BAB I PENDAHULUAN. dukungan sosial dapat menjadi faktor protektif bagi seseorang untuk mencegah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan akhir-akhir

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi manusia. World Health Organization (WHO) sejaterah seseorang secara fisik, mental maupun sosial.

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural.

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami kekambuhan. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan lainnya ( Samuel, 2012). Menurut Friedman, (2008) juga

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN DUKUNGAN KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANGGOTA KELUARGA SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah salah satu masalah kesehatan yang masih. banyak ditemukan di setiap negara. Salah satunya adalah negara

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang. Gangguan jiwa adalah sebuah penyakit dengan. manifestasi dan atau ketidakmampuan psikologis atau perilaku yang

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kurang baik ataupun sakit. Kesehatan adalah kunci utama keadaan

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan seseorang hidup secara produktif dan harmonis.

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. dikenali meliputi kausa pada area organobiologis, area psikoedukatif, dan area sosiokultural.

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan fungsi mental berupa frustasi, defisit perawatan diri, menarik diri

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Bp. J DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. adanya tekanan fisik dan psikologis, baik secara internal maupun eksternal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. menjadi permasalahan besar karena komunikasi 1. Oleh sebab itu komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. yang menyeluruh dalam menjalankan fungsi-fungsinya, karena keluarga

BAB I PENDAHULUAN. yang mengarah pada kestabilan emosional (Nasir dan Muhith, 2011). mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) (2009) memperkirakan 450 juta. orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi bidang ekonomi, teknologi, politik dan budaya serta bidang-bidang lain

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial yang terlihat dari

BAB I PENDAHULUAN. gangguan jiwa dari yang ringan hingga berat. cukup besar (Kulik & Mahler et al, 1989; dalam DiMatteo,

BAB I PENDAHULUAN. adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah kondisi maladaptif pada psikologis dan

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain apa adanya dan

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

EFEKTIVITAS TERAPI GERAK TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dan penarikan diri dari lingkungan (Semiun, 2006). Skizofrenia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan jiwa adalah proses interpesonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam segi kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan individu

BAB 1 PENDAHULUAN. melanjutkan kelangsungan hidupnya. Salah satu masalah kesehatan utama di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

Keefektifan terapi keluarga terhadap penurunan angka kekambuhan pasien skizofrenia di rumah sakit khusus jiwa dan saraf Puri Waluyo Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat serius dan memprihatinkan. Kementerian kesehatan RI dalam

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

PENGARUH RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar Negara Republik. gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. emosi, pikiran, perilaku, motivasi daya tilik diri dan persepsi yang

PENGARUH ELECTRO CONFULSIVE THERAPY TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. oleh penderita gangguan jiwa antara lain gangguan kognitif, gangguan proses pikir,

STRATEGI COPING PERAWAT RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ( Fenomena pada Perawat di RSJD Surakarta )

BAB I PENDAHULUAN. jiwa menjadi masalah yang serius dan memprihatinkan, penyebab masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. faktor peningkatan permasalahan kesehatan fisik dan juga masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB I PENDAHULUAN. yang terbatas antara individu dengan lingkungannya (WHO, 2007). Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO, 2015), sekitar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI BANGSAL AYODYA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

BAB I PENDAHULUAN. sangat signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dukungan sosial merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam memprediksi kesehatan fisik dan kesejahteraan semua orang, mulai dari masa kanakkanak sampai orang dewasa. Tidak adanya dukungan sosial menunjukkan beberapa kelemahan antara individu-individu, dalam kebanyakan kasus dukungan sosial juga dapat memprediksi buruknya kesehatan fisik dan mental pada seseorang (Clark, 2005). Menurut penelitian Richmond (2012) dalam jurnalnya mengemukakan bahwa dukungan sosial dapat menjadi faktor protektif bagi seseorang untuk mencegah dirinya mengalami gangguan jiwa ketika menghadapi suatu masalah. Menurut Ozbay (2007) dukungan sosial sangat diperlukan terutama untuk kesehatan fisik dan psikologis. Secara keseluruhan, tampak bahwa dukungan sosial yang positif dan berkualitas tinggi dapat meningkatkan ketahanan terhadap stres, membantu melindungi terhadap kesehatan psikopatologis yang terkait dengan masalah yang dihadapi seseorang. Berbeda dengan dukungan sosial yang rendah, dukungan sosial yang tinggi muncul untuk penyangga atau melindungi seseorang terhadap dampak dari penyakit mental dan fisik. Dukungan sosial ternyata tidak hanya memberikan efek positif dalam mempengaruhi kejadian dan efek stress. Menurut sarafino (dalam Azima 2001) dukungan sosial akan memperburuk kondisi seseorang. Beberapa efek negatif yang ditimbulkan bisa terjadi karena dukungan sosial tidak sesuai dengan apa yang

