BAB I PENDAHULUAN. seluruh penjuru dunia. Pemanasan global (global warming) menjadi salah satu isu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan pemimpin politik untuk merespon berbagai tantangan dari ancaman

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim adalah meningkatnya suhu di bumi secara global atau sering

BAB I PENDAHULUAN. bebas dan dapat diakses dengan mudah. Globalisasi telah mempengaruhi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pihak menanggung beban akibat aktivitas tersebut. Salah satu dampak yang paling

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. radiasi inframerah (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika).

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

2015 PENGARUH ENVIRONMENTAL PERFORMANCE DAN PENERAPAN CARBON MANAGEMENT ACCOUNTING TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

SUMBER DAYA ENERGI MATERI 02/03/2015 JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA MINYAK BUMI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

EMISI KARBON DAN POTENSI CDM DARI SEKTOR ENERGI DAN KEHUTANAN INDONESIA CARBON EMISSION AND CDM POTENTIAL FROM INDONESIAN ENERGY AND FORESTRY SECTOR

Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, banyak sekali perbincangan mengenai masalah

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

BAB I PENDAHULUAN. Tetapi banyak perusahaan di Indonesia yang tidak memperhatikan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memicu terjadinya pemanasan global. Padahal konsep mengenai green accounting

BAB 1 PENDAHULUAN. pabrik-pabrik, pembangkit listrik, kendaraan transportasi dan pertanian. Dua ratus

TANYA-JAWAB Pemanasan Global dan Perubahan Iklim

BAB III PARTISIPASI JEPANG DALAM PENANGANAN ISU PERUBAHAN IKLIM GLOBAL (PROTOKOL KYOTO) 3.1 Isu Perubahan Iklim Global (Global Climate Change)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CARBON EMISSION DISCLOSURE PADA PERUSAHAAN DI INDONESIA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam

(RAD Penurunan Emisi GRK) Pemanasan Global

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

SAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

FENOMENA GAS RUMAH KACA

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. saja kebanyakan dari mereka masih memfokuskan tujuan utamanya pada pencarian

UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( ) RESUME SKRIPSI

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

PENANGGULANGAN PEMANASAN GLOBAL DI SEKTOR PENGGUNA ENERGI

GAPEKSINDO GABUNGAN PERUSAHAAN KONSTRUKSI NASIONAL INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan memproduksi barang dan jasa untuk. dan bau, tanah yang subur menjadi tanah yang humus.

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

Skema Karbon Nusantara serta Kesiapan Lembaga Verifikasi dan Validasi Pendukung

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta

I. PENDAHULUAN. ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

BERDAGANG KARBON DENGAN MENANAN POHON: APA DAN BAGAIMANA? 1

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

MEKANISME PERDAGANGAN KARBON: PELUANG DAN TANTANGAN INDONESIA

DETERMINAN PENGUNGKAPAN EMISI KARBON PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI INDONESIA. (Tesis) Oleh. Nurdiawansyah

INFORMASI PENGGUNAAN BAHAN PERUSAK OZON (BPO) DI PROVINSI JAMBI

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK)

PEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung.

Iklim Perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengatasi kerusakan lingkungan. Di antaranya konsumen, stakeholder,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

A. Latar Belakang Masalah

MENGURANGI EMISI GAS RUMAH KACA

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dunia ini istilahnya tidak akan berputar. Keterkaitan antara

lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CARBON EMISSION DISCLOSURE PADA PERUSAHAAN DI INDONESIA SKRIPSI

Richatul Jannah, Dul Muid 1

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jambi Tahun I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

Wiwi Widia Astuti (E1A012060) :Pengetahuan Lingkungan ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

FIsika PEMANASAN GLOBAL. K e l a s. Kurikulum A. Penipisan Lapisan Ozon 1. Lapisan Ozon

Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair

Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana?

