KAJIAN PERBANDINGAN KARAKTERISTIK CAMPURAN AC-BC MENGGUNAKAN AGREGAT BATU PECAH SUKADANA, LAMPUNG DAN CLERENG, DIY

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB III LANDASAN TEORI

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

3. pasir pantai (Pantai Teluk Penyu Cilacap Jawa Tengah), di Laboratorium Jalan Raya Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

BAB III LANDASAN TEORI

DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR NTISARI BAB I PENDAHULUAN 1

Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

PEMANFAATAN ASPAL STARBIT E-55 UNTUK MENAHAN PENURUNAN KINERJA AKIBAT RENDAMAN AIR HUJAN PADA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

BAB III LANDASAN TEORI

NASKAH SEMINAR INTISARI

PENGARUH KOMBINASI SEKAM PADI DAN SEMEN SEBAGAI FILLER TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS ITS (INDIRECT TENSILE STRENGTH) CAMPURAN AC (ASPHALT CONCRETE) YANG DIPADATKAN DENGAN APRS (ALAT PEMADAT ROLLER SLAB) Naskah Publikasi

KARAKTERISTIK MARSHALL DENGAN BAHAN TAMBAHAN LIMBAH PLASTIK PADA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT (SMA)

BAB IV Metode Penelitian METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian

BAB III LANDASAN TEORI

KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH PENGGUNAAN MINYAK PELUMAS BEKAS PADA BETON ASPAL YANG TERENDAM AIR LAUT DAN AIR HUJAN

BAB I PENDAHULUAN. disektor ekonomi, sosial budaya, politik, industri, pertahanan dan keamanan.

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas

Islam Indonesia, maka dapat diketahui nilai-nilai yang berpengaruh terhadap

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T.

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

BAB I PENDAHULUAN. agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN TIPIS ASPAL PASIR (LATASIR) KELAS A YANG SELURUHNYA MEMPERGUNAKAN AGREGAT BEKAS

PENGGUNAAN PASIR KUARSA GUNUNG BATU KECAMATAN BAULA KABUPATEN KOLAKA SEBAGAI AGREGAT HALUS TERHADAP CAMPURAN HOT ROLLED SHEET WEARING COURSE (HRS-WC)

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

KINERJA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SEBAGAI LAPISAN WEARING COURSE (WC)

VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 )

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memiliki peranan yang

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini perkembangan dan pertumbuhan penduduk sangat pesat.

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk

TINJAUAN VOID CAMPURAN ASPAL YANG DIPADATKAN MENGGUNAKAN ALAT PEMADAT ROLLER SLAB (APRS) DAN STAMPER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ABSTRAK

DAFTAR PUSTAKA. Departemen Pekerjaan Umum Spesifikasi Umum Divisi VI. Jakarta.

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

BAB III LANDASAN TEORI. keras lentur bergradasi timpang yang pertama kali dikembangkan di Inggris. Hot

BAB I PENDAHULUAN. penduduk di Yogyakarta. Pembangunan hotel, apartemen, perumahan dan mall

I Made Agus Ariawan 1 ABSTRAK 1. PENDAHULUAN. 2. METODE Asphalt Concrete - Binder Course (AC BC)

2.4 Daur Ulang Lapis Keras Aspal (Asphalt Pavement Recycling) 6

EFEK PEMAKAIAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

PENGGUNAAN PASIR BESI SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA BETON ASPAL LAPISAN AUS

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.2, Januari 2013 ( )

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

BAB I PENDAHULUAN. terjadi berlebihan (overload) atau disebabkan oleh Physical Damage Factor (P.D.F.)

