BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan tropis Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi sehingga menjadi salah satu modal pembangunan baik dari segi produksi hasil hutan, fungsi sumber plasma nutfah maupun penyangga kehidupan, tergantung keadaan dan kondisi setempat (Arief, 2001). Kawasan hutan dapat digunakan untuk kepentingan pembangunan di luar kehutanan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan strategis termasuk pertambangan batubara. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 menyatakan bahwa di kawasan hutan lindung dapat dilakukan kegiatan penambangan terbuka maksimal 10% dari luas hutan lindung (Bambang, 1999; Monteiro, 2006; Suparno, 2006; Ardhana, 2009; 2011). Kalimantan merupakan produsen batubara terbesar di Indonesia, tercatat 92% produksi nasional berasal dari Kalimantan. Kalimantan Timur memiliki cadangan batubara mencapai 22 milyar ton dan hingga kini yang diproduksi ratarata sekitar 40 juta ton/tahun. Kegiatan penambangan batubara di Kalimantan Timur dialokasikan menggunakan lahan seluas 7,2 juta ha atau seperempat dari seluruh lahan di Kalimantan Timur sehingga berakibat pada degradasi lahan dan hutan (Muhdar, 2015). Salah satu perusahaan besar batubara di Kalimantan Timur adalah PT. Berau Coal dengan luas area konsesi mencapai 118.400 ha yang masih aktif operasi hingga tahun 2025 dan memiliki opsi perpanjangan 2 x 10 tahun (Beraucoal, 2015). Aktivitas penambangan yang masih berlangsung jangka panjang tersebut berpotensi menimbulkan kerusakan hutan dan lahan yang semakin luas. Laju rerata degradasi hutan pada tahun 2009 2013 adalah 1,13 juta ha/th. Hal ini sejalan dengan data Kementerian Kehutanan yang menunjukkan bahwa sejak 2008 hingga Maret 2013 realisasi total luas kawasan hutan yang dipinjam pakaikan kepada industri tambang mencapai 2,98 juta ha. 1
2 Sistem penambangan yang umum di Indonesia adalah tambang terbuka (open pit mining) yang dilakukan dengan cara mengupas lapisan tanah hingga deposit batubara ditemukan. Dampak yang paling berat akibat penambangan terbuka adalah terjadinya fenomena acid mine drainage (AMD) atau acid rock drainage (ARD) akibat teroksidasinya mineral bersulfur (Untung, 1993). Acid mine drainage akan memberikan serangkaian dampak yang saling berkaitan, yaitu menurunnya ph tanah, terganggunya keseimbangan unsur hara dalam tanah, dan meningkatnya kelarutan unsur-unsur mikro yang umumnya merupakan unsur logam dan bersifat meracun bagi tanaman (Marschner, 1995; Havlin dkk., 1999). Secara fisik tanah menjadi padat, struktur tanah rusak, permeabilitas lambat, dan aerasi jelek (Widjaja, 1993; Sidik dkk., 1995; Mulyani dan Soekardi, 1998). Kondisi lahan bekas tambang yang telah mengalami kerusakan tersebut perlu diperbaiki. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan mengharuskan setiap perusahaan tambang untuk melakukan revegetasi pada lahan-lahan kritis bekas tambang dengan menanam vegetasi reklamasi pada lokasi-lokasi yang sudah selesai ditambang meskipun aktivitas pertambangan secara keseluruhan masih berjalan. Perbaikan kualitas tanah bekas tambang dapat dilakukan melalui revegetasi dengan jenis pionir legum fast growing yang dapat menghasilkan seresah dan humus dengan cepat sehingga mampu memperbaiki siklus hara (Agus dkk., 2012; 2014; 2016). Selain itu tujuan revegetasi tidak hanya untuk penutupan lahan, melainkan juga menjadikan lahan lebih prospektif dan produktif di masa depan. Atas dasar pertimbangan tersebut, salah satu vegetasi yang direkomendasikan adalah Pongamia pinnata (Linn) Pierre. P. pinnata atau di Indonesia sering disebut Malapari dan Ki Pahang (selanjutnya disebut pongamia) merupakan jenis tanaman legum dari famili Leguminoseae. Tanaman ini mampu tumbuh pada kisaran elevasi 0 1200 mdpl, rata-rata curah hujan 500 2500 mm/th, mampu tumbuh pada suhu > 50 C, dan toleran terhadap kondisi tanah yang masam hingga alkalis (Orwa dkk.,2009). Pongamia dilaporkan mampu menambat nitrogen sehingga pertumbuhan dan produksi biomassanya sangat baik (Agus dkk., 2003; 2004; Bohre dkk., 2013;
3 2014). Selain bermanfaat sebagai vegetasi pionir dalam upaya perbaikan lingkungan, minyak biji pongamia dapat digunakan untuk bahan bakar penerangan, bahan bakar memasak, obat, dan saat ini banyak dikembangkan untuk biofuel (Scott dkk., 2008; Mukta dan Sreevali, 2009; Kazakoff dkk., 2010). Selain ditentukan oleh tanaman yang tepat, keberhasilan revegetasi pada lahan kritis bekas tambang juga perlu didukung dengan aplikasi Vesicular- Arbuscular Mycorrhiza (VAM) atau biasa disebut endomikorisa untuk membantu penyerapan hara terutama fosfat (Suhardi dkk., 2006; Agus, 2012; Napitupulu, 2013), karena terbatasnya ketersediaan nitrogen dan fosfor pada areal tersebut (Booze dkk.,2000; Bucking dan Shachar, 2005). Selain itu penambahan endomikorisa dapat berperan sebagai pupuk hayati ramah lingkungan (Rahmawaty, 2002; Pattimahu, 2004; Suriadikarta dkk., 2006; Widyati, 2008). Lembaga ICRISAT dalam penelitiannya menyampaikan bahwa inokulasi endomikorisa pada semai pongamia mampu meningkatkan perkembangan tunas 92% dan perkembangan perakaran 46%. Selain itu pongamia mampu bersimbiosis dengan endomikorisa (VAM) dengan jumlah spora dan kolonisasi terbanyak dibandingkan spesies Acacia catechu, Acacia nilotica, Acacia indica, dan Leucaena leucocephala (Kumar dkk., 2010). Disampaikan juga bahwa dengan aplikasi endomikorisa, pongamia pada tanah merah (tanah laterit) menunjukkan persentase kolonisasi yang baik dan kelimpahannya mendekati banyak jika diaplikasikan pada tanah hitam (regur soil/ tanah aluvial) di India (Venkatesh dkk., 2009). Penelitian mengenai aplikasi endomikorisa pada Pongamia pinnata (Linn) Pierre. dalam reklamasi lahan bekas penambangan batubara sangat penting dilakukan untuk mengetahui peran endomikorisa dalam mendukung pertumbuhan tanaman pongamia pada kondisi ph tanah yang sangat masam sehingga peranan keduanya dapat memperbaiki kesuburan tanah dan mengurangi kontaminasi logam berat pada lahan bekas penambangan batubara.