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanasan global atau global warming merupakan isu yang sangat marak diperbincangkan bagi sebagian besar negara. Pemanasan global menjadi salah satu masalah yang banyak dihadapi oleh negara besar. Efek yang disebabkan dari pemanasan global (global warming) sudah banyak dirasakan oleh masyarakat di seluruh penjuru dunia. Pemanasan global (global warming) menjadi salah satu isu lingkungan utama yang dihadapi dunia saat ini. Menurut Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API) Bappenas (2013) selama 20 abad ini, kenaikan suhu diperkirakan mencapai 0,3-0,8 C. Untuk 100 tahun kedepan, kenaikannya diperkirakan mencapai 4 C. Kenaikan suhu ini dapat merubah iklim sehingga menyebabkan perubahan pola cuaca yang dapat menimbulkan peningkatan dan perubahan curah hujan, angin dan badai. Pemanasan global berhubungan dengan proses meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi. Peningkatan suhu permukaan bumi ini dihasilkan oleh adanya radiasi sinar matahari menuju ke atmosfer bumi, kemudian sebagian sinar ini berubah menjadi energi panas dalam bentuk sinar infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 C (1.33 ± 0.32 F) selama seratus tahun terakhir. Menurut IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change, 2002) sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar 1

2 disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca. Aktivitas manusia ini lebih banyak disebabkan oleh perusahaan-perusahaan industri yang menyumbang paling banyak konsentrasi gas rumah kaca. Aktivitas perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung merubah komposisi alami atmosfer, yaitu peningkatan jumlah gas rumah kaca secara global, salah satunya gas karbon. Menurut Carbon Disclosure Project (CDP) (2013) Lima puluh dari 500 perusahaan terbesar yang terdaftar di dunia bertanggungjawab hampir tiga perempat dari 3,6 miliar metrik ton gas rumah kaca (GRK). Karbon dihasilkan oleh 50 perusahaan tersebut, yang terutama beroperasi di sektor energi, bahan baku dan sektor utilitas (materials and utilities sectors). Karbon tersebut telah meningkat sebesar 1,65% menjadi 2,54 miliar metrik ton selama empat tahun terakhir (cdp.net). Dalam Handbook of Indonesia s Energy Economy Statistics (Heesi, 2014) dapat diketahui bahwa tiga besar dari tiga ratus penyebab emisi karbon dioksida disumbang oleh perusahaan, yaitu industri, pembangkit listrik, dan transportasi. Jika dampak negatif ini terjadi secara terus-menerus maka akan mengancam kelangsungan hidup manusia, karena meningkatnya pemanasan global, yang ditunjukkan dengan depletion of the ozone layer and polution (Lindrawati, Felicia, dan Budianto, 2008). Indonesia merupakan salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di dunia. Menurut data dari kerjasama REDD (Reduction Emissions from Deforestation and Forest Degradation), pada tahun 2005 Indonesia menyumbang emisi gas rumah kaca sebesar 2,05 giga ton. Fakta ini menempatkan Indonesia sebagai penyumbang emisi karbon terbesar ketiga di

3 dunia setelah Amerika Serikat (5,95 giga ton) dan China (5,06 giga ton). Emisi gas karbon Indonesia diprediksi akan menjadi 3 giga ton CO2 pada 2020. Di balik keberhasilan dalam mempercepat laju perekonomian dunia, ada dampak buruk yang tidak dapat dihindari yakni penurunan kualitas lingkungan. Sejalan dengan cepatnya pertumbuhan industri, retensi karbon dan gas rumah kaca lainnya cenderung mengalami peningkatan dari waktu ke waktu (Martinez, 2005). Hal ini dapat terjadi karena dua hal utama yakni kegiatan perindustrian yang menyebabkan alih fungsi hutan dan penggunaan energi fosil (Stolyarova, 2013). Perkembangan industri menyebabkan banyak hutan yang telah berubah fungsi dari penghasil oksigen dan penyerap gas karbondioksida (paru paru dunia) berubah menjadi lahan penghasil gas karbondioksida (Kementerian Lingkungan Hidup, 2012). Industri juga membutuhkan energi fosil yang besar untuk menunjang aktvitas bisnis yang dijalankan. Energi fosil berupa minyak bumi, gas alam, dan batubara merupakan sumber polusi udara (Stolyarova, 2013). Setiap penggunaan energi fosil akan menyebabkan bertambahnya jumlah karbon di atmosfer. Isu mengenai perubahan iklim dan kekhawatiran publik atas masalah yang disebabkan oleh perubahan iklim telah menyebabkan munculnya peraturan lingkungan baru dalam beberapa tahun terakhir (Ghomi dan Leung, 2013). Peraturan tersebut dibuat dalam rangka mengurangi jumlah gas rumah kaca di suatu negara. Upaya yang dilakukan skala internasional ditandai dengan menghadapi fenomena perubahan iklim dimulai sejak ditandatanganinya United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) (Kardono, 2010). Selain skala internasional, pemerintah Indonesia pun berupaya dalam mengurangi

