BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI-SENSORI TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI PADA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

dicintai, putusnya hubungan sosial, pengangguran, masalah dalam pernikahan,

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis (Maramis, 2009). Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. juga menimbulkan dampak negatif terutama dalam lingkungan sosial. Gangguan jiwa menjadi masalah serius di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. meliputi keadaan fisik, mental, dan sosial, dan bukan saja keadaan yang bebas dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) (2009) memperkirakan 450 juta. orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang

BAB I PENDAHULUAN. berat sebesar 4,6 permil, artinya ada empat sampai lima penduduk dari 1000

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis multi dimensi yang melanda masyarakat saat. ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang. Gangguan jiwa adalah sebuah penyakit dengan. manifestasi dan atau ketidakmampuan psikologis atau perilaku yang

Aristina Halawa ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMANDIRIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS HARIAN PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

Arifal Aris Dosen Prodi S1 keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB 1 PENDAHULUAN. melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

HUBUNGAN PELAKSANAAN INTERVENSI KEPERAWATAN DENGAN PENGENDALIAN DIRI PASIEN HALUSINASI DI RUMAH SAKIT JIWA

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006). pasien mulai mengalami skizofenia pada usia tahun.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK ORIENTASI REALITAS SESI I-III TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI PADA KLIEN HALUSINASI DI RSJD Dr.

Rakhma Nora Ika Susiana *) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa Menurut World Health Organization adalah berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau. mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. sangat signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

PENGARUH PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HALUSINASI TERHADAP KEMAMPUAN KLIEN MENGONTROL HALUSINASI DI RSKD DADI MAKASSAR

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, dan sosialisasi dengan orang sekitar (World Health Organization,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

NASKAH PUBLIKASI GUSRINI RUBIYANTI NIM I PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

BAB I PENDAHULUAN. dan penarikan diri dari lingkungan (Semiun, 2006). Skizofrenia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan sematamata

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa ditemukan disemua lapisan masyarakat, dari mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun

BAB I PENDAHULUAN. emosi, pikiran, perilaku, motivasi daya tilik diri dan persepsi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAPORAN KASUS PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN PADA

BAB I PENDAHULUAN. unipolar, penggunaan alkohol, gangguan obsesis kompulsif (Stuart & Laraia,

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa dapat dilakukan perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH TINDAKAN GENERALIS HALUSINASI TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RS JIWA GRHASIA PEMDA DIY NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan dalam kehidupan dapat memicu seseorang

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan ini sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan jiwa seseorang. yang berarti akan meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa.

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia hidup di lingkungan yang terus berubah, dan perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Masalah gangguan kesehatan jiwa menurut data World Health

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI TERHADAP KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL PASIEN ISOLASI SOSIAL DI RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA YOGYAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 18 pasal 1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak

PENGARUH MENGHARDIK TERHADAP PENURUNAN TINGKAT HALUSINASI DENGAR PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RSJD DR. AMINOGONDOHUTOMO SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN DOSEN PEMULA

BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, identifikasi masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan umum, tujuan khusus, manfaat penelitian, dan kebaruan (novelty). A. Latar Belakang Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat secara emosional, psikologis, sosial dan perilaku (Videbeck, 2008). Dengan demikian kondisi sehat jiwa dapat dilihat secara holistik meliputi aspek emosional, psikologis, sosial dan perilaku yang berfungsi sesuai tugas dan perannya dalam kehidupan sehari hari. Gangguan jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal (suatu penyakit dengan berbagai penyebab). Pasien gangguan jiwa banyak mengalami distorsi kognitif yang akhirnya mengarah ke gangguan perilaku, hal tersebut disebabkan oleh kesalahan logika, kekeliruan penggunaan alasan atau pandangan individu yang tak sesuai dengan kenyataan (Stuart, 2009). Kesalahan logika ini menyebabkan pasien gangguan jiwa mempunyai pemikiran yang sempit tentang sesuatu hal, termasuk tentang dirinya. Mereka tidak merasa memiliki perilaku yang menyimpang, tidak bisa membina hubungan relasi dengan orang lain (Yosep, 2011). Gangguan jiwa dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu gangguan jiwa ringan (neurosa) dan gangguan jiwa berat (psikosis). Psikosis sebagai salah satu bentuk gangguan jiwa yang merupakan ketidakmampuan seseorang untuk berkomunikasi atau mengenali realitas yang menimbulkan kesulitan dalam kemampuan seseorang untuk berperan sebagaimana mestinya dalam kehidupan sehari - hari. Salah satu gangguan jiwa yang dimaksud adalah skizofrenia. Secara general gejala serangan skizofrenia dibagi menjadi dua, yaitu gejala negatif dan gejala positif. Gejala negatifnya meliputi klien menjadi buas, kehilangan karakter sebagai manusia dalam kehidupan sosial, tidak memiliki motivasi sama sekali, apatis, perasaan depresi, dan tidak memiliki kepekaan tentang perasaannya sendiri, sedangkan 1

