BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit menular masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan masih sering timbul sebagai kejadian luar biasa (KLB) yang menyebabkan kematian penderitanya. Departemen Kesehatan RI telah menyusun prioritas sasaran penanggulangan penyakit menular pada Rencana Program Jangka Menengah (RPJM) tahun 2009-2014. Penyakit yang menjadi prioritas tersebut diantaranya adalah penyakit menular tertentu yang menjadi isu global seperti Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), Malaria, Kusta, Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) dan Filariasis. AIDS merupakan salah satu permasalahan kesehatan yang memerlukan penanganan serius. Penyebab penyakit ini adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus penurun kekebalan tubuh pada manusia yang menyebabkan tubuh mencapai masa AIDS. AIDS merupakan penyakit yang telah meluas hingga menjadi masalah internasional. Pertambahan kasus dan penyebaran yang cepat serta belum ditemukannya obat dan vaksin yang efektif terhadap AIDS telah menimbulkan keresahan dan keprihatinan di seluruh dunia akan perkembangan penyakit ini (Bappenas, 2009). Menurut laporan tahunan terbaru badan PBB, UNAIDS (AIDS epidemic update 2009), jumlah kasus infeksi baru HIV/AIDS di dunia dalam delapan tahun terakhir mengalami penurunan hingga 17%, Sub Sahara Afrika 15%, Asia Timur 25% dan Asia
Tenggara 10%. Hal ini menyatakan bahwa program-program pencegahan HIV yang gencar digalakkan oleh World Health Organization (WHO) dan UNAIDS telah berdampak signifikan. Walaupun mengalami penurunan, jumlah penderita HIV/AIDS di Sub Sahara Afrika dan negara berkembang tetap tinggi. Asia merupakan wilayah dengan penduduk terinfeksi HIV terbesar kedua di dunia setelah Sub-Sahara Afrika. Berdasarkan data UNAIDS (2008), di Asia terdapat 4,7 juta orang terinfeksi HIV, dengan CFR 7,02%. Jumlah kasus baru 350.000 orang (7,44%) dengan 21.000 orang (6%) diantaranya adalah anak-anak. Berdasarkan data SEARO (South East Asia Regional Office) tahun 2009, India, Indonesia, Myanmar, Nepal dan Thailand merupakan negara dengan penyebaran HIV/AIDS terbesar. Diperkirakan 2,3 juta penduduk di India menderita HIV/AIDS dengan prevalensi pada orang dewasa 0,34%. Di Myanmar diperkirakan 242.000 orang telah menderita HIV/AIDS dengan prevalensi pada orang dewasa sebesar 0,67%, dan 70.000 orang penduduk Nepal diperkirakan telah menderita HIV/AIDS dengan prevalensi pada orang dewasa sebesar 0,5%. Di Thailand, diperkirakan 547.000 orang telah menderita HIV/AIDS dengan prevalensi pada orang dewasa sebesar 1,4%. Di Indonesia berdasarkan data SEARO (2009), diperkirakan 270.000 orang menderita HIV/AIDS dengan prevalensi pada orang dewasa sebesar 0,17% dan 28% diantaranya adalah perempuan. Proporsi penularan HIV/AIDS melalui penggunaan narkoba suntikan atau IDU sebesar 40%, Wanita Pekerja Seks (WPS) 22%, pelanggan wanita pekerja seksual 16%, Lelaki Seks Lelaki (LSL) 4%, wanita dengan pasangan
berisiko tinggi 17%, dan Narapidana serta anak-anak jalanan 1%. Secara keseluruhan, estimasi jumlah penderita HIV/AIDS di kawasan SEARO tahun 2009 mengalami penurunan namun epidemik HIV/AIDS di Indonesia mengalami peningkatan dengan cepat. Indonesia merupakan negara dengan peningkatan kasus HIV/AIDS tercepat di Asia. Berdasarkan Laporan Surveilans AIDS Kemenkes RI bulan April sampai dengan Juni 2011, diketahui 2.001 kasus AIDS, dengan proporsi pada laki-laki sebesar 64,9% (1.298 kasus) dan perempuan sebesar 54,2% (703 kasus). Menurut data Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP & PL) Departemen Kesehatan RI tahun 2011, jumlah kumulatif kasus AIDS sejak pertama kali ditemukan tahun 1987 meningkat menjadi 29.879 kasus dengan total kematian 5.430 orang (CFR 18,17%). Prevalensi kasus AIDS nasional pada tahun 2011 adalah 12,45/100.000 penduduk, dengan prevalensi tertinggi dilaporkan dari Provinsi Papua 157,02/100.000 penduduk, sedangkan prevalensi terendah dilaporkan dari Provinsi Kalimantan Timur 0,39/100.000 penduduk, sementara Provinsi Riau berada pada urutan kesembilan dengan prevalensi 12,73/100.000 penduduk. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Riau, hingga Maret 2011 secara kumulatif jumlah kasus HIV ada sebanyak 527 kasus dan untuk kumulatif kasus AIDS telah tercatat sebanyak 557 kasus. Sementara berdasarkan data dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Riau (2011), terdapat 299 kasus HIV dan 110 kasus AIDS. Secara kumulatif jumlah kasus HIV/AIDS sejak tahun 1997 sampai
dengan 2011 mencapai 1.413 kasus, terdiri dari 760 kasus HIV+ (53,79%) dan 653 kasus AIDS (46,21%). Dari 653 kasus AIDS, sebanyak 390 kasus (59,72%) di Kota Pekanbaru, 59 kasus (9,03%) di Kota Dumai, 40 kasus (6,13%) di Kabupaten Rokan Hilir, 39 kasus (5,97%) di Kabupaten Bengkalis, 29 kasus (4,44%) di Kabupaten Kampar, 25 kasus (3,83%) di Kabupaten Siak, 19 kasus (2,91%) di Kabupaten Indragiri Hilir, masing-masing 16 kasus (2,45%) di Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Pelalawan, 13 kasus (1,99%) di Kabupaten Indragiri Hulu, 5 kasus (0,76%) di Kabupaten Kepulauan Meranti, 3 kasus (0,46%) di Kabupaten Kuantan Singingi. Menurut Profil Dinas Kesehatan Propinsi Riau (2011), Kecamatan Bangko merupakan kecamatan yang paling banyak kasus AIDS, yaitu sebanyak 9 (23,7%) dari 39 kasus. Namun jumlah penderita HIV/AIDS dapat digambarkan seperti fenomena gunung es, dimana jumlah penderita yang dilaporkan jauh lebih sedikit daripada jumlah yang sebenarnya. Dapat dikatakan bahwa jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Rokan Hilir terutama di Kecamatan Bangko belum dapat diketahui secara pasti yang sebenarnya. Lokasi prostitusi di Kecamatan Bangko merupakan salah satu lokasi prostitusi yang terbesar di Kabupaten Rokan Hilir, dimana banyak mempekerjakan pekerja seks komersial (PSK) yang jumlahnya setiap tahun terus meningkat. Tahun 2010 terdapat 98 orang PSK dan pada akhir Desember 2011 jumlah tersebut meningkat menjadi 108 PSK. Tetapi angka tersebut bukanlah suatu angka yang pasti, dikarenakan adanya kesulitan untuk dapat mengumpulkan data yang tepat dan akurat serta tingginya turn
over PSK dari satu kota ke kota lain. Pada tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan serosurve pada 47 PSK di lokasi tersebut, dari hasil pemeriksaan ditemukan 3 sampel menderita HIV/AIDS (SubDin P2PL Dinkes Rokan Hilir, 2011). Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan oleh peneliti, PSK yang bekerja di lokasi prostitusi di Kecamatan Bangko tersebut berpotensi terkena penyakit AIDS. Di samping tingkat pendidikan mereka rata-rata rendah, pengetahuan mereka tentang penyakit HIV/AIDS juga masih rendah. Hal ini terbukti dengan adanya anggapan bahwa penyakit HIV/AIDS hanya menular pada kaum homoseksual saja. Di samping itu PSK juga beranggapan bahwa penyakit HIV/AIDS timbul setelah adanya gejalagejala seperti rasa sakit sewaktu buang air kecil, dan gatal-gatal pada kemaluan. Salah satu PSK juga mengakui bahwa pada saat melakukan aktivitas seksualnya tidak menggunakan alat pengaman yaitu kondom. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka prevalensi HIV/AIDS di Kecamatan Bangko adalah dengan mencegah terjadinya penularan oleh penderita AIDS, dan dukungan dari petugas kesehatan dalam pencegahan penularan virus HIV melalui pemberian informasi berupa konseling bagi menderita HIV. Menurut Notoatmodjo (2007), adanya informasi tentang kesehatan akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang kesehatan. Allport dalam Notoatmodjo (2007), menyatakan bahwa dalam menentukan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan
penting. Berdasarkan teori adaptasi apabila tingkat pengetahuan baik setidaknya dapat mendorong untuk mempunyai sikap dan tindakan yang baik pula. Adanya pengetahuan tentang HIV/AIDS maka munculah sikap yang berupa kesadaran dan niat untuk melakukan pencegahan penularan HIV, misalnya dengan menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual. Green dalam Notoatmodjo (2007), menyatakan bahwa perilaku seseorang tentang kesehatan dalam hal ini tindakan terhadap penggunaan kondom pria salah satunya dipengaruhi oleh pengetahuan (faktor predisposisi). Didukung pula dengan penjelasan menurut Notoatmodjo (2003) bahwa pengetahuan merupakan domain kognitif yang sangat penting terbentuknya tindakan seseorang. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku didasari oleh pengetahuan, maka apa yang dipelajari antara lain perilaku tersebut akan bersifat langgeng, sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan maka tidak akan berlangsung lama. Hal ini berarti jika semakin baik pengetahuan seseorang mengenai HIV/AIDS, maka mempengaruhi tindakan untuk selalu menggunakan kondom saat berhubungan seks. Pengetahuan tentang HIV dan pencegahannya merupakan prasyarat penting untuk menerapkan perilaku sehat. Meskipun sebagian besar generasi muda (usia 15-24 tahun) di negara ini pernah mendengar tentang HIV/AIDS, tetapi diketahui bahwa dari 95% target yang ditetapkan PBB, ternyata hanya 14,7% laki-laki menikah dan sekitar 9,5% perempuan menikah yang memiliki pengetahuan komprehensif dan benar mengenai AIDS. Sedangkan pada kelompok yang belum menikah, angka ini bahkan
sangat rendah yakni 1,4% pada laki-laki yang belum menikah dan 2,6% pada perempuan yang belum menikah (Bappenas, 2009). Berdasarkan berbagai permasalahan yang diuraikan di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh perilaku dan sosiodemografi terhadap upaya pencegahan penularan HIV/AIDS di Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan Hilir Propinsi Riau. 1.2. Permasalahan Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan sosiodemografi, pengetahuan, dan sikap pekerja seks komersial (PSK) dengan upaya pencegahan penularan HIV/AIDS di Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan Hilir Propinsi Riau 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan sosiodemografi, pengetahuan, dan sikap pekerja seks komersial (PSK) dengan upaya pencegahan penularan HIV/AIDS di Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan Hilir Propinsi Riau.
1.4. Hipotesis Faktor sosiodemografi, pengetahuan, dan sikap pekerja seks komersial (PSK) berhubungan dengan upaya pencegahan penularan HIV/AIDS di Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan Hilir Propinsi Riau. 1.5. Manfaat Penelitian 1. Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir dalam program penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Rokan Hilir. 2. Bagi akademik, dapat memberikan tambahan literatur mengenai perilaku pekerja seks komersial (PSK) dalam upaya pencegahan penularan HIV/AIDS. 3. Bagi penulis, sebagai pengembangan ilmu yang didapat di perkuliahan terutama yang berhubungan dengan perilaku pekerja seks komersial (PSK)dalam upaya pencegahan penularan HIV/AIDS.