Geblak Orang Tua di Desa Durung Bedug

dokumen-dokumen yang mirip
MBAREP DI DESA KETEGAN KECAMATAN TANGGULANGIN

MENTELU DI DESA SUMBEREJO KECAMATAN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI LARANGAN PERKAWINAN NYANDUNG WATANG DI DESA NGUWOK KECAMATAN MODO KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS URF TERHADAP PEMBERIAN RUMAH KEPADA ANAK PEREMPUAN YANG AKAN MENIKAH DI DESA AENG PANAS KECAMATAN PRAGAAN KABUPATEN SUMENEP

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG TRADISI MELARANG ISTRI MENJUAL MAHAR DI DESA PARSEH KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

BAB IV ANALISIS TERHADAP TRADISI LARANGAN PERKAWINAN DUA SAUDARA KANDUNG PADA TAHUN YANG DI DESA PARADO KECAMATAN PARADO KABUPATEN BIMA

APAKAH ITU MAHRAM. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB V PENUTUP. yang dapat kita ambil dari pembahasan tesis ini. Yaitu sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita. kehidupan umat manusia. Perseorangan maupun kelompok.

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak

BAB IV ANALISIS TERHADAP SEBAB-SEBAB JANDA TIDAK MENDAPAT WARIS

BAB IV PERNIKAHAN BAPAK TIRI DENGAN ANAK TIRI BA DA AL- A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bapak Tiri Yang Menikahi Anak Tiri Ba da

SIAPAKAH MAHRAMMU? Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi karena hubungan nasab atau hubungan susuan atau karena ada ikatan perkawinan1)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 )

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB II LARANGAN PERKAWINAN DALAM ISLAM DAN URF

dalam ibadah maupun muamalah. Namun nas-nas syarak tidak secara rinci memberikan solusi terhadap berbagai macam problematika kehidupan manusia.

BAB IV ANALISIS PANDANGAN ULAMA DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN ANTAR DUSUN NGULON NGALOR

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI REPENAN DALAM WALIMAH NIKAH DI DESA PETIS SARI KEC. DUKUN KAB. GRESIK

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. Dari Penelitian yang penulis lakukan dilapangan 8 (delapan) orang responden. 1) Nama : KH.

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

Tanya Jawab Edisi 3: Warisan Anak Perempuan: Syari'at "Satu Banding Satu"?

B. Rumusan Masalah C. Kerangka Teori 1. Pengertian Pernikahan

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB IV HUKUM HAKIM PENGADILAN AGAMA SIDOARJO DALAM DISPENSASI NIKAH BAGI WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH. Dispensasi Nikah Bagi Wanita Hamil Diluar Nikah

BAB IV ANALISIS DATA. A Pelaksanaan Adat Pelangkahan dalam Perkawinan dan Dampaknya Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam Islam merupakan perintah bagi kaum muslimin. Dalam

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama

Munakahat ZULKIFLI, MA

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

Bab IV. Pesanggrahan kecamatan Kwanyar kabupaten Bangkalan tradisi merrik lengkaan. Adapun faktor yang melatar belakangi tradisi merrik lengkaan dalam

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB V PENUTUP. Setelah penulis menyelesaikan pembahasan permasalahan yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

MACAM-MACAM MAHRAM 1. MAHRAM KARENA NASAB Allah berfirman:

Bab 26 Mengadakan Perjalanan Tentang Masalah Yang Terjadi dan Mengajarkan kepada Keluarganya

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

BAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MANHAJ. sama, pengambilan hukum yang dilakukan oleh lembaga Dewan Hisbah yang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAGIAN WARIS SECARA PERDAMAIAN DI DESA TAMANREJO KECAMATAN LIMBANGAN KABUPATEN KENDAL

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Sunnah Allah, berarti menurut qudrat dan iradat Allah dalam penciptaan alam ini,

BAB IV. A. Pendapat Tokoh Agama Tentang Pernikahan Ayah dengan Anak Tiri Dusun Balongrejo Desa Badas Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang

A. Analisis Terhadap Alasan Larangan Kawin Karena Ketidaklengkapan. Orangtua pada Perkawinan Anak Pertama

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK

YANG HARAM UNTUK DINIKAHI

BAB IV DENGAN UANG DI DESA LAJU KIDUL KECAMATAN SINGGAHAN KABUPATEN TUBAN

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN BUKA TUTUP (STUDI KASUS DI DESA BLITAR)

