SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mereka yang bidang pekerjaannya sangat menuntut penampilan seperti pramugari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penampilan gigi berpengaruh dalam interaksi sosial manusia karena

PENGARUH JUS BUAH STROBERI (FRAGARIA X ANANASSA) TERHADAP DISKOLORASI GIGI YANG DISEBABKAN OLEH KOPI

BAB 1 PENDAHULUAN. seseorang (Herdiyati, 2006 dalam Syafriadi dan Noh, 2014). Diskolorasi gigi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

BAB I PENDAHULUAN. Susunan gigi yang rapi serta warna gigi yang putih merupakan faktor yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. estetika yang sangat mempengaruhi penampilan. Hal ini menjadi permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lain dan merupakan aspek penting dari komunikasi non verbal (Graham dan

BAB 1 PENDAHULUAN. putih akan membuat orang lebih percaya diri dengan penampilannya (Ibiyemi et

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah estetika yang berpengaruh terhadap penampilan dan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lebih percaya diri karena memiliki nilai estetika yang tinggi.perubahan warna gigi

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi yang populer belakangan ini adalah perawatan bleaching yaitu suatu cara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perubahan warna gigi dapat diperbaiki dengan dua cara yaitu dengan

BAB I PENDAHULUAN. Warna gigi normal manusia adalah kuning keabu-abuan, putih

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1

BAB I PENDAHULUAN. utama yaitu preparasi biomekanis saluran akar atau pembersihan dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keindahan dari penampilan dari diri seseorang (Istianah et al, 2015). Terutama

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berperan dalam interaksi sosial manusia (Tin-Oo dkk., 2011). Sebuah survei yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bidang esthetic dentistry (Ibiyemi dan Taiwo, 2011). Salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. insisif, premolar kedua dan molar pada daerah cervico buccal.2

I.PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. bersoda dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan berkarbonasi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Erosi gigi adalah luruhnya jaringan keras gigi yang disebabkan oleh asam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan bersih menjadi tujuan utamanya. Bleaching merupakan salah satu perawatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. penampilan seseorang secara keseluruhan (Torres dkk., 2012). Salah satu aspek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estetika sudah menjadi kebutuhan utama, terutama bagi orang yang

BAB I PENDAHULUAN. pulpa. Gigi manusia dapat berubah warna, itu dinamakan diskolorisasi gigi. (perubahan warna) (Grossman dkk, 1995)

PENGARUH SISTEM DAN WAKTU POLISHING TERHADAP KEBOCORAN MIKRO PADA RESTORASI KLAS V RESIN KOMPOSIT NANOHYBRID

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

BAB I PENDAHULUAN. 90% dari populasi dunia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen

KARAKTERISTIK GIGI YANG TERPAPAR ASAM SUNTI (Averrhoa bilimbi L)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. minuman yang sehat bagi tubuh untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. 1

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

A. Latar Belakang Masalah

LAMPIRAN 1. Alur Pikir

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yaitu aquades sebagai variabel kontrol dan sebagai variabel pengaruh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. prevalensi yang terus meningkat akibat fenomena perubahan diet (Roberson dkk.,

PERBEDAAN NILAI KEKERASAN ENAMEL GIGI PADA PERENDAMAN DENGAN SUSU SAPI DAN SALIVA BUATAN SETELAH DEMINERALISASI GIGI

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan hubungan oklusi yang baik (Dika et al., 2011). dua, yaitu ortodontik lepasan (removable) dan ortodontik cekat (fixed).

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. estetika gigi (Ferreira dkk., 2011). Salah satu perawatan yang diminati masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Perubahan warna gigi diukur menggunakan spektrofotometer untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karies. Hal ini dipengaruhi oleh morfologi dan kandungan mineral penyusun gigi

I. PENDAHULUAN. kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rendah (Depkes RI, 2005). Anak yang memasuki usia sekolah yaitu pada usia 6-12

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif golongan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan putih kekuning-kuningan. Warna gigi ditentukan oleh ketebalan ,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. protein, berbagai vitamin dan mineral (Widodo, 2003). Susu adalah cairan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut dengan asupan nutrisi (Iacopino, 2008). Diet yang

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB I PENDAHULUAN. diterima oleh dokter gigi adalah gigi berlubang atau karies. Hasil survey

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya di era modern ini banyak hasil pengolahan ikan yang

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi buah ini dalam keadaan segar. Harga jual buah belimbing

DAYA ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L) TERHADAP ALTERNATIF MEDIKAMEN SALURAN AKAR (IN VITRO)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KEKASARAN PERMUKAAN RESIN KOMPOSIT NANOFILLER SETELAH APLIKASI KARBAMID PEROKSIDA 35% DENGAN WAKTU YANG BERBEDA

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lebih bervariasi. Peristiwa ini dapat dilihat dengan konsumsi pada makanan dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena selain dapat menghasilkan senyum yang indah juga sangat membantu

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Tabel 1 : Data ph plak dan ph saliva sebelum dan sesudah berkumur Chlorhexidine Mean ± SD

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan seseorang (Sari & Suryani, 2014). Penyakit gigi dan mulut memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gigi tiruan lepasan adalah protesis yang menggantikan sebagian ataupun

BAB I PENDAHULUAN. dan mulut yang memiliki prevalensi tinggi di masyarakat pada semua

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Streptococcus sanguis adalah jenis bakteri Streptococcs viridans yang

BAB I PENDAHULUAN. Madu adalah pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gigi tiruan sebagian lepasan (removable partial denture) adalah gigi tiruan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

KIMIA DASAR TEKNIK INDUSTRI UPNVYK C H R I S N A O C V A T I K A ( ) R I N I T H E R E S I A ( )

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam

STABILITAS DIMENSI HASIL CETAKAN DARI BAHAN CETAK ALGINAT SETELAH DIRENDAM KE DALAM AIR OZON

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

Transkripsi:

PERBEDAAN KEKASARAN PERMUKAAN ENAMEL GIGI PADA PENGGUNAAN KARBAMID PEROKSIDA 16% DAN GEL BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi) 30% SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN HOME BLEACHING (IN VITRO) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Disusun oleh: AZIZATUL MARDHIYYAH NIM: 130600027 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Konservasi Gigi Tahun 2017 Azizatul Mardhiyyah Perbedaan Kekasaran Permukaan Enamel Gigi pada Penggunaan Karbamid Peroksida 16% dan Gel Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) 30% sebagai Alternatif Bahan Home Bleaching x + 52 halaman Warna gigi yang putih merupakan salah satu faktor yang menentukan kepercayaan diri seseorang dalam interaksi sosial, sehingga perawatan pemutihan gigi dengan bleaching mulai popular dilakukan oleh masyarakat. Bahan bleaching memiliki efek pada permukaan enamel sehingga dicarilah bahan alami yang dapat menjadi alternatif bahan bleaching, salah satunya adalah belimbing wuluh. Belimbing wuluh mengandung asam oksalat yang terbukti dapat memutihkan gigi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan kekasaran permukaan enamel pada penggunaan karbamid peroksida 16% dan gel belimbing wuluh 30% sebagai alternatif bahan home bleaching. Penelitian dilakukan dengan 40 sampel gigi premolar rahang atas post-ekstraksi. Akar gigi dipotong dan diratakan bagian palatalnya. Sampel dibagi menjadi dua kelompok, kelompok 1 diaplikasikan gel belimbing wuluh 30% dan kelompok 2 diaplikasikan gel karbamid peroksida 16% yang diaplikasikan selama 2 jam perhari selama 14 hari. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan nilai kekasaran permukaan sampel, yaitu pada kelompok gel belimbing wuluh 30% sebesar 0,179 ± -

0,111 μm dan kelompok karbamid peroksida 16% sebesar 0,221 ± -0,278 μm. Uji Mann Whitney menunjukkan tidak adanya perbedaan antara kedua kelompok dengan nilai signifikansi 0,588 (p>0,05). Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kekasaran permukaan enamel gigi pada penggunaan karbamid peroksida 16% dan gel belimbing wuluh 30% yang artinya kedua bahan tersebut dapat meningkatkan kekasaran permukaan enamel. Kata kunci : karbamid peroksida 16%, gel belimbing wuluh 30%, kekasaran permukaan gigi Daftar rujukan : 38 (2001-2017)

PERBEDAAN KEKASARAN PERMUKAAN ENAMEL GIGI PADA PENGGUNAAN KARBAMID PEROKSIDA 16% DAN GEL BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi) 30% SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN HOME BLEACHING (IN VITRO) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Disusun oleh: AZIZATUL MARDHIYYAH NIM: 130600027 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

PERNYATAAN PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi Medan, 15 September 2017 Pembimbing: Tanda tangan 1. Darwis Aswal, drg... NIP. 19560516 198303 1 003 2. Fitri Yunita Batubara, drg., MDSc... NIP. 19850626 200912 2 005

TIM PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 15 September 2017 TIM PENGUJI KETUA ANGGOTA : Fitri Yunita Batubara, drg., MDSc : 1. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG(K) 2. Dennis, drg., MDSc., Sp.KG (K)

iii KATA PENGANTAR Alhamdu lillaahi robbil- aalamiin, segala puji ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga dapat terselesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua, Bapak Syahwin dan Ibu Sri Rahayu sebagai tanda hormat, rasa sayang dan terima kasih yang tak terhingga atas kasih sayang, perhatian, dukungan, kesabaran, semangat, kerja keras dan doanya selama ini. Dalam penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi. 2. Cut Nurliza, drg., Sp.KG., M.Kes selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi. 3. Darwis Aswal, drg., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga, pemikiran, dukungan, bimbingan dan semangat kepada penulis. 4. Fitri Yunita Batubara, drg., MDSc., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga, pemikiran, dukungan, kesabaran, bimbingan dan semangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 5. Erliera, drg., Sp. Ort., selaku dosen penasehat akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di FKG USU. 6. Seluruh staf pengajar dan tenaga administrasi FKG USU terutama Departemen Ilmu Konservasi Gigi yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan saran kepada penulis.

