BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk menyediakan barang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG

Perpajakan 2 PPN & PPnBM

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

Pengertian. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kelebihan PPN 30/04/2011

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. berbagai faktor pendukung terutama stabilitas ekonomi.

SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009

Dasar-dasar Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

LANDASAN TEORI. dalam buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2008, h3),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan Mandiri. mahasiswa secara mandiri yang bertujuan memberikan pengalaman praktis di

ekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

BAB II LANDASAN TEORI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 75/PMK.03/2010 TENTANG NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. langsung berhubungan dengan teori keahlian yang diterima diperkuliahan. Praktik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Sama seperti pajak, namun terdapat imbalan (kontra-prestasi) secara langsung yang dapat dirasakan oleh pembayar retribusi

Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh. untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

Pajak. Definisi Pajak Pembagian Jenis Pajak Menurut Sifat Menurut Sasaran Menurut Pengelola

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata

BAB II LANDASAN TEORI. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut

Perpajakan. Aryo Prasetyo, S.Kom., MMSI Vokasi Akuntansi UI, STIE Dewantara, IBI K-57. (Sesi 1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) penerimaan negara, dan mendorong produk ekspor.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di negara Indonesia pajak sangatlah penting untuk menambah

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak berdasarkan undang-undang dan dari berbagai pakar pajak

BAB II LANDASAN TEORI. dikemukakan para ahli sebagai berikut: a. Prof. Dr. Rochmat Soemitro SH (2002:1)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB III PEMBAHASAN TENTANG MEKANISME PENGAJUAN RESTITUSI ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PPN DAN PPnBM

PENGANTAR. Dasar Hukum : UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun Presented by M.

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya pajak merupakan pungutan wajib oleh negara kepada

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

PENERAPAN PER-11/PJ./2013 TERHADAP PELAPORAN SPT MASA PPN TAHUN 2013 PADA PT. ALPHA UTAMA SURABAYA SKRIPSI. Oleh : RISKI APRILIA PURWANTI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi atau pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (1990:5),

PENGERTIAN DAN DEFINISI CIRI CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK ISTILAH-ISTILAH PERPAJAKAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB I PENDAHULUAN. pada sensus penduduk yang dilakukan pada 1 Mei 15 Juni 2010 tercatat paling

PENGANTAR PERPAJAKAN. Amanita Novi Yushita, M.Si

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 Ayat (1), Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan menurut pandangan para ahli tentang pengertian pajak diantaranya adalah sebagai berikut. Definisi pajak menurut S. I. Djajadiningrat: " Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara negara secara umum. " (Siahaan 2010) Pengertian pajak menurut Prof. Dr. P. J. A Adriani: " Pajak adalah iuran kepada negara (dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi 26

27 kembali, yang langsung dapat ditunjukkan dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan. " (Halim 2014) Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H: " Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung daat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. " (Halim 2014) Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsurunsur sebagai berikut. 1. Iuran dari rakyat kepada negara Yang mempunyai wewenang dan berhak untuk melakukan pemungutan pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang. 2. Berdarkan undang-undang. Pajak dipungut dengan berdasarkan aturan serta undang-undang yang berlaku. 3. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Manfaat dari pembayaran pajak tidak dapat dirasakan secara langsung atau tidak dapat memperoleh imbalan secara langsung. 4. Digunakan untuk membiayai keperluan negara yang bertujuan untuk kemakmuran seluruh rakyat.

