BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang selama ini masih diandalkan oleh negara kita karena sektor pertanian memberikan banyak kontribusi dalam pembangunan ekonomi. Kontribusi pertanian dalam pembangunan ekonomi diantaranya adalah sebagai penyerap tenaga kerja; kontribusi terhadap pendapatan; kontribusi dalam penyediaan pangan; pertanian sebagai penyedia bahan baku; kontribusi dalam bentuk kapital; dan pertanian sebagai sumber devisa (Anonimus, 2011a). Sebagai penunjang kehidupan berjuta-juta masyarakat Indonesia, sektor pertanian memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kukuh dan pesat. Sektor ini juga perlu menjadi salah satu komponen utama dalam program dan strategi pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Di masa lampau, pertanian Indonesia telah mencapai hasil yang baik dan memberikan kontribusi penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menciptakan lapangan pekerjaan dan pengurangan kemiskinan secara drastis (Anonimus, 2011b). Dari data yang di peroleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara tahun 2009, jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara adalah sebesar 1.499.700 jiwa, dimana 11,56% berada di desa yang pada umumnya bermata pencaharian di bidang pertanian.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Deli Serdang, menyatakan bahwa sumbangan sektor pertanian terhadap perekonomian Kabupaten Deli Serdang masih sangat dominan terutama tanaman bahan makanan dan perkebunan. Namun demikian, konstribusi sektor pertanian terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Deli Serdang dari tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan. Sampai saat ini, sektor pertanian masih merupakan basis ekonomi rakyat di pedesaan, menguasai hajat hidup sebagian besar penduduk, menyerap lebih dari sepertiga jumlah tenaga kerja di Kabupaten Deli Serdang. Pada tahun 2008, dari total 645.977 pekerja umur 10 tahun keatas di kabupaten ini adalah sebanyak 219.061 jiwa atau 33,91% nya bekerja di sektor pertanian. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pembangunan pertanian sangat diperlukan dalam meningkatkan pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai penunjang perekonomian serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat dimana pertanian sebagai mata pencaharian pada umumnya. Sasaran yang ingin dicapai melalui pembangunan pertanian adalah meningkatnya ketahanan pangan nasional, yang tercermin melalui peningkatan kapasitas produksi komoditas pertanian serta berkurangnya ketergantungan pangan impor, meningkatnya nilai tambah dan daya saing komoditas pertanian, serta meningkatnya pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Sasaran akhir adalah peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat desa lainnya yang tercermin dari meningkatnya pendapatan petani, meningkatnya produktivitas tenaga kerja pertanian, berkurangnya jumlah penduduk miskin, berkurangnya jumlah penduduk yang kekurangan pangan dan turunnya ketimpangan pendapatan antar kelompok masyarakat (Departemen pertanian, 2009c).
Akan tetapi, perkembangan usaha agribisnis, sebagai penggerak ekonomi perdesaan dinilai sangat lambat, hal ini disebabkan oleh terbatasnya akses petani terhadap permodalan, sarana produksi, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta pasar. Kelembagaan agribisnis di perdesaan belum dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi (Departemen Pertanian, 2009a). Jika ditelusuri lebih jauh, permasalahan yang dihadapi dalam permodalan pertanian berkaitan langsung dengan kelembagaan selama ini yaitu lemahnya organisasi tani, sistem dan prosedur penyaluran kredit yang rumit, birokratis dan kurang memperhatikan kondisi lingkungan sosial budaya perdesaan, sehingga sulit menyentuh kepentingan petani yang sebenarnya. Kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber permodalan sangat terbatas karena lembaga keuangan perbankan dan non-perbankan menerapkan prinsip 5-C (Character, Collateral, Capacity, Capital dan Condition) dalam menilai usaha pertanian yang tidak semua persyaratan yang diminta dapat dipenuhi oleh petani. Secara umum, usaha di sektor pertanian masih dianggap beresiko tinggi, sedangkan skim kredit masih terbatas untuk usaha produksi, belum menyentuh kegiatan pra dan pasca produksi dan sampai saat ini belum berkembangnya lembaga penjamin serta belum adanya lembaga keuangan khusus yang menangani sektor pertanian (Syahyuti, 2007). Untuk mempercepat tumbuh dan berkembangnya usaha agribisnis sekaligus mengurangi kemiskinan dan pengangguran di perdesaan, pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPMMandiri). Salah satu kegiatan dari PNPM-M di Departemen Pertanian dilakukan melalui kegiatan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) (Departemen Pertanian, 2009b).