iv 7. Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD.,Sp.JP(K)., selaku Ketua Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian ini. 8. Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt selaku Kepala Laboratorium obat Tradisional Fakultas Farmasi USU yang telah memberikan izin, bimbingan, dan bantuan selama penulis melaksanakan penelitian. 9. Dewi Indah Sari Siregar, dr., M.Ked (ClinPath), Sp.PK., selaku kepala laboratorium kultur sel FK USU yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian ini. 10. Drs. Moch. Agus Zaenuri, MT selaku Dosen Pembimbing Laboratorium CNC Politeknik Negeri Medan atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan selama penulis melaksanakan penelitian. 11. Prana Ugiana Gio, M.Si, selaku konsultan statistik telah memberikan bimbingan mengenai analisa statistika kepada penulis. 12. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Dita, Lili, Zuhra, Fadilah, Zia, Fafil, Dwina, Rina, serta teman-teman angkatan 2013 yang telah memberikan dukungan, semangat, doa, harapan dan kebersamaan selama penulis mendapatkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi. 13. Semua pihak yang telah banyak membantu penulisan skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa Skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu diharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan bermanfaat bagi masyarakat. Medan, September 2017 Penulis (Azizatul Mardhiyyah) NIM. 130600027

v DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... Halaman KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 4 1.3 Tujuan Penelitian... 4 1.4 Manfaat Penelitian... 5 1.4.1 Manfaat Teoritis... 5 1.4.2 Manfaat Praktis... 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Enamel Gigi... 6 2.2 Demineralisasi dan Remineralisasi... 7 2.2.1 Demineralisasi... 7 2.2.2 Remineralisasi... 9 2.3 Perubahan Warna Gigi ( Diskolorasi )... 9 2.3.1 Pewarnaan Ekstrinsik... 10 2.3.2 Pewarnaan Intrinsik... 11 2.4 Pemutihan Gigi ( Bleaching )... 12 2.5 Bahan Pemutih Gigi... 13 2.5.1 Hidrogen Peroksida... 14 2.5.2 Karbamid Peroksida... 15 2.6 Mekanisme Pemutihan Gigi... 16 2.7 Indikasi dan Kontraindikasi Bleaching... 17 2.8 Efek Samping Bleaching... 17

vi 2.9 Belimbing wuluh... 18 2.10 Manfaat Belimbing Wuluh... 20 2.11 Kandungan Belimbing Wuluh... 21 2.12 Mekanisme Pemutihan Gigi oleh Belimbing Wuluh... 22 2.13 Kekasaran Permukaan Gigi... 23 2.14 Metode Pengukuran Kekasaran Permukaan Gigi... 23 2.15 Kerangka Teori... 25 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep... 26 3.2 Hipotesa Penelitian... 26 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian... 27 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 27 4.2.1 Tempat Penelitian... 27 4.2.2 Waktu Penelitian... 27 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 27 4.3.1 Populasi Penelitian... 27 4.3.2 Sampel Penelitian... 27 4.3.3 Besar Sampel... 28 4.4 Variabel Penelitian... 28 4.4.1 Variabel Bebas... 28 4.4.2 Variabel Tergantung... 28 4.4.3 Variabel Terkendali... 28 4.4.4 Variabel Tidak Terkendali... 29 4.4.5 Identifikasi Variabel Penelitian... 30 4.5 Defenisi Operasional... 31 4.6 Alat dan Bahan Penelitian... 32 4.6.1 Alat Penelitian... 32 4.6.2 Bahan Penelitian... 34 4.7 Metode Pengumpulan Data/ Pelaksanaan Penelitian... 34 4.7.1 Ethical Clearance... 34 4.7.2 Pembuatan Gel Ekstrak Belimbing Wuluh... 35 4.7.3 Persiapan Sampel/ Bahan Coba... 36 4.7.4 Pengukuran Kekasaran Permukaan Gigi I... 37 4.7.5 Perlakuan Terhadap Sampel... 37 4.7.6 Pengukuran Kekasaran Permukaan Gigi II... 39 4.8 Analisa Data... 39 BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Penelitian... 40 5.1.1 Kekasaran Permukaan Sampel Kelompok 1... 40 5.1.2 Kekasaran Permukaan Sampel Kelompok 2... 41 5.2 Analisis Hasil Penelitian... 42

vii 5.2.1 Uji Mann-Whitney... 43 BAB 6 PEMBAHASAN... 44 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan... 48 7.2 Saran... 48 DAFTAR PUSTAKA... 49 LAMPIRAN

viii DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1 Pewarnaan ekstrinsik penyebab diskolorasi... 10 2 Kandungan asam organik buah belimbing wuluh per 100 g bahan. 21 3 Defenisi operasional... 31 4 Nilai kekasaran permukaan kelompok 1... 40 5 Nilai kekasaran permukaan kelompok 2... 41 6 Hasil uji normalitas dengan uji Shapiro-Wilk... 42 7 Hasil uji Mann-Whitney... 43

ix DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1 a. Prisma enamel pada permukaan gigi, b. Potongan melintang prisma enamel gigi... 7 2 Belimbing wuluh...19 3 Profilometer Marsurf M300...23 4 Alat penelitian...33 5 Bahan penelitian...34 6 Jus belimbing wuluh...36 7 Serbuk CMC Na yang telah mengembang...36 8 Dasar Gel...36 9 Gel belimbing wuluh...36 10 Sampel gigi yang telah dipotong akarnya dan diratakan bagian Palatalnya...36 11 Pengukuran kekasaran permukaan gigi sebelum diberi perlakuan dengan profilometer...37 12 Pengaplikasian gel belimbing wuluh pada sampel kelompok 1...38 13 Pengaplikasian karbamid peroksida 16% pada sampel kelompok 2...38 14 Sampel setelah diaplikasikan gel belimbing wuluh dan karbamid peroksida 16%...38 15 Sampel didiamkan selama 2 jam di dalam inkubator...38 16 Sampel disimpan dalam saliva buatan di dalam inkubator...38 17 Pengukuran kekasaran permukaan gigi setelah diberi perlakuan dengan profilometer...39

x DAFTAR LAMPIRAN 1. Lampiran 1 Alur Pikir 2. Lampiran 2 Alur Penelitian 3. Lampiran 3 Data Hasil kekasaran Permukaan Enamel Gigi 4. Lampiran 4 Rencana Anggaran Penelitian 5. Lampiran 5 Hasil Analisis Data 6. Lampiran 6 Ethical Clearance 7. Lampiran 7 Surat Penelitian Laboratorium Obat Tradisional Farmasi USU 8. Lampiran 8 Surat Penelitian Laboratorium Kultur Sel FK USU 9. Lampiran 9 Surat Penelitian Laboratorium Teknik Mesin POLMED 10. Lampiran 10 Jadwal Kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penampilan merupakan salah satu faktor psikologis yang penting bagi sebagian besar orang dalam melakukan interaksi sosial termasuk penampilan wajah. Penampilan wajah yang menarik sangat dipengaruhi oleh kerapian susunan gigi dan warna gigi yang putih karena gigi merupakan faktor yang paling signifikan mempengaruhi estetika tampilan wajah. Menurut Joiner tahun 2006, dilaporkan sebanyak 28% orang dewasa di Inggris merasa tidak puas terhadap penampilan giginya dan 34% orang dewasa di Amerika Serikat merasa kurang puas dengan kondisi warna giginya. l Penelitian lain yang dilakukan di klinik gigi Universitas Sains Malaysia tahun 2011 melibatkan 235 pasien wanita usia 18-62 tahun, sebanyak 56,2% pasien tidak puas dengan warna gigi mereka. Gigi yang putih dan bersih akan meningkatkan rasa percaya diri seseorang, sehingga sering menjadi motivasi untuk melakukan perawatan pada giginya terutama bagi pasien yang mengalami perubahan warna pada gigi depannya. 2 Warna normal gigi desidui adalah putih keabu-abuan, sedangkan pada gigi permanen adalah kuning keabu-abuan atau putih kekuning-kuningan. Warna gigi sangat bervariasi, hal ini ditentukan oleh translusensi dan ketebalan enamel, warna dan ketebalan dentin yang melapisi, serta warna pulpa itu sendiri. 1 Perubahan warna gigi dapat disebabkan pewarnaan (stain) intrinsik, pewarnaan ekstrinsik, dan gabungan keduanya. Pewarnaan intrinsik disebabkan karena masuknya bahan kromatogenik ke dalam dentin dan enamel selama odontogenesis atau setelah erupsi, seperti penggunaan tetrasiklin, penuaan, dan nekrosis pulpa. Pewarnaan ekstrinsik gigi cenderung disebabkan oleh kebersihan mulut yang tidak baik, merokok, serta makanan atau minuman seperti teh dan kopi. 3 Untuk mengatasi perubahan warna yang terjadi dapat dilakukan berbagai perawatan seperti pemakaian pasta gigi pemutih, melakukan pembersihan dengan scalling dan polishing, berbagai teknik bleaching, penggunaan mahkota gigi maupun 1

