BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu negara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. dilahirkan sampai meninggal dunia selalu hidup bersama-sama. 1 Untuk itu. menurut Roeslan Saleh, adalah Hukum Pidana.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB I PENDAHUUAN. lainya, mengadakan kerjasama, tolong-menolong untuk memperoleh. pertikaian yang mengganggu keserasian hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat); tidak. berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat).

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

ABSTRAK MELIYANTI YUSUF

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagaimana tersirat di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO)

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. mengatur suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sering terjadi tindak

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan hukum yang berkaitan dengannya. Anak yang secara harfiah

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. matinya orang misalkan pembunuhan, aparat kepolisian sebagai penyidik yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

Program Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu negara besar yang sangat mengedepankan ketentuan hukum yang berlaku. Aturan hukum positif yang berlaku di Indonesia jelas menjadi komponen penting dalam membangun kehidupan yang aman, tentram dan damai. Salah satu bidang hukum dalam rangka menjaga ketertiban dan keamanan Warga Negara Indonesia sendiri yaitu hukum pidana. Pembaharuan hukum pidana yang merupakan suatu upaya untuk melakukan roerientasi dan reformasi hukum pidana sesuai dengan nilai-nilai sentral sosiopolitik, sosiofilosofis dan sosiokultural masyarakat Indonesia yang melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan kebijakan penegakan hukum di Indonesia. 1 Kejahatan merupakan perbuatan yang menyalahi etika dan moral, sehingga dari suatu kejahatan yang dilakukan seseorang maka tentu perbuatan tersebut memiliki dampak yang sangat merugikan orang lain selaku subjek hukum. Salah satu bentuk kejahatan yang seringkali terjadi di sekitar kita yakni kejahatan dalam bentuk kekerasan seperti penganiayaan. Maraknya tindakan penganiayaan yang kita lihat dari berbagai sumber menjadi pertanda bahwa hal. 29. 1 Barda Nawawi Arief, 2010, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Jakarta: Kencana, 1

2 hal tersebut tidak lepas dari perilaku masyarakat yang kurang terkontrol baik itu yang dikarenakan rendahnya tingkat pendidikan dan pengaruh lingkungan pergaulan yang kurang baik. Perselisihan baik secara personal ataupun kelompok dapat menjadi suatu faktor yang dapat mengundang terjadinya tindak kekerasan yang berujung pada penganiayaan. Ketentuan pidana terhadap tindak pidana atau delik penganiayaan sendiri telah termuat dalam KUHP yakni pada Pasal 351 s/d Pasal 358 KUHP yang menegaskan bahwa: 1. Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah. 2. Jika perbuatan itu menyebabkan luka berat, yang bersalah diancam dengan pidanapenjara paling lama lima tahun. 3. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. 4. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. 5. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. Pada tahap penyidikan juga mempunyai peran yang cukup penting untuk membantu penyidik mencari dan mengumpulkan bukti-bukti dalam usahanya memberikan kebenaran materil suatu perkara pidana. Pengaturan alat-alat bukti yang sah diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Pasal 184 ayat (1) yang menerangkan alat bukti yang sah berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa. 2 Permintaan bantuan penegak hukum kepada seorang ahli untuk mendapatkan bukti yang sah dalam mengungkap suatu perkara pidana 2 Pasal 184 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP

3 ditegaskan pada Pasal 120 ayat (1) KUHAP yang berbunyi: Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang ahli atau memiliki keahlian khusus. Keterangan ahli diterangkan pada Pasal 1 butir ke-28 KUHAP yang menyatakan: Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan suatu perkara pidana. 3 Pada proses penyidikan perkara pidana yang menyangkut dengan tubuh, kesehatan, dan nyawa manusia memerlukan bantuan seorang ahli dokter. Bantuan seorang dokter dengan ilmu kedokteran kehakiman yang dimilikinya sebagaimana tertuang dalam Visum et Repertum yang dibuatnya mutlak diperlukan. Visum et Repertum sebagai laporan tertulis untuk kepentingan peradilan atas permintaan penegak hukum yang berwenang di sini khususnya oleh penyidik. Visum et Repertum dibuat oleh dokter sesuai apa yang dilihat dan diketemukannya pada pemeriksaan barang bukti, berdasarkan sumpah kedokteran, serta berdasarkan pengetahuannya. 4 Berdasarkan uraian dan paparan di atas, penulis ingin mengangkatnya dalam penelitian skripsi dengan judul Peranan Visum et Repertum pada Tahap Penyidikan dalam Mengungkap Tindak Pidana Penganiayaan. 3 Soeparmono, 2016, Keterangan Ahli & Visum et Repertum dalam Aspek Hukum Acara Pidana, Bandung: CV. Mandar Maju, hal. 59. 4 Ibid., hal. 75.