4 pencemaran lingkungan. Indonesia telah membuat komitmen-komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca ini ditunjukkan dengan meratifikasi Protokol Kyoto. Pada tahun 1997 pemimpin-pemimpin di dunia berkumpul dan menandatangani Protokol Kyoto yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan Bali Roadmap pada tahun 2007 (UNFCCC 2012). Penandatangan Bali Roadmap menunjukkan kesungguhan berbagai negara dalam menyelesaikan permasalahan perubahan iklim, di mana salah satu langkah yang diambil adalah penerapan mekanisme biaya jasa lingkungan, termasuk mekanisme carbon trade di dalamnya. Dalam mekanisme carbon trade, pihak yang menghasilkan karbon akan membayar sejumlah dana sebagai kompensasi kepada pihak yang memiliki potensi menyerap karbon, sedangkan pada pihak yang memiliki potensi penyerapan karbon akan melakukan offset atas kemampuan serap karbon yang dimiliki dengan potensi karbon yang dihasilkan. Selanjutnya apabila hasil offset perusahaan memiliki surplus potensi serap karbon, maka perusahaan dapat menjual surplus potensi serap karbon tersebut ke perusahaan lain yang mengalami defisit potensi serap karbon ataupun perusahaan yang tidak meiliki potensi serap karbon. Sebaliknya apabila hasil offset perusahaan mengalami defisit serap karbon, maka perusahaan akan memnbayar jasa lingkungan sera karbon kepada perusahaan yang memiliki surplus potensi serap karbon (UNFCCC 2007). Kemunculan kebijakan-kebijakan terkait karbon pada akhirnya berdampak terhadap akuntansi tentang bagaimana pengukuran, pengakuan, pencatatan, penyajian, dan pengungkapan terkait karbon yang disebut Accounting for Carbon (KPMG 2008).

5 Indonesia meratifikasi Protokol Kyoto pada 3 Desember 2004 melalui UU No. 17 Tahun 2004 dalam rangka melaksanakan pembangunan berkelanjutan serta ikut serta dalam upaya menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) global. Terdapat 6 GRK yang ditargetkan penurunannya dalam Protokol Kyoto yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrous oksida (N2O), sulfur heksafluorida (SF6), perfluorokarbon (PFC), dan hidrofluorokarbon (HFC). Penelitian ini berfokus pada salah satu GRK yaitu CO2 (emisi karbon) perusahaan yang merupakan penyumbang terbesar terhadap perubahan iklim global. Protokol Kyoto mengatur tiga mekanisme penurunan emisi yang fleksibel bagi negara-negara industri. Tiga mekanisme tersebut adalah: Clean Development Mechanism (CDM), Joint Implementation (JI), dan Emission Trading.. Pada Clean Development Mechanism (CDM) prinsipnya adalah memperbolehkan negara-negara yang dibebani target pengurangan emisi di bawah komitmen Protokol Kyoto untuk mengimplementasikan target tersebut dalam suatu kegiatan penurunan emisi yang berlokasi di negara berkembang. Proyek tersebut, untuk dapat menjual karbonnya harus mendapat Certified Emission Reduction (CER), dimana 1 CER setara dengan 1 ton CO2. Inilah yang membentuk pasar karbon. Sedangkan untuk Joint Inplementation (JI) memberi keleluasaan bagi negaranegara yang ditarget penurunan emisi (negara-negara industri) untuk mendapatkan Emission reduction Unit (ERU) dari proyek penurunan/penyerapan emisi di negara yang ditarget penurunan emisi lainnya. Serta pada Emission trading prinsipnya adalah perdagangan karbon dengan cap-and-trade system di bawah Protokol Kyoto. Negara yang telah dibatasi emisinya diperbolehkan