2 veneer. Salah satu perawatan gigi yang paling sering digunakan untuk memutihkan gigi adalah perawatan pemutihan gigi atau yang lebih dikenal dengan istilah bleaching. 1 Bleaching adalah suatu cara untuk mengatasi perubahan warna gigi baik ekstrinsik maupun intrinsik dengan cara mengembalikan warna gigi sampai mendekati warna gigi normal dengan proses pemutihan secara kimiawi menggunakan bahan oksidasi. Perawatan bleaching yang dilakukan untuk menghilangkan pewarnaan ekstrinsik dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan teknik in-office bleaching dan home bleaching. In-office bleaching dilakukan dengan menggunakan bahan pemutih gigi yang berkonsentrasi tinggi sedangkan home bleaching menggunakan bahan pemutih gigi yang berkonsentrasi rendah. 4 Bahan bleaching yang sering digunakan adalah hidrogen peroksida dan karbamid peroksida. 4 Hidrogen peroksida bersifat stabil namun pada konsentrasi tinggi dapat bersifat mutagenik, juga dapat menghambat aktivitas enzim pada pulpa sehigga menyebabkan perubahan permanen pada pulpa. 5 Karbamid peroksida dengan konsentrasi 10% dan 16% umum digunakan di luar gigi klinik untuk prosedur home bleaching. Penggunaan konsentrasi ini telah disetujui oleh American Dental Association (ADA) sebagai bahan bleaching yang aman dan efektif. 4 Teknik perawatan pemutihan gigi dengan bahan karbamid peroksida sudah sering digunakan oleh dokter gigi karena mudah dikerjakan dan pelaksanaannya relatif lebih sederhana, tetapi penggunaan bahan kimiawi juga menimbulkan efek samping yang merugikan pasien, seperti terjadinya hipersensitif dentin, iritasi pada mukosa dan perubahan struktur mikro pada enamel secara perlahan sehingga merubah kekasaran permukaan enamel. 4 Sekarang ini pemanfaatan bahan alami mulai terkenal di masyarakat, karena dianggap lebih aman, mudah diperoleh, dan jauh lebih terjangkau dibandingkan dengan bahan kimiawi. Beberapa buah-buahan seperti buah apel dan stroberi mengandung senyawa dikarboksilat yang memiliki efek pemutihan gigi. Penelitian oleh Rosidah tahun 2017 menyatakan terjadi pemutihan gigi oleh buah apel varietas

3 Anna, Romebeauty dan Manalagi. 6 Asmawati pada tahun 2016 menyatakan bahwa buah stroberi sebagai bahan alami yang efektif untuk memutihkan gigi. 7 Senyawa dikarboksilat juga terkandung dalam belimbing wuluh. Belimbing wuluh sangat mudah dijumpai dan sudah sejak lama dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pengobatan tradisional dan bumbu masakan. Belimbing wuluh memiliki senyawa dikarboksilat yang berupa asam oksalat, yang diketahui mampu memutihkan gigi dengan mengoksidasi permukaan enamel gigi sehingga menjadi netral dan menimbulkan efek pemutihan. 5 Selain itu, belimbing wuluh juga mengandung mineral kalsium, fosfor, flavonoid, dan asam laktat yang berperan dalam proses remineralisasi. 8 Penelitian yang dilakukan oleh Fauziah pada tahun 2012, yaitu membandingkan perubahan warna antara belimbing wuluh dan bleaching dengan karbamid peroksida l0% menunjukkan adanya perubahan warna gigi dari A3 menjadi Bl yang hampir sama dengan efek pemutihannya oleh karbamid peroksida 10%. 5 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Musnadi tahun 2014 memperlihatkan terjadi perubahan warna yang bermakna setelah pengaplikasian gel belimbing wuluh. 9 Bahan pemutih gigi selain harus dapat memutihkan gigi juga harus memenuhi kriteria untuk tidak mengiritasi jaringan dan tidak merusak struktur gigi. Belimbing wuluh dan karbamid peroksida mempunyai sifat asam yang dapat menyebabkan perubahan dari permukaan enamel. Penelitian Aguiar dkk menyatakan bahwa minuman asam dapat menyebabkan demineralisasi, perubahan permukaan enamel, dan mengurangi stain. 10 Enamel gigi merupakan material kristal yang menjadi jaringan terkalsifikasi terkeras pada tubuh manusia. Enamel dapat mengalami demineralisasi apabila berada dalam suatu lingkungan ph dibawah 5,5. 11 Nilai ph sangat berperan dalam demineralisasi enamel karena ph yang rendah akan meningkatkan konsentrasi ion hidrogen yang akan merusak hidroksiapatit enamel gigi serta dapat mempengaruhi kekasaran permukaan enamel dengan sifatnya yang asam. Kekasaran permukaan enamel menjadi suatu hal yang penting untuk diperhatikan, karena permukaan enamel yang kasar akan menjadi tempat yang baik

4 untuk perlekatan dan kolonisasi bakteri yang akhirnya akan meningkatkan demineralisasi pada gigi dan infeksi gingiva. l2 Penelitian Soares dkk pada tahun 2013 menyatakan bahan pemutih gigi karbamid peroksida l0% dan 16% dapat mempengaruhi kekasaran enamel, namun karbamid peroksida 16% lebih banyak mengurangi kandungan mineral enamel, menambah kekasaran permukaan dan terbentuknya poreus yang tidak merata pada permukaan enamel. l3 Penelitian Sakr pada tahun 2013 juga menyatakan bahan bleaching menyebabkan perubahan pada struktur permukaan enamel dan meningkatnya kekasaran permukaan enamel. 14 Fatima dalam penelitiannya pada tahun 2016 menyatakan terjadi perubahan morfologi, penurunan kadar kalsium dan fosfor pada enamel yang signifikan setelah prosedur bleaching dengan karbamid peroksida 16%. 15 Berdasarkan data yang telah diuraikan bahwa karbamid peroksida 16% memperlihatkan perubahan pada kekasaran permukaan enamel gigi, maka penulis tertarik untuk memanfaatkan gel belimbing wuluh sebagai alternatif bahan pemutih gigi dan menilai perbedaan kekasaran permukaan enamel gigi dengan penggunaan karbamid peroksida l6%. 1.2. Rumusan Masalah Apakah ada perbedaan kekasaran permukaan enamel gigi pada penggunaan karbamid peroksida 16% dan gel belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) 30% sebagai alternatif bahan home bleaching. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kekasaran permukaan enamel gigi pada penggunaan karbamid peroksida 16% dan gel belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) 30% sebagai alternatif bahan home bleaching.

5 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis 1. Sebagai wawasan tambahan dan pengetahuan bagi peneliti, dokter gigi dan masyarakat tentang manfaat belimbing wuluh untuk perawatan pemutihan gigi. 2. Sebagai pengetahuan bagi peneliti, dokter gigi dan masyarakat tentang perbedaan karbamid peroksida dengan gel belimbing wuluh terhadap kekasaran permukaan enamel gigi. 3. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut efek samping belimbing wuluh terhadap permukaan enamel gigi sebagai alternatif bahan pemutih gigi 1.4.2. Manfaat Praktis Memperoleh bahan pemutih alami dengan tingkat kekasaran yang masih dapat ditolerir sebagai alternatif bahan pemutih gigi yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Enamel Gigi Enamel gigi adalah jaringan terluar gigi yang meliputi seluruh mahkota gigi dengan ketebalan yang berbeda pada setiap area gigi. 11,16 Ketebalan lapisan enamel semakin menipis secara berurutan dari bagian insisal/oklusal ke daerah servikal sampai pada batas Cementoenamel junction. Enamel memberikan bentuk dan kontur pada mahkota gigi dan melindungi seluruh bagian gigi yang berkontak dengan rongga mulut. 16 Enamel adalah jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 96% bahan anorganik (mineral), 1% bahan organik dan 3% air. 11 Mineral penyusun enamel yang utama adalah hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2) dalam bentuk kristal latik (crystalline lattice) yang merupakan jumlah mineral terbesar sehingga enamel merupakan jaringan yang paling keras pada tubuh manusia. 16 Struktur utama enamel adalah prisma enamel, interprisma enamel, dan rod sheath. Selain itu, enamel juga terbentuk oleh komponen-komponen yang lain seperti Hunter-Schreger band, lines of Retzius, enamel lamellae, enamel tufts, dan enamel spindles. Struktur-struktur ini jelas kelihatan di bawah mikroskop cahaya. 16 Enamel mengandung jutaan rod atau prisma yang tersusun dari dentinoenamel junction menuju ke permukaan gigi. Dasar prisma di bagian permukaan akan semakin kecil ke arah lapisan dentin. 11 Prisma ini berbentuk hexagonal dengan banyak bidang sehingga hampir melingkar seperti silinder dan mirip kerucut. Terdapat matriks protein diantara setiap prisma yang melekatkan antara prisma yang satu dengan yang lainnya. Bentuk penampang melintang prisma enamel adalah seperti lubang kunci dengan bagian kepala (cylindrical shape rod) dan daerah interprisma (interrod). 16 Enamel memiliki sifat fisik yang sangat keras karena bahan mineralnya, tetapi enamel juga bersifat permeabel terhadap ion-ion dan molekul yang dapat mengalami penetrasi sebagian atau kompleks. Enamel dapat larut ketika berkontak dengan asam, sehingga larutnya sebagian atau keseluruhan mineral enamel akan memengaruhi permukaan enamel. 11 6