METODOLOGI PENELITIAN

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN:

KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE

konstruksi lapisan perkerasan dimaksudkan agar tegangan yang terjadi sebagai

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Penggunaan Abu Sekam Padi sebagai Bahan Pengisi pada Campuran Hot Rolled Asphalt terhadap Sifat Uji Marshall

Stabilitas pada pengujian Marshall adalah kemampuan maksimum suatu benda uji

PEMANFAATAN ABU VULKANIK GUNUNG KELUD PADA CAMPURAN ASPAL BETON

PENGGUNAAN ASPAL BUTON TIPE RETONA BLEND 55 SEBAGAI BAHAN SUSUN CAMPURAN HRS-B

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL

I. PENDAHULUAN. diperkirakan km. Pembangunan tersebut dilakukan dengan kerja paksa

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN:

TUGAS AKHIR KARAKTERISTIK CAMPURAN HOT MIX ASPAL UNTUK LAPISAN PERMUKAAN AC-WC DENGAN STANDAR KEPADATAN MUTLAK

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW)

Transkripsi:

Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017 KAJIAN PERBANDINGAN KARAKTERISTIK CAMPURAN AC-BC MENGGUNAKAN AGREGAT BATU PECAH SUKADANA, LAMPUNG DAN CLERENG, DIY Miftahul Fauziah 1 dan Nora Anggraini 2 1 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia Email:miftahul.fauziah@uii.ac.id 2 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia Email: anggraininora16@gmail.com ABSTRAK Agregat mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda beda sesuai dengan asal dan kondisi lingkungan asal agregat, sehingga jika digunakan sebagai bahan konstruksi akan menghasilkan karakteristik campuran yang berbeda pula. Paper ini menyajikan hasil eksperimental laboratorium tentang perbandingan karakteristik, khususnya karakteristik Marshall, nilai tahanan sisa, kuat tarik tak langsung dan Cantabro loss campuran Asphalt Concrete Binder Course (AC BC) yang menggunakan agregat pecah dari Kabupaten Sukadana, Lampung Timur dengan agregat pecah asal Clereng, Kulon Progo, DIY. Pengujian diawali dengan pengujian sifat fisik material berupa agregat halus, dan agregat kasar dari kedua tempat tersebut serta uji aspal. Tahap berikutnya adalah pengujian untuk mencari kadar aspal optimum kedua jenis campuran, dan dilanjutkan dengan uji Marshall Standard, Marshall Immersion, dan Cantabro loss. Hasil pengujian menunjukkan bahwa campuran AC-BC yang menggunakan batu pecah Sukadana memiliki nilai stabilitas, Flow dan Marshall quotient, yang relatif lebih tinggi namun tidak signifikan dibandingkan dengan campuran dengan Batu pecah Clereng. Meskipun campuran dengan batu Sukadana memiliki kandungan pori yang relatif lebih besar, namun memiliki kemampuan mempertahankan stabilitas akibat perendaman yang signifikan lebih baik dan lebih tahan terhadap keausan pada uji Cantabro. Secara umum dapat disimpulkan bahwa campuran AC-BC dengan batuan Sukadana memiliki karakteristik Marshall yang relative sama namun memiliki kelebihan yang lebih signifikan dari sisi kuat tarik, indeks tahanan sisa dan ketahanan terhadap ausan Kata kunci: Agregat Clereng, Agregat Sukadana, Marshall, Immersion, Index of Retained strength, dan Cantabro loss 1. PENDAHULUAN Agregat merupakan komponen utama penyusun beton aspal. Sehingga karakteristik beton aspal sangat dipengaruhi oleh karakteristik agregat. Sifat dan karakteristik agregat dipengaruhi oleh sumber atau asal batuan dan kondisi lingkungan agregat itu berasal. Beberapa kajian tentang penggunaan agregat lokal maupun agregat alam sebelumnya telah dilakukan, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Kasiati, dkk (2015), yang memanfaatkan pasir alam Seruyan Kabupaten Seruyan Kalimantan Tengah untuk campuran Asphalt Concrete Wearing Course (AC-WC). Kajian tentang penggunaan batu lokal, yaitu Granit Kabupaten Tanjung Balai Karimun dan pasir Sungai Injap (Kabupaten Bengkalis) sebagai bahan alternatif campuran AC-Wearing Course juga telah dipublikasikan oleh Saputra (2011). Selain itu, Penggunaan pecahan limbah beton dan batu pecah alam sebagai bahan beton aspal diteliti oleh Anggrainy (2008). Sebelumnya, Damek (2004) telah melakukan eksperimen tentang kajian laboratorium penggunaan batu Tangkiling dan pasir Sungai Kahayan (Kalimantan Tengah) sebagai bahan alternatif campuran AC-Wearing Course. Penggunaan agregat alam (relatif bulat) yang berasal dari Akah, Klungkung, Bali, dalam campuran Hot Rolled Sheet-Wearing Course (HRS-WC) telah dikaji oleh Ardika (2005). Berbeda dengan studi dtudi terdahulu, paper ini menyajikan hasil eksperimental loboratorium kajian perbandingan karakteristik campuran AC-BC antara yang menggunakan batu pecah Sukadana, Lampung dengan batu pecah Clereng, DIY. Adapun karakteristik yang dimaksud diperoeh dari uji Marshall, meliputi stabilitas Marshall, kelelehan (flow), Marshall quotient jumlah kandungan rongga (voids in the mix, vitm), rongga terisi aspal (voids filled with asphalt, vfwa), rongga dalam mineral aggregat (voids in mineral aggregate, vma), dan Density, serta indeks tahanan sisa (index of retained strength, IRS). MTR-41