4 B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Membatasi permasalahan dalam suatu penelitian merupakan salah satu hal yang sangat penting guna menghindari terjadinya kekaburan dan penyimpangan terhadap pokok permasalahan. Oleh sebab itu, enulis membatasi permasalahan yang akan diteliti yaitu Peranan Visum et Repertum pada tahap penyelidikan dalam memngungkap tindak pidana penganiayaan. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah dan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut: a. Bagaimana fungsi Visum et Repertum pada tahap penyidikan dalam mengungkap suatu tindak pidana penganiayaan? b. Bagaimana upaya penyidik menyikapi apabila Visum et Repertum tidak sepenuhnya mencantumkan keterangan tanda kekerasan diri korban penganiayaan? c. Bagaimana keterkaitan Visum et Repertum dengan alat bukti surat dan keterangan ahli? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

5 a. Untuk mengetahui fungsi dari Visum et Repertum pada tahap penyidikan dalam mengungkap suatu tindak pidana penganiayaan. b. Untuk mengetahui peran penyidik dalam menyikapi apabila Visum et Repertum tidak sepenuhnya mencantumkan keterangan tanda kekerasan diri korban penganiayaan. c. Untuk mengetahui keterkaitan Visum et Repertum dengan alat bukti dan keterangan ahli. 2. Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Secara Teoritis 1) Menambah pengetahuan peneliti tentang peranan Visum et Repertum pada tahap penyidikan dalam tindak pidana penganiayaan. 2) Untuk penambahan pengetahuan dan kemampuan penulis dalam pembuatan penelitian hukum. 3) Untuk menambah referensi bagi mahasiswa Fakultas Hukum terkhusus terhadap mahasiswa Hukum Pidana. b. Manfaat Praktis 1) Dapat menjadi suatu sumbangan pemikiran serta dapat menambah wawasan pembaca terhadap pemahaman peranan Visum et Repertum pada tahap penyidikan dalam tindak pidana penganiayaan. 2) Memberikan jawaban atas masalah yang diteliti.

6 3) Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. D. Kerangka Pemikiran Secara umum, tindak pidana terhadap tubuh pada KUHP disebut penganiayaan. Dibentuknya pengaturan tentang kejahatan terhadap tubuh manusia ini ditujukan bagi perlindungan kepentingan hukum atas tubuh manusia dari perbuatan-perbuatan berupa atas tubuh bahkan dapat menimbulkan kematian. Menurut yurisprudensi, maka yang diartikan dengan penganiayaan yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak, rasa sakit atau luka. 5 Tindak pidana penganiayaan pada dasarnya akan berlanjut pada proses penyidikan. Pada tahap penyidikan, seorang penyidik dalam melaksanakan tugasnya terikat pada peraturan-peraturan, perundang-undnagan, dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam menjalankan tugasnya. 6 Pengertian penyidikan itu sendiri terdapat dalam isi ketentuan Pasal 1 butir (1) KUHAP jo Pasal 1 butir (10) dan butir (11) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa: Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat 5 Ismu Gunadi dan Joenadi Efendi, 2015, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, hal. 96. 6 Yesmil Anwar dan Adang, 2009, Sistem Peradilan Pidana (Konsep, Komponen & Pelaksanaannya dalam Penegakan Hukum di Indonesia), Bandung: Widya Padjadjaran, hal. 76.

7 Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undangundang untuk melakukan penyidikan. 7 Penyidikan berdasarkan Pasal 1 angka 2 KUHAP, penyidik/polisi mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Untuk mendapatkan serta mencari alat bukti yang sah, penegak hukum, khususnya penyidik tidak segan-segan bahkan, seharusnya meminta bantuan kepada ahlinya dalam bidang yang ia tidak kuasai. Sementara itu, peranan dokter ahli yang bergerak dalam bidangnya akan banyak membantu tugas-tugas Penyidik, Penuntut Umum maupun Hakim dalam menangani suatu perkara. Suatu keterangan ahli misalnya, dapat berupa Visum et Repertum dan dapat pula berupa keterangan dokter. Jadi menurut KUHAP, Visum et Repertum juga merupakan keterangan ahli yang termasuk alat bukti sah. 8 Pengertian Harafiah Visum et Repertum berasal dari kata-kata Visual yaitu melihat dan repertum yaitu melaporkan sehingga Visum et Repertum merupakan suatu laporan tertulis dari dokter (ahli) yang dibuat berdasarkan sumpah. Oleh karena itu Visum et Repertum semata-mata hanya diperuntukkan agar suatu perkara pidana menjadi jelas dan hanya berguna bagi kepentingan pemeriksaan dan untuk keadilan serta diperuntukkan bagi kepentingan peradilan. 9 7 Ibid., hal. 138. 8 Soeparmono, Op.Cit., hal. 29. 9 Ibid., hal. 86.