7 a b Gambar 1. a. Prisma enamel pada permukaan gigi, b. Potongan melintang prisma enamel gigi 16 Enamel merupakan jaringan yang tidak mempunyai kemampuan untuk mengantikan bagian-bagian yang rusak. Ada beberapa hal yang dapat memperkuat enamel yaitu terjadinya perubahan susunan kimia sehingga enamel akan lebih kuat menghadapi rangsangan-rangsangan yang diterimanya seperti pemberian fluor, saliva yang jenuh akan kalsium dan fosfat sehingga dapat mengurangi kelarutan permukaan enamel. Pada ph di bawah 5.5, mineral akan terlepas dari permukaan enamel. 11 2.2 Demineralisai dan Remineralisasi 2.2.1 Demineralisasi Demineralisasi adalah hilangnya sebagian atau seluruh ion mineral dari kristal-kristal permukaan enamel gigi karena larut dalam asam. Demineralisasi dapat terjadi apabila enamel berada dalam suatu lingkungan ph di bawah 5,5. Berdasarkan penyebabnya demineralisasi dapat dibagi menjadi dua yaitu: demineralisasi yang melibatkan bakteri dan demineralisasi akibat bahan kimia asam. Demineralisasi yang melibatkan bakteri terjadi pada proses karies gigi, sedangkan demineralisasi akibat bahan asam terjadi pada proses erosi. 17 Pada perawatan bleaching juga dapat terjadi demineralisasi karena sifat bahan bleaching yang asam. Makanan, minuman, dan bahan kimia yang memiliki ph < 7 dapat menyebabkan proses erosi. Proses erosi gigi menyebabkan demineralisasi yang dimulai dari adanya pelepasan kalsium enamel gigi, bila hal ini berlanjut terus akan menyebabkan kehilangan sebagian elemen enamel. Saat asam berkontak dengan

8 enamel maka komponen ion hidrogen yang terdapat pada larutan asam tersebut mulai melarutkan kristal enamel. Semakin rendah ph maka akan meningkatkan ion hidrogen yang akan merusak hidroksiapatit enamel. 12 Pada penggunaan bahan pemutih gigi, molekul hidrogen peroksida akan terpecah dan membentuk ion oksigen aktif dan ion hidrogen. Ion oksigen aktif akan bereaksi dengan molekul stain pada permukaan gigi, sedangkan ion hidrogen akan menurunkan nilai ph dan menimbulkan suasana asam di rongga mulut. Reaksi kimia pembentukan ion oksigen aktif dan ion hidrogen ditunjukkan dengan persamaan reaksi sebagai berikut: 18 H2O2 2HO HO + H2O2 H2O + HO2 HO2 H + + O 2- Enamel sebagian besar terdiri dari hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2) atau fluoroapatit (Ca10(PO4)6 F2). Saat keadaan asam, bagian ujung dari kristal enamel akan larut terlebih dahulu dan kemudian meluas di sepanjang kristal enamel, kemudian kedua komponen tersebut akan larut menjadi Ca 2+ ; PO4 9- dan F -, OH -. Kecepatan melarutnya enamel dipengaruhi oleh derajat keasaman, konsentrasi asam, waktu melarut dan kehadiran ion sejenis kalsium dan fosfat. 12 Apabila hidroksiapatit berkontak dengan asam, reaksi yang terjadi sebagai berikut: 19 Ca10(PO4)6(OH)2 10Ca 2+ + 6PO4 3- +2OH - Solid Solution Berdasarkan reaksi di atas, semakin ph menurun terjadi peningkatan konsentrasi H + sehingga OH - akan diubah oleh H + menjadi H2O dan 6PO4 3- akan diubah menjadi H2PO4 2- atau H2PO 4-, sedangkan OH - akan dinetralkan menjadi air. Hal ini menyebabkan persamaan reaksi disebelah kanan tidak ada perubahan pada Ca 2+ dan memperlihatkan terlepasnya ikatan ion kalsium. 20 Demineralisasi yang terus menerus akan membentuk pori-pori kecil pada enamel yang disebut juga porositas, yang dapat menyebabkan perubahan dari permukaan enamel. 12

9 2.2.2 Remineralisasi Remineralisasi merupakan proses perbaikan alami pada permukaan gigi yang telah mengalami demineralisasi. Remineralisasi seperti mengembalikan komponenkomponen yang telah hilang untuk membuat enamel kuat dan stabil kembali. 17 Proses remineralisasi alami dapat terjadi bersama-sama dengan proses demineralisasi yang berlawanan oleh penghantaran yang terus menerus dari kalsium dan fosfat yang terkandung dalam saliva ke permukaan gigi. Tingkat remineralisasi enamel tergantung tingkat konsentrasi fluor disekitarnya dan akses bebas yang cukup untuk menghantarkannya ke permukaan gigi, serta derajat stimulasi saliva yang dapat menyebabkan pertambahan kemampuan buffer menetralkan ph, dan menambah konsentrasi kalsium dan fosfat yang tersedia pada saliva. 19 Beberapa fungsi perlindungan saliva terhadap erosi yaitu pertama, saliva secara langsung bertindak terhadap agen erosi dengan cara mencairkan, membersihkan, menertalisir, dan buffering saliva. Kedua, komponen organik saliva dapat membentuk pelikel tipis pada permukaan enamel, dimana pelikel ini bertindak sebagai penyebaran pertahanan untuk mencegah kontak langsung antara asam dengan permukaan gigi, dengan demikian memengaruhi tingkat pelarutan jaringan keras gigi. Ketiga, dengan adanya kandungan ion kalsium dan fosfat, saliva bertindak sebagai sumber alami pembentukan kristal baru. 21 Remineralisasi tidak mungkin terjadi apabila kandungan mineral apatitnya telah hilang secara keseluruhan. Aplikasi fluor pada permukaan enamel terbukti dapat meremineralisasi permukaan enamel yang mengalami demineralisasi. 19 2.3 Perubahan Warna Gigi ( Diskolorasi ) Menurut Munsell, terdapat tiga dimensi warna, yaitu hue, chroma, dan value. Hue (color tone) adalah kualitas warna yang dapat membedakan antara warna yang satu dengan warna yang lain. Variasi hue sering terjadi disebabkan oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Chroma (saturation) merupakan kualitas warna yang dapat membedakan antara warna yang kuat dengan yang lemah. Value (brightness) merupakan kualitas warna yang membedakan antara warna terang dengan warna

10 gelap dari suatu objek. Hal ini dapat dipengaruhi oleh jarak antara objek dan sumber cahaya. 18 Warna alami enamel gigi adalah putih translusen dan menampakkan warna dentin dibawahnya yang kekuningan. Seiring bertambahnya usia, secara fisiologis enamel akan semakin menipis sedangkan dentin menjadi lebih tebal karena adanya dentin sekunder dan dentin reparatif yang menyebabkan gigi semakin gelap. 4 Penyebab perubahan warna gigi dapat diklasifikasikan menurut lokasi noda, yaitu pewarnaan ekstrinsik atau intrinsik. Pewarnaan ekstrinsik terletak pada permukaan gigi atau di pelikel, sedangkan pewarnaan intrinsik terjadi ketika kromogen masuk sebagian besar ke dalam gigi yang dapat berasal dari lokal atau sistemik. 22 2.3.1 Pewarnaan Ekstrinsik Perubahan warna ekstrinsik didefenisikan sebagai perubahan warna yang terletak pada permukaan luar dari struktur gigi yang disebabkan oleh topikal atau agen ekstrinsik. Pewarnaan ekstrinsik dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu langsung dan tidak langsung. Pewarnaan langsung disebabkan oleh senyawa yang masuk ke dalam lapisan kulit tipis dan noda adalah hasil dari warna dasar kromogen tesebut. Pewarnaan langsung ini disebabkan oleh banyak faktor yang berasal dari makanan, minuman atau zat yang biasa berada di dalam mulut. 22 Pewarnaan tidak langsung disebabkan oleh interaksi kimia pada permukaan gigi, biasanya berhubungan dengan antiseptik kationik dan garam logam. Agen kromatogenik ini tanpa warna atau memiliki warna yang berbeda dengan warna noda yang dihasilkan pada permukaan gigi. Pewarnaan ekstrinsik juga dapat dibagi menjadi pewarnaan logam dan non-logam. 22 Tabel 1. Pewarnaan Ekstrinsik Penyebab Diskolorasi 3 Klasifikasi Faktor Contoh Warna Diet Teh, kopi, makanan Coklat sampai Pewarnaan Pewarnaan lain hitam Non-logam Langsung Oral Hygiene Plak, kalkulus, Kuning/ coklat

11 Pewarnaan logam Pewarnaan tidak langsung partikel makanan Bakteri kromatogenik Coklat/ hitam/ hijau/ orange Kebiasaan Merokok Coklat gelap/ hitam Obat-obatan Antiseptik kationik Kuning (klorheksidin) kecoklatan Obat kumur Kuning Antibiotik sistemik Hijau-keabuan (Minocycline) Obat-obatan Kandungan besi dalam Hitam mulut Garam tembaga dalam Hijau obat kumur Potasium permanganat Ungu sampai dalam obat kumur hitam Stannous fluoride Coklat keemasan Pekerjaan dan Terpapar besi, Hitam lingkungan mangan, silver Terpapar merkuri, Biru kehijauan debu timbal Tembaga dan nikel Hijau Asap asam kromat Jingga tua 2.3.2 Pewarnaan Intrinsik Ada beberapa penyebab perubahan warna gigi intrinsik diantaranya endogen dan eksogen. Perubahan ini dapat terjadi selama atau setelah odontogenesis. Selama odontogenesis, gigi berubah warna baik kualitas atau kuantitas pada enamel atau

