BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian Diri Penyesuaian diri merupakan suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku individu. Individu akan berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan frustrasi yang di alaminya. Hal tersebut dapat mewujudkan tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang di harapkan oleh lingkungan individu tinggal (Schneiders dalam Pritaningrum, 2013). Hurlock (2008) menjelaskan bahwa penyesuaian diri secara lebih umum, yaitu apabila seseorang mampu menyesuaikan diri terhadap orang lain secara umum ataupun terhadap kelompoknya, dan individu memperlihatkan sikap serta tingkah laku yang menyenangkan berarti individu diterima oleh kelompok atau lingkungannya. Dengan kata lain, orang itu mampu menyesuaikan sendiri dengan baik terhadap lingkungannya. Menurut Ali dan Asrori (2005) penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada sebelumnya. 10
11 Semiun (2006) menyatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu istilah yang sangat sulit didefinisikan karena penyesuaian diri mengandung banyak arti. Kriteria untuk menilai penyesuaian diri tidak dapat dirumuskan secara jelas karena penyesuaian diri atau ketidak mampuan menyesuaikan diri (maladjustment) memiliki batas yang sama sehingga akan mengaburkan perbedaan di antara keduanya. Lebih lanjut, penyesuaian diri tidak bisa dikatakan baik atau buruk, sehingga Semiun mendefinisikan penyesuaian diri dengan sangat sederhana, yaitu suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku yang menyebabkan individu berusaha menanggulangi kebutuhan-kebutuhan, tegangan-tegangan, frustrasi-frustrasi, dan konflik-konflik batin serta menyelaraskan tuntutan-tuntutan batin dengan tuntutan-tuntutan yang dikenakan kepada individu oleh dunia dimana individu hidup. Penyesuaian diri juga merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri idividu dengan lingkungannya (Sunarto, 2008). Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon mental tingkah laku dan individu mampu untuk mengatasi konflik konflik yang dialami, sehingga akan terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam dirinya dan dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan. 2. Aspek-aspek Penyesuaian Diri Menurut Schneiders (dalam Evi, 2003) aspek penyesuaian diri terbagi menjadi tiga, yaitu :
12 a. Kemampuan individu untuk menerima keadaan dirinya Kemampuan individu untuk menerima keadaan dirinya ialah kemantapan suasana kehidupan emosional, kemantapan suasana kehidupan kebersamaan dengan orang lain, kemampuan untuk santai, gembira dan mampu menerima kenyataan diri sendiri. b. Keharmonisan dengan lingkungan Keharmonisan dengan lingkungan ialah kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, keterlibatan dalam partisipasi sosial, kesediaan kerjasama, kemampuan kepemimpinan, dan sikap toleransi. c. Kemampuan mengatasi ketegangan, konflik dan frustrasi Kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan diri tanpa terganggu oleh emosi, kemudian kemampuan memahami orang lain dan keragaman, kemampuan mengambil keputusan dan dapat mengatasi suatu permasalahan dengan tenang. Aspek-aspek penyesuaian diri berikutnya dikemukakan oleh Hurlock (2008), yaitu : a. Mampu menilai diri secara realistik Mampu menilai diri secara realistik ialah individu dengan kepribadian sehat dapat menilai diri sesuai dengan kenyataan, baik kelebihan maupun kelemahan yang menyangkut fisik (postur tubuh, wajah, kesehatan dan kemampuan). b. Mampu menilai situasi secara realistik
