BAB IV ANALISIS DATA. A Pelaksanaan Adat Pelangkahan dalam Perkawinan dan Dampaknya Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS DATA A Pelaksanaan Adat Pelangkahan dalam Perkawinan dan Dampaknya Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga Masyarakat kecamatan Sukau khususnya di Pekon Buay Nyerupa merupakan masyarakat yang masih menerapkan adat istidat yang dipandang baik dan tidak bertentangan dengan agama yang dianut khususnya agama Islam, oleh karena itu adat pelangkahan ini tidak bisa dihilangkan di pekon Buay Nyerupa, karena banyak manfaat yang didapat dari adat ini yang dipercayai oleh masyarakat setempat. Dalam melaksanakan adat pelangkahan ini tidak ditentukan batasan-batasan minimal atau maksimal yang harus diberikan, tetapi seseorang yang akan melangkahi atau menikah mendahui kakaknya akan memberikan pelangkahan berupa barang atau yang lainnya atas permintaan kakaknya, permintaan seorang kakak ini harus diwujudkan oleh adiknya karena merupakan sebuah kewajiban. Tokoh agama Pekon Buay Nyerupa berpandangan bahwa apabila seseorang yang akan melangsungkan pernikahan tidak memberikan pelangkahan kepada kakak yang dilangkahinya adalah sebuah pelanggaran karena tidak mengikuti adat yang ada dan diyakini serta dilaksanakan sampai saat ini, barang langkahan yang diberikan kepada seseorang yang dilangkahi adalah sebagai permintaan permohonan maaf yang diberikan seorang adik kepada kakaknya, dan sebagai hadiyah karena kakaknya sudah mengikhlaskan dan mengizinkan adiknya untuk melaksanakan pernikahan lebih awal dibandingkan dengan dirinya. 1 1 Kurnia Imanudin, Tokoh Agama, Wawancara, 19 Maret 2016

2 50 Beberapa tokoh masyarakat Pekon Buay nyerupa juga memberikan pandangan yang sama bahwa adat ini harus dilaksanakan sebagai permohonan maaf dan sebagai bakti kepada kakaknya. 2 Tentu saja banyak alasan-alasan yang diyakini oleh masyarakat Pekon Buay Nyerupa yang diyakini kebenarannya apabila seseorang tidak melaksanakan adat ini yaitu salah satunya adalah tidak harmonisnya keluarga yang akan dijalani oleh seseorang yang melaksanakan pernikahan tanpa melaksanakan adat pelangkahan ini. Pelaksanaan adat pelangkahan dalam perkawinan di pekon Buay Nyerupa pada hakikatnya berfungsi sebagai suatu cara melestarikan adat istiadat yang telah dilakukan secara turun temurun agar mempunyai nilai hukum yang khas sehingga tercipta suatu budaya masyarakat yang baik dan bisa untuk dijadikan sebagai teladan yang baik juga. Adat Pelangkahan dalam perkawinan di pekon Buay Nyerupa berlandaskan atas aspek filosofis, filosofis pelangkahan yaitu semoga dengan adanya pelangkahan ini akan mempererat rasa saling menghormati antara adik dan kakak dan rasa permohonan maaf seorang adik kepada kakaknya serta meminta restu karena akan melangsungkan pernikahan lebih awal. Pelaksanaan adat pelangkahan ini dilaksanakan pada saat sebelum akad nikah dimulai, tentu saja pelangkahan ini berdampak terhadap keharmonisan rumah tangga yang akan dimulai oleh kedua calon pengantin, apabila adat ini dilaksanakan oleh calon pengantin, maka sudah pasti mendapatkan manfaat yang sudah diyakini oleh masyarakat setempat, diantara manfaatnya adalah: 1. Adanya saling menghormati antara kakak dan adik sehingga makin mempererat rasa kasih dan sayang antara adik dan kakak 2 Irwansyah, Amilin, Helman, Pirwadi, Tokoh Mayarakat, Wawancara, 19 Maret 2016