12 dentin. Setelah erupsi perubahan warna terjadi ketika agen kromatogenik memasuki jaringan keras gigi yang dapat berasal dari pulpa atau permukaan gigi. 3 Beberapa penyebab pewarnaan intrinsik adalah: 23 1. Dekomposisi jaringan pulpa atau sisa makanan. Adanya gas yang dihasilkan oleh pulpa nekrosis dapat membentuk ion sulfida yang berwarna hitam. 2. Pemakaian antibiotik seperti tetrasiklin selama proses pertumbuhan gigi dapat menyebabkan perubahan warna pada gigi. 3. Penyakit metabolik yang berat selama fase pertumbuhan gigi, misalnya alkaptonuria yang menyebabkan warna coklat, endemik fluorosis yang menyebabkan bercak coklat pada gigi. 4. Perubahan pada pulpa, contohnya obturasi saluran akar, nekrosis pulpa dengan dan tanpa perdarahan, dan trauma. 5. Medikamen saluran akar seperti perak nitrat dan material yang digunakan pada restorasi gigi. 2.4 Pemutihan Gigi (Bleaching) Pemutihan gigi merupakan suatu cara pemutihan kembali gigi yang berubah warna sampai mendekati warna gigi asli dengan proses perbaikan secara kimiawi. Tujuannya adalah untuk mengembalikan estetis penderita. 23 Pemutihan gigi merupakan alternatif konservatif dalam mengembalikan nilai estetika gigi. Teknik ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain lebih baik dari segi estetik, tidak mengambil jaringan keras gigi dan teknik perawatan relatif lebih mudah dibandingkan dengan pembuatan mahkota tiruan. 1 Terdapat dua macam teknik pemutihan gigi yaitu teknik eksternal dan teknik internal. Teknik eksternal merupakan prosedur pemutihan gigi yang dilakukan pada gigi yang masih vital pada permukaan gigi, sedangkan teknik internal dilakukan secara intrakoronal pada gigi yang non-vital dalam kamar pulpa. 18 a. Bleaching Eksternal Bleaching eksternal adalah perawatan pemutihan gigi yang bersifat konservatif. Teknik eksternal dapat dilakukan dengan dua cara yaitu In-office

13 bleaching yang dilakukan langsung di praktek dokter gigi dan home bleaching yang merupakan teknik pemutihan gigi yang sangat mudah, setelah konsultasi awal dengan dokter gigi pasien akan menggunakan bahan pemutih dengan bantuan tray. In-office bleaching biasanya dilakukan dengan menggunakan bahan pemutih gigi yang berkonsentrasi tinggi seperti hidrogen peroksida 35-38% atau karbamid peroksida 35-40% yang dilakukan oleh dokter gigi untuk jangka waktu yang pendek. 4 Teknik home bleaching merupakan teknik pemutihan gigi yang lebih sering dipilih oleh dokter gigi karena menggunakan bahan peroksida yang berkonsentrasi rendah. Home bleaching dapat dilakukan oleh pasien sendiri dirumah yang dipakai dengan menggunakan tray yang berisi bahan pemutih yang telah diadministrasi oleh dokter gigi dan dipakai setiap malam untuk sekurang-kurangnya dua minggu. Bahan yang biasanya digunakan untuk home bleaching adalah karbamid peroksida 10-22% atau hidrogen peroksida 1-10%. 4 b. Bleaching Internal Teknik internal yang sering digunakan adalah walking bleach, thermocatalytic bleaching, dan inside/outside bleaching. Teknik walking bleach dapat dipakai pada semua keadaan yang memakai teknik pemutihan gigi secara internal dan pada gigi non-vital di mana dapat dilakukan pada kunjungan yang sama pada obturasi dengan waktu kunjungan yang lebih singkat dibandingkan dengan teknik termokatalik. Teknik termokatalik dilakukan dengan meletakkan hidrogen peroksida 30-50% ke dalam kamar pulpa kemudian diaktivasi dengan sinar atau pemanasan. Setelah selesai pemanasan, bahan bleaching biasanya ditinggalkan dalam kamar pulpa untuk sementara waktu sampai kunjungan berikutnya. Inside/outside bleaching merupakan kombinasi bleaching internal secara non-vital dengan teknik home bleaching agar proses bleaching lebih efektif. 18 2.5 Bahan Pemutih Gigi Bahan pemutih gigi yang ideal mempunyai beberapa kriteria seperti mudah pengaplikasiannya, derajat keasaman netral, efisien, berkontak dengan jaringan lunak

14 tidak terlalu lama, diperlukan dalam jumlah yang minimum, tidak mengiritasi, tidak merusak gigi, serta mudah dikontrol sesuai kebutuhan pasien. Hasil dari prosedur bleaching yang dilakukan dipengaruhi oleh konsentrasi bahan bleaching, kemampuan bahan mencapai molekul kromofor, dan durasi serta waktu berkontaknya bahan dengan molekul kromofor. 18 Kandungan utama bahan pemutih gigi tergantung dari produsen pembuatnya, diantaranya hidrogen peroksida, karbamid peroksida atau sistem non hidrogen peroksida yang mengandung sodium klorida, oksigen dan natrium fluorida. Beberapa produk mengandung bahan tambahan potasium nitrat dan fluor untuk membantu mengurangi sensitivitas gigi. Bahan yang biasa digunakan adalah hidrogen peroksida dan karbamid peroksida dengan konsentrasi rendah untuk perawatan home bleaching dan konsentrasi tinggi untuk in-office bleaching. 4 2.5.1 Hidrogen Peroksida Hidrogen peroksida merupakan senyawa kimia reaktif yang mengandung unsur hidrogen dan oksigen (H2O2). Bentuk murni berupa likuid tidak berwarna, sedikit lebih kental dari air, dan memiliki massa molar yang rendah yaitu 34,01 g/mol. Hidrogen peroksida merupakan suatu bahan oksidasi yang kuat dan bersifat asam. Bentuk sediaan komersial berupa larutan dalam air yang mengandung 33-37% hidrogen peroksida murni dan bahan lainnya untuk mencegah produk mengalami dekomposisi. Hidrogen peroksida bertindak sebagai agen pengoksidasi kuat, memproduksi molekul oksigen reaktif dan anion hidrogen peroksida. 24 Hidrogen peroksida relatif tidak stabil dan mengalami dekomposisi secara perlahan serta melepaskan air dan oksigen. Hidrogen peroksida dapat larut dalam air dan menyebabkan suasana asam. Hidrogen peroksida bersifat kaustik dan dapat membuat jaringan terbakar jika terjadi kontak. Hidrogen peroksida juga melepaskan radikal bebas yang toksik, anion perhidroksil, ataupun keduanya. Larutan hidrogen peroksida dengan konsentrasi tinggi harus ditangani dengan hati-hati karena bersifat tidak stabil secara termodinamis dan dapat meledak sehingga harus disimpan dalam lemari pendingin dan dimasukkan dalam wadah yang gelap. 25 Penetrasi hidrogen

15 peroksida pada gigi lebih cepat dari pada karbamid peroksida karena berat molekul yang rendah, hal ini menyebabkan meningkatnya sensitivitas. 5 2.5.2 Karbamid Peroksida Karbamid peroksida dengan rumus kimia (CH2N2OH2O2) disebut juga urea hidrogen peroksida atau urea perhidrol karena merupakan kombinasi urea dan hidrogen peroksida. Karbamid peroksida dengan berat molekul 94,07 g/mol merupakan agen bleaching, anti septik dan desinfektan. Karbamid peroksida tidak berwarna, tidak berbau, tidak toksik, dan berbentuk kristal putih yang dapat larut dalam alkohol, eter dan air. 26 Karbamid peroksida merupakan keadaan di mana hidrogen peroksida dalam keadaan lebih stabil. Pada karbamid peroksida 10% mengandung 3,6% hidrogen peroksida dan 6,4% urea, sedangkan pada 35% karbamid peroksida setara dengan 12% hidrogen peroksida. Urea dalam karbamid peroksida berperan sebagai penstabil agar efek bahan tersebut lebih panjang dan berperan memperlambat proses pelepasan hidrogen peroksida sehingga proses oksidasi juga akan bertambah. Selain itu, urea juga mempunyai efek untuk menetralkan asam dan menghilangkan noda-noda pada gigi. 26 Secara kimia karbamid peroksida terurai menjadi H2O2 dan urea dalam larutan air dan dapat dijelaskan sebagai berikut: 24 Karbamid peroksida Hidrogen peroksida + Urea (CH2N2OH2O2) (H2O2) (CH2N2O) Hidrogen peroksida Air + Oksigen (H2O2) (H2O) (O2) Air Hidrogen + Perhidrol (H2O) (H + ) (HO - ) Urea Amonia + Karbondioksida (CH2N2O) (NH3) (CO2)

16 Bahan pemutih gigi dengan karbamid peroksida biasanya juga mengandung gliserin atau propilen glikol, sodium stanat, asam fosfat atau asam sitrat, dan zat perasa tambahan. Dalam beberapa bahan, karbopol, polimer asam poliakrilat yang larut air, ditambahkan juga sebagai bahan pengental serta untuk memperpanjang waktu penyimpanan. Karbopol juga dapat memperlambat proses pelepasan oksigen dari karbamid sehingga memungkinkan oksigen bereaksi lebih lama dengan bahan yang menyebabkan pewarnaan. 24 2.6 Mekanisme Pemutihan Gigi Mekanisme pemutihan gigi merupakan reaksi oksidasi dari bahan pemutih. Bahan pemutih gigi memiliki berat molekul yang sangat rendah sehingga mampu berdifusi ke dalam email dan dentin, selanjutnya peroksida akan mengalami dekomposisi menjadi radikal-radikal bebas tidak stabil yang akan mengganggu molekul-molekul pigmen besar (kromofor) di dalam struktur gigi melalui reaksi oksidasi ataupun reduksi. Proses oksidasi-reduksi mengubah struktur substansi organik yang berinteraksi pada gigi sehingga menghasilkan perubahan warna. 25 Hidrogen peroksida (H2O2) sebagai agen oksidator mempunyai radikal bebas yang tidak mempunyai pasangan elektron yang akan lepas dan kemudian diterima oleh email sehingga terjadi reaksi oksidasi. Radikal bebas dari peroksida adalah perhidroksil (HO2) dan oksigenase (O + ). Perhidroksil ini merupakan radikal bebas yang kuat dan berperan pada proses pemutihan gigi, sedangkan oksigenase sebagai radikal bebas yang lemah. Radikal bebas ini akan bereaksi dengan ikatan tidak jenuh dan menyebabkan gangguan konjugasi elektron dan perubahan penyerapan energi pada molekul organik dalam struktur gigi (email dan dentin). Molekul gigi akan berubah struktur kimianya dengan tambahan oksigen dan akan membentuk molekul organik email yang lebih kecil dengan warna yang lebih terang sehingga menghasilkan efek pemutihan dan gigi menjadi lebih bercahaya. 27