13 Individu dapat menghadapi situasi atau kondisi kehidupan yang dihadapi secara realistik dan bersedia menerimanya secara wajar, tidak mengharapkan kondisi kehidupan tersebut sebagai suatu yang harus sempurna. c. Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik Individu dapat menilai prestasinya secara realistik dan menanggapi secara rasional, tidak menjadi sombong dan angkuh apabila memperoleh prestasi yang tinggi, atau kesuksesan dalam hidup. Pada saat mengalami kegagalan tidak menanggapi dengan frustrasi, namun dengan sikap yang tetap optimis. d. Menerima tanggung jawab Individu yang sehat adalah individu yang bertanggung jawab, mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya untuk mengatasi masalah - masalah kehidupan yang dihadapi. e. Kemandirian Individu memiliki sikap mandiri dalam cara berpikir dan bertindak, memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan diri secara konstruktif dengan norma yang berlaku di lingkungan. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atat dapat dikesimpulan bahwa aspek-aspek penyesuaian diri menurut Schneiders (dalam Evi, 2003), yaitu kemampuan individu untuk menerima keadaan dirinya, keharmonisan dengan lingkungan, kemampuan mengatasi ketegangan, selain itu terdapat aspek-aspek penyesuaian diri lainnya menurut Hurlock (2008) yaitu mampu menilai diri secara
14 realistik, mampu menilai situasi secara realistik, mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik, menerima tanggung jawab, dan kemandirian. Dari beberapa pendapat di atas, maka peneliti memilih untuk menggunakan aspek-aspek penyesuaian diri Schneider (dalam Evi, 2003) sebagai acuan untuk penyusunan skala. Aspek tersebut dipilih karena dapat mengungkap penyesuaian diri yang dimiliki subjek dan dilihat juga dari kondisi tempat yang akan di jadikan penelitian. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Menurut Schneiders (dalam Noviana, 2010) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah sebagai berikut ; a. Faktor fisiologis Seringkali kondisi fisik berpengaruh terhadap proses penyesuaian diri. Aspek aspek berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri adalah (1) hereditas dan konstitusi fisik (2) sistim utama tubuh dan, (3) kesehatan fisik b. Faktor psikologis Banyak faktor psikologis yang mempengaruhi kemampuan penyesuaian diri sendiri seperti pengalaman, hasil belajar, kebutuhan-kebutuhan, aktualisasi diri, frustasi, depresi dan juga konsep diri. 1) Pengalaman Pengalaman yang mempunyai arti dalam penyesuaian diri yang menyenangkan atau pengalaman yang traumatik (menyusahkan). Pengalaman yang menyenangkan seperti mendapat hadiah dari suatu kegiatan, cendrung
15 akan menimbulkan proses penyesuaian diri yang baik. Sebaliknya pengalaman yang traumatis (menyusahkan) akan menimbulkan penyesuaian diri yang keliru. 2) Belajar Belajar merupakan suatu faktor yang fundamental dalam proses penyesuaian diri. Hal ini karena melalui belajar, pola-pola respon yang membentuk kepribadian yang berkembang. Sebagian besar respon dan ciri ciri kepribadian lebih banyak di peroleh dari proses belajar daripada di peroleh secara di wariskan; 3) Determinasi diri Determinasi diri mempunyai fungsi penting dalam proses penyesuaian diri, karena berperan dalam pengendalian arah dan pola penyesuaian diri. Keberhasilan atau kegagalan penyesuaian diri banyak ditentukan oleh kemapuan individu dalam mengarahkan dan mengendalikan dirinya, meskipun sebetulnya situasi dan kondisi tidak memungkinkan bagi penyesuaian diri. 4) Faktor konflik Pengaruh konflik terhadap perilaku bergantung pada sifat konflik itu sendiri. Sebenarnya beberapa konflik dapat memotivasi seseorang untuk meningkatkan kegiatan dan penyesuaian dirinya. Ada orang mengatasi konfliknya dengan cara meningkatkan usaha ke arah pencapaian tujuan yang menguntungkan bersama secara sosial, akan tetapi adapula orang yang memecahkan konflik dengan melarikan diri sehingga menimbulkan gejalagejala neurotis.
