BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT. A. Pengertian Perjanjian Kredit dan Unsur-Unsur Kredit

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB II Kajian Pustaka. mampu diserap dari masyarakat dan disalurkan kembali kepada masyarakat yang

AKIBAT HUKUM ALIH DEBITUR PADA PERJANJIAN KREDIT PERUMAHAN DI BANK TABUNGAN NEGARA CABANG PALU

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT. Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB II LANDASAN TEORI. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

BAB II LANDASAN TEORI

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK. keuangan (Financial Intermediary) antara debitur dan kreditur

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

BAB II TINJAUAN UMUM KREDIT DAN PERJANJIAN KREDIT BANK. Istilah kredit bukanlah hal yang asing dalam kehidupan sehari-hari di

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal (clerical),

BAB II LANDASAN TEORI. 10 November 1998 tentang perbankan, menyatakan bahwa yang dimaksud

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. atau account dimana artinya sama. Dengan memiliki simpanan atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT. hubungan antara dua orang atau dua pihak, dimana pihak yang satu berhak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT. usaha kredit, yaitu berupa bunga dan provisi. Salah satu kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal

I. PENDAHULUAN. perekonomian. Kebutuhan masyarakat yang tinggi terhadap sektor masyarakat

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebenarnya tidak terdapat dalam KUHD maupun perundang-undangan lainnya, namun kita dapat

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai Undang-undang.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. bank secara keseluruhan. Kredit berperan sebagai faktor pendorong dan

BAB III TELAAH PUSTAKA. diharapkan dan dikaitkan dengan kedudukan seseorang 28. Seseorang dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebahasaan tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan unsur-unsur, yaitu : 2

BAB II LANDASAN TEORI

ekonomi Kelas X BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Tujuan Pembelajaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. beberapa orang dalam suatu departemen. Prosedur ini dibuat untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN KREDIT. A. Sejarah Perkreditan dan Pengertian Perjanjian Kredit Menurut

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Sinungan (1991 : 46), tentang kredit sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT. pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN

PENYELESAIAN KREDIT MACET DI KOPERASI BANK PERKREDITAN RAKYAT (KBPR) VII KOTO PARIAMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghimpun dana dari masyarakat (tabungan, giro, deposito) dan menyalurkan

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kehidupan sehari-hari kata kredit bukan merupakan perkataan yang

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

BAB II LANDASAN TEORI

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembiayaan atau pembayaran baik dalam menghimpun dana maupun lembaga. yang melancarkan arus uang dari masyarakat.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT PERBANKAN. yang relatif kecil sampai jumlah yang cukup besar, sehingga ada berbagai

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Fungsi Bank Umum dalam Pemberian Kredit. bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum (rechtstaat) dimana

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang.

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dibuat secara sah yaitu berdasarkan syarat sahnya perjanjian, berlaku sebagai undang-undang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN HUKUM HUBUNGAN BANK DENGAN NASABAH. Kemudian pihak bank menggunakan dana yang disetorkan tersebut untuk

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dengan secara tepat dan cepat menyalurkan dana tersebut pada

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT A. Pengertian Perjanjian Kredit dan Unsur-Unsur Kredit Perjanjian adalah suatu hal yang sangat penting karena menyangkut kepentingan para pihak yang membuatnya, oleh sebab itu hendaknya setiap perjanjian dibuat secara tertulis agar diperoleh suatu kekuatan hukum sehingga tujuan kepastian hukum dapat terwujud. Menurut Pasal 1313 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana dua orang atau dua pihak saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal atau suatu persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu. Di dalam Pasal 1 angka 11 Undang - Undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang - Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan mendefinisikan kredit sebagai berikut : Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Setiap kredit yang disetujui dan disepakati antara pihak kreditur dan debitur maka wajib dituangkan dalam perjanjian kredit ( akad kredit ) secara tertulis. Berkenaan dengan praktek perbankan bentuk dan format perjanjan kredit

