BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Transportasi di Indonesia mengalami perkembangan sangat pesat pada saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. transportasi yang menghubungkan kota Magelang dengan sebagian wilayah

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sangat kompleks terhadap kehidupan masyarakat termasuk diantaranya

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2003 NOMOR 56 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi yang semakin cepat

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2003 NOMOR 30 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2003 NOMOR 43 SERI E

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA

BAB I PENDAHULUAN. angkutan. Terminal mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat kuno sampai pada masyarakat modern saat ini. Aktivitas yang

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebutuhan akan transportasi merupakan kebutuhan turunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan pendidikan. menunjang kelancaran pergerakan manusia, pemerintah berkewajiban

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 16 TAHUN 2013 SERI E.11 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG TARIF ANGKUTAN PERDESAAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan faktor pendukung pertumbuhan perekonomian di sebuah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.

2 Perpanjangan IMTA. Retribusi Pengendalian Lalu Lintas merupakan salah satu cara pembatasan lalu lintas kendaraan bermotor pada ruas jalan tertentu,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tertentu (Fidel Miro, 2004). Dewasa ini transportasi memegang peranan penting

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tingginya populasi masyarakat Indonesia berimbas pada tingkat

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468); 4. Peraturan Presiden Nomor 47

GUBERNUR SUMATERA BARAT

Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu dari 4 kabupaten di

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON TAHUN 2014 SERI BUPATI CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYESUAIAN JARINGAN TRAYEK DALAM WILAYAH KOTA KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. juga meningkat bahkan melebihi kapasitas sarana dan prasarana transportasi yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. transportasi pribadi bagi kehidupan sehari-hari mereka. Transportasi

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERIAN SURAT IZIN KERJA (SIK) DI TERMINAL BUS KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI, DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring perkembangan kegiatan perekonomian Kota Purwokerto

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2015 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan Propinsi Kalimantan Barat baik dalam jumlah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tenta

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan

KEMUNGKINAN PENERAPAN SISTEM BUY THE SERVICE PADA ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: TRI WURI ANGGOROWATI L2D

BAB I PENDAHULUAN. sistem transportasi seimbang dan terpadu, oleh karena itu sistem perhubungan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS PERHUBUNGAN RENCANA KERJA (RENJA) TAHUN 2015

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan negara. Hal ini tercermin semakin meningkatnya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI KABUPATEN PANDEGLANG ( Suatu Tinjauan Teknis )

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 76 TAHUN 2012

perbaikan hidup berkeadilan sosial.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 18 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KEBUPATEN MAGELANG NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG

POTENSI PENERAPAN ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN TANPA BAYAR DI YOGYAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Evaluasi Kinerja Angkutan Umum (Bis) Patas dan Ekonomi Jurusan Surabaya - Malang

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG BESARAN TARIF RETRIBUSI DAN HARGA PENGGANTIAN BAHAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

BAB I PENDAHULUAN. kereta api, angkutan air, dan angkutan udara (Warpani,1990). ke tahun 2014 yaitu hingga 10 juta unit dengan rata-rata rata-rata

Kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam penataan angkutan penyeberangan Kepulauan Seribu

KINERJA LAYANAN BIS KOTA DI KOTA SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Masing-masing Seksi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Angkutan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IJIN TRAYEK ANGKUTAN DARAT DI KABUPATEN MURUNG RAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

EKSISTENSI ANGKUTAN PLAT HITAM PADA KORIDOR PASAR JATINGALEH GEREJA RANDUSARI TUGAS AKHIR

BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TRANSPORTASI DARAT

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat, di samping berbagai indikator sosial ekonomi lainnya.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG

Tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan; Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat, kelancaran transportasi berpengaruh terhadap kelancaran kegiatan perekonomian. Permasalahan transportasi yang dihadapi sekarang ini disebabkan karena sarana dan prasarana transportasi yang tersedia tidak mampu mengimbangi kebutuhan masyarakat akan transportasi. Angkutan umum merupakan salah satu elemen sistem transportasi sebagai pelayanan publik mempunyai dampak yang besar terhadap jalannya roda perekonomian, maka kelangsungan keberadaan dan pelayanan angkutan umum sangat penting dan perlu mendapat perhatian yang serius. Dewasa ini penggunaan angkutan umum semakin berkurang dan kurang diminati masyarakat karena faktor keamanan, keselamatan, waktu perjalanan (travel time) terlalu lama, serta fasilitas yang tidak layak, sehingga masyarakat memilih kendaraan pribadi sebagai alat transportasi yang dirasakan lebih nyaman. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang LaluLintas dan Angkutan Jalan, Pasal 138 menjelaskan bahwa angkutan umum diselenggarakan dalam upaya memenuhi kebutuhan angkutan yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang dalam wilayah kabupaten/kota. Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum terdiri atas : a. angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek; dan b. angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek, dimana standar pelayanan minimal angkutan umummeliputi: keamaan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan, dan keteraturan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan, pasal 18 mengatur kewajiban Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menjamin tersedianya angkutan orang dalam wilayah kabupaten/kota meliputi: a. 1

2 penetapan rencana umum jaringan trayek dan kebutuhan kendaraan bermotor umum untuk angkutan orang dalam trayek; b. penyediaan prasarana dan fasilitas pendukung angkutan umum; c. pelaksanaan penyelenggaraan perizinan angkutan umum; d. penyediaan kendaraan bermotor umum; e. pengawasan terhadap pelaksanaan standar pelayanan minimal angkutan orang yang telah ditetapkan; f. penciptaan persaingan yang sehat pada industri jasa angkutan umum; dan g. pengembangan sumber daya manusia dibidang angkutan umum. Untuk menjamin penyediaan prasarana dan fasilitas pendukung angkutan umum, penyediaan kendaraan bermotor umum, dan pengembangan sumber daya manusia dibidang angkutan umum, maka Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat mengikutsertakan sektor swasta. Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 98 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Dalam Trayek, pasal 2 menyebut bahwa Perusahaan angkutan umum yang menyelenggarakan angkutan orang dalam trayek wajib memenuhi standar pelayanan minimal angkutan orang dengan kendaraan umum dalam trayek meliputi: keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan, dan keteraturan. Untuk memastikan terpenuhinya standar pelayanan minimal angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek yang, dilakukan oleh Bupati adalah untuk : 1. Trayek perdesaan yang berada dalam 1 (satu) wilayah kabupaten; dan 2. Trayek perkotaan yang berada dalam 1 (satu) wilayah kabupaten. Kabupaten Gunungkidul merupakan kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas wilayah terbesar yaitu 1.485,36 km² yang meliputi 18 kecamatan dan 144 desa/kelurahan, dengan jumlah penduduk 698.825 jiwa. Jaringan jalan di Kabupaten Gunungkidul sepanjang 1.368,54 km dengan perincian menurut kewenangannya adalah jalan nasional 61,42 km, jalan provinsi sepanjang 212,40 km dan jalan kabupaten 686,00 km, serta jalan Desa sepanjang 408,70 km.kabupaten Gunungkidul mempunyai 1 terminal tipe A yang terletak di desa Selang Kecamatan Wonosari dan 1 terminal tipe C yang terletak di Kecamatan Semin.