8 E. Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya. 10 Adapun metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yaitu yuridis empiris, dimana penelitian terhadap masalah dengan melihat norma hukum yang berlaku dan dihubungkan dengan fakta-fakta atau kenyataan yang ada serta terjadi di lapangan yang ditemukan oleh penulis. 2. Metode Pendekatan Penelitian ini menggunakan metode pendekatan bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran secara sistematis terhadap objek perkara tentang peranan Visum et Repertum pada tahap penyidikan dalam tindak pidana penganiayaan. 3. Jenis Data dan Sumber Data Penelitian dilakukan di Kepolisian Resor Surakarta, bahwa di dalam penelitian dan dalam memanfaatkan data yang ada maka dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut: a. Jenis data Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 10 Khudzaifah Dimyati dan Kelik Wardiono, 2004, Metode Penelitian Hukum, Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal. 4.

9 1) Data primer yakni data yang diambil dari sumber data primer atau sumber di lapangan. 11 Dengan mengadakan interview atau wawancara secara langsung dengan responden di lokasi penelitian. Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya jawab, baik secara langsung (face to face) maupun tidak langsung (respondent). 12 2) Data sekunder yakni data yang sudah terolah dan diperoleh dari studi kepustakaan dan buku-buku maupun sumber lainnya yang diperlukan sesuai dengan judul dalam penelitian ini terdiri dari: a) Bahan hukum primer (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana; (2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana; (3) UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana; (4) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. b) Bahan hukum sekunder yakni bahan yang berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumendokumen resmi. Publikasi tentang hukum yang meliputi bukubuku teks termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum dan 11 Burhan Bungin, 2013, Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi: Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif untuk Studi Sosiologis, Kebijakan, Publik, Komunikasi, Manajemen, dan Pemasaran, Jakarta: Kencana, hal. 128. 12 Didin Fatihudin, 2011, Karya Ilmiah, Artikel Ilmiah & Hasil Penelitian Skripsi, Tesis, dan Disertasi, Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan, hal. 27.

10 junal-jurnal hukum (termasuk on-line), dan kamus-kamus hukum. 13 b. Sumber Data 1) Studi Lapangan Data yang didapat merupakan hasil penelitian langsung yang dilakukan di Kepolisian Resor Surakarta, dimana data ini berkaitan langsung dengan masalah yang penulis bahas. 2) Studi Kepustakaan Data yang didapat merupakan hasil penelitian yang bersumber dari kepustakaan, meliputi data yang ada pada peraturan perundangundangan yang terkait dan bahan buku-buku hukum. 4. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Wawancara Wawancara merupakan suatu metode ataupun teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan melakukan komunikasi antara satu orang dengan orang lain dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat. Adapun pihak yang akan diwawancarai adalah Penyidik Kepolisian Resor Kota Surakarta. Group, hal. 196. 13 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Jakarta: Pranadamedia

11 b. Studi dokumen Metode ini dilakukan untuk mendapatkan data sekunder dari data yang terdapat di lapangan yaitu dengan mengkaji, menelaah, dan menganalisis dokumen-dokumen yang diperoleh dari lapangan terkait dengan permasalahan yang penulis teliti. 5. Metode Analisis Data Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif, yaitu berusaha menganalisis data dengan menguraikan dan memaparkan secara jelas dan apa adanya mengenai objek yang diteliti. Data dan informasi yang diperoleh dari objek penelitian dikaji dan dianalisis, dikaitkan dengan teori dan peraturan yang berlaku yang bertujuan untuk memecahkan permasalahan yang diangkat. F. Sistematika Skripsi Guna mendapatkan gambaran yang jelas mengenai penelitian ini, maka penulis menyusun sistematika dalam penulisan penelitian ini sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, memuat tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian dan sistematika skripsi. Bab II Tinjauan Pustaka, memuat uraian tentang tindak pidana, Visum et Repertum dan peran Visum et Repertum dalam proses penanganan perkara pidana serta dasar hukum penggunaannya oleh penyidik menurut KUHAP.

12 Bab III Hasil penelitian dan Pembahasan, memuat uraian hasil penelitian dan pembahasan tentang permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah. Bab IV Penutup, memuat uraian tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran terkait hasil penelitian yang telah dilakukan.