2 diharapkan pada pasien, sumber dukungan memberikan contoh buruk pada individu, dan pasien menganggap dukungan tersebut tidak diperlukan sehingga individu merasa tidak perlu dibantu atau terlalu khawatir secra emosional sehingga tidak memperhatikan dukungan yang diberikan. Pasien gangguan jiwa yang telah menjalani terapi atau yang sudah dipulangkan memiliki kemungkinan untuk mengalami kekambuhan. Menurut Johnson dan Lundstrom (2003) pasien yang sedang mengalami rawat jalan dan telah kembali ke dalam masyarakat apabila dukungan dari masyarakat tidak ada, maka akan beresiko untuk mengalami kekambuhan. Kekambuhan bisa disebabkan karena kurangnya interaksi antara masyarakat dengan penderita gangguan jiwa. Menurut penelitian Larry (2007), untuk orang-orang dengan penyakit mental ditemukan sedikit anggota masyarakat yang mendukungngnya, masyarakat memandang rendah pasien gangguan jiwa dan memilih tidak berteman dengan mereka. Menurut Canadian Institute For Health Information (CIHI, 2012) secara khusus, orang-orang yang mengalami depresi cenderung melaporkan lebih sedikit teman-teman yang mendukung, kurang kontak dengan teman-teman mereka, kurang puas dengan teman-teman dan kerabat mereka. Kondisi kesehatan jiwa di Indonesia menjadi masalah yang memprihatinkan dan sangat serius. Hal ini ditunjukkan oleh hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesda, 2013), menyebutkan bahwa sebanyak 1,7 per mil masyarakat Indonesia mengalami gangguan jiwa berat. Data dari Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesda, 2007) juga menyebutkan angka kejadian gangguan jiwa mencapai 11,6% dan bervariasi setiap provinsi dan /kabupaten/kota. Di Jawa Timur sendiri prevalensi gangguan jiwa setiap tahunnya semakin bertambah. Jumlah pasien gangguan jiwa di Jawa Timur terbanyak adalah di Kabupaten Malang dengan prosentase mencapai 23,7%.

3 Tingginya angka kejadian gangguan jiwa di Indonesia juga akan diiringi dengan tingginya angka kekambuhan. Data diperoleh dari studi pendahuluan di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang setiap ruangan di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang memiliki prosentase kekambuhan pasien sebesar 9%. Tercatat tahun 2013 terdapat 99 pasien gangguan jiwa dari Kabupaten Malang yang megalami kekambuhan. Penderita yang mengalami kekambuhan tersebar di 29 kecamatan. Tingginya kekambuhan ini bisa disebabkan karena berbagai faktor, diantaranya adalah: faktor klien, faktor penanggung jawab klien, faktor dokter, faktor keluarga, dan faktor masyarakat (Keliat 1996, dalam Yosep, 2006) Hasil studi pendahuluan, berdasarkan wawancara dengan beberapa masyarakat di sekitar tempat tinggal pasien gangguan jiwa yang mengalami kekambuhan di Kec. Lawang sebagian masyarakat sering berinteraksi dengan klien, masyarakat juga sering memberikan makanan seperti roti kepada klien. Namun sebagian masyarakat ada juga yang kurang berinteraksi dengan pasien gangguan jiwa. Masyarakat yang kurang berinteraksi dengan pasien gangguan jiwa menilai bahwa pasien gangguan jiwa bisa membahayakan bagi dirinya, dan tidak bisa di ajak untuk bersosialisasi. Menurut Abidin (2007) hasil temuan dilapangan bahwa penyebab kekambuhan penderita gangguan jiwa lebih sering diakibatkan karena pengaruh dari stressor yang berlebih. Beban yang ditimbulkan oleh pasien gangguan jiwa membuat penderita tidak mampu menikmati kehidupan secara normal, baik secara individu maupun sosial, sehingga individu sering mendapat reaksi negatif oleh masyarakat yang berada disekitarnya. Menurut Byrne (2000) stigma negatif yang sering diberikan oleh masyarakat pada pasien gangguan jiwa akan menyebabkan hubungan sosial antara masyarakat dan penderita gangguan jiwa menjadi kurang. Menurut Djatmiko (dalam Depkes, 2013) pasien yang mengalami gangguan jiwa sering mendapat stigma negatif

4 oleh masyarakat, bahkan tidak sedikit masyarakat yang beranggapan bahwa individu yang sakit jiwa adalah aib dan memalukan. Stigma ini sangat merugikan bagi individu dan institusi yang berwenang di dunia kesehatan jiwa, terutama untuk kesembuhan pasien gangguan jiwa. Penderita gangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit jiwa diharapkan pada akhirnya akan dapat kembali ke tengah keluarga dan masyarakat untuk dapat berperan seperti semula. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung kesembuhan pasien gangguan jiwa menurut Kepmenkes no 220/Menkes/SK/III/ 2002 adalah dengan melibatkan peran serta masyarakat mendukung kesembuhan pasien gangguan jiwa. Menurut Repper (2011) masyarakat harus terlibat dalam dukungan sosial terutama untuk tempat tinggal yang aman dan lingkungan yang mendukung untuk kesembuhan pasien gangguan jiwa. Menurut Nancy (2009) orangorang yang berada dalam jaringan dukungan sosial dapat membantu seseorang menemukan solusi untuk masalah yang dihadapinya, memvalidasi identitas individu, mengarahkan individu untuk informasi yang berguna, dan memberikan kenyamanan bagi individu. dan memberikan arti hidup pada seseorang. Stigma negatif yang diberikan masyarakat kepada pasien gangguan jiwa membuat pasien gangguan jiwa rentan untuk mengalami gejala berulang. Dukungan sosial dari masyarakat adalah salah satu faktor yang dapat membantu menurunkan angka kekambuhan, maka penting bagi masyarakat untuk memberikan dukungan sosial bagi pasien ganggun jiwa. Disisi lain dukungan sosial dari masyarakat juga akan menyebabkan pasien gangguan jiwa menjadi lebih buruk kondisinya, sehingga pasien akan mengalami kekambuhan berulang.

