BAB I PENDAHULUAN. kelompok umur 1-4 tahun sebanyak kasus (DinKes Jawa Tengah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20%

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menimbulkan gejala penyakit (Gunawan, 2010). ISPA merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan.

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan infeksi saluran pernafasan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batuk pilek merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB IV METODE PENELITIAN. Berdasarkan jenisnya penelitian ini adalah penelitian

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mengandung zat gizi yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi dan

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 5 No. 2 MEI 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

SUMMARY ABSTRAK BAB 1

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak yang diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA

BAB I PENDAHULUAN. dan batuk baik kering ataupun berdahak. 2 Infeksi saluran pernapasan akut

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

Kode. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian

HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK ORANG TUA DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG KABUPATEN PURBALINGGA 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014

FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKOHARJO

BAB III METODE PENELITIAN. analitik cross-sectional dan menggunakan pendekatan observasional.

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

Ratih Wahyu Susilo, Dwi Astuti, dan Noor Alis Setiyadi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang sangat mendasar dan menjadi prioritas dalam program

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan yang cepat dan sangat penting atau sering disebut masa kritis anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

Kata Kunci: Kejadian ISPA, Tingkat Pendidikan Ibu, ASI Eksklusif, Status Imunisasi

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

HUBUNGAN PERILAKU KELUARGA TERHADAP KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA)

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGELOLAAN AWAL INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. menular maupun tidak menular (Widyaningtyas, 2006). bayi dan menempati posisi pertama angka kesakitan balita.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

HUBUNGAN VENTILASI, LANTAI, DINDING, DAN ATAP DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI BLANG MUKO

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. ISPA yang tidak mendapatkan perawatan dan pengobatan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik.

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. paparan asap rokok dengan frekuensi kejadian ISPA pada balita. Lama

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitan ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Wongkaditi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

PENDAHULUAN. hidung sampai alveoli. ISPA terdiri dari bukan pneumonia, pneumonia, dan

Vol. 10 Nomor 1 Januari 2015 Jurnal Medika Respati ISSN :

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG ISPA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh virus atau bakteri. Penyakit ini diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala: tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau berdahak. ISPA selalu menduduki peringkat pertama dari 10 penyakit terbanyak di Indonesi (Kemenkes RI,2014). Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi ISPA ditemukan sebesar 25,0%. Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun yaitu sebesar 25,8%. Pada tahun 2014 kasus ISPA pada balita tercatat sebesar 657.490 kasus (29,47%). Berdasarkan hasil rekapitulasi Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, pada tahun 2012 tercatat 4.587 kasus ISPA pada balita yang terdiri dari dua kelompok umur yaitu kelompok umur < 1 tahun sebanyak 1.615 kasus dan kelompok umur 1-4 tahun sebanyak 2.972 kasus (DinKes Jawa Tengah 2012). Kejadian ISPA balita di Puskesmas Cimanggu 1 kejadian ISPA pada balita periode Januari - September 2016 terdapat 1,242 kasus (27,40%), untuk 3 bulan terakhir yaitu bulan Juli 126 kasus,agustus 108 kasus dan September terdapat 176 kasus (DKK Cilacap, 2015). Ada 3 (tiga) faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku. Faktor lingkungan meliputi

2 pencemaran udara dalam rumah, kondisi fisik rumah, dan kepadatan hunian rumah. Faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A, dan status imunisasi. Faktor perilaku berhubungan dengan pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya (Kemenkes RI, 2012). Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Sedangkan perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, perilaku terhadap makanan (nutrition behaviour) serta perilaku terhadap lingkungan (environmental health behaviour). Menurut Depkes RI (2004), faktor resiko terjadinya ISPA terbagi atas dua kelompok yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan suatu keadaan didalam diri penderita (balita) yang memudahkan untuk terpapar dengan bibit penyakit (agent) ISPA yang meliputi jenis kelamin, berat badan lahir, status ASI, dan status imunisasi. Sedangkan faktor eksternal merupakan suatu keadaan yang berada diluar diri penderita (balita) berupa lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang memudahkan penderita untuk terpapar bibit penyakit (agent) meliputi: polusi asap rokok, polusi asap dapur, kepadatan tempat tinggal, keadaan geografis, ventilasi dan pencahayaan. Kejadian penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia

3 diperkirakan 3 sampai 6 kali pertahun, yang berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun (Geturdis, 2010). Peran keluarga sangat penting dalam menangani ISPA karena penyakit ISPA termasuk dalam penyakit yang sering diderita sehari-hari didalam keluarga/ masyarakat. Hal ini menjadi fokus perhatian keluarga karena penyakit ISPA sangat sering diderita oleh balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga yang dekat dengan balita harus mengetahui gejalagejala balita terkena ISPA. Dalam penanganan ISPA tingkat keluarga keseluruhanya dapat dogolongkan menjadi 3(tiga) kategori yaitu perawatan oleh ibu balita, tindakan yang segera dan pengamatan tentang perkembangan penyakit balita, pencarian pertolongan pada pelayanan kesehatan. Sebagian besar keluarga tidak mengetahui dari kebiasaan yang sering dilakukan dapat menimbulkan pencemaran udara dalam rumah dan berpengaruh terhadap kesehatan balita seperti merokok, penggunaan bahan bakar memasak, penggunaan anti nyamuk dan cara pembuangan sampah yang baik. Faktor- faktor yang mempengaruhi perkembangan perilaku ada dua yaitu : 1) Faktor intern adalah faktor-faktor yang datangnya dari dalam diri anak baik keturunan, bakat, pembawaan, sangat mempengaruhi dan merubah perilaku anak. Jika orang tua mempunyai sifat-sifat baik fisik ataupun mental psikologis, sedikit banyak akan terwariskan kepada anak; 2) Faktor ekstern adalah faktor yang datang dari luar diri anak seperti faktor lingkungan (orang

4 tua/keluarga, sekolah, masyarakat dan teman-teman bermain) yang juga akan mempengaruhi kepribadian dan perilaku anak ( Notoadmodjo,2010). Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Sugeng, 2010). Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu (BKKBN, 2012). Menurut observasi yang telah dilakukan di wilayah kerja puskesmas Cimanggu 1 Kabupaten Cilacap masih terdapat perilaku keluarga seperti kebiasaan keluarga merokok di dekat balita, terdapat juga keluarga yang masih menggunakan obat nyamuk bakar serta masyarakat sekitar dalam memasak masih menggunakan tungku. Perilaku tersebut merupakan faktor pencetus yang dapat menyebabkan ISPA pada balita. Adapun faktor pencetus ISPA yang telah disebutkan sebagian keluarga tidak mengetahui bahwa hal tersebut dapat menyebabkan ISPA. Berdasarkan uraian di atas bahwa ISPA pada balita dapat dikendalikan dengan mengontrol faktor yang mempengaruhi diantaranya perilaku keluarga, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan perilaku keluarga terhadap Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas I Cimanggu Kabupaten Cilacap.

5 B. Perumusan Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama pada balita. Ada 3 (tiga) faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku. Faktor lingkungan meliputi pencemaran udara dalam rumah, kondisi fisik rumah, dan kepadatan hunian rumah. Faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A, dan status imunisasi. Sedangkan faktor perilaku berhubungan dengan pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek pencegahan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Berdasarkan uraian diatas maka rumusan penelitian sebagai berikut: Adakah Hubungan Perilaku Keluargaterhadap Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas I Cimanggu Kabupaten Cilacap?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cijati Kecamatan Cimanggu Kabupaten Cilacap.

6 2. Tujuan khusus a. Mengetahui karakteristik tingkat pendidikan, status perkawinan, jenis pekerjaan, tingkat penghasilan dan status pemberian ASI responden dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cijati KecamatanCimanggu Kabupaten Cilacap. b. Mengetahui perilaku keluarga dalam mencegah dan menanggulangi ISPA pada balita di Desa Cijati Kecamatan Cimanggu Kabupaten Cilacap. c. Mengetahui hubungan perilaku keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cijati Kecamatan Cimanggu Kabupaten Cilacap. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian untuk dapat dirasakan oleh semua pihak yang dapat memakainya. 1. Bagi Puskesmas Untuk memberikan informasi tentang karekteristik serta faktor - faktor yang dapat mempengaruhi kejadian ISPA pada balita pada umur 1-5 tahun sehingga dapat dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan dan penanggulangan ISPA pada balita di wilayah Puskesmas Cimanggu I. 2. Bagi Peneliti Untuk menambah wawasan bagi penulis dan berpikir kritis serta melatih untuk memecahkan masalah dalam bidang kesehatan lingkungan tentang pentingnya perilaku keluarga yang sehat untuk mencegah terjadinya ISPA

7 pada balita dan untuk melengkapi salah satu persyaratan akademik tingkat sarjana Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto. 3. Bagi Peneliti Lain Dapat dijadikan bahan referensi bagi peneliti lain yang tertarik untuk meneliti tentang ISPA pada balita. E. Penelitian Lain Yang Terkait Penelitian yang relevan dengan penelitian ini yang dapat penulis temukan antara lain: 1. Oktavianing (2008) penelitian dengan judul Pengaruh Keadaan Lingkungan Tempat Tinggal terhadap Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Puskesmas Purworeja Klampok Kabupaten Banjarnegara. Jenis penelitian ini adalah epidemiologi deskriptif dengan pendekatan case control. Besar sampel penelitian 100 orang dengan 50 orang sebagai kasus 50 orang sebagai kontrol. Analisis data menggunakan uji chi square dan regresi logistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh antara jenis lantai (p 0,000 <0,05, OR 8,1 dan 95% CI 3,214-20,406), kepemilikan lubang asap (p=0,000 <0,005, OR 73, 95 CI 3,025-17,705), jenis bahan bakar ( p=0,027< 0,05, OR 2,5 dan 95% CI 1,100-5,547), keberadaan anggota keluarga yang merokok ( p= 0,003, OR 3,5 95 % 1,517-7,852) dengan dengan kejadian ISPA. Tidak ada pengaruh antara keberadaan anggota keluarga yang menderita ISPA dengan kejadian ISPA