3 Kabupaten Gunungkidul saat ini mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, baik dari sisi perekonomian maupun perkembangan wilayah. Hal ini disebabkan oleh semakin berkembangnya pariwisata di Kabupaten Peningkatan sektor pariwisata yang ditandai dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan berdampak pada kepadatan lalulintas. Peningkatan sektor pariwisata di Kabupaten Gunungkidul harus diimbangi dengan peningkatan dan pengembangan sektor transportasi sehingga akan mengurangi kemacetan dan ketidakberaturan lalu lintas yang dapat menghambat perkembangan Kabupaten Secara umum kondisi transportasi dan angkutan umum di Kabupaten Gunungkidul masih kurang memadai. Hal ini dapat diindikasikan dengan masih terbatasnya pelayanan transportasi umum baik yang dilakukan oleh pihak swasta maupun Pemerintah Daerah (angkutan perintis). Masih banyak wilayah di Kabupaten Gunungkidul yang belum terlayani angkutan umum. Data pada tahun 2014 dari sisi transportasi darat menunjukkan jumlah bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) sebanyak 166 armada, AKDP sebanyak 115 armada, Angkutan Perdesaan 430 armada melayani 40 jaringan trayek, angkutan perkotaan sebanyak 40 armada melayani 5 jaringan trayek, dan Angkutan Perintis yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah terdiri 2 armada yang melayani 2 jaringan trayek. Angkutan umum dengan kendaraan bermotor dalam trayek yang beroperasi di dalam wilayah Kabupaten Gunungkidul terdiri dari angkutan trayek perdesaan dan angkutan trayek perkotaan serta angkutan trayek perintis yang diselenggarakan oleh Pemerintah DaerahKabupaten Gunungkidul dan tidak dipungut biaya. Angkutan trayek perdesaan melayani 40 jalur trayek yang menjangkau 18 kecamatan, angkutan trayek perkotaan melayani wilayah Kota Wonosari dengan 5 jalur trayek, serta angkutan trayek perintis melayani 2 jalur trayek yang tidak terlayani oleh angkutan trayek perdesaan. Angkutan Perdesaan menggunakan kendaraan bus kecil dan minibus dengan kapasitas bermacam-macam antara 10 sampai dengan 18 penumpang, Angkutan Perkotaan menggunakan minibus dengan kapasitas 10 penumpang, Angkutan Perintis menggunakan bus kecil dengan kapasitas 20 penumpang. Penyelenggaran angkutan umum oleh pihak

4 swasta di Kabupaten Gunungkidul diselenggarakan oleh perusahaan perseorangan dengan membentuk paguyuban dan belum berbadan hukum. Pemerintah Kabupaten Gunungkidul sebagai penanggungjawab penyelenggaran angkutan umum dijalan, khususnya angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum, secara regulatif telah dilakukan dengan menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Bermotor Umum, yang berlaku sejak tahun 2012. Peraturan Daerah ini disusun berlandaskan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 (PP No. 41/1993) tentang Angkutan Jalan. Sementara untuk saat ini PP No. 41 Tahun 1993 telah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan. Dalam kaitannya dengan standar pelayanan angkutan umum, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul belum mengeluarkan kebijakan sehingga belum diataur mengenai standar pelayanan minimal angkutan perdesaan dan angkutan perkotaan. Belakangan ini penggunaan angkutan umum di Kabupaten Gunungkidul semakin berkurang yang disebabkan karena pelayanan angkutan umum dirasa kurang baik dan kurang memuaskan bagi para pengguna, hal ini berdampak pada jumlah masyarakat yang menggunakan angkutan umum semakin menurun, sehingga masyarakat lebih memilih kendaraan pribadi sebagai alat transportasi yang dirasakan lebih nyaman dan lebih mudah menjangkau tujuan. Jumlah penguna angkutan umum perdesaan semakin berkurang yang berdampak pula menurunnya jumlah armadanya, dan menurun pula tingkat pelayanannya. Sejak tahun 2012 angkutan umum perkotaan sudah tidak beroperasi secara teratur lagi, jika ada yang beroperasi sudah tidak sesuai dengan jalur jaringan trayek yang sudah ditentukan sebelumnya hanya sesuai permintaan penumpang. Guna mewujudkan penyelenggaraan angkutan umum yang dapat memenuhi kebutuhan angkutan yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau serta menjamin tersedianya angkutan orang dalam wilayah Kabupaten Gunungkidul sesuai dengan kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah maka perlu penelitian mengenai evaluasi