17 2.7 Indikasi dan Kontraindikasi Bleaching Perawatan pemutihan gigi diindikasikan untuk perawatan pada penderita dengan perubahan warna yang disebabkan proses penuaan, konsumsi makanan, minuman, obat-obatan seperti tetrasiklin, serta fluorosis. 4 Seleksi pasien sangat penting untuk merekomendasikan perawatan pemutihan gigi. Hindari prosedur dan semua produk pemutihan gigi pada wanita hamil dan menyusui, juga pada anak-anak. Perawatan pemutihan gigi pada anak usia di bawah 15 tahun hanya diberikan setelah pertimbangan yang sangat teliti dan dilakukan oleh tenaga profesional. Pasien dengan penyakit periodontal terutama periodontitis dapat dilakukan perawatan setelah penyakitnya dikontrol. 26 Kontraindikasi lain adalah pada penderita yang alergi terhadap komponen bahan pemutih gigi atau bahan sendok cetak, penderita dengan gigi sangat sensitif, penderita dengan gangguan Temporomandibular Joints (TMJ), penderita dengan restorasi geligi anterior yang berubah warna. 4 2.8 Efek Samping Bleaching Perawatan bleching dapat menimbulkan beberapa efek samping pada jaringan keras gigi, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Pelepasan ion kalsium dan fosfor Enamel terdiri dari sebagian besar materi anorganik atau mineral. Dalam kondisi lingungan yang asam, enamel gigi akan mengalami demineralisasi sehingga menyebabkan kehilangan komponen di enamel seperti ion kalsium dan fosfat. Demineralisasi enamel gigi akan berlaku apabila ph lingkungan lebih kecil dari 5.5, sementara beberapa bahan bleaching mempunyai ph kurang dari 5.5. Selain ph bahan bleaching, lama pemaparan gigi terhadap bahan bleaching juga dapat memengaruhi kecepatan kehilangan mineral pada enamel. 28 2. Perubahan morfologi enamel Penggunaan bahan bleaching ini juga memiliki titik jenuh, di mana proses pemutihan sudah tidak dapat efektif lagi dan apabila diteruskan akan menyebabkan pecahnya struktur organik enamel dan menyebabkan enamel menjadi rusak.

18 Karbamid peroksida dapat meyebabkan penurunan jumlah kalsium, fosfat, dan fluoride pada enamel. 26 Morfologi permukaan dan sifat fisik enamel dipengaruhi oleh banyaknya jumlah bahan anorganik seperti kalsium, dengan larutnya sebagian kalsium dari kristal hidroksiapatit maka akan memengaruhi morfologi dan sifat kekerasan enamel. Perubahan morfologi yang sering terjadi pada enamel adalah terpaparnya prisma enamel, porositas dan erosi enamel, pembentukan kawah, kehilangan lapisan aprismatik, serta iregularitas pada permukaan enamel. Perubahan morfologi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antaranya adalah konsentrasi dan lama pemaparan bahan bleaching, serta ph bahan peroksida. 29 Adanya mikroabrasi pada permukaan enamel sehingga memengaruhi kekasaran permukaan gigi. Perendaman sampel gigi dalam karbamid peroksida dan hidrogen peroksida menunjukkan adanya perubahan gambaran enamel menjadi lebih kasar, berpori-pori dan adanya bercak putih akibat penggunaan bahan tersebut dilihat secara mikroskopis sehingga meningkatkan kerentanan terjadinya karies dan demineralisasi. 19 3. Perubahan Kekerasan enamel Perubahan kandungan organik dan anorganik pada enamel setelah bleaching salah satunya dapat dievaluasi melalui pengujian kekerasan enamel. Apabila hidroksiapatit kelihangan ion kalsium dan fosfat, lattice hidroksiapatit akan menjadi distorsi sehingga mengakibatkan struktur enamel menjadi poreus. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kekerasan enamel gigi. 29 2.9 Belimbing Wuluh Belimbing wuluh disebut juga belimbing asam merupakan salah satu tanaman yang banyak tumbuh di pekarangan rumah atau tumbuh secara liar di ladang dan hutan Dapat ditemui di tempat yang banyak terkena sinar matahari langsung tetapi cukup lembap. Hidup pada ketinggian 5-500 m di atas permukaan laut. 30 Klasifikasi botani tanaman belimbing wuluh adalah sebagai berikut: 31 Kerajaan: Plantae

19 subkingdom: Tracheobionta Superdivisi: Spermatophyta - tanaman berbenih Divisi: Magnoliophyta - tanaman berbunga Kelas: Dicotyledonae - berkeping dua Sub-kelas: Rosidae Ordo: oxalidales Keluarga: Oxalidaceae Genus: Averrhoa Spesies: Averrhoa bilimbi Gambar 2. Belimbing Wuluh 30 Pohon belimbing wuluh bisa tumbuh dengan ketinggian mencapai 5-10 m. Batang utamanya tidak begitu besar, bergelombang, cabangnya rendah dan sedikit. Bentuk daunnya majemuk menyirip ganjil dengan 11-37 daun pada satu sisi cabang. Anak daun bertangkai pendek, berbentuk bulat telur sampai jorong, ujung runcing, pangkal membulat, tepi rata, panjang 2-10 cm, lebarnya 1.2-1.25 cm, berwarna hijau, permukaan bawah hijau muda. 30 Bunganya kecil, berkelompok, keluar langsung pada batang dan cabangcabangnya dengan tangkai bunga berambut, menggantung, panjang 5-20 cm, mahkota bunga biasanya berjumlah 5, panjang kelopak bunga 5-7 mm; helaian mahkota bunga berbentuk elips, berwarna ungu gelap dan bagian pangkalnya ungu muda. Buah belimbing wuluh berbentuk elips hingga seperti torpedo dengan panjang 4-10 cm. Warna buah ketika muda hijau, dengan sisa kelopak bunga menempel diujungnya.

20 Jika masak buahnya berwarna kuning pucat dan kemudian jatuh dengan sendirinya ke tanah. Daging buahnya berair dan sangat asam. Kulit buah berkilap dan tipis. Bijinya kecil (6 mm) berbentuk pipih dan berwarna coklat, serta tertutup lendir. 30 2.10 Manfaat Belimbing Wuluh Biasanya buah belimbing wuluh dimanfaatkan sebagai bumbu masakan atau sayur, namun seluruh bagian tanaman mulai dari daun, batang, bunga, buah, biji, dan akar sudah dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional di berbagai budaya. Belimbing Wuluh sebagai pengobatan tradisional sudah digunakan untuk banyak gejala seperti antibakteri, antiskorbut, astringent, obat pelindung post-partum. Buah belimbing wuluh digunakan sebagai sirup, bumbu, untuk membersihkan noda pakaian, dan mengkilatkan barang-barang yang terbuat dari kuningan. 30 Berikut ini manfaat dari masing-masing bagian tanaman: a. Buah Buah belimbing wuluh digunakan sebagai pengobatan untuk batuk, beri-beri dan penyakit kantung empedu. Sirup yang diambil dari buah digunakan sebagai obat untuk demam, peradangan, dan untuk mengontrol diabetes. 31 b. Daun Daun dimanfaatkan sebagai pasta untuk gatal-gatal pada kulit, pembengkakan gondok dan rematik. Daun juga dapat dijadikan obat pada lepuhan kulit dan gigitan binatang berbisa. Masyarakat Malaysia memanfaatkan daun segar atau yang telah difermentasi sebagai pengobatan untuk penyakit kelamin. 31 c. Bunga Bunga belimbing wuluh dikatakan efektif terhadap batuk dan sariawan. Di Jawa, bunga dan buah dikombinasikan dengan lada yang dimakan untuk menyebabkan berkeringat ketika orang merasa kurang sehat. 31 Belimbing wuluh sangat kaya manfaat dan tidak toksik. Uji toksisitas buah belimbing wuluh yang diberikan per oral pada tikus selama 15 hari, tidak menimbulkan gejala toksik hingga dosis 1g/kg BB. 31