Perkawinan dengan Wali Muhakkam

BAB IV KOMPARASI PANDANGAN MAJELIS ADAT ACEH (MAA) DAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA (MPU) KOTA LANGSA TERHADAP PENETAPAN EMAS SEBAGAI MAHAR

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk

A. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Perkara Perceraian Putusan. mediator yang tujuannya agar dapat memberikan alternatif serta solusi yang terbaik

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Dalam pernikahan yang

BAB III ANALISIS. Pada dasarnya hukum islam tidak memberatkan umatnya. Akan tetapi

BAB I PENDAHULUAN. suci atau jalinan ikatan yang hakiki antara pasangan suami istri. Hanya melalui

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SENGKETA AHLI WARIS DALAM PENGGUNAAN TANAH YAYASAN AL-HIKMAH

BAB IV. A. Analisis Tentang Deskripsi Pasangan Kawin Sirri Di Desa Blimbing. Pernikahan secara sirri di Desa Blimbing Kecamatan Mojo

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Menyoal Poligami dan Kendalanya Jumat, 26 Nopember 04

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI LAMONGAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam agama Islam mempunyai kedudukan yang sangat

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN AHLI WARIS

BAB IV ANALISIS DATA. A. Pelaksanaan Pembagian Waris Pada Masyarakat Suku Bugis di Kelurahan Kotakarang Kecamatan Teluk Betung Timur

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

Muza>ra ah dan mukha>barah adalah sama-sama bentuk kerja sama

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS URF TERHADAP TRADISI LARANGAN MENIKAH PADA HARI GEBLAK ORANG TUA DI DESA DURUNG BEDUG KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis Terhadap Latar Belakang Tradisi Larangan Menikah pada Hari Geblak Orang Tua di Desa Durung Bedug Masyarakat Desa Durung Bedug masih memegang erat adat istiadat atau tradisi dari leluhurnya. Diantara tradisi yang dimiliki masyarakat Durung Bedug adalah tradisi larangan menikah pada hari geblak orang tua. Tradisi ini merupakan tradisi turun temurun yang telah dipraktekkan sejak zaman dahulu. Ketika ditanya, Ibu Sunainiah selaku tokoh adat di Desa Durung Bedug menjawab bahwa tradisi ini sudah ada sejak sangat lama dan sama-sama dipraktekkan oleh masyarakat Desa Durung Bedug. Hal serupa juga diungkapkan oleh bapak Imam Sulthoni selaku tokoh masyarakat di Desa Durung Bedug, bahwa memang tidak ada tanggal persisnya kapan tradisi ini mulai dilakukan, namun tradisi semacam ini sudah sangat lama dilakukan, dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Desa Durung Bedug. Walaupun dalam peraturan hukum adat tidak terdapat sangsi fisik, namun masyarakat setempat tetap mempercayai keyakinan yang ada. Karena dengan melaksanakan pernikahan atau melanggar adat tersebut akan 60

61 mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti terjadi percekcokan yang terus menerus dalam rumah tangganya sehingga pernikahannya tidak bertahan lama, bahkan bisa mengakibatkan kematian salah satu dari mempelai atau keluargannya. Masyarakat Desa Durung Bedug menganggap bahwa tradisi larangan menikah pada hari kematian orang tua ini merupakan warisan leluhur yang perlu dilestarikan keberadaannya. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga keutuhan tradisi yang ada pada masyarakat Desa Durung Bedug. Komitmen untuk menjaga dan memegang teguh kebudayaan yang dimiliki tentu sangatlah baik jika budaya yang telah mereka jaga sesuai dengan ketentuan dalam ajaran Islam. Namun apabila tradisi yang mereka yakini itu tidak sesuai dengan ajaran Islam, maka dibutuhkan adanya perubahan atau penyesuaian atas tradisi yang bertentangan tersebut dengan ajaran Islam, mengingat mayoritas masyarakat Desa Durung Bedug beragama Islam. Ketentuan larangan menikah pada hari geblak orang tua tersebut sebenarnya mempunyai sisi negatif, dikarenakan laki-laki yang seharusnya akan menikahi perempuan yang dicintainya pada hari yang telah ditentukan, bisa gagal dan harus menentukan hari lain apabila hari yang ditentukan itu bertepatan dengan hari kematian orang tuanya atau hari geblak orang tuanya. Dalam pelaksanaan tradisi larangan nikah di Desa Durung Bedug yang menjadi penekanan dan alasan utama adalah upaya pencegahan terhadap terjadinya sengkolo atau adanya akibat-akibat buruk apabila menikah pada hari geblak tersebut, misalnya adanya perpecahan dalam rumah tangga