5 penyelenggaraan angkutan umum, khususnya yang melayani Kabupaten 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan sistem transportasi di Kabupaten Gunungkidul yang berdampak pada kelangsungan keberadaan angkutan umum perlu mendapat perhatian serius baik dari Pemerintah Daerah Kabupaten, pengusaha angkutan umum, operator, masyarakat pengguna, dan semua pihak yang terkait. Pemerintah Kabupaten berkewajiban menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau. Guna menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dalam wilayah Kabupaten Gunungkidul sebagaimana amanat dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 maka yang perlu dievaluasi adalah bagaimana kebijakan penyelenggaran angkutan umum tersebut. Penelitian yang dilakukan dimaksudkan dapat menjawab pertanyaan mengenai: 1) Apakah kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul terkait angkutan umum sesuai dengan kebijakan Pemerintah Pusat? 2) Bagaimana implementasi peraturan perundangan daerah dan kebijakan perencanaan terkait penyelenggaraan transportasi umum di Kabupaten Gunungkidul? 3) Bagaimana implementasi Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 98 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal serta perubahannya, pada angkutan perdesaan di Kabupaten Gunungkidu? 4) Bagaimana persepsi masyarakat terhadap angkutan umum? 5) Alternatif kebijakan apa yang dapat diterapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul dalam rangka menjamin kelangsungan angkutan umum dan dapat mewujudkan angkutan umum yang berkelanjutan di Kabupaten Gunungkidul?

6 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian adalah sebagai berikut. 1) Mengidentifikasi dan mengevaluasi penyelenggaraan angkutan umum terhadap kebijakan dan pelaksanaanya mengacu pada peraturan perundangundangan dan dokumen perencanaan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten 2) Melakukan observasi dan evaluasi terhadap angkutan perdesaan dengan mengacu pada standar pelayanan minimal pada Angkutan Perdesaan. 3) Mengetahui persepsi masyarakat terkait penyelenggaraan angkutan umum. 4) Merumuskan alternatif kebijakan yang dapat diambil Pemerintah Daerah guna menjamin kelangsungan angkutan umum yang berkelanjutan di Kabupaten 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian adalah sebagai berikut. 1) Mengetahui kebijakan tentang penyelenggaraan angkutan umum di Kabupaten 2) Memberikan masukan pada Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam penyelenggaraan dan pengelolaan angkutan umum. 3) Memberikan masukan kepada pelaku usaha angkutan umum dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat pengguna angkutan umum agar keberadaan angkutan umum di Kabupaten Gunungkidul dapat dipertahankan. 4) Bagi pengguna angkutan umum dapat memberikan penilaian dan masukan tentang pelayanan angkutan perdesaan. 1.5 Batasan Masalah Terhadap penelitian yang dilakukan, diberikan batasan pada hal-hal di bawah ini: 1) Survei untuk pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan di Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta.