2. KARAKTERISTIK CAMPURAN AC-BC Karakteristik Marshall Parameter Marshall terdiri atas nilai stabilitas, kelelehan dan hasil bagi Marshall (Marshall Quotient, MQ), yang menggambarkan kinerja struktur perkerasan lentur, serta karakteristik yang terkait pori campuran, yaitu persentase kandungan rongga (void in the mix, vitm) dan rongga terisi aspal (void filled with asphalt, vfwa), kepadatan (Density) dan juga rongga antar mineral agregat (void in mineral aggregate, vma). Indeks Tahanan Sisa (Index of retained strength, IRS) Salah satu karakteristik penting dari campuran beton aspal adalah durabilitas atau keawetan campuran, yang digambarkan dengan parameter ketahan suatu campuran dari kerusakan akibat pengaruh cuaca, air, dan beban lalu lintas, atau indeks tahanan sisa (indeks of retained strength, IRS). Immersion test adalah suatu metode pengujian untuk mengetahui besarnya nilai IRS, sebagai indikator keawetan campuran, yang diukur dengan Persamaan 1. Index of retained strength = S S 24 0,5 x 100%, (1) dengan S 0,5 = stabilitas setelah direndam selama 0,5 jam dan S 24 = stabilitas setelah direndam selama 24 jam. Cantabro Loss Besarnya ketahanan benda uji terhadap keausan diukur dengan Cantabro test dengan menggunakan mesin Los Angeles untuk mengukur besarnya nilai kehilangan berat. Besarnya persentasi kehilangan berat dikalkulasi dengan Persamaan 3 berikut. L = x 100 (3) dengan Mo: berat sebelum diabrasi (gr), Mi: berat setelah diabrasi (gr), dan L: persentase kehilangan berat (%).. 3. METODE PENELITIAN Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Jalan Raya, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia. Benda uji terdiri atas agregat asal Sukadana,Lampung, agregat asal Clereng, DIY, dan Aspal Pen 60/70. Bagan alir pelaksanaan dapat dilihat pada bagan alir Gambar 1. Gambar 1 Bagan Alir MTR-42