28 B. Fungsi Pajak Pajak mempunyai peranan yang sangat pentingdalam kehidupan bernegara, khususnya dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu (Sumarsan 2010): 1. Fungsi Penerimaan (Budgetair) Pajak berfungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat bagi kas negara, yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak. 2. Fungsi Mengatur (Regulered) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur struktur pendapatan di tengah masyarakat dan struktur kekayaan antara para pelaku ekonomi. Funsi mengatur ini sering menjadi tujuan pokok dari sistem pajak, paling tidak dalam sistem perpajakan yang benar tidak terjadi pertentangan

29 dengan kebijaksanaan Negara dalam bidang ekonomi dan sosial. Sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu diluar bidang keuangan, terutama banyak ditujukan terhadap sektor swasta. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri. C. Jenis Pajak Terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pengelompokan menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemungutnya. (Resmi 2009) 1. Menurut Golongan Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Pajak Langsung Pajak langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh). PPh dibayar atau ditanggung oleh pihak-pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tertentu.

30 b. Pajak Tidak Langsung Pajak tidak langsung merupakan, pajak yang pada akhirnya dibebankan dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa. Contoh: Pajak Pertambahan Niai (PPN). PPN terjadi karena terdapat pertambahan nilai terhadap barang atau jasa. Pajak ini dibayarkan oleh produsen atau pihak yang menjual barang tetapi dapat dibebankan kepada konsumen baik secara eksplisit maupun implisit (dimasukkan dalam harga jual barang atau jasa). 2. Menurut Sifat Pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Pajak Subjekif, adalah pajak yang pengenaannya memerhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memerhatikan keadaan subjeknya. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh). Dalam PPh terdapat Subjek Pajak (Wajib Pajak) orang pribadi. Pengenaan PPh untuk orang pribadi tersebut memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak (status perkawinan, banyaknya anak, dan tanggungan lainnya). Keadaan pribad Wajib Pajak tersebut selanjutkan untuk menentukan besarnya penghasilan tidak kena pajak.

31 b. Pajak Objektif, adalah pajak yang pengenaannya memerhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memerhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). 3. Menurut Lembaga Pemungut Pajak dikelompokan menjadi dua, yaitu: a. Pajak Negara (Pajak Pusat), merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contoh: PPh, PPN, dan PPnBM, PBB, serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). b. Pajak Daerah, merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I (pajak provinsi maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangg daerah masing-masing. Pajak Provinsi meliputi Pajak Kendaraan Bermotor dan Kedaraan di atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, serta Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Pemukiman. Pajak Kabupaten/Kota meliputi Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak

32 Peneranga Jalan, Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, dan Pajak Parkir. D. Sistem Pemungutan Pajak dan Asas Perpajakan Menurut Resmi (2009), sistem pemungutan pajak dibagi atas 3 macam yaitu: 1. Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada aparatur perpajakan sebagai wakil negara untuk menentukan besarnya pajak yang terutang setiap tahunnya oleh Wajib Pajak. Dalam sistem ini, inisiatif dan kegiatan menghitung serta memungut pajak sepenuhnya ditangan aparatur perpajakan. Masyarakat (wajib pajak) baru akan mengetahui besarnya pajak yang harus dibayar setelah menerima Surat Ketetapan Pajak (SKP). Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak bergantng pada aparatur perpajakan (peranan dominan ada pada aparatur perpajakan). 2. Self assessment system adalah suatu pemungutan pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Dalam sistem ini, inisiatif dan kegiatan menghitung serta memungut pajak sepenuhnya ditangan wajib pajak. Wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami peraturan perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran

33 yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Disini fiskus hanya bertugas memberikan penerangan dan pengawasan. Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak bergantung pada wajib pajak sendiri (peranan dominan ada pada Wajib Pajak). 3. Witholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dengan memeberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang besangkutan) untuk menentukan besarnya pajak terutang setiap tahunnya oleh Wajib Pajak. Penunjukan pihak ketiga ini bisa dilakukan dengan Undang-Undang perpajakan, Keputusan Presiden, dan peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetorkan dan mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia. Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak bergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk. Sistem Perpajakan yang diterapkan di Negara kita memiliki beberapa asasasas perpajakan, yaitu ( Waluyo dan Ilyas 2008): 1. Equality Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima.