62 mereka yang tiada henti hingga berujung pada perceraian, berkurangnya rezeki atau kemiskinan bahkan kematian. Padahal dari hasil penelitian di lapangan, sebagaimana diuangkapkan oleh bapak Imam Sulthoni selaku tokoh masyarakat di Desa Durung Bedug, penulis menemukan bahwa alasan tidak diperbolehkannya melakukan pernikahan ketika hari geblak orang tua adalah karena pada waktu itu merupakan hari meninggalnya orang tua, maka sudah sepantasnya sebagai seorang anak untuk melakukan prihatin pada waktu itu dan memanjatkan doa kepada mereka yang telah meninggal, dan jangan melakukan acara apapun termasuk menikahkan anak, karena dianggap tidak mengahargai orang tuanya yang telah meninggal. B. Analisis Urf Terhadap Tradisi Larangan Menikah pada Hari Geblak Orang Tua di Desa Durung Bedug Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo Hukum Islam mengakui adat sebagai sumber hukum karena sadar akan kenyataan bahwa adat kebiasaan dan tradisi telah memainkan peran penting dalam mengatur kehidupan manusia di kalangan anggota masyarakat. Adat kebiasaan berkedudukan pula sebagai hukum yang tidak tertulis, namun sangat dipatuhi oleh masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat banyak sekali kegiatan dan aturan adat yang berasal dari nenek moyang. Adat atau tradisi ini telah ada sejak dahulu turun temurun dari generasi ke generasi yang tetap dipelihara hingga saat ini. Dalam aktifitas sehari-hari manusia, tradisi menjadi sebuah hal yang begitu

63 penting. Fungsi tradisi memberi pedoman untuk bertindak dan memberi individu sebuah identitas. Selama ini Islam di Indonesia dinilai cenderung lebih toleran terhadap pelaksanaan budaya dalam kehidupan masyarakat. Bentuk toleransi ini diwujudkan dengan adanya akomodasi dari hukum Islam terhadap budaya atau tradisi. Sikap akomodatif ini ditunjukkan dengan adanya kemampuan dan kemauan orang Islam di Indonesia untuk menyerap budaya lokal dan menjadikannya bagian dari ajaran Islam. Bentuk akomodasi hukum Islam terhadap penerapan hukum Adat dalam kehidupan adalah masalah harta bersama. Ketentuan mengenai harta bersama tidak dijumpai baik dalam al Quran maupun hadis. Hal ini juga tidak ditemukan dalam kajian fikih. Namun, konsep harta bersama dalam perkawinan sudah dikenal dalam hukum Adat. Tujuan hukum Adat menerapkan konsep harta bersama adalah keinginan untuk menegakkan asas keseimbangan hak dan kedudukan serta kewajiban suami istri dalam kehidupan rumah tangga. Apabila harta bersama ini ditolak dengan alasan tidak dijumpainya nas}, diperkirakan akan merusak tatanan keseimbangan persamaan hak dan derajat suami istri. 1 Melihat maslahat yang ada dalam penerapan hukum Adat mengenai konsep harta bersama, maka konsep harta bersama dimuat dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 85 yang berbunyi: 1 Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Sinar Grafika, 1989), 36.

64 Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau istri. Agama Islam sebagai agama yang bersifat rah}matan lil a>lami>n tidak melarang pelaksanaan adat dan tradisi selama hal tersebut tidak bertentangan dengan akidah dan syari at Islam. Selama adat dan tradisi berjalan sesuai dengan hukum Islam, maka tradisi tersebut mendapat pengakuan dari syara sebagai bentuk keefektifan adat istiadat dalam interpretasi hukum. Sebagaimana kaidah fiqhiyah: 2 Artinya: Adat kebiasaan dapat dijadikan pertimbangan hukum. Tradisi larangan menikah meskipun tidak tercantum dalam hukum Islam, adalah diperbolehkan asal tidak bertentangan dengan dalil shara dan tidak merusak akidah. Tradisi seperti ini dalam hukum Islam disebut dengan urf sah}ih}, yaitu tradisi yang baik, sudah benar dan bisa dijadikan sebagai pertimbangan hukum. Namun apabila tradisi larangan menikah tersebut bertentangan dengan hukum shara dan merusak akidah, maka tidak diperbolehkan. Para ulama menyatakan bahwa urf merupakan salah satu sumber dalam istinbath hukum, menetapkan bahwa ia bisa menjadi dalil sekiranya tidak ditemukan nas} dari al Quran dan Sunnah. Apabila urf bertentangan 2 Abi> al-fad}l Jala>luddi>n Abd ar-rahma>n as-suyu>ti}y, Al-Asyba>h wa an-naz}a>ir, (Beirut: Da>r al- Fikr, 1992), 119.

