BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gejolak krisis keuangan global telah mengubah perekonomian dunia. Krisis keuangan global yang berawal di Amerika Serikat pada tahun 2007, semakin dirasakan dampaknya ke seluruh dunia, termasuk negara berkembang pada tahun 2008. Krisis keuangan global tahun 2008 bermula dari jatuhnya Lehman Brothers, sebuah perusahaan jasa keuangan global di Amerika Serikat yang membawa pengaruh pada kondisi ekonomi global secara menyeluruh. Dampak krisis keuangan terhadap sektor keuangan di Indonesia sudah dirasakan selama tahun 2008, yaitu dengan turunnya nilai tukar rupiah secara drastis, turunnya indeks harga saham karena larinya investor asing, serta pelarian modal baik dari bursa saham maupun pasar obligasi pemerintah. Salah satu yang mendapat sorotan adalah kelangsungan hidup perusahaan. Perekonomian mengalami keterpurukan, sehingga banyak perusahaan yang mengalami kebangkrutan karena tidak dapat melanjutkan usahanya. Akibatnya terjadi peningkatan jumlah perusahaan yang mendapatkan opini audit Qualified Going Concern dan Disclaimer (Mirna dan Indira, 2007). Asumsi going concern berarti suatu badan usaha dianggap akan mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang. Sedangkan, yang dimaksud opini audit going concern adalah opini yang dikeluarkan oleh auditor untuk
mengevaluasi apakah auditor memiliki kesangsian terhadap kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kelangsungan hidup usaha selalu dihubungkan dengan kemampuan manajemen dalam mengelola perusahaan. Hal ini secara tidak langsung membuat manajemen bertanggung jawab terhadap kelangsungan entitas. Namun tanggung jawab tersebut juga berpotensi melebar ke auditor. Auditor memiliki suatu tanggung jawab untuk mengevaluasi status kelangsungan hidup perusahaan dalam setiap pekerjaan auditnya (Margaretta dan Sylvia, 2005). Auditor dapat memberikan opini audit going concern jika memiliki keraguan mengenai kelangsungan hidup klien. Opini going concern merupakan bad news bagi pemakai laporan keuangan. Masalah yang sering timbul adalah sulit untuk memprediksi kelangsungan hidup suatu perusahaan, sehingga menyebabkan auditor mengalami dilema dalam memberikan opini going concern. Hal ini disebabkan oleh self fulfilling prophecy (Louwers et al, 1999). Self fulfilling prophecy merupakan keyakinan akan terjadinya suatu peristiwa yang sama di masa depan akibat dari kejadian yang sama di masa lalu. Adanya self fulfilling prophecy membuat auditor mengeluarkan opini wajar tanpa pengecualian yang seharusnya auditor meragukan kemampuan suatu entitas untuk melanjutkan kelangsungan hidupnya (Venuti, 2007). Penyebab lainnya adalah tidak adanya prosedur penetapan status going concern yang terstruktur (Revol dan Hasan, 2009). Informasi yang berlawanan dengan asumsi going concern adalah ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo, restrukturisasi utang, dan perbaikan operasi
yang dipaksakan dari luar (Standar Profesional Akuntan Publik Seksi 341, 2011). Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan sebagai prosedur penetapan status going concern tersebut, antara lain modal kerja negatif, laba ditahan negatif, menerima opini going concern pada tahun sebelumnya, serta dua sampai tiga tahun berturutturut rugi (Geiger et al, 2005). Opini yang dikeluarkan auditor atas laporan keuangan suatu perusahaan merupakan salah satu informasi penting yang digunakan oleh para investor untuk memutuskan apakah akan melakukan investasi ke perusahaan atau tidak. Auditor dituntut untuk dapat memberikan keyakinan yang memadai atas suatu laporan keuangan perusahaan, bahwa laporan tersebut tidak mengandung salah saji yang material yang nantinya dapat menyesatkan penggunanya. Selain itu, di dalam melakukan proses auditnya, auditor diharuskan mempertimbangkan kondisi going concern dari auditee. Fenomena yang terjadi beberapa tahun belakangan yaitu meningkatnya tuntutan hukum terhadap kantor akuntan. Dari 228 perusahaan publik yang mengalami kebangkrutan, Enron dan 95 perusahaan lainnya menerima opini wajar tanpa pengecualian pada tahun sebelum terjadinya kebangkrutan (Tucker et al, 2003). Di Indonesia, beberapa bank juga dilikuidasi setelah sebelumnya menerima pendapat wajar tanpa pengecualian. Pada tahun 2004, Bank Asiatic dan Bank Dagang Bali dilikuidasi. Sedangkan, Bank Global Internasional dilikuidasi pada tahun 2005. Dalam peristiwa tersebut, laporan audit yang dibuat oleh Kantor Akuntan Publik