34 2. Certainty Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran. 3. Convenience Kapan Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat yang tidak menyulitkan. 4. Economy Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul Wajib Pajak. E. Tarif Pajak Ilyas dan Burton (2010) mengatakan salah satu unsur yang menentukan rasa keadilan dalam pemungutan pajak bagi Wajib Pajak (WP) adalah tarif pajak. Tarif Pajak dibedakan menjadi enam, yaitu: 1. Tarif Progresif ( Meningkat) Tarif Progresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya makin besar bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga semakin besar. 2. Tarif Degresif (Menurun) Tarif Degresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya makin kecil bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak makin besar.

35 3. Tarif Proporsional (Sebanding) Tarif Proporsional adalah tarif pemungutan pajak yang menggunakan persentase tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. 4. Tarif Tetap Tarif Tetap adalah tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. 5. Tarif Advalorem Tarif Advalorem adalah suatu tarif dengan presentase tertentu yang dikenakan/ ditetapkan pada harga atau nilai suatu barang. 6. Tarif Spesifik Tarif Spesifik adalah tarif dengan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis barang tertentu atau suatu satuan jenis barang tertentu. F. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1. Dasar Hukum Dasar hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan UU No. 11 Tahun 1994, diubah lagi dengan UU No. 18 Tahun 2000, dan terakhir UU No. 42 Tahun 2009.

36 2. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipungut berdasarkan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (value added) yang timbul akibat dipakainya faktorfaktor produksi di setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen (Rusjdi 2007). 3. Fungsi PPN a. Penerimaan Negara Fungsi ini juga disebut fungsi Budgeter. Begitupun dengan Pajak Pertambahan Nilai sebagai pajak Negara, penerimaan yang diperoleh dari hasil pemungutan pajak, digunakan untuk kepentingan negara, sebagaimana tercantum dalam Angaran Pendapatan Belanja Negara. b. Pemerataan Beban Pajak Dengan adanya PPN, subjek pajak yang dibebaskan dari pengenaan pajak, secara tidak langsung menjadi penanggung pajak melalui konsumsi yang dilakukannya, sehingga beban pajak akan terbebani pada setiap orang, tanpa pengecualian. c. Mengatur Pola Konsumsi PPN sering juga disebut pajak konsumsi, dengan mengenakan pajak terhadap barang-barang tertentu, dan tidak mengenakan pajak terhadap barang-barang lainnya diharapkan dapat memengaruhi dan melakukan kontrol terhadap pola konsumsi masyarakat.

37 d. Mendorong Ekspor Fungsi PPN dalam mendorong ekspor bertujuan untuk menekan harga pokok barang ekspor dan meningkakan daya saing barangbarang dalam negeri di pasar internasional, sehingga tarip penyerahan ekspor ditetapkan 0%. e. Mendorong Investasi Dalam sistim Pajak Pertambahan Nilai, pajak yang dibayarkan atas impor barang modal, dapat diminta kembali. Pengembalian ini diharapkan dapat mendororng investasi. 4. Subjek dan Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) a. Subjek Pajak Pertambahan Nilai PPN merupakan pajak tidak langsung, artinya pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dialihkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pihak-pihak yang mempunyai kewajiban memungut menyetor, dan melaporkan PPN terdiri atas: (Resmi 2009) 1) Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP di dalam Daerah Pabean dan melakukan ekspor BKP Berwujud/BKP Tidak Berwujud/JKP. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN dan PPnBM, tidak termasuk Pengusaha Kecil. Pengusaha dikatakan sebagai Pengusaha Kena Pajak apabila melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan

38 jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto melebihi Rp 600.000.000 (enam ratus juta rupiah) dalam satu tahun. 2) Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000 (enam ratus juta rupiah) dalam satu tahun. Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP, selanjutnya wajib melaksanakan kewajiban sebagaimana halnya PKP. 3) Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. 4) Orang pribadi atau badan yang melakukan impor barang kena pajak. 5) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penjualan barang yang menurut ujuan semula tidak untuk dijual kembali. 6) Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan rumahnya sendiri dengan persyaratan tertentu. 7) Pemungut Pajak yang ditunjuk oleh pemerintah. Pemungut Pajak yang ditunjuk oleh pemerintah terdiri atas Kantor Perbendaharaan Negara, Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah, termasuk Bendahara Proyek.