8 (p= 0,70. OR 2,1 dan 95% CI 0,936-4,653). Variabel yang paling berpengaruh adalah kepemilikan lubang asap ( B = 2,449). 2. Marhamah (2012) dengan judul Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Balita Di Desa Bontongan Kabupaten Enrekang. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan desain cross sectional study. Populasi dan sampel penelitian ini adalah seluruh balita yang berusia 12-59 bulan di Desa Bontongan yang tercatat di buku register posyandu Puskesmas Baraka tahun 2012 yaitu 127 balita. Analisis data dilakukan dengan CI=95% serta menggunakan uji Chi Square dengan α=0.05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi balita ISPA sebesar 44.9%, status imunisasi lengkap sebesar 70.9%, pemberian kapsul vitamin A sebesar 82.7%, pengetahuan ibu cukup sebesar 57.5%, ventilasi rumah memenuhi syarat kesehatan sebesar 22.8%, dan terpapar asap rokok sebesar 62.2%. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa status imunisasi (p= 0.045), pemberian kapsul vitamin A (p= 0.039) dan keberadaan anggota keluarga yang merokok di dalam rumah (p=0.026) berhubungan dengan kejadian ISPA pada anak balita, sedangkan pengetahuan ibu (p= 0.790) dan ventilasi rumah (p= 0.826) tidak berhubungan dengan kejadian ISPA. 3. Machfud Annajar (2016) dengan judul Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah Terhadap Kejadian Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas I Wangon Kabupaten Banyumas. Jenis penelitian ini adalah observasi dengan desain kasus kontrol. Populasi penelitian berjumlah 312 balita pada bulan

9 desember 2015. Metode pengambilan sampel pada kasus menggunakan sample random sampling, sedangkan pada kontrol diambil dengan menggunakan purposive sampling. Data dikumpulkan menggunakan chek list, kuisioner dan lembar observasi. Analisis data meliputi bivariat, bivariat menggunakan analisis pearson chi square dan analisis multivariate menggunakan uji regresi logistic ganda. Hasil penelitian ini menunjukan ada hubungan kondisi lingkungan rumah kepadatan hunian (p=0,044;or=2,513), ventilasi(p=0,041;or=2,579), bahan bakar memasak (p=0,044;or=3,857), jenis lantai (p= 0,039;OR=2,636), dan kelembaban rumah (p = 0,022; OR = 2,914). Dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas 1 Wangon Kabupaten Banyumas. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada variabel yang diteliti yaitu variabel bebastingkat kejadian ISPA pada balita. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalahvariabel terikat yaitu perilaku keluarga. 4. Chan G C,Tang S F ( 2006) penelitian dengan judul Parental Knowledge,Attitudes And Antibiotic Use For Acute Upper Respiratory Tract Infection In Children Attending A Primary Healthcare Clinic In Malaysia. Metode yang digunakan dengan study cross sectional menggunakan pra uji pewawancara dikelola dengan kuesioner. Hasil dari penelitian ini adalah sekitar 59% orang tua dari study ini menyatakan bahwa cuaca adalah penyebab utama ISPA pada anak anak mereka, 13%

10 orang tua berpikir disebabkan oleh makanan dan 27% orang tua mengatakan disebabkan oleh kuman. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama meniliti tentang infeksi saluran pernafasan atas pada anak sedangkan perbedaanya adalah penelitian ini membahas tentang cara pengobatan ISPA dengan antibiotik. 5. W.Thomas Boyce,et al (1977) dengan judul Influence Of Live Events And Family Routines On Childhood Respiratory Tract Illnes. Populasi yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 58 anak yang menghadiri sebuah sekolah perawatan SD. Usia rata-rata 4,3th. Hasil dari penelitian ini yaitu tak satupun dari hubungan ini antara proses sosial dan hasil penyakit pernafasan muncul dimediasi oleh perubahan mikrobiologis parameter. Skor untuk perubahan kehidupan dan rutinitas keluarga tidak memiliki pengaruh yang nyata pada pertumbuhan patogen dari saluran pernafasan baik kesehatan ataupun penyakit. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang pengaruh perilaku keluarga terhadap ISPA. Sedangkan perbedaanya pada penelitian ini tidak hanya meneliti tentang perilaku yang dapat menyebabkan ISPA tetapi perilaku keseharian pada umumnya.