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Sifat Fisik Bahan Hasil pengujian sifat fisik dan karakteristik aspal, agregat halus dan agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 1 sd 3, sedangkan kadar aspal optimum disajikan pada Tabel 4 berikut. Tabel 1 Hasil Pengujian AC 60/70 Jenis Pengujian (satuan) Syarat Hasil Berat Jenis > 1,0 1,03 Penetrasi (0,1 mm) 60 70 65,5 Daktilitas (cm) > 100 165 Titik Nyala ( C) > 232 312 Kelarutan TCE (%) > 99 97,88 Titik Lembek ( C) > 48 49 Tabel 2 Hasil Pengujian Agregat Halus Jenis Pengujian Syarat Agregat Sukadana Agregat Clereng Berat Jenis >2,5 2,57 2.77 Penyerapan Air (%) < 3 2,63 2,46 Tabel 3 Hasil Pengujian Agregat Kasar Jenis Pengujian Syarat Sukadana Clereng Berat Jenis > 2,5 2,55 2,66 Penyerapan Agregat Terhadap Air (%) < 3 2,49 2,30 Kelekatan Agregat Terhadap Aspal (%) > 95 98 99 Keausan dengan mesin Los Angeles (%) < 40 27,65 26,04 Tabel 4. Rekapitulasi Kadar Aspal Optimum (KAO) Campuran Campuran agregat Clereng Campuran Agregat Sukadana Range KAO 5,30 % - 6% 5,9% - 6% Nilai KAO 5,65% 5,95% Karakteristik Marshall Parameter utama karakteristik Marshall adalah stabilitas, yang menggambarkan kemampuan campuran beton aspal menahan beban sampai terjadi deformasi permanen. Besarnya deformasi yang terjadi saat menerima beban maksimum tersebut dinyatakan sebagai nilai kelelehan (flow). Nilai stabilitas campuran dipengaruhi oleh gradasi, jenis, bentukdan sifat fisik agregat serta sifat fisik dan kadar aspal. Hubungan antara kadar aspal dengan nilai stabilitas dan Nilai Stabilitas pada KAOcampuran disajikan pada Gambar 2 berikut. MTR-43

Gambar 2 Nilai Stabilitas pada Berbagai Kadar Aspal (kiri) dan pada Kadar Aspal Optimum (Kanan) Campuran Berdasarkan grafik pada Gambar 2, dapat dilihat bahwa nilai stabilitas kedua campuran AC-BC menunjukkan kinerja yang yang hampir sama. Nilai stabilitas semakin meningkat bersamaan dengan bertambahnya kadar aspal sampai batas tertentu dan turun setelah melampaui batas optimum. Hal ini karena aspal sebagai bahan ikat antar agregat dan dapat menjadi bahan pelicin setelah melebihi batas optimum, sehingga gaya saling mengunci antar agregat dalam campuran semakin menurun. Campuran dengan agregat Clereng mencapai stabilitas maksimum pada kadar aspal 5 %, sedangkan campuran dengan agregat Sukadana mencapai nilai stabilitas maksimum pada kadar aspal 5,5 %. Hal ini disebabkan karena agregat Sukadana memiliki penyerapan yang lebih besar dibandingkan dengan agregat Clereng (Tabel 2 dan 3), sehingga membutuhkan aspal yang lebih banyak untuk mencapai stabilitas maksimumnya. Dari grafik kedua dapat dilihat bahwa, pada kadar aspal optimum (KAO) tiap campuran, nilai Stabilitas campuran dengan agregat Sukadana lebih tinggi 10 % dibandingkan dengan campuran dengan agregat Clereng. Hal ini disebabkan agregat Sukadana memiliki berat jenis yang lebih tinggi, lebih tahan aus dan campuran yang dihasilkan memiliki kadar aspal optimum yang lebih besar serta nilai density yang lebih tinggi dibandingkan dengan campuran dengan agregat Clereng. Flow atau kelelehan adalah besarnya penurunan atau deformasi yang terjadi pada lapis perkerasan akibat menahan beban yang diterimanya. Grafik nilai flow pada berbagai kadar aspal maupun pada kadar aspal optimum disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan grafik pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa nilai flow meningkat seiring dengan penambahan kadar aspal. Campuran AC-BC yang menggunakan agregat Sukadana cenderung memiliki nilai flow lebih besar dibandingkan dengan campuran yang menggunakan agregat Clereng, kecuali pada kadar aspal 5 %. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum campuran dengan agregat Sukadana cenderung kurang kaku dibandingkan dengan campuran yang menggunakan agregat Clereng. Pada kadar aspal optimum nilai flow campuran dengan agregat Sukadana 3 % lebih tinggi dibandingkan dengan campuran dengan agregat Clereng. Hal ini disebabkan karena jumlah kadar aspal optimum campuran dengan batuan Sukadana yang lebih besar. Gambar 3 Nilai Flow pada Berbagai Kadar Aspal (kiri) dan pada Kadar Aspal Optimum (Kanan) Campuran MTR-44