diserahkan sepenuhnya pada bank yang bersangkutan. Namun ada hal-hal yang tetap harus dipedomani, yaitu bahwa perjanjian tersebut rumusannya tidak boleh kabur atau tidak jelas, selain itu juga perjanjian tersebut sekurang-kurangnya harus memperhatikan keabsahan dan persyaratan secara hukum, sekaligus juga harus memuat secara jelas mengenai jumlah besarnya kredit, jangka waktu, tata cara pembayaran kembali kredit serta persyaratan lainnya yang lazim dalam perjanjian kredit. 9 Pembuatan perjanjan kredit terdapat beberapa judul dalam praktek perbankan tidak sama satu sama lain, ada yang menggunakan judul perjanjian kredit, akad kredit, persetujuan pinjam uang, persetujuan membuka kredit, dan lain sebagainya. Meskipun judul dari perjanjian tersebut berbeda-beda tetapi secara yuridis isi perjanjian pada hakekatnya sama yaitu memberikan pinjaman berbentuk uang. 10 Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok ( prinsipil ) yang bersifat riil. Sebagaimana perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah assessor-nya. Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah bahwa terjanjinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah debitur. 11 Perjanjian kredit merupakan perjanjian yang sangat penting dalam rangka penyaluran kredit dari bank sebagai kreditur kepada para debiturnya. Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok yang keberadaannya tidak tergantung pada 9 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 385. 10 Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Bank, Alfabeta, Bandung, 2003, hal. 97. 11 Hermansyah.,Op.cit, hal. 71.

perjanjian perjanjian lainnya, jadi perjanjian kredit merupakan perjanjian utama apalagi jika dikaitkan dengan keberadaan perjanjian pemberian jaminan. Perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan (pactum de contrahendo). Perjanjian kredit mendahului perjanjian hutang-piutang (perjanjian pinjam-mengganti) sedangkan perjanjian hutang-piutang merupakan pelaksanaan dari perjanjian pendahuluan atau perjanjian kredit. 12 Perjanjian kredit bersifat konsensuil sedangkan perjanjian hutang piutang bersifat riil yang berarti bahwa perjanjian baru ada setelah uang yang dipinjamkan dalam perjanjian kredit secara nyata pada debitur. Dasar Hukum Perjanjian Kredit. Adapun ruang lingkup yang menjadi dasar hukum perjanjian kredit adalah sebagai berikut: a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku Ketiga Bab XIII, mengenai perjanjian pinjam meminjam uang b. Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yaitu: 1. Pasal 1 ayat 12 tentang perjanjian kredit 2. Perjanjian anjak piutang yaitu perjanjian pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan-tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam dan atau luar negeri 3. Perjanjian kartu kredit, yaitu perjanjian dagang dengan mempergunakan kartu kredit yang kemudian diperhitungkan untuk melakukan pembayaran melalui penerbit kartu kredit 4. Perjanjian sewa guna usaha yaitu perjanjian sewa menyewa barang yang berakhir dengan opsi untuk meneruskan perjanjian itu atau melakukan jual beli c. Perjanjian sewa beli, yaitu perjanjian yang pembayarannya dilakukan secara angsuran dan hak milik atas barang itu beralih kepada pembeli setelah angsurannya lunas dibayar (Keputusan Menteri Perdagangan No. 34/KP/II/80) d. Perjanjian meminjam dalam undang-undang melepas uang 12 H. Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi, Yogyakarta, 2000, hal. 30.

e. Perjanjian pinjam uang dalam undang-undang riba 13 Secara yuridis ada 2 (dua) jenis perjanjian atau pengikatan kredit yang digunakan bank dalam memberikan kreditnya, yaitu: a. Perjanjian pengikatan kredit dibawah tangan atau akta dibawah tangan. Akta perjanjian kredit dibawah tangan adalah perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang dibuat hanya di antara mereka (kreditur dan debitur) tanpa notaris. Lazimnya dalam penandatanganan akta perjanjian kredit, saksi turut serta membubuhkan tanda tangannya karena menurut Pasal 284 Rbg/ 164 HIR, saksi merupakan salah satu alat pembuktian dalam perkara perdata. 14 b. Perjanjian/pengikatan kredit yang dibuat oleh dan di hadapan notaris (notariil) atau akta otentik. Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-undang No 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyatakan, notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tersebut. Akta notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk dan tat acara yang ditetapkan dalam undang-undang ini. 15 Dilihat dari bentuknya, umumnya perjanjian kredit perbankan menggunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract ) yang telah disediakan oleh pihak bank sebagai kreditur sedangkan debitur hanya mempelajari dan memahaminya dengan baik. Perjanjian yang demikian itu biasa disebut dengan perjanjian baku (standard contract), dimana dalam perjanjian tersebut pihak debitur hanya dalam posisi menerima atau menolak tanpa ada kemungkinan untuk melakukan negosiasi atau tawar-menawar. Apabila debitur menerima semua ketentuan dan persyaratan yang ditentukan oleh bank, maka ia berkewajiban untuk 13 Ibid 14 Ibid, hal. 31 15 Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan Di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2006, hal. 61