3 51 2. Keluarga yang akan dijalani oleh calon pengantin diyakini akan bahagia karena telah mendapat restu dari kakak yang dilangkahinya 3. Ketika dalam keluarga yang dijalani mendapatkan masalah, maka diyakini akan ada jalan untuk menyelesaikannya Namun apabila adat pelangkahan ini tidak dilaksanakan maka seseorang tidak mengikuti adat yang telah ada yang dipercayai oleh masyarakat setempat, tentunya akan menimbulkan masalah yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat Sukau pada umumnya dan masyarakat Buay Nyerupa pada khususnya, pada zaman dulu yang diceritakan oleh salah satu masyarakat Buay Nyerupa yang pernah penulis wawancarai, ketika seorang kakak tidak merestui pernikahan yang akan dilaksanakan oleh adiknya, sementara pernikahan tersebut tetap saja dilaksanakan tanpa persetujuan kakak yang dilangkahinya maka akan menimbulkan beberapa masalah yang tidak diinginkan oleh setiap pasangan yang telah memutuskan untuk membuka lembaran baru yaitu membangun keluarga rumah tangga yang bahagia, setiap pasangan yang telah memutuskan untuk berkeluarga sudah pasti menginginkan keluarganya hidup dengan rukun dan damai serta keluarga yang dijalaninya kelak akan menjadi keluarga yang bahagia layaknya seperti keluarga yang lainnya, namun tidak dengan keluarga yang dibentuk tanpa izin dari kakak yang dilangkahinya, masyarakat setempat memberikan keterangan bahwa ada dampak yang tidak diinginkan ketika seseorang melangsungkan pernikahan tanpa izin dari kakak yang dilangkahinya, adapun salah satu dampaknya menurut masyarakat Buay Nyerpa adalah: 1. Seseorang yang melaksanakan pernikahan tanpa izin kakak yang dilangkahinya akan mengalami kegagalan dalam rumah tangga (Bercerai) 2. Adiknya Ketika melahirkan akan mengalami kesusahan yang tidak semestinya

4 52 3. Meninggalnya anak yang baru saja dilahirkan 4. Hubungan silaturahim antara adik dan kakak tidak harmonis Dampak-dampak yang telah dijelaskan di atas merupakan masalah yang pernah terjadi di masyarakat Buay Nyerupa pada zaman dahulu, meskipun telah dijelaskan bahwasanya urusan jodoh dan maut itu adalah rahasia Allah SWT yang tidak bisa satu orangpun di dunia ini bisa untuk memprediksi dengan siapa kita kelak akan berjodoh dan kapan kita akan mengalami kematian, hanya Allahlah yang maha mengetahuinya segalanya. Oleh karena itu pemahaman seperti ini tidak baik untuk selalu diyakini kebenarannya. Karena lebih baik memikirkan hal-hal positif dari setiap kehidupan yang kita jalani agar hidup kita bisa menjadi lebih baik lagi. B Pandangan Hukum Islam terhadap Adat Pelangkahan dalam Perkawinan di Pekon Buay Nyerupa Hukum Islam dengan kedua sumbernya yaitu al- Quran dan al-hadis bersifat universal yang mengatur segala aspek kehidupan manusia, tidak hadir ke dunia ini untuk manusia yang hampa kultural. Sehingga pembinaan hukum senantiasa mempertimbangkan kebaikan masing-masing sesuai dengan adat dan kebudayaan mereka, di mana mereka berdomisili. Jika dianalisis dan dihayati hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah dalam al-quran dapat dipahami bahwa pada dasarnya Allah menetapkan hukum untuk mendatangkan kemaslahatan bagi manusia atau menghindarkan madharat dari manusia. Oleh karena itu hakekat dari tujuan tersebut dapat dijadikan oleh mujtahid dalam menetapkan hukum terhadap hal yang tidak