(KAP) menyatakan bahwa kondisi perbankan saat itu sangat baik, tetapi dalam kenyataannya buruk (Meriani dan Ayu Krisnadewi, 2011). Akibat sulitnya menilai kelangsungan hidup klien, maka diharapkan auditor sangat berhati-hati dalam memberikan opini dalam laporan auditnya. Bila auditor memiliki keraguan mengenai kelangsungan hidup kliennya, maka keraguan tersebut harus diungkapkan pada laporan auditnya (Menon dan Williams, 2010). Menurut Geiger dan Rama (2006), di dalam menerbitkan opini audit yang mengungkapkan mengenai keraguan atas kelangsungan hidup suatu perusahaan, auditor dihadapkan oleh dua kemungkinan kesalahan yaitu laporan audit yang tidak memberikan opini going concern pada perusahaan yang kemudian bangkrut dan laporan audit yang memberikan opini going concern pada perusahaan yang tidak mengalami kebangkrutan pada tahun berikutnya. Kedua tipe kesalahan tersebut dapat menimbulkan cost bagi auditor. Apabila kesalahan pertama yang terjadi maka klien tidak akan dapat menerima hal tersebut dan akan terjadi pergantian auditor di tahun berikutnya. Kehilangan klien merupakan suatu kerugian bagi auditor. Apabila kesalahan kedua yang terjadi, maka auditor akan dihadapkan pada tuntutan hukum yang dapat menyebabkan auditor kehilangan reputasi (Geiger dan Rama, 2006). Pemberian status going concern berkaitan erat dengan reputasi auditor. Penghakiman terhadap auditor sering dilakukan, baik oleh masyarakat maupun pemerintah dengan melihat kondisi bangkrut tidaknya perusahaan yang diaudit. Jika perusahaan bangkrut, masyarakat tidak lagi menilai apakah auditor telah menerapkan
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dengan benar atau tidak (Purba, 2006). Ini menunjukkan bahwa reputasi auditor dipertaruhkan saat memberikan opini audit. Semakin besar Kantor Akuntan Publik dan memiliki reputasi yang baik maka kualitas auditor tersebut juga baik. Opini audit yang diterima suatu perusahaan di tahun sebelumnya menjadi salah satu pertimbangan auditor dalam memberikan opini audit perusahaan. Arga dan Linda (2007) memberikan bukti bahwa setelah auditor mengeluarkan opini audit going concern, perusahaan harus menunjukkan peningkatan keuangan yang signifikan untuk memperoleh opini bersih di tahun berikutnya, jika perusahaan tidak dapat menunjukkan peningkatan keuangan, maka perusahaan akan menerima kembali opini audit going concern. Penelitian Alexander (2004) memperkuat bukti mengenai opini audit going concern yang diterima sebelumnya dengan opini audit tahun berjalan. Jika tahun sebelumnya perusahaan menerima opini audit going concern, maka kemungkinan besar auditor akan menerbitkan kembali opini audit going concern di tahun berikutnya. Kemampuan manajemen dalam mengelola suatu perusahaan sangat diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Jika perusahaan mengalami permasalahan keuangan (financial distress), maka akan berpengaruh pada kelangsungan hidup perusahaan. Beberapa penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa model prediksi kebangkrutan menggunakan rasio-rasio keuangan lebih akurat dibandingkan pendapat auditor dalam mengelompokkan perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut (Margaretta dan Sylvia, 2005). Hal ini tentu akan mempengaruhi opini
