 4 (Almost certain) 5 (Certain) Menurut Tayubi (2005: 6) angka 0 menandakan tidak tahhu konsep sama sekali (jawaban ditebak secara total), sementara angka 5 menandakan kepercayaan diri yang penuh atas kebenaran pengatahuan dalam menjawab suatu pertanyaan (soal), tidak ada unsur tebakan sama sekali. jika derajat kepastiannya rendah (CRI 0-2), maka hal ini menggambarkan bahwa proses penebakan memainkan peranan yang signifikan dalam menentukan jawaban. Tanpa memandang apakah jawaban benar atau salah, nilai CRI yang rendah menunjukkan adanya unsur penebakan yang secara tidak langsung

14 mencerminkan ketidaktahuan konsep yang mendasari penentuan jawaban. Jika CRI tinggi (CRI 3-5), maka responden memiliki kepercayaan diri (confidence) yang tinggi dalam memilih jawaban. Untuk suatu pertanyaan yang diberikan, total CRI untuk jawaban salah diketahui dengan cara menjumlahkan CRI dari semua responden yang jawabannya salah untuk pertanyaan tersebut. Rata-rata CRI untuk jawaban salah suatu pertanyaan yang diberikan diperoleh dengan cara membagi jumlah tersebut dengan jumlah responden yang jawabannya salah untuk pertanyaan tersebut. Total CRI untuk jawaban benar juga mengguunakan cara yang serupa. Tayubi (2005: 8) menginformasikan pengoperasionalan kriteria CRI yang dinyatakan dengan persentase unsur tebakan dalam menjawab suatu pertanyaan: Tabel 2.2 Kriteria CRI CRI Kriteria 0 Jika dalam menjawab soal 100% ditebak 1 Jika dalam menjawab soal persentase unsur tebakan antara 75-99% 2 Jika dalam menjawab soal persentase unsur tebakan antara 50-74% 3 Jika dalam menjawab soal persentase unsur tebakan antara 25-49% 4 Jika dalam menjawab soal persentase unsur tebakan antara 1-24% 5 Jika dalam menjawab soal tidak ada unsur tebakan sama sekali (0%) Metode Certainly of Response Index (CRI) mempunyai keunggulan antara lain sebagai berikut: 1. Mudah diterapkan di kelas rendah karena siswa tinggal memilih jawaban yang telah disediakan. 2. Di harapkan dengan adanya penerapan metode baru ini guru akan lebih mudah menerapkan konsep tersebut. Selain mempunyai kelebihan, metode Certainly of Response Index (CRI) juga mempunyai kelemahan antara lain: 1. Metode ini tidak sesuai diterapkan dikelas tinggi karena tidak dapat mengembangkan pengetahuan.

15 2. Metode ini hanya digunakan untuk pembelajaran yang memerlukan satu kepastian jawaban. Tidak sesuai untuk pelajaran yang membutuhkan banyak alternatif jawaban. 2.2. Kerangka Berpikir Metode Certainly of Response Index (CRI) merupakan metode pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam memahami konsep pembelajaran IPA tentang bagianbagian tumbuhan. Dengan metode ini siswa lebih mudah mempelajari dan menerapkan konsep pembelajaran IPA. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Siswa kurang berminat dan kurang aktif mengikuti pembelajaran Guru belum menggunakan metode pembelajaran yang sesuai untuk pembelajaran IPA Penggunaan Metode Certainly of Response Index (CRI) Dalam pembelajaran IPA Siswa lebih aktif mengikuti pembelajaran dan hasil belajar IPA meningkat Guru lebih kreatif dalam memilih metode pembelajaran yang sesuai untuk pembelajaran IPA sehingga dapat meningkatkan hasil belajar IPA Gambar 2.1 Kerangka Berpikir penggunaan metode CRI Dari paparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa melalui pembelajaran dengan Metode Certainly of Response Index (CRI) hasil belajar IPA siswa kelas 2 SD Negeri Tegalombo 05 Kecamatan Dukuhseti dapat meningkat. 2.3. Hipotesis Penelitian Penelitian ini menggunakan desain Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Berdasarkan pengamatan awal dapat diturunkan hipotesis sebagai berikut: Melalui Metode Certainly of Response Index (CRI) dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 2 SD Negeri Tegalombo 05 Kecamatan Dukuhseti.