65 dengan kitab atau Sunah, maka urf tersebut ditolak (mardu>d). Sebab dengan diterimanya urf itu berarti menyampingkan nas}-nas} yang pasti, mengikuti hawa nafsu dan membatalkan syariat. Karena kehadiran syariat bukan dimaksudkan untuk melegitimasi berlakunya mafasid (berbagai kerusakan dan kejahatan). Segala kegiatan yang menuju ke arah tumbuh dan berkembangnya kemafsadatan harus segera diberantas, bukan malah diberi legitimasi. 3 Berdasarkan data yang diperoleh setelah melakukan penilitian, maka untuk metepkan suatu hukum dengan metode urf, perlu ditinjau dengan tiga kategori urf. Yang pertama dari segi obyeknya, kedua dari segi ruang lingkup penggunaannya dan ketiga dari segi keabsahannya. 4 1. Ditinjau dari segi obyeknya, urf terbagi menjadi dua macam, yaitu: a. Urf Qouli Yaitu kebiasaan yang berlaku dalam penggunaan kata-kata atau ucapan yang umum diketahui oleh masyarakat. b. Urf Fi li Yaitu kebiasaan yang berlaku dalam bentuk perbuatan yang telah menjadi kesepakatan dalam masyarakat. 2. Ditinjau dari segi ruang lingkup penggunaannya, urf terbagi menjadi dua macam, yaitu: a. Urf A<m 3 Muhammad Abu Zahrah, Us}ul al-fiqh, (Penerjemah: Saefullah Ma sum dkk, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), 418. 4 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2, (Jakarta: Kencana, 2014), 413.

66 Yaitu kebiasaan yang bersifat umum dan berlaku bagi sebagian besar masyarakat dalam berbagai wilayah yang luas. b. Urf Kha>s} Yaitu adat kebiasaan yang berlaku secara khusus pada suatu masyarakat tertentu, atau wilayah tertentu saja. 3. Ditinjau dari Segi Keabsahannya, urf terbagi menjadi dua macam, yaitu: a. Urf S{ah{i<h{ Yaitu segala sesuatu yang sudah dikenal umat manusia yang tidak berlawanan dengan dalil syara. Tidak menghalalkan yang haram dan tidak menggugurkan kewajiban. b. Urf Fa>sid Yaitu kebiasaan yang dilakukan oleh manusia tetapi bertentangan dengan syara, menghalalkan yang haram, atau membatalkan kewajiban. Selanjutnya berdasarkan macam-macam urf diatas dapat diketahui kategori dari tradisi atau adat larangan menikah pada hari geblak orang tua tersebut, yaitu: 1. Dilihat dari obyeknya, tradisi larangan menikah pada hari geblak orang tua yang berlaku di Desa Durung Bedug adalah termasuk urf fi li, hal ini disesabkan karena adat larangan menikah pada hari geblak orang tua merupakan tradisi yang berupa perbuatan, yang secara umum tradisi tersebut telah disepakati, diyakini dan dilakukan oleh masyarakat Desa Durung Bedug sejak lama.

67 2. Jika dilihat dari segi ruang lingkup penggunaannya, tradisi larangan menikah pada hari geblak orang tua ini termasuk dalam kategori urf kha>s, yakni kebiasaan yang berlaku pada suatu daerah dan masyarakat tertentu. Adat larangan menikah pada hari geblak orang tua ini hanya berlaku di masyarakat Desa Durung Bedug dan tidak berlaku pada masyarakat penduduk Indonesia secara kesluruhan. 3. Jika dilihat dari keabsahannya dalam shara, tradisi larangan menikah pada hari geblak orang tua ini termasuk dalam kategori urf fa>sid, karena tradisi ini tidak ada dasarnya dalam nas} al Quran maupu Hadis, tidak dapat diterma oleh akal sehat dan hanya didasarkan pada pandangan yang bersifat mitologis. Selain melihat dari macam-macam urf, perlu kiranya penulis meninjau dari perspektif syarat-sayarat urf. Karena tidak semua urf dapat diterima jika tidak memenuhi persyaratan urf. Diantara syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut: 5 a. Tidak bertentangan dengan ketentuan nas}, baik itu al Quran maupun Hadis. Syarat ini adalah sebagai penentu apakah urf tersebut termasuk dalam kategori urf s}ah}i>h} ataukah urf fa>sid. Apabila sesuai dengan ketentuan nas{ maka ia termasuk urf s}ah}i>h} dan dapat dijadikan dalil utuk menetapkan hukum. Namun apabila bertentangan dengan ketentuan nas} maka termasuk urf fa>sid dan tidak dapat dijadikan dalil utuk menetapkan hukum. 5 Hasbi Ash-Shiddieqi, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), 475.