4 1.2. Rumusan Masalah Hutan merupakan sumberdaya alam yang memiliki beragam peran dan fungsi sehingga berpotensi sebagai salah satu modal dalam pembangunan nasional. Salah satu pemanfaatan kawasan hutan untuk kegiatan di luar kehutanan adalah untuk area pertambangan batubara. Peraturan perundang-undangan Kehutanan menyatakan bahwa di kawasan hutan lindung dapat dilakukan kegiatan pertambangan terbuka dengan syarat dan ketentuan berlaku (Ardhana, 2011). Aktivitas penambangan batubara terbuka di Kalimantan Timur dalam jangka panjang berpotensi menimbulkan dampak kerusakan lingkungan yang semakin parah. Muhdar (2015) menyampaikan bahwa kegiatan pertambangan batubara di Kalimantan Timur dialokasikan menggunakan lahan seluas 7,2 juta ha atau seperempat dari seluruh lahan di Kalimantan Timur sehingga berakibat pada degradasi lahan. Oleh karena itu, perlu dilakukan reklamasi lahan bekas penambangan batubara untuk memperbaiki ekosistem yang sudah terdegradasi. Salah satu program reklamasi adalah melakukan revegetasi dengan tujuan mempercepat penutupan lahan. Upaya revegetasi sampai saat ini masih banyak mengalami kendala yang membatasi pertumbuhan tanaman seperti ph sangat masam, tingginya garam-garam sulfat termasuk pirit yang bersifat racun, (Widjaja, 1993; Sidik dkk., 1995; Mulyani dan Soekardi, 1998). Salah satu kunci utama keberhasilan revegetasi pada lahan bekas penambangan batubara adalah pemilihan jenis tanaman yang tepat seperti jenis tanaman legum fast growing dan mampu bersimbiosis dengan endomikorisa (Haselwandter, 1997; Rahmawaty, 2002; Agus dkk., 2016). Pongamia merupakan salah satu jenis tanaman legum prospektif yang mampu bersimbiosis dengan Rhizobium dan endomikorisa. Pongamia juga dilaporkan memiliki fungsi dapat digunakan untuk revegetasi lahan kering di India dan Australia (Kumar dkk., 2010; Datar dkk., 2011) sehingga perlu diadopsi dan diterapkan untuk reklamasi lahan bekas penambangan batubara di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan penelitian awal pada level persemaian untuk mengetahui tingkat keberhasilan pertumbuhan semai pongamia dan interaksinya dengan endomikorisa dalam upaya reklamasi lahan bekas tambang batubara di Berau Kalimantan Timur.
5 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui status hara tanah bekas penambangan batubara. 2. Mengetahui efektivitas infeksi endomikorisa jenis Glomus sp. pada perakaran semai pongamia. 3. Mengetahui keberhasilan pertumbuhan dan kualitas semai pongamia pada berbagai media bekas penambangan batubara 4. Mengetahui kemampuan semai pongamia dalam menyerap/ mengakumulasi logam berat yang bersifat toksik pada tanah bekas penambangan batubara. 1.4. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Tanah bekas penambangan batubara memiliki kesuburan fisik dan kimia yang sangat rendah. 2. Inokulasi endomikorisa jenis Glomus sp. mampu menginfeksi perakaran semai pongamia dalam mendukung pertumbuhan tanaman pada kondisi tanah marginal bekas penambangan batubara. 3. Pongamia sebagai tanaman pionir revegetasi lahan mampu beradaptasi dan tumbuh baik pada media tanah bekas penambangan batubara. 4. Penggunaan pongamia dan aplikasi endomikorisa mampu meningkatkan serapan hara dan mengurangi logam berat yang bersifat toksik pada tanah bekas penambangan batubara. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi informasi sekaligus memberikan solusi dalam menyelesaikan permasalahan reklamasi lahan bekas penambangan batubara. Adapun secara spesifik manfaat penelitian ini adalah memberikan gambaran status hara tanah pada berbagai lahan bekas penambangan batubara, memberikan informasi mengenai efektivitas endomikorisa dalam mendukung pertumbuhan pongamia, serta menemukan jenis tanaman legum prospektif dan produktif untuk reklamasi lahan bekas penambangan batubara.
6 1.6. Kerangka Pikir Penelitian Kerangka pikir penelitian yang mendasari dilakukannya penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Dampak penambangan batubara: - Degradasi Hutan - Kesuburan tanah berkurang - ph tanah menurun - Kontaminasi logam berat pada tanah Revegetasi Lahan Sulit Dilakukan Upaya Mendukung Keberhasilan Revegetasi Penggunaan tanaman Pongamia: - Jenis tanaman legum dan pionir - Evergreen - Tahan kekeringan dan ph rendah Aplikasi Endomikorisa: - Adaptif pada ph rendah - Menahan logam berat - Membantu penyerapan unsur hara Pertumbuhan tanaman meningkat Revegetasi lahan bekas tambang dapat berhasil Gambar 1. Kerangka pikir penelitian.