menandatangani perjanjian kredit tersebut, tetapi jika debitur menolak ia tidak perlu menandatangani perjanjian kredit tersebut. Perjanjian kredit ini perlu memperoleh perhatian khusus baik oleh bank sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian berfungsi penting dalam pemberian, pengolalaan, dan penatalaksanaan kredit tersebut. Berkaitan dengan itu, perjanjian kredit mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut : a. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok. b. Perjanjian kredt berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban diantara kreditur dan debitur. c. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit. 16 Pada Pasal 1381 KUHPerdata mengatur cara hapusnya perikatan dapat diberlakukan pula pada perjanjian kredit bank. Namun pada prakteknya hapusnya atau berakhirnya perjanjian kredit lebih banyak disebabkan: 1. Karena pembayaran (lunas) Pembayaran dalam hal ini adalah terpenuhinya prestasi atau lunasnya utang dalam hal mengembalikan kredit kepada pihak bank. 2. Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan Hal ini dilakukan apabila seorang kreditur tidak mau menerima pembayaran dari debitur sehingga debitur melakukan penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penitipan. 3. Novasi atau pembaharuan utang Yaitu dibuatnya perjanjian utang yang baru untuk menggantikan perjanjian yang lama. Dengan begitu perjanjian yang lama berkahir. 17 16 Hermansyah, Op.Cit., hal. 72.

Dalam pasal 1413 KUHPerdata menyebutkan ada tiga macam jalan untuk melaksanakan pembaharuan utang: 1) Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang mengutangkan kepadanya, yang menggantikan utang yang lama, yang dihapuskan karenanya; 2) Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya; 3) Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang berpiutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berpiutang berpiutang lama, terhadap siapa si berpiutang dibebaskan dari perikatannya. 4. Perjumpaan Utang atau Kompensasi Padal pasal 1425 dan 1246 KUHPerdata mengatur tentang penjumpaan utang, dimana jika dua orang saling berhutang maka terjadilah suatu perjumpaan utang, dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan untuk suatu jumlah yang sama. 5. Percampuran Utang Pencampuran utang ini terjadi jika debitur dan kreditur berkedudukan pada satu orang, maka demi hukum dan secara otomatis suatu pencampuran utang telah terjadi dan perjanjian ini menjadi hapus atau berakhir. 6. Pembebasan Utang Pembebasan utang ini pihak kreditur harus secara tegas mengatakan secara lisan maupun tertulis bahwa kreditur tidak lagi menuntut pembayaran terhadap debitur. 17 Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 279

7. Musnahnya Barang yang Terutang Musnahnya barang yang terutang ialah apabila hilangnya, musnahnya atau tidak dapat diperdagangkan lagi barang tersebut, maka hapuslah perikatannya, dengan syarat barang tersebut musnah atau hilang bukan karena salahnya si berutang atau lalainya si berutang. 8. Pembatalan Dengan terjadinya pembatalan, makanya dengan sendirinya berakhir dan hapus perjanjian tersebut. 9. Berlakunya Suatu Syarat Batal Yaitu tidak terpenuhinya syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, maka dari itu perjanjian tersebut berakhir. 10. Lewat Waktu (Daluarsa) Pada pasal 1946 KUHPerdata menyatakan bahwa daluarsa adalah suatu alat untuk memperoleh atau dibebaskannya dari suatu perikatan dengan lewatnya batas waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undangundang. Unsur kredit yang yang paling penting adalah kepercayaan dari bank atau kreditur terhadap nasabah peminjam atau debitur. Kepercayaan tersebut timbul karena dipenuhinya segala ketentuan dan persyaratan untuk memperoleh kredit bank oleh debitur, yaitu jelasnya tujuan peruntukan kredit, adanya benda jaminan atau agunan, dan lain-lain. Unsur-unsur yang terdapat dalam kredit adalah : 1. Kepercayaan

Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit yang diberikan ( berupa uang, barang atau jasa ) akan benar-benar diterima kembali di masa tertentu di masa datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya sudah dilakukan penelitian dan penyelidikan tentang nasabah baik secara intern maupun ekstern. Penelitan dan penyelidikan tentang kondisi masa lalu dan sekarang terhadap nasabah pemohon kredit. 2. Kesepakatan Disamping unsur percaya di dalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian di mana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing. 3. Jangka waktu Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka menengah dan jangka panjang. 4. Risiko Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu risiko tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu kredit semakin besar risikonya demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungan bank, baik risiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai, maupun oleh risiko yang tidak disengaja. Misalnya terjadi bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan lainnya. 5. Balas jasa Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut yang kita kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan bagi bank. Sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya ditentukan dengan bagi hasil. 18 Dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Perkreditan, Thomas mengemukakan bahwa unsur-unsur kredit terdiri atas : a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang dan jasa, akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. b. Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai agio dari uang, yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang. c. Tingkat Risiko (Degree of Risk), yaitu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara 18 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hal. 86.

pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima di kemudian hari. Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya, karena sejauh-jauhnya kemampuan manusia untuk menerobos masa depan itu, masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya unsur risiko. Dengan adanya unsur risiko inilah maka timbul jaminan dalam pemberian kredit. d. Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang atau jasa. Namun, karena kehidupan ekonomi modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang kita jumpai dalam praktik perkreditan. 19 Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998, Pasal 1 butir 11, unsur-unsur kredit di dalam perbankan terdiri dari beberapa unsur yaitu : a. Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang. Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang tersebut dilakukan oleh bank. Bank adalah pihak penyedia dana dengan menyetujui pemberian sejumlah dana yang kemudian disebut sebagai jumlah kredit atau plafon kredit. Sedangkan tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang dalam praktik perbankan misalnya pemberian ( penerbitan ) garansi bank dan penyediaan fasilitas dana untuk pembukaan letter of credit. b. Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain. Persetujuan atau kesepakatan merupakan dasar dari penyediaan uang atau tagihan. Persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam dibuat oleh bank dengan pihak debitur yang diwujudkan dalam bentuk perjanjian kredit. Perjanjian kredit sebagai salah satu jenis perjanjian, tunduk kepada ketentuan hukum perikatan. Perjanjian uang antara bank dengan debitur lazim disebut perjanjian kredit, surat perjanjian kredit, akad kredit atau sebutan lain yang hampir sejenis. c. Adanya kewajiban melunasi utang Pinjam meminjam uang adalah suatu utang bagi peminjam, peminjam wajib melunasinya sesuai dengan yang diperjanjikan. Pemberian kredit oleh bank kepada debitur adalah suatu pinjaman uang dan debitur wajib melakukan pembayaran pelunasan kredit sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah disepakatinya. d. Adanya jangka waktu tertentu Pemberian kredit terkait dengan suatu jangka waktu tertentu, jangka waktu tersebut ditetapkan pada perjanjian kredit yang dibuat bank dengan 19 Hermansyah, Op.cit, hal. 58