gejala yang positif meliputi halusinasi, penyesatan pikiran (delusi), dan kegagalan berpikir (Yosep, 2011). Gangguan persepsi yang utama pada pasien skizofrenia adalah halusinasi, sehingga halusinasi menjadi bagian hidup pasien. Menurut Kusmawati dan Hartono (2011) hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar) disebut halusinasi yang dimana klien memberi persepsi atau rangsangan yang nyata atau pendapatan tentang lingkungan tanpa objek. Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan sensori persepsi. Pasien yang mengalami halusinasi biasanya merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan dan penghiduan (Direja, 2011). Berdasarkan data WHO (2001) saat ini diperkirakan 450 juta orang menderita gangguan mental, neurologis maupun masalah psikososial termasuk kecanduan alkohol dan penyalahgunaan obat, tak kurang 121 juta orang mengalami depresi dan 50 juta orang mengalami epilepsi, 24 juta orang mengalami skizofrenia, dengan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 200 juta jiwa, jumlah penderita skizofrenia diperkirakan sebesar 1 % dari jumlah penduduk yaitu 2 juta jiwa. (Ibrahim 2011). Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, prevalensi gangguan jiwa berat (skizofrenia) di Indonesia adalah 0,46% dengan prevalensi tertinggi DKI Jakarta 2,03%, Nanggro Aceh Darussalam 1,85%, Sumatera Barat 1,67%, Nusa Tenggara Barat 0,99%. Data di rumah sakit jiwa Dr.Soeharto Heerdjan Jakarta tahun 2012, menunjukan bahwa pasien rawat inap yang menderita halusinasi memiliki presentase 74 % dari jumlah pasien rawat inap seluruhnya di tahun tersebut. Pada bulan November dan Desember Tahun 2014 di dapatkan hasil 1161 orang pasien jiwa. Waham ( 14%), Halusinasi (76%), HDR( 27%), DPD ( 12%), RBD ( 3 %), Isolasi sosial ( 55% ), PK ( 40% ), RPK ( 15% ). Sedangkan pada Tahun 2015, rata-rata lama hari inap (average length of stays) adalah 23 hari dengan bed occupancy rate (BOR) mencapai 54,54%. Data yang didapat, pasien dengan halusinasi (76,6%), waham (2,3%), harga diri rendah (2,7%), defisit perawatan diri (1,2%), resiko bunuh diri (0,3%), isolasi sosial (10,9%), perilaku kekerasan (4,0%), resiko perilaku 2

kekerasan (1,5%). Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa pasien dengan Halusinasi selalu meningkat tiap tahunnya. Dampak perilaku dari halusinasi adalah mengakibatkan adanya kekacauan yang berupa pembicaraan dan perilaku, aktivitas motorik berlebihan dan tidak terkendali, terdapat juga kemarahan, perilaku mencederai diri sendiri dan orang lain, menjaga jarak dan mengisolasi diri sendiri dan kecemasan (Sudjarwo, 2010). Bila halusinasi tidak segera mendapat perhatian dan penanganan yang tepat akan menimbulkan masalah yang lebih berat yaitu gangguan interaksi sosial, kerusakan komunikasi verbal dan non verbal, dan paling buruk adalah resiko tindakan bunuh diri yang disebabkan karena pasien salah dalam mempersepsikan suatu rangsangan (Damaiyanti & Iskandar, 2012) Terapi kelompok secara umum bertujuan untuk meningkatkan kesadaran pasien mengenai diri mereka sendiri melalui interaksi dengan anggota kelompok lain yang memberikan umpan balik mengenai perilaku mereka, memberikan pasien peningkatan keterampilan interpersonal dan sosial, membantu anggota untuk beradaptasi dengan lingkungan dan meningkatkan komunikasi antara pasien dan petugas (Kaplan & Sadock 2010). Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok pasien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Pasien dilatih untuk mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami untuk didiskusikan dalam kelompok. Kemampuan persepsi pasien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi terapi. Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah (Keliat & Akemat, 2010). Terapi aktivitas kelompok (TAK) dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas orientasi realita, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat, 2006). TAK yang digunakan dalam penelitian ini adalah TAK stimulasi persepsi. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan 3