Nilai Marshall Quotient (MQ) merupakan perbandingan antar nilai stabilitas dan nilai flow. Besarnya nilai Marshall Quotient dapat digunakan sebagai pendekatan nilai fleksibilitas dari suatu lapis perkerasan. Hubungan antara kadar aspal dengan nilai MQ campuran dan nilai MQ pada KAO ditampilkan pada Gambar 4. Gambar 4 Nilai Marshall Quotient pada Berbagai Kadar Aspal (kiri) dan pada Kadar Aspal Optimum (Kanan) Campuran Berdasarkan grafik pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa nilai Marshall Quotient kedua campuran AC-BC mengalami penurunan seiring bertambahnya kadar aspal. Campuran dengan agregat Sukadana sedikit lebih tinggi dibandingkan campuran dengan agregat Clereng, pada kadar lebih besar sama dengan 5 %, sedangkan pada kadar aspal 4,5 % atau kurang sebaliknya. Pada KAO campuran dengan agregat Sukadana menghasilkan nilai MQ 4,5% lebih tinggi dibandingkan campuran dengan agregat Clereng. Hal ini menunjukkan bahwa campuran dengan agregat Sukadana cenderung lebih kaku dibandingkan campuran dengan bahan agregat Clereng, yang disebabkan karena campuran dengan agregat Sukadana memiliki kepadatan dan nilai stabilitas yang lebih tinggi daripada campuran dengan agregat Clereng. Kepadatan (density) campuran merupakan hasil bagi antara berat dengan volume campuran. Campuran dengan kepadatan tinggi dan rongga kecil akan menghasilkan stabilitas campuran yang lebih tinggi. Nilai density campuran pada berbagai kadar aspal dan pada KAO dapat dicermati pada Gambar 5. Gambar 5 Nilai Density pada Berbagai Kadar Aspal (kiri) dan pada Kadar Aspal Optimum (Kanan) Campuran Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa kedua campuran memiliki nilai density yang semakin meningkat seiring penambahan kadar aspal. Tidak terdapat perbedaan yang cukup signifikan nilai density kedua campuran pada setiap kadar aspal, namun pada KAO, nilai density campuran yang menggunakan agregata Sukadana sedikit (0,8 %), lebih besar daripada campuran dengan agregat Clereng. Pada campuran yang menggunakan material dengan berat jenis yang sama campuran dengan density lebih besar menunjukkan tingkat kerapatan yang lebih tinggi, yang berarti kandungan rongga (VITM) semakin kecil. Berbeda dengan kasus ini, agregat Sukadana memiliki berat jenis yang relatif lebih rendah dibanding agregat Clereng, sehingga nilai density yang dihasilkan lebih besar. MTR-45