39 b. Objek Pajak Pertambahan Nilai Sesuai dengan Pasal 4, Pasal 16C, dan 16D Undang-Undang PPN, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: 1) Penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha. 2) Impor Barang Kena Pajak. 3) Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. 4) Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. 5) Kegiatan membangun sendiri tidak dalam lingkungan kegiatan/usaha. 6) Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan. 5. Jenis Barang Tidak Kena Pajak atau Jasa Tidak Kena Pajak Sesuai dengan Pasal 4A Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, jenis barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang dan jasa tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut: a. Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai 1) Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya

40 2) Barang Kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak 3) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering 4) Uang, emas batangan dan surat berharga. b. Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai 1) Jasa pelayanan kesehatan medis 2) Jasa pelayanan sosial 3) Jasa pengiriman surat dengan perangko 4) Jasa keuangan 5) Jasa asuransi 6) Jasa keagamaan 7) Jasa pendidikan 8) Jasa kesenian dan hiburan 9) Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan 10) Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri 11) Jasa tenaga kerja 12) Jasa perhotelan

41 13) Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum 14) Jasa penyediaan tempat parkir 15) Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam 16) Jasa pengiriman uang dengan wesel pos 17) Jasa boga atau katering. 6. Saat Terutang dan Tempat Terutang PPN a. Saat terutang PPN (Suhartono dan Ilyas 2010): 1) Terutangnya pajak terjadi pada saat: a) Penyerahan Barang Kena Pajak b) Impor Barang Kena Pajak c) Penyerahan Jasa Kena Pajak d) Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar daerah pabean e) Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar daerah pabean; f) Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud g) Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud h) Ekspor Jasa Kena Pajak. 2) Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa

42 Kena Pajak dari luar daerah pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran. 3) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagai saat terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukar ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapat menimbulkan ketidakadilan. b. Tempat Terutangnya PPN (Suhartono dan Ilyas 2010): 1) Kelompok penyerahan dalam negeri dan ekspor Dalam hal ekspor, Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan atau ekspor BKP/JKP terutang pajak di tempat tinggal atau tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain. Atas pemberitahuan secara tertulis dari Pengusaha Kena Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan satu tempat atau lebih sebagai tempat pajak terutang. 2) Kelompok impor Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat Barang Kena Pajak dimasukkan dan dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/ atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/ atau tempat kegiatan usaha.

43 7. Tarif Pajak Pertambahan Nilai Tarif PPN menurut Pasal 7 UU No. 42 Tahun 2009 adalah: a. Tarif PPN sebesar 10% (sepuluh persen) Tarif 10% dikenakan atas setiap penyerahan BKP di dalam derah pabean/impor BKP/ penyerahan JKP di dalam daerah pabean/ pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean/ pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, pemerintah diberi wewenang mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal. Perubahan dikemukakan oleh Pemerintahan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam rangka pembahasan dan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. b. Tarif PPN sebesar 0% (nol persen) Tarif 0% dikenkan atas ekspor BKP berwujud/ ekspor BKP tidak berwujud/ ekspor jasa kena pajak. Pengenaan tarif 0% (nol persen) tidak berarti pembebasan dari pengenaan PPN. Dengan demikian pajak yang telah dibayar untuk perolehan barang kena pajak dan/ atau jasa kena pajak yang berkaitan dengan kegiatan tersebut dapat dikreditkan.