aktivitas sebagai stimulus terkait dengan pengalaman dan atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok (Keliat, 2006). Berdasarkan hasil penelitian (Halawa, 2014) menunjukkan bahwa ada pengaruh terapi aktivitas kelompok : stimulasi persepsi sesi 1-2 terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia. Penelitian lainnya yaitu menurut (Ari, 2013) menunjukkan bahwa tingkat kemampuan responden mengontrol halusinasi setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi di Rumah Sakit Grhasia Provinsi DIY, sebagian besar memiliki kemampuan baik. Hasil penelitian (Emiliyana, 2012) menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan mengendalikan halusinasi pada pasien skizofrenia sebelum dan sesudah diberikan TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi menggunakan pendekatan Health Belief Model. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lainnya yaitu pada penelitian ini, peneliti memfokuskan terapi aktivitas kelompok pada responden dengan gangguan persepsi tanpa gangguan sensori, menggunakan kelima sesi terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi, dan pada penelitian ini peneliti juga memfokuskan responden pada pasien halusinasi. Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi Terhadap Kemampuan Pasien Mengontrol halusinasi di RS.Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta Barat. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasikan masalah yang dapat timbul pada penderita halusinasi yaitu cenderung menarik diri, apatis, resiko mencederai diri sendiri dan orang lain, serta isolasi sosial. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut perlu diberikan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi. Maka rumusan maslah penelitian yang diambil adalah adakah Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi Terhadap Kemampuan pasien mengontrol halusinasi di RS.Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta Barat? 4

C. Tujuan 1. Tujuan Umum Identifikasi Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Terhadap Kemampuan Pasien Mengontrol halusinasi di RS.Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta Barat? 2. Tujuan Khusus a. Teridentifikasi karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan, dan frekuensi dirawat b. Teridentifikasi kemampuan pasien mengontrol halusinasi sebelum melakukan TAK Stimulasi Persepsi c. Teridentifikasi kemampuan pasien mengontrol halusinasi setelah melakukan TAK Stimulasi Persepsi d. Teridentifikasi analisis pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi di RS. Jiwa Dr.Soeharto Heerdjan Jakarta Barat. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktisi a. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumber pengetahuan dalam meningkatkan kemampuan mengidentifikasi stimulus pada pasien halusinasi. 2. Manfaat Ilmiah a. Bagi Institusi Pelayanan Keseshatan Hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai informasi tambahan bagi perawat di Rumah Sakit Jiwa dalam menerapkan strategi pelaksanaan yang sistematis dan bermanfaat pada pasien dengan gangguan sensori persepsi : Halusinasi yang mengalami disorientasi realita sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan penyakit 5

b. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya yang membahas tentang topik yang sama. E. Kebaruan (Novelty) 1. Hasil penelitian Halawa, dkk (2014) menunjukkan bahwa terdapat peningkatan jumlah responden yang dapat mengontrol halusinasi setelah dilakukan TAK : Stimulasi Persepsi sesi 1-2 dengan nilai p = 0,025. Pada penelitian tersebut menggunakan desain pra-eksperimen dengan jumlah total sampel sebanyak 10 responden yang diambil dengan teknik pengambilan sampel Simple Random Sampling. 2. Hasil penelitian Hidayah (2014) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada pengaruh TAK stimulasi persepsi-sensori terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi dengan p- value = 0,000 < 0,05. Pada penelitian tersebut menggunakan desain ekperimen semu, jenis desain pretest-posttest control group dengan metode pengambiln sampel purposive sampling dengan jumlah sampel 20 responden (10 kelompok kontrol dan 10 kelompok intervensi). 3. Hasil penelitian Qodir, dkk (2013) menunjukkan bahwa adanya pengaruh terapi aktivitas kelompok orientasi realitas sesi 1-3 terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi dengan p-value sebesar 0,000 (p kurang dari 0,05). Pada penelitian tersebut menggunakan desain ekperimen, jenis desain one gorup pretest-posttest dengan jumlah total sampel sebanyak 55 responden yang diambil dengan teknik pengambilan sampel Simple Random Sampling. 4. Hasil penelitian Wibowo, dkk (2012) menunjukkan bahwa pemberian TAK stimulasi persepsi yang dilakukan secara intensif dan efektif dapat meningkatkan kemampuan klien dalam mengenal dan mengontrol perilaku kekerasan dengan p-value sebesar 0,000. Pada penelitian tersebut menggunakan desain pra-ekperimen, jenis one gorup pretest- 6

posttest design dengan jumlah total sampel sebanyak 40 responden yang diambil dengan teknik pengambilan sampel total sampling. 5. Hasil penelitian Widyastini, dkk (2014) menunjukkan bahwa dengan pemberian TAK stimulasi yang efektif, didukung lingkungan tempat terapi diberikan, dan kemauan pasien untuk berpartisipasi dalam kegiatan, maka pasien dapat merubah pengertian, sikap dan perilakunya dengan p-value sebesar 0,000. Pada penelitian tersebut menggunakan desain quasy exsperimental jenis one group pre-post test design dengan jumlah total sampel sebanyak 31 responden yang diambil dengan teknik pengambilan sampel total sampling. 6. Hasil penelitian Mortan, dkk (2014) menunjukkan bahwa ada penurunan yang signifikan dalam tingkat keparahan dan frekuensi halusinasi, delusi, depresi, halusinasi pendengaran, gejala negatif, dan kecemasan dalam kelompok perlakuan CBT setelah diberikan terapi dengan p-value < 0,05. Pada penelitian tersebut menggunakan desain eksperimen jenis pre-post test control group design dengan jumlah total sampel sebanyak 12 responden yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu 7 pasien menerima perawatan rutin ditambah kelompok CBT dan 5 pasien menerima perawatan rutin saja. 7. Hasil penelitian Craig, dkk (2015) menunjukan bahwa dibanding terapi SC terapi AVATAR lebih dapat menurunkan frekuensi munculnya halusinasi. Pada penelitian tersebut menggunakan metode penelitian uji klinis percobaan acak secara independen yang mengelompokkan 142 sampel untuk menerima intervensi 7 sesi terapi AVATAR dan konseling suportif (SC). 8. Hasil penelitian Ramakrishnan, M (2014) menunjukan bahwa pada pasien psikiatri kronis pemberian terapi okupasi membantu dalam mencapai aktivitas hidup sehari-hari pasien skizofrenia secara mandiri dan memperbaiki tingkah laku sosialnya. Pada penelitian tersebut menggunakan metode penelitian kualitatif dengan melakukan analisis studi kasus deskriptif yang menggambarkan pengalaman pria berusia 42 tahun dengan Skizofrenia. 7

9. Hasil penelitian Mohammadi, Ali dkk (2012) menunjukan bahwa terapi musik memiliki efek menguntungkan pada gejala negatif dan positif dari jenis skizofrenia residual dengan p <0,05. Pada penelitian tersebut menggunakan metode eksperimen dengan 96 responden secara acak ditugaskan ke kelompok kontrol dan dua kelompok eksperimen (terapi musik aktif dan pasif). 10. Hasil penelitian Bagul, Chandrasekhar (2012) menunjukan bahwa terapi sik terapi okupasi membantu pasien halusinasi pendengaran untuk berhubungan dengan kenyataan dan mempunyai wawasan yang lebih baik. Pada penelitian tersebut menggunakan metode uji coba klinis terhadap 4 pasien dengan usia rata-rata 46 tahun yang dipilih secara acak dari Rumah Sakit Mental Thane dan menjalani 7 minggu intervensi yang dibagi menjadi 3 tahap. 8