Besarnya nilai VITM menggambarkan persentase banyaknya rongga yang terdapat dalam suatu campuran terhadap total volume aspal dan agregat, disajikan pada Gambar 6. Dari grafik dapat dilihat kedua campuran menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu kandungan rongga semakin kecil dengan bertambahnya kadar aspal, namun dengan laju penurunan yang berbeda. Pada setiap kadar aspal campuran dengan agregat Sukadana memiliki nilai VITM yang lebih tinggi dibandingkan dengan campuran dengan agregat Clereng, namun demikian laju penurunan campuran dengan agregat Sukadana cenderung lebih tajam. Pada kadar aspal optimum terdapat selisih kandungan rongga yang cukup signifikan, yaitu sebesar 14 %. Gambar 6 Nilai VITM pada Berbagai Kadar Aspal (kiri) dan pada Kadar Aspal Optimum (Kanan) Campuran Sejalan dengan nilai VITM, nilai kandungan rongga yang terisi aspal (VFWA) kedua campuran juga menunjukkan kecenderungan yang sama, campuran dengan agregat Sukadana memiliki peningkatan kenaikan nilai VFWA yang lebih besar dibandingkan dengan campuran dengan agregat Clereng. Pada setiap kadar aspal maupun kadar aspal optimum juga memiliki nilai yang lebih rendah, dengan selisih yang tidak cukup kecil, yaitu sebesar 1,4 %. Campuran dengan agregat Sukadana hanya memenuhi spesifikasi (BinaMarga, 2010) pada kadar aspal 5,5 % dan 6 %, sedangkan campuran dengan agregat Clereng pada kadar aspal 5-6%. Grafik pengaruh kadar aspal terhadap nilai VFWA kedua campuran dapat dilihat pada Gambar 7 berikut. Gambar 7 Nilai VFWA pada Berbagai Kadar Aspal (kiri) dan pada Kadar Aspal Optimum (Kanan) Campuran Besarnya nilai VMA menunjukan persentase banyaknya pori antara butir-butir agregat dalam campuran padat, atau bisa dinyatakan sebagai persentase rongga yang ditempati aspal dan udara. Grafik hubungan antara kadar aspal dengan nilai VMA kedua jenis campuran dan nilai VMA pada kadar aspal optimum ditampilkan pada Gambar 8. Dapat dilihat pada gambar tersebut bahwa untuk setiap kadar aspal maupun pada kadar aspal optimum nilai VMA campuran yang menggunakan agregat Sukadana selalu lebih tinggi dibandingkan dengan campuran dengan agregat Clereng. Dibandingkan dengan spesifikasi BinaMarga (2010), Pada kadar aspal optimum terdapat selisih nilai VMA sebesar 7,9 % antara kedua jenis Campuran. Hal ini menunjukkan bahwa campuran dengan agregat Sukadana memiliki selimut aspal yang lebih besar, yang disebabkan karena kadar aspal optimumnya yang lebih besar. Pada semua kadar aspal dapat dilihat bahwa nilai VMA kedua campuran memenuhi standar spesifikasi Bina Marga, yaitu dengan nilai VMA > 14. MTR-46

Gambar 8 Nilai VMA pada Berbagai Kadar Aspal (kiri) dan pada Kadar Aspal Optimum (Kanan) Campuran Indeks Tahanan Sisa (Index of retained strength, IRS) Indeks tahanan sisa menggambarkan besarnya nilai stabilitas yang dapat dipertahankan setelah mengalami proses rendaman. Parameter ini dapat digunakan untuk mengindikasikan keawetan campuran akibat gangguan air. Grafik yang menggambarkan nilai IRS disajikan pada Gambar 8. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa campuran dengan menggunakan agregat Sukadan kemampuan mempertahankan stabilitas yang lebih baik dibandingkan dengan campuran dengan agregat Clereng, dengan perbedaan nilai yang cukup signifikan, yaitu sebesar 20 %. Hal ini disebabkan karena campuran dengan agregat Sukadana memiliki kadar aspal optimum yang lebih besar dibandingkan dengan campuran yang menggunakan agregat Clereng (Tabel 5), yang menghasilkan selimut aspal yang lebih besar, ditandai dengan besarnya nilai VMA campuran ini (Gambar 8), sebagaimana diuraiakan pada bagian sebelumnya Gambar 9 Nilai IRS (Kiri) dan Cantabro Loss (Kanan) Campuran pada Kadar Aspal Optimum Cantabro Loss Pengujian Cantabro bertujuan untuk mengetahui ketahanan terhadap benturan dari benda uji setelah dilakukan tes abrasi menggunakan mesin Los Angeles. Besarnya nilai Cantabro Loss menggambarkan persentasi banyaknya kehilangan berat campuran setelah mengalami uji abrasi. Parameter ini dapat mengindikasikan ketahanan campuran terhadap disintegrasi. Campuran yang memiliki ketahanan terhadap disintegrasi yang baik umumnya juga lebih mampu menahan gaya tarik, dan tidak mudah mengalami kerusakan perkerasan berupa ravelling, spalling maupun pothole. Semakin besar nilai Cantabro Loss maka campuran semakin rendah ketahanannya terhadap disintegrasi. Grafik nilai Cantabro Loss kedua campuran disajikan pada Gambar 9 (kanan). Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa campuran yang menggunakan agregat Sukadana memiliki nilai Cantabro Loss lebih rendah dibandingkan dengan campuran dengan agregat Clereng, yang berarti campuran dengan agregat Sukadana lebih mampu menahan terjadinya disintegrasi, dengan selisih nilai yang tidak terlalu signifikan, yaitu sebesar 0, 47 %. Hal Ini disebabkan karena campuran dengan agregat Sukadana menggunakan aspal lebih besar sehingga lebih mampu mengikat antara agegat, sehingga agregat tidak mudah lepas dari campurannya. MTR-47

