Pengaruh Model Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Fisika Siswa SMA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS, Surakarta, Indonesia 2. Dosen Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS, Surakarta, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan,

tingkatan yakni C1, C2, C3 yang termasuk dalam Lower Order Thinking dan C4, C5, C6 termasuk dalam Higher Order Thinking Skills.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran Fisika merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN. sarana dalam membangun watak bangsa. Tujuan pendidikan diarahkan pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

I. PENDAHULUAN. dibandingkan secara rutin sebagai mana dilakukan melalui TIMSS (the Trends in

DAMPAK MODEL INKUIRI TERBIMBING DISERTAI MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS AUDIOVISUAL

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

p-issn : e-issn :

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya. Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. dan teori-teori sains semata, siswa kurang dilatih untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Di era global ini, tantangan dunia pendidikan begitu besar, hal ini yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Menurut Wina Sanjaya (2007 : ) mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi ciri utama dari metode inkuiri, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN METODE INKUIRI DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

PENERAPAN METODE INKUIRI DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mencakup tiga segmen

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu peristiwa yang diamati yang kemudian diuji kebenarannya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) merupakan ilmu yang berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Fery Ferdiansyah, Penerapan Model Pembelajaran Osborn Untuk Meningkatkan Literasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMP

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN INQUIRY PADA MATA PELAJARAN EKONOMI POKOK BAHASAN PASAR

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi

BAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS Surakarta. Dosen Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih dari sekedar realisasi satu sasaran, atau bahkan beberapa sasaran. Sasaran itu

BAB I PENDAHULUAN. Pusat kajian statistik pendidikan Amerika (National Center for Educational

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB I PENDAHULUAN. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami dan menemukan sendiri apa

BAB I PENDAHULUAN Bab I tentang Sistem Pendidikan Nasional: pendidikan adalah usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI

2014 IDENTIFIKASI KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN SIKAP ILMIAH YANG MUNCUL MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM PADA MATERI NUTRISI KELAS XI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA di sekolah saat ini menuntut para guru harus selalu. kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan melalui

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

I. PENDAHULUAN. sains siswa adalah Trends in International Mathematics Science Study

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat. menyebabkan arus informasi menjadi cepat dan tanpa batas.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Citra Wulandari, 2015

PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS INQUIRY DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN KREATIVITAS MAHASISWA

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada hari Jum at, tanggal 25 November

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

PENDAHULUAN. pendidikan dapat tercapai. Proses pembelajaran, sering dipahami sebagai proses

Puspa Handaru Rachmadhani, Muhardjito, Dwi Haryoto Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

2015 PENGARUH METODE GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Yuniar Fikriani Amalia, Zainuddin, dan Misbah Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN SAINS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentan. g alam sekitar di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN. IPA itu suatu cara atau metode mengamati Alam (Nash, 1963) maksudnya, membentuk suatu perspektif baru tentang objek yang diamati.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan guna meningkatkan sumber daya manusia. Salah satu usaha yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menunjukkan bahwa ilmu

I. PENDAHULUAN. analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi

PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Autograph Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Qori Magfiroh, 2013

Transkripsi:

Pengaruh Model Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Fisika Siswa SMA Nirmala Respatiningrum 1, Sunardi 2, Muhammad Akhyar 3 1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret (1) 2 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret (nardi_ip@uns.ac.id) 3 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret (makhaliya@yahoo.com) Abstrak Salah satu tujuan pendidikan sains di Indonesia adalah menghasilkan peserta didik yang berkualitas, yaitu manusia yang mampu berpikir kritis, kreatif, logis dan berinisiatif, dalam menanggapi isu yang berkembang dalam masyarakat. Kemampuan berpikir kritis siswa dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran yang digunakan, sehingga pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model inkuiri terbimbing dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Subjek penelitian ini siswa SMA. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan tes. Validitas data yang digunakan adalah triangulasi data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model inkuiri terbimbing dapat mempengaruhi peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa SMA. Kata kunci: inkuiri terbimbing; kemampuan berpikir kritis 1. PENDAHULUAN Pendidikan sains atau ilmu pengetahuan alam merupakan salah satu mata pelajaran wajib bagi pendidikan dasar dan menengah. Pendidikan sains bertujuan menghasilkan peserta didik yang berkualitas, yaitu manusia yang mampu berpikir kritis, kreatif, logis dan berinisiatif, dalam menanggapi isu yang berkembang dalam masyarakat (BNSP, 2006). Hakekat sains menurut Siahaan dan Suyana (2010:3) meliputi proses, produk, dan sikap ilmiah. Proses ilmiah merupakan suatu kegiatan ilmiah yang dilaksanakan dalam rangka menemukan produk ilmiah, meliputi mengamati, mengumpulkan data, mengolah data, menginterpretasikan data, menyimpulkan, mengkomunikasikan. Produk ilmiah merupakan pengetahuan alam yang telah ditemukan dan diuji secara ilmiah, meliputi prinsip, konsep, hukum, dan teori. Sikap ilmiah merupakan sikap yang diharapkan tumbuh setelah proses ilmiah dilaksanakan, meliputi rasa ingin tahu, hati-hati, obyektif, bekerja sama, tanggung jawab, berorientasi pada kenyataan, jujur, dan lain-lain. Pembelajaran sains yang diterapkan di Indonesia belum mengarahkan siswa untuk belajar sains yang sesungguhnya, khususnya pada pembelajaran fisika. Hasil penelitian mengenai prestasi pembelajaran sains di Indonesia oleh TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) and PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) yang dilakukan IEA (International Association for the Evaluation of Educational Achievement) yang menunjukkan rata-rata skor prestasi belajar sains Indonesia sebesar 406 dari rata-rata skor tertinggi yang diraih Singapura sebesar 590, sehingga Indonesia menempati urutan 40 dari 45 negara survei (Martin, Mullis, & Foy, 2008).Penelitian juga dilakukan PISA (Programme for International Student Assessment) menyatakan bahwa rata-rata skor dari performa siswa di Indonesia dalam pembelajaran sains sebesar 302 dari 132

rata-rata skor tertinggi yang diraih Shanghai-China sebesar 580, sehingga Indonesia menempati urutan 64 dari 65 negara survei (Gurria, 2014). Salah satu permasalahan yang terdapat dalam proses pembelajaran fisika saat ini adalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Proses pembelajaran di dalam kelas lebih banyak diarahkan kepada siswa untuk menghafal informasi tanpa dituntut untuk memahami dan mengembangkan informasi yang diingat dalam kehidupan sehari-hari (Hussain, 2011). Permasalahan tersebut dikarenakan model pembelajaran yang digunakan kurang inovatif, guru cenderung menggunakan ceramah dan tugas, serta metode yang digunakan kurang mendukung untuk proses pembelajaran fisika, sehingga siswa tidak aktif terlibat dalam pembelajaran. Dengan demikian pembelajaran IPA khususnya fisika yang baik seharusnya tidak hanya sekedar menghafal, melainkan lebih menekankan pada proses terbentuknya suatu pengetahuan dan penguasaan siswa terhadap konsep sehingga siswa dituntut untuk bisa memperoleh pengetahuan dengan peran aktifnya selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan pada salah satu SMA, ditemukan beberapa permasalahan diantaranya (1) Reaksi siswa dalam proses pembelajaran sangat rendah karena siswa kurang antusias dalam belajar Fisika dan menurut siswa Fisika itu sulit, (2) Pembelajaran fisika masih di dominasi oleh guru (teacher center), (3) Kegiatan praktikum masih jarang dilakukan sehingga siswa kurang mendapatkan pengalaman langsung dalam menemukan konsep. Berdasarkan hal ini, alternatif untuk membuat siswa ikut terlibat aktif dalam pembelajaran yaitu dengan penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada mata pelajaran fisika. Inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) dapat diartikan sebagai salah satu model pembelajaran berbasis inquiry/penemuan yang menyajikan masalah dan penyelesaian dari masalah ditentukan guru. Masalah dan pertanyaan ini yang mendorong siswa melakukan penyelidikan untuk menemukan jawabannya. Kegiatan siswa dalam pembelajaran ini adalah mengumpulkan data dari masalah yang diajukan guru, membuat hipotesis, melakukan penyelidikan, menganalisis hasil, membuat kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasil penyelidikan (Matthew & Kenneth, 2013). Dengan adanya penerapan model inkuiri terbimbing diharapkan siswa mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan diaplikasikan, sehingga siswa dengan maksimal mampu dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pengaruh peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa melalui model pembelajaran inkuiri terbimbing pada siswa SMA. 2. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Inkuiri terbimbing Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan (Sanjaya, 2008). Secara umum proses pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing adalah sebagai berikut (Sanjaya, 2008): a.orientasi 133