6 memperdagangkan karbon dengan satuan yang disebut AAUs (Assigned Amount Units) (Kardono, 2010). Indonesia telah berkomitmen mengurangi emisi karbon yang merupakan bagian dari emisi GRK sebanyak 26 persen pada tahun 2020, yaitu kurang lebih sebanyak 0,67 Gt. Komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon dapat dilihat pula dari adanya Perpres No. 61 Tahun 2011 mengenai Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Perpres No. 71 Tahun 2011 mengenai penyelenggaraan inventarisasi gas rumah kaca nasional. Pada pasal 4 Perpres No. 61 Tahun 2011, disebutkan bahwa pelaku usaha juga ikut andil dalam upaya penurunan emisi GRK. RAN-GRK mengungkapkan industri merupakan salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca. Industri diharapkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca mereka sebagai realisasi CSR (Pradini, 2013). Upaya pengurangan emisi GRK (termasuk emisi karbon) yang dilakukan oleh perusahaan sebagai pelaku usaha dapat diketahui dari pengungkapan emisi karbon (Carbon Emission Disclosure). Carbon Emission Disclosure di Indonesia masih merupakan voluntary disclosure atau bersifat sukarela dan praktiknya masih jarang dilakukan oleh entitas bisnis. Hal ini menjadikan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan sukarela ini menjadi menarik. Namun, penelitian mengenai emisi gas rumah kaca pada perusahaan di Indonesia juga masih terbatas. Penelitian terdahulu didominasi pada faktor yang mempengaruhi pengungkapan sosial lingkungan atau pengungkapan social responsibility, tidak spesifik terhadap pengungkapan emisi gas rumah kaca. Menurut Penelitian Pradini (2013), praktik

7 pengungkapan emisi gas rumah kaca termasuk emisi karbon masih minim untuk memenuhi pedoman ISO 14064-1. Perusahaan yang melakukan pengungkapan emisi karbon memiliki beberapa pertimbangan diantaranya untuk mendapatkan legitimasi dari para stakeholder, menghindari ancaman-ancaman terutama bagi perusahaan-perusahaan yang menghasilkan gas rumah kaca (greenhouse gas) seperti peningkatan operating costs, pengurangan permintaan (reduced demand), risiko reputasi (reputational risk), proses hukum (legal proceedings), serta denda dan pinalti (Berthelot dan Robert, 2011). Perusahaan mulai melakukan pengungkapan emisi karbon untuk kepentingan stakeholder dengan tujuan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas perusahaan. Namun tidak sedikit perusahaan yang menahan pengungkapan emisi karbon karena informasi tersebut mungkin membutuhkan biaya yang besar dan dianggap dapat merugikan perusahaan. Hal ini menjadi salah satu yang melatarbelakangi peneliti untuk meneliti mengenai Carbon Emission Disclosure. Pradini (2013) menemukan bahwa luas pengungkapan emisi gas rumah kaca dipengaruhi secara signifikan oleh ranking PROPER dan ukuran perusahaan, sedangkan profitabilitas dan leverage tidak memiliki pengaruh signifikan. Sebaliknya, Jannah (2014) menemukan bahwa luas pengungkapan emisi dipengaruhi secara signifikan oleh profitabilitas, leverage, namun tidak dipengaruhi secara signifikan oleh kinerja lingkungan (ranking PROPER). Dalam mengukur luas pengungkapan emisi gas rumah kaca, peneliti terdahulu samasama menggunakan content analysis, walaupun instrumen pengukuran yang digunakan berbeda. Jannah (2014) menggunakan indeks yang dikembangkan