21 2.11 Kandungan Belimbing Wuluh Belimbing wuluh mengandung banyak mineral dan asam organik. Dalam 100 gram buah belimbing wuluh mengandung 23 kal energi, 0.7 g protein, 0,2 g lemak, 4.5 g karbohidrat, 1.5 g serat, 0.010 mg vitamin B1, 18 mg vitamin C, 0.0036 mg vitamin A, 94.2-94.7 g air, 0.3-0.4 g ash, 3.4 g kalsium, 11.1 mg fosfor, 1.01 mg zat besi, 0.035 mg karoten, 0.302 mg vitamin B2, dan 0.302 mg vitamin B3, serta mengandung 23.32 mg QE/g flavonoid. 31 Kandungan asam organik dalam buah belimbing wuluh dapat dilihat pada tabel berikut (tabel 2 ): Tabel 2. Kandungan asam organik buah belimbing wuluh per 100 gram bahan 32 No. Asam oganik Jumlah 1 Asam asetat 0,4-1,2 2 Asam sitrat 92,6 133,8 3 Asam format 0,4 0,9 4 Asam laktat 1,6 1,9 5 Asam oksalat 5,5 8,9 Flavonoid, saponin, dan tanin berperan dalam aktivitas antibakteri pada beberapa bakteri gram positif seperti Staphylococcus aureus, Staphylococcusepidermis, Corynebacterium diphteriae, dan pada bakteri gram negatif seperti Salmonella typhi, Citrobacter freundii, dan Aeromonas. hydrophila. Selain berperan dalam aktivitas antibakteri, flavonoid juga terbukti dapat meningkatkan kesehatan jaringan gigi dan mulut. flavonoid dapat menghentikan proses demineralisasi dan dapat menghambat lepasnya mineral pada gigi. 33 Belimbing wuluh kaya antioksidan karena banyak mengandung vitamin A, C, dan B1. Belimbing wuluh juga mengandung kalsium dan fosfor yang cukup tinggi. Kalsium dan fosfor berperan penting dalam proses remineralisasi gigi. 31 Kandungan asam laktat dalam belimbing wuluh memiliki kemampuan untuk mengikat ion kalsium dan memberikan buffer dalam suasana asam sehingga dapat terjadi proses remineralisasi. 8

22 2.12 Mekanisme Pemutihan Gigi oleh Belimbing Wuluh Asam oksalat dan peroksida merupakan zat kimia yang terkandung di dalam belimbing wuluh yang dapat memutihkan gigi. Asam oksalat telah digunakan sebagai bahan pemutih gigi tahun 1868 yang diperkenalkan oleh Latimer. 18 Asam oksalat merupakan turunan dari asam dikarboksilat dengan rumus molekul HOOC-COOH. Asam oksalat sebagai bahan oksidator akan mengoksidasi stain pada gigi. Perubahan asam oksalat menjadi peroksida dan efek pemutihan dapat diuraikan pada reaksi berikut: 34 O2 + H2C2O4 H2O2 + 2 CO (Oksigen)(As.Oksalat) (Peroksida)(Karbondioksida) H2O2 H2O + O + (Peroksida) (air) (oksigen, radikal bebas yang lemah) H + + HO Radikal bebas yang Lebih kuat (Hidrogen) (Perhidrol) Mekanisme peroksida memutihkan gigi dengan cara berdifusi ke dalam enamel kemudian menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas yang diproduksi mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Elektron ini tidak stabil sehingga akan bereaksi dengan molekul organik lainnya untuk mencapai kestabilan. Elektron ini kemudian diterima oleh stain pada gigi dan mengalami oksidasi sehingga mengurangi zat warna organik dan terjadi efek pemutihan. Radikal bebas yang dihasilkan oleh peroksida adalah perhidrol dan oksigen. Oksigen bersifat radikal lemah sedangkan perhidrol bersifat radikal kuat, sehingga perihidrol mempunyai efek pemutihan gigi yang lebih baik. 34 Sebuah penelitian menggunakan asam oksalat sebagai pemutih gigi, dengan meletakkan asam oksalat ke dalam kamar pulpa selama tiga menit, hasil pengujian terbukti asam oksalat dapat memutihkan noda internal yang disebabkan oleh difusi darah ke dalam dentin. 3

23 2.13 Kekasaran Permukaan Gigi Kekasaran permukaan adalah ukuran ketidakteraturan dari permukaan dan diukur dengan satuan mikrometer (μm). Kekasaran permukaan diukur dengan frekuensi yang tinggi dan panjang gelombang yang pendek. Kekasaran permukaan (Ra: Roughness average) dihitung sebagai penyimpangan rata-rata aritmetik terhadap lembah atau dasar permukaan dan puncak permukaan. Apabila nilai Ra semakin besar, maka permukaan tersebut akan semakin kasar dan begitu juga sebaliknya apabila nilai kecil maka permukaan tersebut halus. 35 Bahan dengan permukaan terkasar biasanya memperlihatkan jumlah mikroorganisme yang lebih banyak. Jika permukaan gigi kasar terpapar pada lingkungan oral, akan mempermudah perlekatan mikroorganisme patogen dan pembentukan biofilm serta mengakibatkan infeksi. Gigi dengan permukaan terkasar biasanya memperlihatkan jumlah mikroorganisme yang lebih banyak. Kondisi kasar atau halus dari permukaan gigi akan memengaruhi penumpukan plak dan akan menyulitkan pengangkatannya dengan cara alami. Kontak antara permukaan yang kasar dengan gingiva dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, kekasaran permukaan juga memengaruhi penampilan estetik dan stabilitas warna. 36 2.14 Metode Pengukuran Kekasaran Permukaan Gigi Kekasaran permukaan dapat diukur dengan metode sentuhan yang dilakukan dengan menarik suatu stylus pengukuran sepanjang permukaan. Alat untuk metode sentuhan ini disebut profilometer. Kekasaran permukaan gigi pada penelitian ini di ukur dengan menggunakan Stylus Profilometer. Stylus merupakan peraba dari alat ukur kekasaran permukaan yang berbentuk konis rata ataupun radius. Tracer head dapat digerakkan sepanjang permukaan benda kerja secara manual maupun menggunakan motor penggeraknya (secara otomatis). 37

24 Gambar 3. Profilometer Marsurf M300 Pengukurannya dilakukan dengan cara ujung jarum diletakkan pada setiap spesimen yang akan diukur dan spesimen yang akan diukur diletakkan di atas meja yang datar dan kemudian ujung dari profilometer digerakkan di atas permukaan. Permukaan yang tidak teratur akan menyebabkan stylus bergerak. Pergerakan stylus ini akan digambarkan dalam bentuk fluktuasi gelombang elektronik oleh treacer head yang kemudian akan diperbesar oleh amplifier sehingga bentuk kekasaran permukaan dapat dilihat dalam bentuk grafik dan angka. 37

2.15 Kerangka Teori Enamel Gigi Perubahan warna gigi (diskolorasi) Pemutihan gigi (bleaching) Bahan pemutih gigi Karbamid peroksida 16% Gel belimbing wuluh 30% (CH2N2OH2O2) Urea (CH2N2O ) stabilisator Hidrogen peroksida (H2O2) Efek pemutihan gigi Asam Oksalat (H2C2O4 ) Efek pemutihan gigi Asam sitrat, asam asetat, asam laktat, asam format Kalsium, fosfor, flavonoid, asam laktat Remineralisasi H2O2 H2O + O2 H2C2O4 + O2 H2O2 + 2 CO H2O H + + OH - H2O2 H + + OH - + O2 (H + ) Suasana asam Demineralisasi Kekasaran permukaan enamel (?) Profilometer 25

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Kerangka Konsep Gel belimbing wuluh 30% Karbamid peroksida 16% Kekasaran permukaan enamel gigi 3.2. Hipotesis Penelitian Ada perbedaan kekasaran permukaan enamel gigi pada penggunaan karbamid peroksida 16% dan gel belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) 30% sebagai alternatif bahan home bleaching. 26

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis penelitian : Eksperimental laboratorium in vitro Rancangan penelitian : Pre and Post test group design 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi USU, Laboratorium Teknik Mesin Politeknik Negeri Medan dan Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran USU. 4.2.2 Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 September 2017. 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian Populasi yang digunakan adalah gigi premolar rahang atas. 4.3.2 Sampel Penelitian Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah gigi premolar rahang atas dengan kriteria sebagai berikut: 1. Kriteria inklusi: a. Mahkota gigi masih utuh b. Mahkota gigi tidak terdapat karies c. Mahkota gigi tidak anomali 2. Kriteria eksklusi: a. Gigi telah direndam H2O2 atau Natrium hipoklorit b. Gigi telah dibonding untuk pemasangan bracket ortodonti 27

28 4.3.3 Besar Sampel Jumlah besar sampel pada penelitian eksperimen secara sederhana dapat dihitung dengan rumus Federer sebagai berikut : ( t 1 ) ( r 1 ) 15 Dimana ; t = jumlah perlakuan dalam penelitian r = jumlah sampel Dalam penelitian ini terdapat 2 kelompok sampel yang diberi perlakuan. Berdasarkan rumus diatas, maka jumlah sampel tiap kelompok dapat ditentukan sebagai berikut : ( 2 1 ) ( r 1 ) 15 r 1 15 r 16 Jumlah sampel (r) yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 sampel. Kelompok 1 : sampel direndam dalam gel belimbing wuluh 30% = 20 sampel Kelompok 2 : sampel direndam dalam karbamid peroksida 16% = 20 sampel Jadi, total jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 40 sampel. 4.4 Variabel Penelitian 4.4.1 Variabel Bebas Gel belimbing wuluh 30% Karbamid peroksida 16% 4.4.2 Variabel Tergantung Kekasaran permukaan enamel gigi 4.4.3 Variabel Terkendali Sampel mahkota gigi premolar rahang atas Lama waktu aplikasi gel belimbing wuluh pada gigi yaitu selama 2 jam perhari selama 14 hari

29 Lama waktu aplikasi karbamid peroksida pada gigi yaitu selama 2 jam perhari selama 14 hari Konsentrasi karbamid peroksida 16% Konsentrasi gel belimbing wuluh 30% Tempat pengukuran kekasaran permukaan dilakukan di bagian bukal gigi Media penyimpanan menggunakan saliva buatan Suhu penyimpanan sesuai suhu rongga mulut yaitu 37 o C 4.4.4 Variabel tidak terkendali Perlakuan terhadap buah belimbing wuluh selama tumbuh Masa/ jangka waktu pencabutan gigi premolar rahang atas Ketebalan enamel/ struktur enamel Penetrasi bahan pemutih gigi ke dalam permukaan enamel