7 2) Angkutan umum adalah angkutan orang dengan kendaraan bermotor dalam trayek yang terdiri dari angkutan trayek perdesaan dan angkutan trayek perkotaan. 3) Objek penelitian adalah angkutan perdesaan, dokumen perencanaan pembangunan Kabupaten Gunungkidul, meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Rencana Strategis Dinas Perhubungan, Rencana Kerja Pemerintah Daerah, Dokumen Pelaksanaan Anggaran, serta peraturan perundangan yang berlaku di Kabupaten Gunungkidul yang terkait dengan pengelolaan sistem transportasi dan angkutan umum. 4) Observasi dilakukan pada angkutan perdesaan, penilaian pelayanan mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 98 Tahun 2013 tentang standar pelayanan minimal angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek dan perubahannya. 5) Responden adalah pengguna angkutan umum, pengguna kendaraan pribadi, dan operator angkutan umum, sementara narasumber/informan penelitian adalah pejabat pemangku kebijakan bidang transportasi di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul sesuai dengan kewenangan dan tugas pokok fungsinya. 1.6 Keaslian penelitian Beberapa yang telah dilakukan dan diteliti terkait dengan kebijakan angkutan umum antara lain sebagai berikut. a. Syaroni (2000) meneliti tentang Kinerja Pelayanana Angkutan Umum dalam Kaitannya dengan Penyusunan Standar Pelayanan untuk Kota Sedang yang berisi tentang pengukuran, penyusunan standar, dan evaluasi kinerja pelayanan angkutan umum kota sedang dengan daerah studi Kota Magelang dan Tasikmalaya. b. Yani (2000) meneliti tentang Evaluasi Kebijakan Angkutan Umum (Kebijakan Perijinan dan Pentarifan Studi Kasus DKI Jakarta) berisi tentang

8 dampak yang diakibatkan dari kebijakan tentang pentarifan dan perijinan terhadap pelayanan angkutan umum, evaluasi kebijakan angkutan umum terkait dengan pentarifan dan perijinan. c. Riyanto (2005), meneliti tentang Analisis Tarif Angkutan Perdesaan di Kabupaten Gunungkidul, yang berisi tentang perhitungan tarif angkutan berdasarkan perhitungan biaya operasional kendaraan (BOK) dan besaran kemampuan membayar penggunan angkutan perdesaan di Kabupaten d. Effendi (2007), meneliti tentang Evaluasi Kebijakan Pelayanan Angkutan Perdesaan di Kabupaten Gunungkidul penelitian ini berisi tentang evaluasi penerapan terhadap kebijakan angkutan perdesaan di Kabupaten Gunungkidul dengan pengukuran kinerja angkutan perdesaan dan dampaknya terhadap pelayanan. e. Penelitian yang dilakukan oleh Supriyatno dan Widiyanti (2010) mengambil topik evaluasi kinerja angkutan umum di Kabupaten Sidoarjo dengan metode observasi pengamatan dilapangan dan wawancara. Observasi dilakukan di 6 terminal dengan jumlah jaringan trayek sebanyak 23. Analisis yang digunakan adalah dengan metode perbandingan, yaitu membandingkan kinerja angkutan umum pada kondisi dilapangan dengan standar world bank. f. Hariyono dan Prawesthi (2015), mengkaji penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan angkutan umum di Kota Surabaya. Metode pelaksanaan dengan mengevaluasi, menganalisis, dan menelaah aturan kebijakan yang berlaku di Kota Surabaya mengacu pada peraturan perundangan diatasnya. Analisis data yang digunakan dengan kualitatif deskriptif. g. Puspitasari (2017), meneliti tentang kebutuhan pelayanan angkutan umum perdesaan berdasarkan persepsi responden, mengambil studi kasus di Kecamatan Nagggulan, Kabupaten Kulon Progo. Metode penelitian dilakukan dengan cara mengidentifikasi karakteristik perjalanan masyarakat di perdesaan, menganalisis persepsi masyarakat terhadap layanan angkudes dan menganalisis kebutuhan pelayanan angkudes berdasarkan keinginan

9 masyarakat. Teknik analisis dengan menggunakan analisis deskriptif, anlisis tabulasi silang (crosstabs), dan analisis korelasi (correlation). Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti yang lain, bahwa penelitian ini akan melakukan evaluasi kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul dalam menyelenggarakan angkutan umum berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan melalui review peraturan perundang-undangan daerah, evaluasi terhadap penerapan standar pelayanan minimal pada angkutan perdesaan sesuai dengan peraturan Menteri Perhubungan, dan merumuskan alternatif kebijakan yang dapat diambil melalui wawancara mendalam dan analisis SWOT guna menjamin kelangsungan angkutan umum yang berkelanjutan di Kabupaten