debitur. Jangka waktu yang ditetapkan merupakan batas waktu kewajiban bank untuk menyediakan dana pinjaman dan menunjukkan kesempatan dilunasinya kredit. Berdasarkan jangka waktu tertentu, maka jangka waktu dalam perbankan dibedakan atas kredit jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. e. Adanya pemberian bunga kredit Terhadap suatu kredit sebagai salah satu bentuk pinjaman uang ditetapkannya adanya pemberian bunga. Bank menetapkan suku bunga atas pinjaman uang yang diberikan. Suku bunga merupakan harga atas uang yang dipinjamkan dan disetujui bank kepada debitur. 20 Kelima unsur yang terdapat dalam pengertian kredit diatas harus dipenuhi bagi suatu pinjaman uang untuk dapat disebut sebagai kredit didalam perbankan. Unsur-unsur tersebut di atas dapat selalu berkembang dan menjadi lebih luas terutama dalam perkembangan pelaksanaan perkreditan, maka unsur-unsurnya dapat berkembang diantaranya penatalaksanaan manajemen kredit, agunan dan cara penyelesaian sengketa. 21 B. Jenis Jenis Kredit Menurut Hasibuan, jenis-jenis kredit dapat dibedakan berdasarkan sudut pandang pendekatan yang kita lakukan, yaitu : 1. Berdasarkan tujuannya, maksudnya kredit ini dibedakan berdasarkan dari tujuan pemakaian suatu kredit, apakah bertujuan untuk diusahakan kembali atau dipakai untuk diusahakan kembali atau dipakai untuk keperluan pribadi. Jenis kredit berdasarkan tujuannya adalah : a. Kredit konsumtif, yaitu kredit yang dipergunakan untuk kebutuhan sendiri bersama keluarganya, seperti kredit rumah atau mobil yang akan digunakan sendiri bersama keluarganya. b. Kredit produktif, yaitu kredit yang digunakan untuk penigkatan usaha atau produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa. c. Kredit perdagangan, yaitu kredit yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan tersebut. 20 M. Bahsan, Op.cit, hal. 76-78 21 Ibid, hal 78

2. Berdasarkan kegunaannya, maksudnya adalah untuk melihat penggunaan uang tersebut apakah untuk digunakan dalam kegiatan atau hanya kegiatan tambahan, Kredit ini dibedakan dua jenis, yaitu : a. Kredit investasi, biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek.pabrik baru atau untuk keperluan rehabilitasi. Contoh kredit investasi misalnya untuk membangun pabrik atau membeli mesin-mesin. Pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama. b. Kredit modal kerja, digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Sebagai contoh kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan. c. Kredit modal kerja, yaitu kredit yang akan dipergunakan untuk menambah modal usaha debitur. Contoh kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya lainnya berkaitan denga proses produksi perusahaan. d. Kredit investasi, yaitu kredit yang dipergunakan untuk investasi produktif, tetapi baru akan menghasilkan dalam jangka waktu relatif lama. Contoh: kredit untuk perkebunan, kelapa sawit, dan lain-lain. 3. Berdasarkan jangka waktu, maksudnya adalah lamanya masa pemberian kredit mulai dari pertama sekali diberikan sampai dengan masa pelunasannya, jenis kredit ini adalah : a. Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang jangka waktunya paling lama satu tahun saja. b. Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang jangka waktunya antara satu sampai tiga tahun. c. Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang jangka waktunya lebih dari tiga tahun. 4. Berdasarkan sektor usaha, maksudnya adalah setiap sektor usaha memiliki karakteristik yang berbeda-beda, oleh karena itu pemberian fasilitas kredit berbeda pula. Jenis kredit berdasarkan sektor perekonomian adalah : a. Kredit pertanian, yaitu kredit yang diberikan kepada perkebunan, peternakan dan perikanan. b. Kredit peternakan, yaitu kredit yang diberikan untuk jangka waktu yang relatif pendek. c. Kredit perindustrian, yaitu kredit yang disalurkan kepada beraneka macam industri kecil, menengah, dan besar. d. Kredit pertambangan, yaitu kredit yang disalurkan kepada beraneka macam pertambangan. e. Kredit ekspor-impor, yaitu kredit yang diberikan kepada eksportir dan atau importir beraneka barang. f. Kredit pendidikan, yaitu kredit yang diberikan untuk membangun sarana dam prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk mahasiwa atau pelajar. g. Kredit perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan atau pembelian perumahan. h. Kredit koperasi, yaitu kredit yang diberikan kepada jenis-jenis koperasi.