30 4.4.5 Identifikasi Variabel Penelitian Variabel Bebas Gel belimbing wuluh 30% Karbamid peroksida 16% Variabel Tergantung Kekasaran permukaan enamel gigi Variabel Terkendali Sampel mahkota gigi premolar rahang atas Lama waktu aplikasi gel belimbing wuluh pada gigi yaitu selama 2 jam perhari selama 14 hari Lama waktu aplikasi karbamid peroksida pada gigi yaitu selama 2 jam perhari selama 14 hari Konsentrasi karbamid peroksida 16% Konsentrasi gel belimbing wuluh 30% Tempat pengukuran kekasaran permukaan dilakukan di bagian bukal gigi Media penyimpanan sampel menggunakan saliva buatan Suhu penyimpanan sesuai suhu rongga mulut yaitu 37 o C Variabel Tidak Terkendali Perlakuan terhadap buah belimbing wuluh selama tumbuh Masa/ jangka waktu pencabutan gigi premolar rahang atas Ketebalan enamel / struktur enamel Penetrasi bahan pemutih gigi ke dalam permukaan enamel

31 4.5 Definisi Operasional Tabel 3. Definisi operasional No Variabel Bebas Definisi Operasional Alat Ukur Skala Ukur gel yang dibuat dari jus buah belimbing wuluh dengan konsentrasi 1 Gel belimbing wuluh 30% 30% yang akan diaplikasikan pada Gelas Ukur Nominal permukaan email gigi sebagai bahan alami pemutih gigi. bahan pemutih gigi yang sering digunakan dalam perawatan home bleaching yang mengandung hidrogen 2 Karbamid peroksida 16% peroksida dan urea. Karbamid peroksida Syringe Nominal 16% yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah White smile, Germany.

32 No Variabel Tergantung Defenisi Operasional Cara ukur Alat Ukur Satuan Ukur Skala Ukur 1 Kekasaran Suatu ketidak Melihat Mengguna m Ratio permukaan teraturan pada nilai Ra kan (mikro enamel gigi permukaan (Roughness Profilo meter) enamel gigi average) meter bagian bukal pada Marsurf yang diukur profilo M300 dengan alat meter ukur surface roughness tester 4.6 Alat dan Bahan Penelitian 4.6.1 Alat penelitian 1. Surface Roughness tester (Profilometer Marsurf M 300, Jerman) 2. Inkubator UNB 400 (Memmert, Jerman) 3. Wadah plastik 4. Juicer buah (Miyako, Jepang) 5. Gelas ukur 6. Microtube 7. Pinset dental (Yamaco, Pakistan) 8. Nierbeken 9. Mikromotor Strong 207 B (Saeshin, Korea) 10. Carborundum disk 11. Bur fraser 12. Bur brush 13. Mortir porselen

33 14. Alat tulis ( Snowman, Jepang) 15. Plastisin 16. Masker (Diapro, Indonesia) 17. Sarung tangan (Blossom, Malaysia) a b c d e f g h i j k l m n o p Gambar 4. a. Profilometer Marsurf M300, b. Inkubator, c. wadah plastik, d. juicer, e. gelas ukur, f. microtube, g. pinset, h. mikromotor, i. carborundum disc, j. bur fraser, k. bur brush, l. mortir porselen, m. nierbeken, n. plastisin, o. masker, p. sarung tangan.

34 4.6.2 Bahan penelitian 1. Gel buah belimbing wuluh 30% 2. Karbamid peroksida 16% (White Smile, Jerman) 3. Akuades 4. Saliva buatan 5. Nipagin 0,05% 6. CMC Na 7. Gliserin 8. Bubuk pumice a b c d e Gambar 5. a. Gel belimbing wuluh, b. karbamid peroksida 16%, c. CMC Na, d. nipagin, e. gliserin. 4.7 Metode pengumpulan data / pelaksanaan penelitian 4.7.1 Ethical Clearance Ethical Clearance diperoleh dari komisi etik FK USU

35 4.7.2 Pembuatan Gel Belimbing wuluh 1. Sebanyak 300 g buah belimbing wuluh segar dipotong-potong lalu di haluskan dengan menggunakan juicer tanpa air dan dihasilkan jus buah belimbing wuluh 100%. 2. Sebanyak 20 ml air panas dimasukkan ke dalam mortir porselen dan sebanyak 3 g serbuk CMC Na ditaburkan dan didiamkan selama 15 menit sampai serbuk CMC Na mengembang. 3. Setelah mengembang, campuran tersebut kemudian digerus sampai halus sambil ditambahkan aquades, 3 g gliserin dan 1 g nipagin 0,05%. 4. Setelah digerus sampai halus maka dihasilkan dasar gel. 5. Konsentrasi jus belimbing wuluh : 100% (%1) Massa jus belimbing wuluh yang harus dicampurkan :? (m1) Konsentrasi gel belimbing wuluh yang akan dibuat : 30% (%2) Massa gel belimbing wuluh yang akan dibuat : 100 g (m2) Maka untuk menentukan massa jus belimbing wuluh yang digunakan: %1 x m1 = %2 x m2 100 % x m1 = 30% x 100 g m1 = 30% x 100 g 100 % m1 = 30 g Massa dasar gel yang digunakan = 100 g - 30 g = 70 g 6. Sebanyak 70 g dasar gel kemudian dicampurkan dengan 30 g jus buah belimbing wuluh hingga dihasilkan gel belimbing wuluh dengan konsentrasi 30%. 7. Dilakukan pengukuran ph gel belimbing wuluh dengan ph indikator universal dan didapat nilai ph sebesar 4.

36 Gambar 6. Jus belimbing wuluh Gambar 7. Serbuk CMC Na yang telah mengembang Gambar 8. Dasar gel Gambar 9. Gel belimbing wuluh 30% 4.7.3 Persiapan Sampel/ Bahan Coba Sebelum digunakan sampel gigi disimpan dalam wadah berisi larutan saline agar gigi tidak kering dan rusak. Sampel yang digunakan adalah gigi premolar atas yang sesuai dengan kriteria inklusi. Pertama semua sampel gigi dibersihkan dengan bubuk pumice lalu dipotong dengan menggunakan bur Carborundum untuk memisahkan bagian mahkota dan akar gigi. Bagian gigi yang akan dipakai adalah bagian mahkota gigi. Kemudian bagian palatal dari mahkota gigi diratakan meggunakan fraser. Gambar 10. Sampel gigi yang telah dipotong akarnya dan diratakan bagian palatalnya

37 4.7.4 Pengukuran Kekasaran PermukaanGigi I 1. Alat pengukur kekasaran permukaan gigi yaitu profilometer Surface Roughness tester Mahr Marsurf M 300 disiapkan. 2. Sampel gigi premolar yang sudah disiapkan diletakkan di atas balok besi dan stabilkan gigi dengan menggunakan plastisin. 3. Tinggi stylus profilometer disesuaikan agar sesuai dengan permukaan gigi. 4. Pengukuran kekasaran permukaan gigi dilakukan dengan stylus profilometer bergerak dari bagian servikal ke arah oklusal pada pertengahan bagian bukal gigi. Gambar 11. Pengukuran kekasaran permukaan gigi sebelum diberi perlakuan dengan profilometer 4.7.5 Perlakuan Terhadap Sampel Bahan alami yang digunakan adalah buah belimbing wuluh. Buah belimbing wuluh yang dipilih adalah buah belimbing wuluh yang segar dan sudah matang. Di mana buah belimbing wuluh mengandung asam oksalat yang dapat memutihkan gigi. Perlakuan terhadap kelompok 1: sebanyak 20 sampel gigi diaplikasikan gel belimbing wuluh 30% dan diletakkan dalam inkubator dengan suhu 37 o C selama 2 jam sehari. Setelah aplikasi gel belimbing wuluh, sampel kemudian dikeluarkan dari wadahnya masing-masing dan dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan dengan kertas tisu. Sampel kemudian direndam dalam saliva artifisial dan diletakkan di dalam inkubator dengan suhu 37 o C sampai waktu perlakuan berikutnya. Perlakuan ini dilakukan selama 14 hari.

38 Perlakuan terhadap kelompok 2: sebanyak 20 sampel gigi diaplikasikan karbamid peroksida 16% dan diletakkan dalam inkubator dengan suhu 37 o C selama 2 jam. Setelah itu dicuci kembali di bawah air mengalir dan dikeringkan dengan kertas tisu. Sampel kemudian direndam dalam saliva artifisial dan diletakkan di dalam inkubator dengan suhu 37 o C sampai waktu perlakuan berikutnya. Perlakuan ini dilakukan selama 14 hari. Gambar 12. Pengaplikasian gel belimbing wuluh 30% pada sampel kelompok 1 Gambar 13. Pengaplikasian karbamid peroksida 16% pada sampel kelompok 2 Gambar 14. Sampel setelah diaplikasikan gel belimbing wuluh dan karbamid peroksida 16 % Gambar 15. Sampel didiamkan selama 2 jam di dalam inkubator Gambar 16. Sampel disimpan dalam saliva buatan di dalam inkubator

39 4.7.6 Pengukuran Kekasaran Permukaan Gigi II Setelah 14 hari, gigi dikeluarkan dari wadahnya masing-masing, lalu dicuci di bawah air mengalir dan dikeringkan dengan kertas tisu. Kemudian dilakukan pengukuran kekasaran permukaan enamel dengan menggunakan alat Profilometer Marsurf M300. Gambar 17. Pengukuran kekasaran permukaan gigi setelah diberi perlakuan dengan Profilometer 4.8 Analisis Data Data yang telah terkumpul dari hasil pengukuran nilai kekasaran permukaan enamel gigi diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Saphiro-Wilk, kemudian data dianalisis secara komputerisasi menggunakan uji beda yaitu uji Mann-Whitney.