16 5) Konsep diri Konsep diri sebagai sistem yang dinamis dan kompleks diri keyakinan yang dimiliki seseorang tentang dirinya, termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilainilai dan tingkah laku yang unik dari individu tersebut. Berdasarkan faktor penyesuaian diri diatas, maka peneliti menyimpulkan bahwa faktor -faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri menurut Schneiders (dalam Noviana, 2010) yaitu ; a) faktor fisiologis dan b) faktor psikologis yang meliputi ; faktor pengalaman, faktor belajar, determinasi diri, faktor konflik, konsep diri Dari berbagai faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri di atas, maka peneliti memilih konsep diri sebagai variabel bebas dalam melakukan penelitian ini. Menurut Astutik, Astuti, dan Yusuf (2010) bahwa konsep diri dapat mempengaruhi penyesuaian diri seseorang. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitiannya yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan postitif yang signifikan antara konsep diri dengan penyesuaian diri yang dimiliki seseorang. Oleh karena itu, konsep diri akan menjadi variabel bebas dalam penelitian ini. B. Konsep Diri 1. Pengertian Konsep Diri Berzonsky (dalam Rahmaningsih, 2014) menyatakan bahwa konsep diri yang merupakan gabungan dari aspek-aspek fisik, psikis, sosial, dan moral tersebut adalah gambaran mengenai diri seseorang, baik persepsi terhadap diri nyatanya maupun penilaian berdasarkan harapannya. Brooks (dalam Rakhmat,
17 2002) menjelaskan bahwa konsep diri sebagai pandangan atau persepsi individu terhadap dirinya, baik bersifat fisik, sosial, maupun psikologis, pandangan individu diperoleh dari pengalaman berinteraksi dengan orang lain yang mempunyai arti penting dalam hidupnya. Konsep diri ini bukan merupakan faktor bawaan tetapi faktor yang dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman individu berhubungan dengan orang lain. Sebagaimana dikatakan oleh Grinder (1976) bahwa persepsi orang mengenai dirinya dibentuk selama hidupnya melalui hadiah dan hukuman dari orang-orang di sekitarnya. Selanjutnya Pudjijogyanti (1993) menambahkan bahwa konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku individu. Bagaimana individu memandang dirinya akan tampak dari keseluruhan perilaku. Dengan kata lain, perilaku individu akan sesuai dengan cara individu memandang dirinya sendiri. Apabila individu memandang dirinya sebagai orang yang tidak mempunyai cukup kemampuan untuk melakukan suatu tugas tertentu, maka seluruh perilakunya akan menunjukkan ketidakmampuannya tersebut. Partosuwido, dkk (1985) menambahkan bahwa konsep diri adalah cara bagaimana individu menilai diri sendiri, bagaimana penerimaannya terhadap diri sendiri sebagaimana yang dirasakan, diyakini dan dilakukan, baik ditinjau dari segi fisik, moral, keluarga, personal dan sosial. Menurut Centi (1993) konsep diri (selfconcept) adalah gagasan tentang diri sendiri, konsep diri terdiri dari bagaimana kita melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana kita meninginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana yang kita harapkan. Sasse (dalam Suyuti, 2010) mengelompokkan
18 konsep diri menjadi dua yaitu; konsep diri positif dan konsep diri negatif. Individu yang memiliki konsep diri positif akan dapat menerima dirinya apa adanya tanpa merasa tertekan dan terbebani dengan keadaan dirinya maupun pandangan orang lain terhadapnya. Individu dengan konsep diri negatif tidak memiliki kepercayaan diri, cenderung tidak dapat menerima kelemahankelemahan dirinya sehingga individu menjadi frustrasi, cenderung berpikir negatif dan selalu khawatir. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah gagasan tentang diri sendiri, meliputi bagaimana kita melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana kita meninginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana yang diharapkan. 2. Aspek-aspek Konsep Diri Berzonsky (dalam Rahmaningsih, 2014) mengemukakan bahwa aspekaspek konsep diri meliputi: a. Aspek fisik (physical self) Penilaian individu terhadap segala sesuatu yang dimiliki individu seperti tubuh, pakaian, benda miliknya, dan sebagainya. Seperti contohnya apakah individu merasa puas atau tidak dengan apa yang dimiliki oleh individu tersebut. b. Aspek sosial (sosial self) Bagaimana peranan sosial yang dimainkan oleh individu dan sejauh mana penilaian individu terhadap perfomannya. Seperti peranan individu dalam lingkup peran sosialnya dan penilaian individu terhadap peran tersebut.