Langkah orientasi adalah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengkondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. b. Masalah Pada tahap ini guru merangsang dan mengajak siswa untuk berfikir memecahkan masalah. Langkah ini membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki tersebut. Proses pencarian jawaban itulah yang sangat penting dalam strategi inkuiri. c. Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. d. Mengumpulkan Data Mengumpulkan data adalah aktivitas mengumpulkan informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam strategi pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar kan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. e.menguji Hipotesis Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga bisa diartikan sebagai menganalisa data yang didapat dari percobaan. Selain itu juga mengembangkan kemampuan berpikir rasional. f. Kesimpulan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Dalam hal ini tercipta sharing karena banyaknya data yang diperoleh menyebabkan kesimpulan yang dirumuskan tidak fokus terhadap masalah yang hendak dipecahkan. Oleh karena itu, untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu membimbing siswa dengan menunjukkan pada siswa tentang data mana yang relevan. Enam langkah pada pembelajaran inkuiri terbimbing ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Para siswa akan berperan aktif melatih keberanian, berkomunikasi, dan berusaha mendapatkan pengetahuannya sendiri untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Tugas guru adalah mempersiapkan skenario pembelajaran sehingga pembelajaran dapat berjalan lancar. 2.2 Kemampuan Berpikir Kritis Menurut Paul dan Elder (2007) berpikir kritis adalah seni menganalisis dan mengevaluasi pemikiran dengan maksud untuk meningkatkan.. Ennis (1993) ada tiga tingkatan secara objektif dalam pendidikan berdasarkan taksonomi Bloom (analisis, sistesis, dan evaluasi) merupakan bagian dari definisi berpikir kritis. Johnson (2007: 189) berpikir kritis adalah hobi berpikir yang bisa dikembangkan oleh setiap orang, maka hobi harus diajarkan di sekolah dasar, SMP, dan SMA. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan proses berpikir dengan menganalisis dan mengevaluasi sehingga mendapatkan kebenaran, dapat dipercaya, ringkas, dan meyakinkan. 3. METODE PENELITIAN 134

Penelitian ini dilakukan di SMA Klaten pada tahun 2016, subjek penelitian adalah 120 siswa SMA. Teknik pengumpulan data dengan wawancara dan tes. Instrumen pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara dan tes pilihan ganda. Validitas data menggunakan triangulasi data sedangkan teknik analisis data menggunakan metode interaktif menurut Miles dan Huberman yaitu reduksi data, sajian data, penarikan simpulan dan verifikasi. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan yang dilakukan selama penelitian untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh model inkuiri terbimbing dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis, yaitu : Tabel 1. Hubungan Tahapan Inkuiri Terbimbing dan Kemampuan Berpikir Kritis Tahapan Inkuiri Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Kemampuan Berpikir Terbimbing Kritis Tahap I Orientasi Tahap II Masalah Tahap III Hipotesis Tahap IV Mengumpulkan Data Menjelaskan tujuan, kegiatan dan memberikan motivasi belajar siswa Mendorong agar siswa dapat merumuskan masalah yang menurut guru jawaban sebenarnya sudah ada Memberikan kesempatan kepada siswa saling bertukar pendapat dalam mengembangkan hipotesis dan mengemukakan pendapatnya Membimbing siswa menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan. Membimbing Mendengarkan dengan seksama masalah yang hendak dikaji Berusaha merumuskan berbagai kemungkinan jawaban atau dugaan sementara Melaksanakan kegiatan percobaan Mengumpulkan data percobaan Menganalisis pernyataan - Proses menganalisis pernyataan - Mengajukan klarifikasi - Menilai kredibilitas fakta - Menganalisis pernyataan - Mengajukan jawaban menggunakan pengalamannya sendiri (outside material) - Mengidentifikasi asumsi - Meneliti sumber yang tepat - Mengelompokkan berbagai macam sumber untuk menyelesaikan masalah - Mempertimbangkan kreativitas dengan penjelasan 135