44 8. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN DPP adalah nilai berupa uang yang dijadikan dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Berdasarkan pasal 1 angka 17 UU No. 8 tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 11 Tahun 1994, diubah lagi dengan UU No. 18 Tahun 2000, dan terakhir UU No. 42 Tahun 2009, jenis-jenis DPP PPN adalah sebagai berikut ini. a. Harga Jual Harga Jual adalah Nilai berupa uang termasuk semua bia yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak. b. Penggantian Penggantian adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk PPN dan potongan harga yang tercantum dalam faktur pajak. c. Nilai Impor Nilai Impor adalah nilai yang berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan yang dikenakan sesuai UU Pabean tidak termask PPN. d. Nilai Ekspor Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang yang termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.

45 e. DPP Nilai Lain Nilai lain adalah jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak. Nilai lain tersebut ditetapkan sebagi berikut. 1) untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah Harga jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor; 2) untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor; 3) untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata; 4) untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film; 5) untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran 6) untuk barang kena pajak berupa persediaan dan/atau aset yang menurut tujuan semula tidak diperjualbelikan yang masih tersia pada saat pembubaran perusahaan adalah harga wajar; 7) untuk penyerahan barang kena pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknyadan/atau penyerahan barang kena pajak antarcabang adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan; 8) untuk penyerahan barang kena pajak melalui pedagang perantara adalah harga yang disepakati antarapedagang perantara dan pembeli;

46 9) untuk penyerahan barang kena pajak melalui juru lelang adalah harga lelang; 10) untuk penyeraha jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; 11) untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan; 12) untuk penyerahan emas perhiasan termasuk penyerahan jsa perbaikan dan modifikasi emas perhiasan serta jasa-jasa lain yang berkaitan dengan emas perhiasan, yang dilakukan oleh pabrikan emas perhiasan adalah 20% (dua puluh persen) dari harga jual emas perhiasan atau nilai penggantian; 13) untuk penyerhan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang didalam tagihan jasa pengurusan transporasi tersebut terdapat biaya transportasi (feight charges) adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih. G. PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri 1. Pengertian PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 2 Ayat 3. Kegiatan Membangun Sendiri adalah Kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh

47 orang pribadi atau badan, yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain. Kemudian dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 2 Ayat 4 dijelaskan mengenai bangunan yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 2 Ayat 3 yaitu bangunan tersebut berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria sebagai berikut: a. Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata ata bahan sejenis, dan/atau baja; b. Diperuntukan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan c. Luas keseluruhan paling sedikit 200m 2 (dua ratus meter persegi). Jadi kegiatan membangun sendiri akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) apabila memenuhi definisi dan kriteria sebagaimana yang dijelaskan diatas. 2. Tarif dan Dasar Penenaan Pajak PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 3 Ayat 1 dan 2, diatur bahwa: a. Kegiatan membangun sendiri akan dikenakan PPN dengan tarif sebesar 10% (sepuluh persen) dari Dasar Pengenaan Pajak. b. Dasar Pengenaan Pajak atas kegiatan membangun sendiri adalah 20% (dua puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau

48 yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah. 3. Perhitungan PPN Terutang atas Kegiatan Membangun Sendiri Pada prinsipnya pelaksanaan pengenaan PPN atas kegiatan membangun sendiri menganut sistem self assessment, artinya wajib pajak sendiri yang menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri. Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 5 maka perhitungan PPN atas kegiatan membangun sendiri adalah sebagai berikut: PPN = 10% x (20% x Jumlah biaya yang dikeluarkan) *) jumlah biaya yang dikeluarkan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau dibayarkan untuk membangun bangunan yang dikeluarkan setiap bulannya, tetapi tidak termasuk harga perolehan tanah. 4. Penyetoran dan Pelaporan PPN Terutang atas Kegiatan Membangun Sendiri Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 5, 7 dan 8 diatur bahwa: a. Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri dilakukan setiap bulan sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan 20% (dua puluh persen) dikalikan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan pada setiap bulannya