68 Terkait dengan tradisi yang berlaku di Desa Durung Bedug yaitu tradisi yang melarang sesorang untuk menikah pada hari yang bertepatan dengan waktu kematian orang tua atau lebih dikenal dengan hari geblak orang tua adalah tidak sesuai atau bertentangan dengan ketentuan nas}. Dalam hukum Islam seseorang boleh saja melakukan pernikahan apabila syaratsyarat dan rukun-rukun pernikahan telah terpenuhi, seta tidak melanggar larangan nikah sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al-nisa> ayat 22-23. Artinya: Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah. Seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anakanakmu yang perempuansaudara-saudaramu yang perempuan, saudarasaudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang lakilaki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibuibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

69 b. Kebiasaan itu sudah berjalan atau sedang berjalan, bukan yang muncul kemudian. Tradisi larangan menikah pada hari geblak orang tua di desa durung bedug merupakan tradisi turun temurun yang dilakukan sejak dahulu, dan sampai saat ini masih berlaku di masyarakat. c. Urf harus berlaku secara umum dan dikenal oleh mayoritas lingkungan masyarakat adat yang bersangkutan. Tradisi larangan menikah pada hari geblak orang tua merupakan tradisi yang tidak bisa ditinggalkan dan sudah menjadi hukum tidak tertulis turun temurun yang berlaku di masyarakat Desa Durung Bedug. Walaupun ketentuan mengenai tradisi larangan nikah ini tidak diatur dalam hukum Islam, namun menurut keyakinan masyarakat, ketentuan mengenai tradisi ini sudah mendarah daging dan tidak boleh dilanggar. Dengan demikian tradisi tersebut sah disebut adat. d. Urf itu bernilai maslahat dan dapat diterima oleh akal sehat. Tradisi larangan menikah pada hari geblak orang tua yang berlaku di masyarakat Desa Durung Bedug memang sudah sama-sama dikenal dan bersifat umum bagi masyarakat. Namun jika tradisi itu dijadikan sumber hukum, maka tidak dapat diterima, karena tidak mengandung nilai maslahat, hanya didasarkan pada alasan yang bersifat mitos dan tentu bertentangan dengan akal sehat. Alasan yang dikemukakan sebagian masyarakat durung bedug bahwa tidak diperbolehkannya melakukan acara pernikahan pada hari geblak

70 orang tua adalah sebagai rasa perihatin lantaran pada waktu itu merupakan hari meninggalnya orang tua, sehingga sudah sepantasnya seorang anak tidak melakukan acara apapun termasuk menikah, juga tidak dapat dibenarkan. Hal ini dikarenakan perbedaan waktu antara hari kematian orang tuanya (hari geblak orang tua) dan acara pernikahan adalah berlainan dan tidak seharusnya disamakan. Rasa perihatin dan duka cita memang dilakukan waktu orang tuanya meninggal, akan tetapi waktu sekarang adalah hari baik dan diperbolehkan untuk menikah selama tidak ada larangan yang pasti dalam aturan hukum Islam. Bahkan keyakinan masyarakat Desa Durung Bedug, jika melangsungkan pernikahan pada hari geblak orang tua tersebut dilanggar maka dapat mengakibatkan sengkolo (petaka) berupa kemiskinan, bertentangan dengan firman Allah SWT. Bahwa penikahan tidak akan membawa kepada kemiskinan. Sebaliknya orang yang melakukan pernikahan akan diberikan kecukupan. Berdasarkan Q.S. al Nu>r ayat 32: Artinya: Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orangorang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-nya) lagi Maha mengetahui.

71 Dengan demikian, tradisi larangan menikah di Desa Durung Bedug Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo ini dalam hukum Islam dapat dikatakan sebagai urf fa>sid yaitu kebiasaan yang dipelihara oleh masyarakat, akan tetapi bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam. Karena dalam hukum Islam tidak ada ketentuan larangan tersebut, seseorang boleh melakukan pernikahan apabila syarat dan rukunnya terpenuhi serta tidak melanggar ketentuan larangan menikah dalam nas}.