19 c. Aspek moral (moral self) Merupakan persepsi individu mengenai dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Menyangkut kepuasan hidup akan nilainilai keagamaan dan moral yang dipegangnya yang menyangkut atasan baik dan buruk. d. Aspek psikis (psychological self) Aspek psikis meliputi pikiran, perasaan, dan sikap-sikap individu terhadap dirinya sendiri. Bagaimana individu akan berpikir tentang dirinya sndiri dan juga melihat bagaimana sikap-sikap individu sendiri. Selanjutnya, aspek-aspek konsepdiri dikemukakan oleh Fitts (dalam Burns, 1979), yaitu: a. Diri fisik (physical self) Aspek ini menggambarkan bagaimana individu memandang kondisi kesehatannya, badannya, dan penampilan fisiknya. Indivu mampu menerima kondisi fisiknya. b. Diri moral-etik (moral-ethical self) Aspek ini menggambarkan bagaimana individu memandang nilai- nilai moraletik yang dimilikinya. Hal tersebut meliputi sifat - sifat baik atau sifat - sifat jelek yang dimiliki induvidu tersebut dan penilaian dalam hubungannya dengan Tuhan-nya. c. Diri sosial (sosial self) Aspek ini mencerminkan sejauh mana perasaan yang dimiliki indivu mampu dan berharga dalam lingkup interaksi sosial dengan orang lain. Indivu merasa
20 mampu untuk berinteraksi dengan cara yang dimilikinya sendiri tanpa ada perasaan cemas. d. Diri pribadi (personal self) Aspek ini menggambarkan perasaan mampu sebagai seorang pribadi, dan evaluasi terhadap kepribadiannya atau hubungan pribadinya dengan orang lain. Individu merasa dapat menilai diri sendiri dengan positif. e. Diri keluarga (family self) Aspek ini mencerminkan perasaan berarti dan berharga dalam kapasitasnya sebagai anggota keluarga. Dukungan dari anggota keluarga dapat membantu individu untuk lebih dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Berdasarkan pada uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek konsep diri menurut Berzonsky (dalam Rahmaningsih, 2014) yaitu fisik (physical self), sosial (sosial self), aspek moral (moral self), dan psikis (psychological self), sedangkan aspek-aspek konsep diri menurut Fitts (dalam Burns, 1979) yaitu diri fisik (physical self), diri moral-etik, (moral-ethical self), diri sosial (sosial self), diri pribadi (personal self) dan diri keluarga (family self). Dari berbagai aspek yang sudah dijabarkan di atas, maka peneliti memilih untuk menggunakan aspek-aspek konsep diri dari Berzonsky (dalam Rahmaningsih, 2014) yaitu fisik (physical self), sosial (sosial self), aspek moral (moral self), dan psikis (psychological self). Aspek tersebut dipilih karena dapat mengungkap konsep diri yang dimiliki subjek dan disesuaikan juga dengan keadaan tempat penelitian. Oleh karena itu, aspek-aspek konsep diri dari
21 Berzonsky (dalam Rahmaningsih, 2014) sebagai acuan untuk membuat skala dalam penelitian ini. C. Hubungan Antara Konsep Diri dengan Penyesuaian Diri Pada Mahasiswa Yang Tinggal Di Tempat Kos Konsep diri adalah pandangan atau penilaian individu terhadap dirinya sendiri, baik yang bersifat fisik, sosial, maupun psikologis, yang didapat dari hasil interaksinya dengan orang lain. Aspek aspek Konsep diri mencangkup fisik, psikis, sosial, moral etik dan keluarga. Lebih lanjut, konsep diri dapat mempengaruhi penyesuaian diri yang dimiliki seseorang Berzonsky (dalam Rahmaningsih, 2014). Penyesuaian diri adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk dapat secara efektif dan bermanfaat terhadap realitas, situasi dan relasi sosial, sehingga tuntutan dalam kehidupan sosialnya dapat diterima dan memuaskan (Schneiders dalam Pritaningrum, 2013). Aspek yang pertama dari konsep diri ialah aspek fisik yang merupakan penilaian individu terhadap segala sesuatu yang dimiliki individu seperti tubuh, pakaian, benda miliknya, dan sebagainya (Berzonsky dalam Evi, 2003). Kondisi fisik yang sehat dapat menimbulkan penerimaan diri, kepercayaan diri, harga diri, dan sejenisnya yang akan menjadi kondisi yang sangat menguntungkan bagi proses penyesuaian diri (Schaneiders dalam Pritaningrum, 2013). Menurut Walgito (1994) penilaian positif terhadap keadaan fisik seseorang sangat membantu perkembangan sikap penerimaan diri ke arah yang positif. Lebih lanjut, ini disebabkan penilaian positif akan membuat rasa puas terhadap keadaan diri,
22 dan rasa puas ini merupakan awal sikap positif terhadap dirinya dan diri orang lain. Sebaliknya, kondisi fisik yang tidak sehat dapat mengakibatkan perasaan rendah diri, kurang percaya diri atau bahkan menyalahkan diri sendiri sehingga akan berpengaruh kurang baik bagi proses penyesuain diri (Schaneiders dalam Pritaningrum, 2013). Peranan sosial juga menjadi salah satu yang berperan dalam kehidupan individu dengan sejauh mana individu menilai perfomannya sendiri yang didapatkan melalui aspek sosial (Berzonsky dalam Evi, 2003). Seseorang yang memiliki aspek tersebut akan membuatnya memiliki kemampuan untuk menghargai diri sendiri secara objektif sehingga individu yang mempunyai konsep diri yang baik, akan dapat menyesuaikan dirinya dengan baik juga. Penyesuaian diri yang baik akan membantu individu melakukan evaluasi diri sehingga dapat dengan mudah berinteraksi dengan lingkungannya (Wallis, 1992). Dilain sisi, kurangnya peranan sosial didlam kehidupan seseorang, akan menimbulkan perasaan kurang berharga dalam lingkup interaksi sosial dengan orang lain. Indivu merasa tidak mampu untuk berinteraksi dengan cara yang dimilikinya sehingga menimbulkan perasaan cemas (Fitts dalam Burns, 1979). Perasaan tersebut dapat mempengaruhi keharmonisan dengan lingkungannya yaitu kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, keterlibatan dalam partisipasi sosial, kesediaan kerjasama, kemampuan kepemimpinan, dan sikap toleransi dalam lingkungannya (Schneiders dalam Evi, 2003).