yang diberikan auditor. Semakin buruk kondisi keuangan perusahaan maka semakin besar kemungkinan perusahaan menerima opini going concern (Eko,dkk, 2006). Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur. Industri manufaktur Indonesia memiliki peran penting dalam perekonomian. Ekspor industri manufaktur telah menyumbang sekitar 83-85% terhadap ekspor nonmigas dan sekitar 64-67% terhadap total ekspor Indonesia selama tahun 1994-2005. Bahkan kontribusi ekspor industri telah melampaui ekspor sektor pertanian dan migas sejak awal dasawarsa 1990-an (Wawan, 2009). Selama lebih dari dua puluh tahun, peran industri manufaktur dalam perekonomian Indonesia telah meningkat secara substansial, dari 19% terhadap Produk Domestik Bruto tahun 1990 menjadi 26% tahun 2009 (Yati dan Yanfitri, 2010). Hal ini menunjukkan pentingnya pengungkapan opini going concern pada perusahaan manufaktur. Kebangkrutan pada perusahaan ini akan mempengaruhi perekonomian Indonesia. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut. 1) Bagaimana pengaruh reputasi auditor pada pemberian opini audit going concern perusahaan manufaktur? 2) Bagaimana pengaruh opini audit tahun sebelumnya pada pemberian opini audit going concern perusahaan manufaktur? 3) Bagaimana pengaruh kondisi keuangan perusahaan pada pemberian opini audit going concern perusahaan manufaktur?
1.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Untuk mengetahui pengaruh reputasi auditor pada pemberian opini audit going concern perusahaan manufaktur. 2) Untuk mengetahui pengaruh opini audit tahun sebelumnya pada pemberian opini audit going concern perusahaan manufaktur. 3) Untuk mengetahui pengaruh kondisi keuangan perusahaan pada pemberian opini audit going concern perusahaan manufaktur. 1.3 Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut. 1) Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan pengetahuan serta memberikan bukti empiris mengenai pengaruh reputasi auditor, opini audit tahun sebelumnya, dan kondisi keuangan perusahaan pada pemberian opini audit going concern perusahaan manufaktur serta dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian di masa yang akan datang. 2) Kegunaan Praktis Bagi praktisi audit, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dan masukan serta dapat memberikan penilaian keputusan opini
audit yang mengacu pada kelangsungan hidup (going concern) perusahaan di masa yang akan datang dan bagi investor dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menetapkan keputusan berinvestasi. 1.4 Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini terdiri dari beberapa bab yang disusun berurutan secara sistematis, sehingga antara sub bab dengan bab yang lainnya mempunyai hubungan yang sistematis. Sistematika penulisan dalam penelitian ini akan diuraikan secara ringkas meliputi 5 (lima) bab, sebagai berikut. Bab I Pendahuluan Bab ini merupakan pengantar bagi pembaca untuk dapat mengetahui permasalahan yang ada dalam penelitian ini, meliputi uraian latar belakang dan rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian serta sistematika penyajian. Bab II Kajian Pustaka dan Rumusan Hipotesis Bab ini memuat uraian sistematis tentang teori-teori dan hal-hal yang berhubungan dengan penelitian sebelumnya yang akan digunakan untuk membangun rumusan hipotesis sebagai acuan dalam memecahkan permasalahan penelitian ini. Bab III Metode Penelitian Bab ini menguraikan tentang objek penelitian, identifikasi dan definisi operasional variabel, jenis, sumber dan metode pengumpulan data serta teknik analisis yang digunakan dalam memecahkan masalah penelitian.
Bab IV Pembahasan Hasil Penelitian Bab ini menyajikan hasil pengujian atas hipotesis ini dan deskripsi hasil penelitian (pembahasan) mengacu pada pokok permasalahan serta tujuan penelitian yang disesuaikan dengan teknik analisis data yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Bab V Penutup Bab ini menyajikan simpulan dari hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, keterbatasan penelitian, dan saran-saran yang ditujukan kepada peneliti selanjutnya yang ingin melanjutkan atau mengembangkan penelitian yang telah dilakukan.