5 Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan dukungan sosial masyarakat dengan kejadian relaps (kekambuhan) pada pasien gangguan jiwa di Kecamatan Lawang. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut apakah dukungan sosial masyarakat berhubungan dengan kejadian relaps (kekambuhan) pada pasien gangguan jiwa? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan sosial masyarakat dengan kejadian relaps (kekambuhan) pada pasien gangguan jiwa. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi dukungan sosial masyarakat pada pasien gangguan jiwa di Desa Sumber Porong dan di Desa Amandanom. 2. Mengidentifikasi karakteristik responden penelitian di Desa Sumberporong dan di Desa Amadanom. 3. Mengidentifikasi angka kejadian relaps (kekambuhan) pada pasien gangguan jiwa di Desa Sumber Porong dan di Desa Amandanom.

6 4. Menganalisis adanya hubungan dukungan sosial masyarakat dengan kejadian relaps (kekambuhan) pada pasien gangguan jiwa di Desa Sumber Porong dan di Desa Amandanom. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bidang Peneliti 1. Dapat menambah wawasan dan pemahaman tentang pentingnya dukungan sosial masyarakat dengan kejadian relaps (kekambuhan) pada pasien gangguan jiwa. 2. Mampu memahami lebih jelas tentang keperawatan jiwa terutama tentang dukungan sosial. 1.4.2 Bagi Institusi 1. Dapat digunakan sebagai sumber informasi dan khasanah wacana kepustakaan. 2. Dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya khususnya ilmu keperawatan jiwa. 1.4.3 Bagi Masyarakat. 1. Dengan adanya penelitian ini masyarakat dapat termotivasi untuk meningkatkan kesehatan global khususnya mengenai penyakit gangguan jiwa. 2. Masyarakat dapat mengetahui pentingnya dukungan sosial pada penderita gangguan jiwa. 3. Masyarakat dapat memberikan dukungan sosial pada pasien gangguan jiwa. 1.4.4 Bagi Profesi Dapat memberikan sumbangan ilmu bagi keperawatan jiwa khususnya mengenai dukungan sosial.

7 1.5 Keaslian Penelitian Dukungan sosial menjadi bagian dari profesi kesehatan yang erat kaitannya dengan pengendalian strees pada pasien gangguan jiwa karena kelebihan dari dukungan sosial ialah dapat melindungi individu dengan melawan efek-efek negatif dari tingkat stres yang tinggi. Sehingga dengan diberikan dukungan sosial dari masyarakat pasien gangguan jiwa dapat mengontrol stress yang tinggi. Dari uraian tersebut peneliti ingin meneliti tentang hubungan antara dukungan sosial masyarakat dengan kejadian relaps (kekambuhan) pada pasien gangguan jiwa. Hal ini didukung dengan penelitian sebelumnya terkait dengan dukungan sosial dan kekambuhan diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Wulansih dan Widodo (2008) yang meneliti tentang hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap keluarga dengan kekambuhan pada pasien skizofrenia di RSJD Surakarta, Prinda (2010) yang meneliti tentang hubungan antara dukungan keluarga dengan keberfungsian sosial pada pasien skizofrenia pasca perawatan di rumah sakit, dan penelitian Carla (2013) yang meneliti tentang hubungan antara ekspresi emosi keluarga pasien dengan kekambuhan penderita skizofrenia di RS DR. SARDJITO Yogyakarta. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan Wulansih dan Widodo (2008) yaitu terletak pada variabel dependen. Dimana variabel independen peneliti sebelumnya adalah tingkat pengetahuan dan sikap keluarga, sedangkan penelitian yang akan dilakukan variabel independennya adalah dukungan sosial masyarakat. Selain itu sampel yang digunakan juga berbeda, penelitian Wulansih dan Widodo (2008) menggunakan sampel keluarga pasien, sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal dilingkungan pasien. Perbedaan dengan penelitian Prinda (2010) yaitu terletak pada variabel dependen. Dimana variabel dependen penelitian sebelumnya yaitu keberfungsian sosial, sedangkan

8 penelitian yang akan dilakukan variabel dependennya adalah relaps (kekambuhan). Selain itu sampel yang digunakan juga berbeda, penelitian Prinda (2010) menggunakan sampel keluarga pasien, sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal dilingkungan pasien. Sedangkan perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian Carla (2013) terletak pada variabel independen. Dimana variabel independen peneliti sebelumnya yaitu ekspresi emosi keluarga, sedangkan penelitian yang akan dilakukan yaitu dukungan sosial masyarakat.