8 berdasarkan Carbon Disclosure Project (CDP) sedangkan Pradini (2013) menggunakan indeks yang dikembangkan berdasarkan ISO 14064-1. Pada penelitian sebelumnya, Jannah (2014) menyatakan bahwa pada desember 2009 Indonesia melalui Badan Standarisasi Nasional (BSN) mengadopsi ISO yange terkait dengan gas rumah kaca yaitu ISO 14064 dan 14065. Dengan demikian BSN menetapkan 4 Standar Nasional Indonesia (SNI) mengenai gas rumah kaca yaitu terdiri dari SNI ISO 14064-1: 2009, SNI ISO 14064-2: 2009, SNI ISO 14064-3: 2009 dan SNI ISO 14065: 2009. SNI tentang gas rumah kaca tersebut dijadikan acuan dalam penghitungan emisi karbon (bsn.go.id). Luo et al (2013) dan Choi et al (2013) meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan emisi karbon (Carbon Emission Disclosure). Tetapi, faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan emisi karbon pada penelitian-penelitian tersebut berbeda. Luo et al (2013) menggunakan variabel independen Developing Country, ROA, Leverage, Growth opportunities, Carbon Emission, Size, Legal System, ETS, Newer Asset, sedangkan Choi et al (2013) menggunakan Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Tingkat Emisi Karbon, Tipe Industri, dan Kualitas Corporate Governance sebagai variabel independen. Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi emisi karbon yang meliputi Kualitas Corporate Governance, Tipe Industri, Profibilitas, Leverage, dan Ukuran Perusahaan pada Perusahaan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi luas pengungkapan emisi karbon (Carbon Emission Disclosure) pada perusahaan di Indonesia, yang meliputi Media Exposure, Tipe Industri, Profitabilitas,

9 Leverage, dan Ukuran Perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menjadi sampel adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2016 karena perusahaan yang masuk dalam kategori Industri yang intensif dalam menghasilkan emisi merupakan perusahaan non keuangan. Maka dari itu, peneliti mengambil judul penelitian: Pengaruh Media Exposure, Tipe Industri, Profibilitas, Leverage, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Carbon Emission Disclosure. (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI). B. Rumusan Masalah Pengungkapan emisi karbon (Carbon Emission Disclosure) merupakan isu yang mulai berkembang di berbagai negara terkait dampak dari perubahan iklim terhadap kelangsungan organisasi tidak terkecuali di Indonesia. Di Indonesia, pengungkapan emisi karbon merupakan jenis pengungkapan sukarela dimana belum banyak organisasi atau entitas bisnis di Indonesia yang mengungkapkan informasi jenis ini. Berdasarkan masalah di atas dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah Media Exposure berpengaruh terhadap Carbon Emission Disclosure pada perusahaan di Indonesia? 2. Apakah Tipe Industri berpengaruh terhadap Carbon Emission Disclosure pada perusahaan di Indonesia?

10 3. Apakah Profitabilitas berpengaruh terhadap Carbon Emission Disclosure pada perusahaan di Indonesia? 4. Apakah Leverage berpengaruh terhadap Carbon Emission Disclosure pada perusahaan di Indonesia? 5. Apakah Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Carbon Emission Disclosure pada perusahaan di Indonesia? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris pengaruh : 1. Media Exposure terhadap Carbon Emission Disclosure pada perusahaan di Indonesia. 2. Tipe Industri terhadap Carbon Emission Disclosure pada perusahaan di Indonesia. 3. Profitabilitas terhadap Carbon Emission Disclosure pada perusahaan di Indonesia. 4. Leverage terhadap Carbon Emission Disclosure pada perusahaan di Indonesia. 5. Ukuran Perusahaan terhadap Carbon Emission Disclosure pada perusahaan di Indonesia.

11 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Berguna untuk mengembangkan teori dan memberikan pengetahuan di bidang akuntansi, serta menjadi referensi penunjang kajian terutama berkaitan dengan Carbon Emission Disclosure dan juga sebagai pembanding dalam pengembangan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan Carbon Emission Disclosure. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Perusahaan Agar dapat menerapkan dan memanfaatkan praktik Carbon Emission Disclosure dengan baik, dan dapat menentukan kebijakan-kebijakan perusahaan, serta membantu memahami pengungkapan informasi yang berkaitan dengan emisi karbon sebagai dasar penentuan pengambilan keputusan bagi manajemen perusahaan. b. Bagi Investor dan Calon Investor Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini yaitu dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam membuat keputusan investasi, mengingat pengungkapan informasi yang berkaitan

12 dengan emisi karbon merupakan salah satu hal yang penting bagi stakeholder. c. Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam penentuan kebijakan yang berkaitan dengan penurunan emisi karbon maupun gas rumah kaca.