i. Kredit profesi, yaitu kredit yang diberikan kepada beraneka macam profesi. Seperti guru dan dokter. 5. Berdasarkan jaminannya, maksudnya adalah setiap pemberian suatu fasilitas kredit harus dilindungi dengan suatu barang atau surat-surat berharga minimal senilai kredit yang diberikan. Jenis kredit berdasarkan segi jaminannya adalah: a. Kredit dengan jaminan, yaitu kredit yang diberikan dengan suatu jaminan tertentu jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau barang tidak berwujud. b. Kredit tanpa jaminan, yaitu kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter serta loyalitas calon debitur selama berhubungan dengan bank yang bersangkutan. 22 C. Syarat Sahnya Perjanjian Kredit Perjanjian dapat dikatakan sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila telah memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian yang telah ditentukan oleh undang-undang. Perlu diperhatikan bahwa perjanjian yang memenuhi syarat yang ada dalam undang-undang diakui oleh hukum, sebaliknya perjanjian yang tidak memenuhi syarat tidak diakui oleh hukum walaupun diakui oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Karena itu selagi pihak-pihak mengakui dan mematuhi perjanjian yang mereka buat walaupun tidak memenuhi syarat perjanjian itu berlaku diantara mereka. Apabila suatu ketika ada pihak yang tidak mengakuinya lagi, maka hakim akan membatalkan atau perjanjian itu batal. Berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian maka para pihak harus memenuhi syarat-syarat tersebut dibawah ini : 1. Kesepakatan atau persetujuan para pihak 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian 22 Malayu Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2008, hal. 88-89

3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal. Berikut uraian lebih lanjut mengenai syarat sahnya perjanjian : 1. Kesepakatan atau persetujuan para pihak, Kesepakatan yaitu penyesuaian kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lain. Kesepakatan atau persetujuan para pihak mengandung makna bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau ada penyesuaian kehendak atau persetujuan masing-masing pihak, yang dilahirkan oleh para pihak dan tanpa adanya unsure paksaan, kekeliruan, maupun penipuan. Persetujuan yang mana dapat dinyatakan secara tegas maupun diam-diam. 23 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Menurut ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata yang dikatakan tidak cakap membuat perjanjian adalah : a. Orang yang belum dewasa; b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan; c. Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang - Undang telah dilarang membuat suatu perjanjian. Pada umumnya orang yang cakap melakukan perbuatan hukum apabila dapat dikatan sudah dewasa, artinya umur 21 tahun atau sudah kawin walaupun belum 21 tahun. Ketentuan mengenai seorang perempuan bersuami tidak boleh melakukan perbuatan hukum tertentu tanpa ijin dari suaminya, hal demikian diatur dalam Pasal 108 dan 110 23 Firman Floranta Adonara, Aspek-Aspek Hukum Perikatan, Cv Mandar Maju, Bandung, 2014, hal. 76.

KUHPerdata, namun kedua Pasal tersebut menurut Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 yang diperkuat dengan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, sudah tidak berlaku lagi. 3. Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu disini berbicara tentang objek perjanjian. Objek perjanjian yang dapat dikategorikan dalam Pasal 1333 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1334 KUHPerdata. Berdaskan Pasal 1333 ayat (1) KUH Perdata, berbunyi bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya, dan dalam Pasal 1333 ayat (2) berbunyi bahwa tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak ditentukan asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung. Selanjutnya di dalam Pasal 1334 KUH Perdata berbunyi bahwa barang-barang yang baru akan ada dikemudian hari yaitu yang pertama obyek yang akan ada (kecuali warisan), asalkan dapat ditentukan jenis dan dapat dihitung. Yang kedua adalah obyek yang dapat diperdagangkan (barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum tidak dapat menjadi objek perjanjian). 4. Suatu sebab yang halal Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, suatu sebab yang halal bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau mendorong membuat perjanjian melainkan sebab dalam arti isi pejanjian itu sendiri yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh para pihak, apakah

bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan atau tidak. Akibat hukum perjanjian yang berisi causa yang tidak halal adalah batal, seperti yang tercantum dalam Pasal 1335 KUH Perdata yang berbunyi suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum. Sehingga tidak mempunyai dasar untuk menuntut pemenuhan perjanjian dimuka hakim. Syarat-syarat sahnya perjanjian itu menyangkut dua hal yaitu mengenai subyeknya (yang membuat perjanjian) dan kedua mengenai obyeknya yaitu apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak. Apabila tidak dipenuhinya syarat subyektifnya maka dapat dimintakan pembatalan perjanjian kepada hakim, sedangkan jika syarat obyektifnya tidak dipenuhi maka dapat batal demi hukum (tanpa dimintakan pembatalan kepada hakim). Dua syarat yang pertama mewakili syarat subjektif, yang berhubungan dengan subjek dalam perjanjian, dan dua syarat yang terakhir berhubungan dengan syarat objektif yang berkaitan dengan objek perjanjian yang disepakati oleh para pihak dan akan dilaksanakan sebagai prestasi atau utang dari para pihak. 24 Objek tersebut akan terwujud dalam prestasi yang mengakibatkan perjanjian harus dipenuhi atau utang harus dibayar salah satu pihak kepada pihak lainnya. Berbeda dengan syarat pertama dan syarat kedua, syarat ketiga dan syarat keempat merupakan syarat objektif memiliki akibat hukum dimana perjanjian tersebut tidak memiliki kekuatan hukum. Tidak memiliki kekuatan hukum itu 24 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang lahir dari Undang-Undang RajaGrafindo Perkasa, Jakarta, 2005, hal. 53