Program Pemberdayaan 10.000 desa yang digulirkan Menteri Pertanian pada tahun 2008 di Karawang, yaitu Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) merupakan strategi untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja di perdesaan, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta antar subsektor (Departemen Pertanian, 2009a). Program PUAP mencoba mengatasi masalah dana dengan cara menyalurkan dana kepada petani melalui kelompok tani/gapoktan. Dana PUAP pada prinsipnya hanya sebagai stimulus dalam menggerakkan usaha tani petani yang kemudian dikelola melalui LKM (Departemen pertanian, 2009d). Dana tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan produktif Budidaya (On-farm) seperti tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan, serta kegiatan Off-farm (non budidaya) yang terkait dengan komoditas pertanian yaitu industri rumah tangga pertanian, pemasaran hasil pertanian (bakulan, dll) dan usaha lain berbasis pertanian (Departemen Pertanian, 2009b). PUAP merupakan program pemberdayaan yang dilaksanakan oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di perdesaan dengan memberikan fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani yang salah satu tujuannya yaitu memberikan kepastian akses pembiayaan kepada petani anggota Gapoktan. Struktur PUAP terdiri dari Gapoktan, penyuluh pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT) sehingga dapat lebih memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) penerima dana PUAP sebagai kelembagaan tani pelaksana PUAP tentunya
menjadi salah satu penentu sekaligus indikator bagi keberhasilan program PUAP itu sendiri (Departemen Pertanian, 2010f). Adapun tujuan dari program PUAP bertujuan untuk: (1) Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah; (2) Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani; (3) Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis; (4) Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan (Departemen Pertanian, 2010b). Sasaran PUAP yang ingin dicapai yaitu sebagai berikut: (1) Berkembangnya usaha agribisnis di 10.000 desa miskin yang terjangkau sesuai dengan potensi pertanian desa; (2) Berkembangnya 10.000 Gapoktan/Poktan yang dimiliki dan dikelola oleh petani; (3) Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani/peternak (pemilik dan/atau penggarap) skala kecil, buruh tani; dan (4) Berkembangnya usaha agribisnis petani yang mempunyai siklus usaha harian, mingguan, maupun musiman (Departemen Pertanian, 2010b). Gapoktan yang sudah melaksanakan program PUAP sampai saat ini berjumlah 20.426 Gapoktan yang berada di 33 Propinsi. Dari hasil evaluasi kinerja Gapoktan penerima dan pengelola bantuan program, PUAP telah banyak memberikan manfaat bagi petani terutama dalam bentuk fasilitasi pembiayaan usaha ekonomi produktif yang murah dan mudah diakses (Departemen Pertanian, 2010c).
Desa Kota Datar merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang yang sudah melaksanakan program PUAP. Dana PUAP telah diterima pada tahun 2009 dan dikelola oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Namora yang berada di desa kota datar. Gapoktan Namora terdiri dari 16 kelompok tani. Usaha produktif di Gapoktan Namora adalah budidaya (On-Farm) yaitu tanaman pangan seperti padi, jagung; hortikultura seperti cabai, kacang; perkebunan seperti coklat dan sawit; dan peternakan seperti ternak ayam; dan non-budidaya (Off-Farm) yaitu industri rumah tangga pertanian dan pemasaran hasil pertanian skala mikro (bakulan, dll). Sampel dalam penelitian ini adalah yang usaha produktifnya dibidang budidaya (On-farm), seperti tanaman pangan; hortikultura; perkebunan; dan peternakan. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana proses penyaluran dana Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP)? 2. Bagaimana kinerja organisasi Gapoktan dalam menyalurkan BLM-PUAP? 3. Bagaimana tingkat motivasi petani dalam mengembangkan usahanya setelah menerima dana BLM PUAP? 4. Apakah ada perbedaan pendapatan petani setelah mendapat dana BLM PUAP dengan sebelum mendapat dana BLM PUAP? 1.3. Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui proses penyaluran dana Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP). 2. Untuk mengetahui kinerja organisasi Gapoktan dalam menyalurkan BLM PUAP 3. Untuk mengetahui tingkat motivasi petani dalam mengembangkan usahanya setelah menerima dana BLM PUAP. 4. Untuk mengetahui ada atau tidak perbedaan pendapatan petani setelah mendapat dana BLM PUAP dengan sebelum mendapat dana BLM PUAP. 1.4. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan masukan untuk dapat membantu petani dalam memperbaiki kelemahan dan kekurangan selama menjalankan proses agribisnis. 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi instansi pemerintah terkait untuk membuat kebijakan dalam usaha meningkatkan kesejahteraan petani. 3. Sebagai bahan informasi ataupun referensi untuk pengembangan ilmu bagi pihak-pihak yang membutuhkan.