Tahapan Inkuiri Terbimbing Tahap V Menguji Hipotesis Tahap VI Kesimpulan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Kemampuan Berpikir Kritis siswa memperoleh informasi melalui percobaan Memberi Mengolah data - Membuat induksi kesempatan tiap dengan teman dan kelompok untuk berdiskusi dengan teman kelompok lalu menyampaikan hasil data yang terkumpul Membimbing siswa dalam membuat kesimpulan kemudian menunjuk perwakilan siswa secara acak untuk mengemukakan kesimpulan sekelompok, lalu menyampaikan hasilnya kesimpulan dengan teman sekelompok, berdasarkan rumusan masalah, hipotesis yang dibuat serta percobaan yang elah dilakukan mempertimbangkan induksi dengan penjelasan - Menilai hasil penelitian - Menilai kebeneran sumber - Memutuskan sebuah tindakan - Membuat dan mempertimbangkan keputusan dengan penjelasan, penerapan prinsipprinsip - Mendefinisikan istilah Setelah dilakukan kegiatan pembelajaran seperti tahapan inkuiri terbimbing, selanjutnya diadakan tes untuk mengetahui tingkatan pengaruh model inkuiri terbimbing terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis. Indikator tes kemampuan berpikir kritis disesuaikan dengan indikator berpikir kritis yang di integrasikan dalam ranah hasil belajar kognitif yang diukur menggunakan tes kemampuan kognitif yaitu C4 sampai dengan C6. Tes kemampuan berpikir kritis siswa terdiri dari 20 soal pilihan ganda. Setelah dilakukan tes kemampuan berpikir kritis, hasil tes dimasukkan dalam kategori pengelompokan terhadap siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi, sedang dan rendah. Secara keseluruhan, hasil tes kemampuan berpikir kritis tinggi sebesar 69,3%, hasil tes kemampuan berpikir kritis sedang sebesar 28,5%, dan sisanya 2,2 % memiliki tes kemampuan berpikir kritis rendah. Berdasarkan hasil wawancara kepada siswa, siswa yang mempunyai kemampuan berpikir kritis sedang dan rendah merasa takut, malu dalam bertanya ataupun memberikan pendapat, bahkan ada yang tidak tahu apa yang harus ditanyakan kepada guru terkait materi yang diajarkan. Hal ini sering terjadi karena siswa tidak dibiasakan untuk mengemukakan pendapat. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan model inkuiri untuk mengetahui pengaruh peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa SMA. Pada penelitian ini, dibentuk suatu kelompok heterogen dimana tiap kelompok membuat hipotesis percobaan, melakukan percobaan, mengumpulkan data yang diperoleh, membuat pembahasan dan mendapatkan kesimpulan. Tujuannya adalah siswa dapat 136

menemukan sendiri konsep pembelajaran yang diberikan sehingga siswa diharapkan menguasai konsep materi fisika, sedangkan guru hanya membimbing sebelum melakukan percobaan. Setelah 3 kali pertemuan untuk penyampaian materi, lalu dilanjutkan 1 kali pertemuan untuk tes akhir. Penelitian ini dikatakan telah berhasil karena berdasarkan hasil tes, siswa yang kemampuan berpikir kritis tinggi mencapai target yang diharapkan yaitu 65%, sehingga model inkuiri terbimbing berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis. 5. KESIMPULAN Model pembelajaran inkuiri terbimbing pada siswa SMA dapat mempengaruhi peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa SMA pada pembelajaran fisika. Hendaknya penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya dengan mengkaitkan aspek-aspek yang belum diungkapkan dan dikembangkan. DAFTAR PUSTAKA BNSP. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Ennis, R. (1993). Critical Thinking Assesment. Theory Into Practice, Vol 32. Gurria, Angel. (2014). PISA 2012 Result in Focus. Diakses dari HYPERLINK "http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2012-resultsoverview.pdfpada%20tanggal%202%20januari%202016" http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2012-results-overview.pdfpada tanggal 2 Januari 2016. Hussain, A. (2011). Physics Teaching Methods: Scientific Inquiry vs Tradisional Lecture. International Journal of Humanities and Social Science 1(19), 269-276. Johnson, E. (2007). Contextual Teaching and Learning. Bandung: MLC. Martin, M. O., Mullis, I. V., & Foy, P. (2008). TIMSS 2007 International Science report. Chestnut Hill: TIMSS & PIRLS International Study Center. Matthew, B., & Kenneth, I. (2013). A Study On The Effects Of Guided Inquiry Teaching Method On Students Achievment In Logic. Internasional Researcher 2, 1. Paul, R., & Elder, L. (2007). Critical Thinking Competency Standar. The Foundation for Critical Thinking. Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Siahaan, P., & Suyana, I. (2010). Hakikat Sains dan Pembelajaran Sains. Papua: Makalah pada Pelatihan Guru MIPA. 137