5 53 disebutkan di dalam nash, asal tidak ada dalil atau nash yang bertentangan dengannya. 3 Hukum adat dapat dijadikan hukum Islam apabila memenuhi beberapa syarat berikut ini: 1. Adat itu dapat diterima oleh perasaan dan akal sehat serta diakui oleh pendapat umum, 2. Sudah berulangkali terjadi dan telah berlaku umum dalam masyarakat yang bersangkutan, 3. Telah ada waktu transaksi berlangsung, 4. Tidak ada persetujuan atau pilihan lain antara kedua belah pihak, 5. Tidak bertentangan dengan nash (al-quran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw). Dalam hal selain ibadah seperti munakahat (pernikahan) di mana hukum ini berkembang menurut perkembangan alam sekitar dan kemaslahatan umat. walaupun hukum Islam secara tegas dan jelas telah memberikan konsepsi tentang perkawinan yang sah dan jelas bagi umatnya, bukan berarti tidak akan muncul lagi masalahmasalah dan hal-hal baru yang ditimbulkan oleh hukum perkawinan Islam tersebut. Hal ini karena dilatarbelakangi oleh kemajemukan umat Islam dengan adat dan budaya seperti di Indonesia. Hukum Islam bersifat menyeluruh dan mengatur segala aspek kehidupan manusia, maka tentulah pembinaan hukum memperhatikan kebaikan masing-masing sesuai dengan adat dan kebiasaan mereka di mana mereka berdomisili serta iklim yang mempengaruhi. Islam memang tidak menjelaskan secara mendetail tentang Adat Pelangkahan, tetapi Islam memperbolehkan suatu kebiasaan yang telah dilakukan berkali-kali menjadi adat istiadat asalkan tidak bertentangan dengan agama Islam, sedangkan adat pelangkahan ini adalah sebagai bukti rasa sayang dan hormat seorang adik kepada kakaknya, oleh 3 Mahyudin, Tokoh Agama, Wawancara, Tanggal 19 Maret 2016

6 54 karena itu jelas bahwa adat pelangkahan ini diperbolehkan asalkan dapat diterima oleh akal sehat masyarakat setempat yang menjadikan suatu kebiasaan itu sebagai sebuah adat. Namun apabila adat pelangkahan ini menyulitkan seorang adik untuk melaksanakan perkawinan baik dari segi barang yang dimintak kakaknya terlalu mahal sehingga sulit untuk dipenuhi seorang adik, atau dengan alasan lain yang memberatkan seorang adik maka adat ini termasuk adat (fasid) adat yang tidak boleh untuk diterapkan karena akan menyulitkan seseorang dalam melaksanakan apa yang telah Allah perintahkan yaitu melangsungkan sebuah perkawinan yang semestinya dipermudah karena niatnya sudah pasti baik karena berniat beribadah kepada Allah SWT. Dan pendapat masyarakat yang meyakini bahwa apabila melangsungkan pernikahan tanpa izin dari kakak yang dilangkahi akan mengalami kegagalan dalam rumah tangga dan akan terjadi masalah-masalah lainnya adalah pemikiran yang tidak baik untuk diyakini karena Islam memang memperbolehkan suatu adat kebiasaan yang baik untuk dilakukan terus menerus asalkan adat tersebut baik dan tidak bertentangan dengan syara, akan tetapi apabila masyarakat berpikir demikian, maka adat tersebut tidak baik unruk dilakukan /dilaksanakan. Islam yang bersumber atas wahyu Allah SWT dalam Al-Quran dan hadis Rasul SAW yang berlaku dan wajib ditaati oleh umat Islam dulu, sekarang dan yang akan datang. oleh karena itu, apa yang dipandang kaum muslimin baik, maka menurut Allah pun digolongkan sebagai perkara yang baik, sehingga kita sebagai masyarakat harus menerapkan adat-adat yang baik dan bermanfaat agar mempunyai nilainilai baik dan bisa diikuti dan menjadi contoh bagi daerahdaerah yang lain.