23 Lingkungan tidak lepas dari bagaimana aspek moral yang dimiliki oleh individu yaitu mengenai persepsi individu mengenai dirinya yang dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika (Berzonsky dalam Evi, 2003). Menurut Schneiders (dalam, Pritaningrum, 2013) individu akan mempertimbangkan adanya norma-norma yang berlaku di lingkungan dalam memenuhi kebutuhan untuk menyesuaikan diri. Pemenuhan kebutuhan akan didapatkan individu melalui proses belajar, seperti belajar memahami, mengerti, dan berusaha untuk melakukan apa yang diinginkan oleh diriya dan juga lingkungannya. Sebaliknya, seseorang yang tidak memenuhi aspek moral akan sulit memiliki sikap mandi mandiri dalam cara berpikir serta bertindak, ketidakmampuan untuk mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta sulit menyesuaikan diri secara konstruktif dengan norma yang berlaku di lingkungan (Hurlock, 2008). Norma yang berlaku dalam lingkungan tentunya tidak lepas dari sikapsikap individu, pikiran, perasaan, dan sikap-sikap terhadap dirinya sendiri merupakan aspek psikis (Berzonsky dalam Evi, 2003). Aspek psikis akan mempengaruhi setiap tindakan yang di lakukan oleh seseorang untuk menghadapi masalah ditempat kos, baik yang berkaitan dengan hubungan sosial, pelajaran dan juga aktifitas di sekolahnya atau kampus (Hurlock, 2008). Dilain sisi, aspek psikis yang tidak terpenuhi akan membuat keadaan mental menjadi tidak sehat, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya frustrasi, kecemasan dan cacat mental dapat melatar belakangi adanya hambatan dalam penyesuaian diri. Keadaan mental yang tidak baik, sulit mendorong individu untuk memberikan respon yang
24 selaras dengan dorongan internal maupun tuntutan lingkungannya (Schneiders, Pritaningrum 2013). Konsep diri yang tinggi membuat seseorang menentukan perilakunya sendiri atau bagaimana sesorang memandang dirinya akan tampak dari keseluruhan perilaku (Pudjijogyanti, 1993). Salah satu perilaku yang ditunjukan yaitu dengan penyesuaian diri yang baik, dengan begitu seseorang akan memiliki respon mental dan tingkah laku dalam berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan frustrasi yang di alaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang di harapkan oleh lingkungan seseorang tinggal (Schneiders dalam Evi, 2003). Lain halnya, ketika seseorang memiliki konsep diri yang rendah, maka akan sulit untuk berinteraksi dengan orang lain sehingga menimbulkan perasaan cemas (Fitts dalam Burns, 1979). Hal tersebut membuat seseorang berpandangan atau menilai dirinya dengan buruk yang bersifat fisik, sosial, maupun psikologis, yang didapat dari hasil interaksinya dengan orang lain untuk dapat secara efektif dan, sehingga tuntutan dalam kehidupan sosialnya sulit diterima dan tidak memuaskan (Schneiders dalamevi, 2003). Hal tersebut didukung berdasarkan hasil penelitian Astutik, dkk. (2010) yang mengungkapkan bahwa konsep diri dapat mempengaruhi penyesuaian diri seseorang. Begitu pula dari hasil penelitian Evi (2003) yang menunjukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara konsep diri dengan penyesuaian diri remaja (mahasiswa).
25 D. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini ialah ada hubungan positif antara konsep diri dengan penyesuaian diri pada mahasiswa yang tinggal di tempat kos. Artinya semakin tinggi konsep diri maka semakin baik pula penyesuaian diri pada mahasiswa yang tinggal di tempat kos dan sebaliknya semakin rendah konsep diri maka semakin buruk pula penyesuaian diri pada mahasiswa yang tinggal di tempat kos.