sejak semula dan tidak mengikat para pihak yang membuat perjanjian atau biasa disebut dengan batal demi hukum (null and void). Akibat batal demi hukumnya perjanjian, maka salah satu pihak tidak dapat mengajukan tuntutan melalui pengadilan untuk meminta pemenuhan prestasi dari pihak lain. Hal tersebut disebabkan perjanjian itu tidak melahirkan hak dan kewajiban yang mempunyai akibat hukum. Dengan demikian, untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi keempat syarat tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan dan apabila syarat objektif tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut akan batal demi hukum. Menurut Munir Fuady syarat sahnya perjanjian kredit adalah : a. Adanya kesepakatan antara debitur dengan kreditur yang disebut dengan perjanjian kredit. b. Adanya para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur. c. Adanya kesanggupan atau janji untuk membayar hutang. d. Adanya pinjaman berupa pemberian sejumlah uang. e. Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit dengan pembayaran kredit. 25 D. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Hubungan hukum antara bank dan nasabah diatur dalam perjanjian, berarti para pihak dalam hal ini bank sebagai suatu badan usaha dan nasabah baik perorangan maupun badan usaha mempunyai hak dan kewajiban. Pemenuhan hak dan kewajiban para pihak dalam hukum perjanjian dijamin oleh undang-undang. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang seharusnya diterima atau 25 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, PT Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2002, hal.111.

dilaksanakan atas suatu objek yang diperjanjikan. Objek perjanjian dalam hukum perikatan merupakan sesuatu yang menjadi tujuan para pihak. meliputi: Adapun hak kewajiban debitur dan kreditur dalam perjanjian kredit Bank mempunyai kewajiban untuk : 1. Menjamin kerahasiaan identitas nasabah beserta dengan dana yang disimpan pada bank kecuali kalau peraturan perundang- undangan menentukan lain. 2. Menyerahkan dana kepada nasabah sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. 3. Membayar bunga simpanan sesuai dengan perjanjian. 4. Mengganti kedudukan debitur dalam hal nasabah tidak mampu melaksanakan kewajibannya kepada pihak ketiga. 5. Melakukan pembayaran kepada eksportir dalam hal digunakan fasilitas Letter of Credit, sepanjang persyaratan untuk itu telah dipenuhi. 6. Memberikan laporan kepada nasabah terhadap perkembangan simpanan dananya di bank. 26 Bank berhak untuk : 1. Mendapatkan provisi terhadap layanan jasa yang diberikan kepada nasabah. 2. Menolak pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan yang telah disepakati bersama. 3. Melelang agunan dalam hal nasabah tidak mampu melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan akad kedit yang telah ditandatangani kedua belah pihak. 4. Pemutusan rekening nasabah. 5. Mendapatkan buku cek, bilyet, giro, buku tabungan, kartu kredit dalam hal terjadi penutupan rekening. 27 Debitur berhak untuk : 1. Mendapatkan layanan jasa yang diberikan oleh bank. Contohnya fasilitas kartu ATM. 2. Mendapatkan laporan atas transaksi yang dilakukan melalui bank. 3. Menuntut bank dalam hal terjadi pembocoran rahasia nasabah. 4. Mendapatkan agunan kembali bila pinjaman kredit telah lunas. 5. Mendapat sisa uang pelelangan dalam hal agunan dijual untuk melunasi kredit yang tidak terbayar. 28 26 Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, Mandar Maju, Bandung, 2000, hal. 63 27 Ibid, hal. 64 28 Ibid