5. KESIMPULAN Berdasarkan analisis dan pembahasan tentang karakteristik campuran AC-BC dengan menggunakan agregat asal Clereng dan Sukadana seperti uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa secara umum tidak terdapat perbedaan karakteristik Marshall yang sangat signifikan antara campuran AC-BC yang menggunakan agregat Pecah asal Sukadana, Lampung dengan campuran yang menggunanakan batu pecah asal Clereng, Yogyakarta. Secara khusus beberapa hal dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Agregat batu pecah Clereng dan Sukadana memenuhi persyaratan Bina Marga yang ditentukan sehingga dapat digunakan sebagai agregat kasar dan agregat halus sebagai campuran AC-BC. 2. Kinerja struktur campuran yang diukur dari pengujian Marshall berupa nilai stabilitas, flow, dan Marshall Quotient, VITM, dan VMA, campuran dengan agregat Sukadana lebih besar dibandingakan campuran yang menggunakan agregat Clereng. Hal ini menunjukkan bahwa campuran dengan agregat Sukadana lebih mapu menahan beban, dan cenderung lebih kaku dibandingkan dengan campuran dengan agregat Clereng. 3. Berdasar parameter volumetrik, campuran yang menggunakan agregat Sukadana cenderung memiliki pori (VITM) yang lebih besar, dan kepadatan lebih rendah dibandingkan dengan campuran yang menggunakan agregat Clereng. 4. Kemampuan mempertahankan stabilitas akibat rendaman (IRS) campuran menggunakan agregat batu pecah Sukadana signifikan lebih besar dibandingan menggunakan agregat batu pecah asal Clereng, sebagai akibat dari besarnya kadar aspal dan selimut aspal. 5. Campuran dengan menggunakan agregat batu pecah Sukadana lebih tahan terhadap disintegrasi akibat benturan, ditunjukkan dari nilai Cantabro Loss yang lebih rendah dibandingan dengan campuran dengan agregat Clereng. DAFTAR PUSTAKA Anggrainy, Vivi. (2008). Penggunaan Pecahan Limbah Beton dan Batu Pecah Alam dengan Bahan Pengikat Liquid Asbuton Terhadap Karakteristik Kekuatan Aspal Porus Ditinjau Dari Hasil Uji Cantabro Test. Universitas Hasanudin, Makassar. Ardika, Dewa Gede. (2005). Kajian dan Perancangan Laboratorium Penggunaan Agregat Alam (Relatif bulat) Dalam Campuran Hot Rolled Sheet-Wearing Course (HRS-WC) Studi kasus agregat alam asal Akah, Klungkung, Bali. Thesis, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Bina Marga. (2010). Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan. Direktorat Bina Teknik, Jakarta. Damek, Mikelson. (2004). Kajian Laboratorium Penggunaan Batu Tangkiling Dan Pasir Sengai Kahayan (Kalimantan Tengah) Sebagai Bahan Alternatif Campuran Beton Aspal (AC-Wearing Course). Thesis, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Departemen Pekerjaan Umum. (2010). Spesifikasi Umum, Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta. Durma, Ketut. (2008). Pemanfaatan Pasir Sungai dan Batu Pecah Asal Sukadana Kabupaten Lampung Timur sebagai Bahan untuk Pembuatan Beton Normal. Thesis, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Kasiati, E., Basuki, R., & Setiawan, D. (2015). Studi Alternatif Campuran Aspal Beton AC WC dengan Menggunaan Pasir Seruyan Kabupaten Seruyan Kalimantan Tengah. Jurnal Aplikasi Teknik Sipil, 13(1), 21-30. Saputra. (2011). Kajian Penggunaan Batu Granit (Kabupaten Tanjung Balai Karimun) dan Pasir Sungai Injap (Kabupaten Bengkalis) sebagai Bahan Alternatif Campuran Beton Aspal (AC Wearing Course), Thesis, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. MTR-48