Debitur mempuyai kewajiban untuk : 1. Mengisi dan menandatangani formulir yang telah disediakan oleh bank sesuai dengan layanan jasa yang diinginkan calon nasabah. 2. Melengkapi persyaratan yang ditentukan oleh bank. 3. Menyetor dana awal yang ditentukan oleh bank. 4. Membayar provisi yang ditentukan oleh bank. 5. Menyerahkan buku cek/giro bilyet tabungan. 29 Di dalam Undang- Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 6 juga menyebutkan hak-hak dari bank sebagai pelaku usaha, yaitu: a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. b. memberikan kredit c. menerbitkan surat pengakuan hutang d. membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya e. memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah f. menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya g. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan antar pihak ketiga h. melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek i. menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia j. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juga disebutkan, antara lain : a. melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia b. melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan 29 Ibid

efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia d. bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku. Terdapat pula hak spesifik bank, khususnya nasabah penabung dalam konteks perlindungan nasabah, yakni : a. Kepada nasabah yang ingin melakukan pembukaan rekening, yaitu bank berhak mengetahui identitas dan latar belakang nasabah tersebut sesuai dengan prinsip Know Your Customer (KYC). b. Dalam kredit, bank tersebut mendapat kembali uang yang dipinjamkan kepada nasabah dan hasil keuntungan yang diperoleh oleh debitur. 30 Sedangkan menurut Samsudin, kewajiban dari bank terhadap nasabah terdiri dari beberapa aspek, yaitu : a. Kewajiban bank untuk tetap menjaga rahasia keuangan nasabah penyimpan dana. Salah satu kewajiban yang timbul dari hubungan antara bank dan nasabah adalah kewajiban bank untuk merahasiakan segala transaksi yang terjadi antara bank dan nasabah penyimpan dana. Bentuk hubungan transaksi ini wajib dirahasiakan oleh bank kepada pihak manapun, kecuali dalam halhal tertentu, yaitu : 1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan 2) Dalam rangka kepentingan perpajakan 3) Dalam rangka kepentingan peradilan dalam perkara pidana 4) Dalam rangka kepentingan perkara perdata antara bank dan nasabah 5) Dalam rangka tukar-menukar informasi antar bank b. Kewajiban untuk mengamankan dana nasabah. Dalam kaitannya dengan tanggung jawab mengamankan uang nasabah, sebenarnya Indonesia telah memiliki PP No. 34 Tahun 1973 tentang Jaminan Simpanan Uang pada Bank. Dalam salah satu diktumnya disebutkan bahwa untuk mencapai tujuan meningkatkan penyimpanan 30 Lukman Santoso Az, Hak dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2011, hal. 98-99

dana dari masyarakat perlu mengadakan suatu jaminan simpanan uang pada bank (Asuransi Deposito). Hanya saja PP No. 34 Tahun 1973 ini tidak berjalan sampai saat ini. c. Kewajiban bank untuk menerima sejumlah uang dari nasabah. Sesuai dengan fungsi utama perbankan sebagai penghimpun dana masyarakat, maka bank berkewajiban untuk menerima uang dari sejumlah nasabah atas produk perbankan yang dipilih, seperti tabungan dan deposito yang selanjutnya bank akan menyalurkan ke dalam produk perbankan yang lain, misalnya pemberian kredit. d. Kewajiban untuk melaporkan kegiatan perbankan secara transparan kepada masyarakat. Kewajiban yang dimaksud adalah bahwa bank wajib melakukan kegiatan yang dilakukan selama kurun waktu tertentu dalam bentuk neraca rugi/laba dan laporan keuangan yang wajib dimuat dalam media massa setiap 3 bulan. e. Kewajiban bank untuk mengetahui secara mendalam nasabahnya. Adapun yang dimaksud dengan kewajiban ini adalah bank wajib meminta keterangan bukti dari diri nasabah yang bertujuan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari apabila seseorang akan mengambil atau menarik uangnya dari bank yang bersangkutan. 31 Hak dan kewajiban para pihak yang telah tertulis dalam perjanjian yang disepakati oleh kedua belah pihak tersebut harus dipenuhi, hak dan kewajiban setiap para pihak merupakan klausula-klausula yang diterapkan dalam perjanjian yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak, dan itu akan menjadi dasar hukum bagi mereka yang menyepakatinya. 31 Ibid, hal. 100